Kasus Pelanggaran Perlindungan Konsumen (Hukum Bisnis)
KELOMPOK 01 Anggota: Restu Laras Wati
(1111031094) (1111031094)
Rika Lusiana Surya
(1111031097) (1111031097)
Rindy Dwi Ladista
(1111031098) (1111031098)
Riris Karisma Kholid
(1111031099) (1111031099)
S. Nicho Jayakusuma Jayakusuma
(1111031100) (1111031100)
Shanti Ananda Tanoto
(1111031102) (1111031102)
Sherly Dwi Saptari
(1111031103) (1111031103)
JURUSAN S1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG 2013
KASUS I Penarikan Indomie di Taiwan Kasus Pelanggaran Perlindungan Konsumen Akhir
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Konsumen merupakan target penting bagi perusahaan. Eksistensi perusahaan bergantung pada keberpihakan konsumen. Namun, dalam persaingan antar perusahaan dalam menarik konsumen dan memperoleh keuntungan seringkali melakukan pelanggaran etika bisnis. Kepentingan konsumen yang harusnya dilindungi dan dipenuhi malah dilanggar. Bukan hal langka lagi untuk menemukan kasus pelanggaran perlindungan konsumen. Padahal, undang undang jelas sudah mengatur mengenai bagaimana kedudukan konsumen. Kasus pelanggaran perlindungan konsumen ini pun menimpa PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, yang produknya dituding terdapat kandungan bahan pengawet mie instan yang mengandung bahan berbahaya bagi manusia. Namun, pihak PT Indofood CBP Sukses Makmur tak tinggal diam. PT Indofood bersikeras bahwa produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. 1.2 Alasan Memilih
Kami memilih kasus penarikan Indomie di Taiwan menjadi tema bahasan kelompok pada kasus pelanggaran perlindungan konsumen, mata kuliah Hukum Bisnis, karena beberapa pertimbangan berikut: a. Indomie mengandung bahan yang berbahaya bagi manusia padahal indomie merupakan produk mie yang populer bahkan menjadi primadona di Indonesia. b. Ada perbedaan standar pangan yang melibatkan perlindungan konsumen di Indonesia dan Taiwan. 1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka muncul masalah sebagai berikut:
a. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk dituding melakukan pelanggaran perlindungan konsumen sebab mengandung bahan berbahaya bagi manusia sehingga Indomie ditarik dari peredaran di Taiwan. b. PT Indofood bersikeras bahwa produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan 1.4 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut: a. Menjelaskan konsep konsumen. b. Menjelaskan perlindungan konsumen. c. Memberi contoh kasus pelanggaran perlindungan konsumen akhir.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Indomie
Indomie adalah merek produk mi instan dari Indonesia.Di Indonesia, Indomie diproduksi oleh PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Produk dari perusahaan milik Sudono Salim ini mulai diluncurkan sejak tanggal 9 September 1970 dan diperkenalkan ke konsumen sejak tahun 1972, dahulu diproduksi oleh PT. Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd., dan pertama kali hadir dengan rasa Ayam dan Udang. Selain dipasarkan di Indonesia, Indomie juga dipasarkan secara cukup luas di manca negara, antara lain di Amerika Serikat, Australia,
berbagai
negara Eropa;
ini
hal
negara Asia dan Afrika serta
menjadikan
Indomie
sebagai
negarasalah
satu
produk Indonesia yang mampu menembus pasar internasional . Di Indonesia sendiri, sebutan "Indomie" sudah umum dijadikan istilah generik yang merujuk kepada mi instan Indomie diklaim sebagai makanan yang sehat dan bergizi oleh produsennya. Produk
mi
instan
ini
disebut
memiliki
berbagai
kandungan
gizi
sepertienergi, protein, niasin, asam folat, mineral zat besi, natrium, dan berbagai vitamin seperti vitamin A, B1, B6, dan B12. 2.2 Tinjauan Tentang Konsumen
Pengertian Konsumen menurut Hornby
Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli barang atau menggunakan jasa.
Seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu.
Sesuatu atau Seseorang yang menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang.
Setiap orang yang menggunakan barang atau jasa.
Jenis Konsumen
Konsumen yang menggunakan barang/ jasa untuk keperluan komersial (intermediate consumer, intermediate buyer, derived buyer, consumer of industrial market )
Konsumen yang menggunakan barang/ jasa untuk keperluan diri sendiri/ keluarga/ non komersial ( Ultimate consumer, Ultimate buyer, end user, final consumer, consumer of the consumer market)
Pengertian Konsumen Akhir Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia: yaitu: Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Kedudukan Konsumen
Let the buyer beware (caveat emptor ) Pelaku usaha dan konsumen seimbang sehingga tidak perlu perlindungan.
The due care theory Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melakukan prinsip kehatihatian dalam memasyarakatkan produk (barang/ jasa).
The privity of contract Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan apabila di antara mereka terjalin suatu hubungan kontraktual.
Prinsip kontrak bukan merupakan syarat Kontrak bukan merupakan syarat untuk menetapkan eksistensi suatu hubungan hukum.
2.3 Tinjauan Tentang Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen dalam kegiatan etika berbisnis di Indonesia telah diatur menurut Pasal 1 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Tujuan Perlindungan Konsumen: 1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; 2. Mengangkat
harkat
dan
martabat
konsumen
dengan
cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3. Meningkatkan pemberdayaankonsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen; 4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi serta akses untuk memperoleh informasi; 5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab dalam penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas. Kepentingan Konsumen 1. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya, 2. Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen, 3. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka melakukan pelatihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi, 4. Pendidikan konsumen, 5. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif, 6. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.
III. PEMBAHASAN 3.1 Kasus Penarikan Indomie di Taiwan
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie. A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam
mie
instan
tersebut.
tetapi
kadar
kimia
yang
ada
dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi. Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua
negara
berbeda
maka
timbulah kasus Indomie
ini.
Analisis kasus berdasar Undang Undang No 8 Tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen
Kasus penarikan indomie di Taiwan dikarena pihak Taiwan menuding mie
dari produsen indomie mengandung bahan pengawet yang tidak aman bagi tubuh yaitu bahan Methyl P-Hydroxybenzoate pada produk indomie jenis bumbu Indomie goreng dan saus barberque Hal ini disanggah oleh Direktur Indofood Sukses Makmur, Franciscus Welirang berdasarkan rilis resmi Indofood CBP Sukses Makmur, selaku produsen Indomie menegaskan, produk mie instan yang diekspor ke Taiwan sudah memenuhi peraturan dari Departemen Kesehatan Biro Keamanan Makanan Taiwan. BPOM juga telah menyatakan Indomie tidak berbahaya. 3.2 Pelanggaran Perlindungan Konsumen
Kasus ini merupakan pelanggaran perlindungan konsumen akhir. Berikut adalah pasal-pasal dalam UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang berhubungan dengan kasus diatas serta jalan penyelesaian Pasal 2 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 3 UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 (c) UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7 ( b dan d )UU NO 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 2 UU PK adalah tentang tujuan perlindungan konsumen yang akan menyinggung tentang a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. b. Meningkatkan
kualitas
barang
dan/atau
jasa
yang
menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen Perlu ditilik dalam kasus tersebut adalah adanya perbedaan standar mutu yang digunakan produsen indomie dengan pemerintahan Thailand yang masing-masing berbeda ketentuan batas aman dan tidak aman suatu zat digunakan dalam pengawet,dalm hal ini Indonesia memakai standart BPOM dan CODEX Alimentarius Commission (CAC) yang diakui secara internasional. Namun hal itu menjadi polemik karena Taiwan menggunakan standar yang berbeda yang melarang zat mengandung Methyl P-Hydroxybenzoate yang
dilarang di Taiwan.hal ini yang dijadikan pokok masalah penarikan indomie oleh karana itu akan dilakukan penyelidikan dan investigasi yg lebih lanjut Pada pasal 3 UU PK menjelaskan tentang asas perlindungan konsumen yang isinya sebagai berikut
Asas keamanan dan keselamatan konsumen Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan
dan
pemakaian,
dan
keselamatan pemanfaatan
konsumen
dalam
barang
dan/atau
penggunaan, jasa
yang
dikonsumsi atau digunakan
Asas manfaat Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
Pada Pasal 4 ( C )UU PK adalah menyinggung tentang hak konsumen (konsumen di Taiwan) Hak atas informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan /atau jasa Untuk menyikapi hal tersebut PT Indofood sukses makmur harusnya mencantumkan segala bahan dan juga campuran yang dugunakan dalam bumbu produk indomie tersebut sehinnga masyarakat/ atau konsumen di Taiwan tidak rancu dengan berita yang dimuat di beberapa pers di Taiwan Pada pasal 7 ( b dan d ) adalah menyinggung tentang
Memberikan informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,perbaikan dan pemeliharaan menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku .
Berdasar pasal 7 (b dan d) diatas maka diwajibkan kepada produsen untuk mencantum segala informasi mengenai produknya disini adalah kewajiban
PT Indofood untuk mencantum informasi bahan apa saja yang digunakan dalam produknya . 3.3 Penyelesaian Kasus
Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan otoritas Taiwan berjanji untuk bekerja sama dan mencari solusi bersama untuk temuan produk mi instan Indomie yang tidak memenuhi standar setempat. Menteri Perdagangan Indonesia, Mari Elka Pangestu meminta Food and Drugs Administration Department of Health (FDA-DOH) Taiwan memberi klarifikasi soal adanya perbedaan interpretasi standar pengawet antara Taiwan dan Indonesia. Tetapi kedua-duanya diakui secara internasional dan produk yang memenuhi standar tersebut aman untuk konsumen. Mie instan produk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), Indomie yang dianggap Taiwan 'berbahaya' ternyata sebenarnya untuk spesifikasi pasar Indonesia. Tak heran, ketika sampai di Taiwan, produk itu langsung tak memenuhi standar negara tersebut. Hal itu terungkap berdasarkan hasil klarifikasi Kantor Dagang Indonesia (KDI) di Taiwan kepada pihak produsen mie instan yakni Indofood untuk memberikan keterangan mengenai informasi tersebut. Klarifikasi itu diajukan setelah KDI di Taiwan mendapat surat pemberitahuan dari Departemen Kesehatan setempat terkait kasus temuan produk mie instan Indomie 'berbahaya'.. Kustantinah, Kepala BPOM, menjelaskan BPOM mempunyai aturan yang mengatur bahan tambahan makanan yang diperbolehkan ada di dalam pangan dengan batas maksimum penggunaannya. BPOM mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan nomor 722 tahun 1988 yang salah satunya mengatur masalah tambahan makanan. Sementara Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) Fransiscus Welirang juga mengatakan, Taiwan memiliki kriteria khusus atas produk
makanan minuman yang masuk ke negaranya, berbeda dengan standarisasi internasional yang ditetapkan Codex Alimentarius Commission (CAC). Forum CAC (Codex Alimentarius Commission) merupakan organisasi perumus standar internasional untuk bidang pangan. Indonesia merupakan anggota CAC sedangkan Taiwan bukan, ini yang menjadi perbedaan st andar.
IV.
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dalam kasus ini taiwan melarang peredaran indomie di negaranya karena indomie disebutkan mengandung bahan pengawet berbahaya. Zat yang terkadung dalam indomie adalah adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara. Kepala BPOM membenarkan tentang adanyan zat berbahaya bagi manusia dalam kasus indomie ini. Zat itu terkadung dalam kecap dan kemasan mie instan tersebut, tapi kadar kimia yang ada dalam indomie masih dalam batas wajar untuk di konsumsi. Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codex. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus ini. Karena Taiwan tidak termasuk anggota Codex Alimentarius Commision mungkin saja standart kemanan pangannya berbeda dengan negara lain yang merupakan anggota dari Codex sehingga standarisasi keamanan pangan di Indonesia dan Taiwan jelas berbeda. Namun, PT Indofood CBP Sukses Makmur melanggar Pasal 4 ( C )UU PK yang menyinggung tentang hak konsumen (konsumen di Taiwan) : Hak atas informasi yang benar,jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan /atau jasa karena tidak menampilkan bahan kandungan produk secara tepat.
4.2 Saran
a. Sebelum perusahaan memasuki pangsa pasar di negara asing harus mengetahui standar pangannya terlebih dahulu agar produk yang di pasarkan dapat dijual secara bebas dan tidak ada kasus seperti ini lagi. b. apabila ada perbedaan standar produk di dalam dan di luar negeri, sebaiknya diberi perbedaan yang signifikan di kemasan produk sehingga dapat dibedakan dengan mudah mana produk yang harusnya dipasarkan di dalam negeri dan di luar negeri. c. Dari kasus mi Indomie tersebut, kita bisa belajar tentang ketatnya otoritas negara-negara lain dalam memantau produk makanan yang beredar di negaranya. Langkah ini pula yang seharunya dilakukan oleh otoritas di Indonesia (termasuk BPOM) untuk melindungimasyarakat konsumen di tanah air.
V. REFERENSI
1. Indofood Tanggapi Larangan Indomie di Taiwan Renne R.A Kawilarang pada Senin, 11 Oktober 2010, 09:40 http://dunia.news.viva.co.id/news/read/182206-produsen-indomietanggapi-masalah-di-taiwan 2. http://id.wikipedia.org/wiki/Indomie#cite_note-4 diakses pada Minggu, 24 Nopember 2013 3. http://www.satulayanan.net/layanan/keluhan-konsumen/pengertian-dantujuan-perlindungan-konsumen diakses pada Jumat, 22 Nopember 2013 4. muji.unila.ac.id/ahde/bahan/28-11-2008.ppt diakses pada Senin, 18 Nopember 2013 5. http://www.menkokesra.go.id/content/kasus-indomie-mestinya-untukindonesia diakses pada Sabtu, 23 Nopember 2013 6. http://vtastubblefield.wordpress.com/2012/11/ diakses pada Minggu, 24 Nopember 2013 7. Indonesia-Taiwan Sepakat Tangani Kasus Indomie http://www.republika.co.id/berita/breakingnews/internasional/10/10/15/140164-indonesia-taiwan-sepakat-tanganikasus-indomie Djibril Muhammad pada umat, 15 Oktober 2010, 00:51 WIB http://perlindungankons.blogspot.com/ diakses pada Jumat 22 Nopember 2013
KASUS II Wanprestasi PT Telkomsel dan PT Prima Jaya Informatika
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Dalam jalur pemasaran atau hubungan antara produsen dan konsumen terdapat dua model yakni langsung dari produsen ke konsumen dan dari produsen melalui grosir, pengecer lalu ke konsumen. Di model yang kedua ini, seringkali terjadi pelanggaran atas perjanjian yang dilakukan pihak produsen dan pihak grosir/ pengecer. Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan kasus kepailitan yang menimpa PT Telkomsel yang telah direvisi menjadi kasus wanprestasi dengan PT Prima Jaya Informatika. PT Telkomsel dituduh melanggar perjanjian atas kerja sama dalam bentuk distribusi kartu voucher isi ulang dan kartu perdana prabayar berdesain atlet nasional. 1.2 Alasan Memilih
Kami memilih kasus wanprestasi PT Telkomsel dan PT Prima Jaya Informatika menjadi tema bahasan kelompok, karena kasus ini menampilkan pelanggaran atas hubungan keterikatan atau perjanjian antara produsen dan distributor dimana PT Telkomsel yang merupakan raksasa telekomunikasi di Indonesia pada awalnya dinyatakan pailit meskipun pada akhirnya diputuskan bahwa kasus ini merupakan kasus wanprestasi. 1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka muncul masalah sebagai berikut: PT Telkomsel dituding melakukan pelanggaran perjanjian dengan PT Prima Jaya Informatika. 1.4 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut: a. Menjelaskan konsep hubungan produsen dan konsumen. b. Menjelaskan hubungan perikatan dan perjanjian antara produsen dan distributor.
c. Memberi contoh kasus pelanggaran perjanjian antara produsen dan distributor.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Hubungan Produsen dan Konsumen
Terdapat dua model, yakni:
Model pertama, terjadi hubungan langsung dari produsen dan konsumen deimana arus barang atau jasa dilakukan oleh hanya kedua belah pihak. Model kedua, dalam penyerahan barang atau jasa dari produsen ke konsumen melalui bantuan dari grosir dan pengecer. 2.2 Tinjauan Tentang Hubungan Perikatan dan Perjanjian antara Produsen dan Distributor
Perikatan adalah kewajiban pada salah satu pihak dalam hubungan hukum perikatan tersebut (Muljadi & Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, 2004, p. 17). Istilah perikatan ini diambil dari istilah obligation dalam Code Civil Perancis. Jika dilihat dari unsur ‐unsurnya, unsur Perikatan terdiri dari: 1. perikatan merupakan suatu hubungan hukum 2. hubungan hukum tersebut melibatkan dua atau lebih orang (pihak) 3. hubungan hukum tersebut adalah hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan 4. hubungan hukum tersebut melahirkan kewajiban pada salah satu pihak dalam perikatan Pihak yang memiliki kewajiban dalam suatu perikatan disebut dengan debitor. Kewajiban
ini merupakan utang atau prestasi bagi debitor. Disisi
lain, pihak yang memiliki yang memiliki hak atas perikatan yang disepakati
disebut dengan kreditor, yaitu yang memeliki hak atas pelaksanaan prestasi oleh debitor. Perikatan dapat dibagi dalam beberapa pembagian, antara lain menurut sumber hukum, menurut isi perikatan, perikatan, prestasi
dan
kewajiban
(Muljadi
&
pihak
Widjaja,
menurut
sifat
dalam
perikatan
Perikatan
Pada
keutamaan
untuk melakukan
Umumnya,
2004).
Pembagian menurut sumber perikatan dapat dibagi lagi menjadi:
1.
Perikatan yang bersumber dari Perjanjian (Muljadi & Widjaja, Perikatan
Pada Umumnya, 2004, pp. 42 ‐45) Dalam perjanjian, salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut mengikatkan
diri untuk memenuhi
kewajiban
sebagaimana
yang
dijanjikan. Prestasi yang timbul dari perjanjian tidak saja yang telah ditentukan untuk dipenuhi salah satu pihak dalam perjanjian, tetapi juga prestasi yang
ditentukan
oleh
undang‐undang
dan
dilakukan
secara
timbal balik antara kedua belah pihak dalam perjanjian.
2.
Perikatan yang bersumber pada Undang‐Undang (Muljadi & Widjaja,
Perikatan Pada Umumnya, 2004, pp.45 ‐50) Undang‐Undang Hukum Perdata membagi lagi perikatan ini menjadi perikatan yang lahir dari undang‐undang
saja dan perikatan yang lahir
dari
perbuatan manusia, baik yang
undang‐undang
yang
disertai
diperbolehkan maupun yang bertentangan dengan hukum. Peristiwa hukum merupakan contoh dalam perikatan yang lahir dari undang ‐undang saja
3.
PEMBAHASAN
3.1 Kronologi Kasus
Perjanjian terkait kartu dan voucher Prima terjadi 1 Juni 2011 lalu. Dimana awalnya, memorandum of understanding (MoU) terjadi di antara Telkomsel dengan Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI). Dengan perjanjian ini, Telkomsel memberi kewenangan kepada YOI untuk menjual produk Telkomsel, yakni kartu perdana dan voucher isi ulang. Untuk mengeksekusi MoU tersebut, YOI kemudian menunjuk PT Prima Jaya Informatika. Dalam perjanjian kerja sama disebutkan bahwa PT Prima ditargetkan harus menjual 10 juta kartu perdana dan 120 juta voucher isi ulang dalam rentang waktu setahun. Tetapi untuk evaluasi dilakukan per minggu. Cara kerjanya adalah, PT Prima meminta berapa unit kartu perdana/voucher kepada Telkomsel. Jadi setelah barang dikirim, baru dibayar oleh PT Prima untuk kemudian dijual kepada komunitas olahragawan. Sebab disebutkan pula dalam perjanjiannya, target pasar kartu/voucher ini adalah komunitas olahraga, dan keuntungannya bisa diambil YOI untuk mensejahterakan olahragawan. Tetapi dalam setahun tersebut, PT Prima dikatakan kuasa hukum Telkomsel Ricardo Simanjuntak, tidak mampu memenuhi target. Sehingga ketika PT Prima
meminta
tambahan supply kartu
perdana/voucher
ditolak
oleh
Telkomsel. Merasa perjanjian itu diputuskan secara sepihak oleh Telkomsel, PT Prima kemudian melancarkan somasi. Oleh Telkomsel, somasi itu pun tidak dijawab, hingga akhirnya kasus ini dibawa oleh PT Prima ke meja hijau. Dalam gugatannya, PT Prima Jaya Informatika merasa dirugikan Rp5,2 miliar dalam bentuk tagihan. Padahal menurut Telkomsel, tidak ada transaksi yang terjadi, sehingga bagaimana mungkin muncul tagihan tersebut. Selain dituding tidak memenuhi target penjualan, PT Prima juga dianggap melanggar perjanjian lantaran menjual kartu perdana/voucher ke luar komunitas olahragawan. 3.2 Identifikasi Pelanggaran
Wanprestasi adalah satu memenuhi
perjanian
tindakan
mengingkari
atau
melanggar
tidak
atau perikatan antara kedua pihak yang telah
melakukan perjanjian kerjasama untuk beberapa waktu yang telah ditentukan Bentuk ‐ bentuk dari wanprestasi adalah (Muljadi & Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, 2004, p. 70): 1. debitor sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya; 2. debitor
tidak
melaksanakan
kewajibannya
sebagaimana
mestinya/melaksanakan kewajibannya tetapi tidak sebagaimana mestinya; 3. debitor tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya 4. debitor melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan Dengan demikian, PT Prima Jaya Informatika melakukan wanprestasi pada bentuk ke tiga yakni PT Prima Jaya Informatika tidak mampu memenuhi target sesuai waktunya dan melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan yaitu menjual kartu perdana/voucher ke luar komunitas olahragawan. 3.3 Penyelesaian Kasus
Akibat dari wanprestasi itu rugi, pembatalan perkara,
namun
biasanya dikenakan sanksi berupa ganti
kontrak, peralihan risiko, maupun membayar biaya demikian
masih
dapat
membela
diri dengan alasan
(Saliman, 2006). Oleh karena itu mutlak (absolute) seperti bencana alam dan bersifat tidak mutlak dalam setiap kontrak bisnis yang dibuat dapat dicantumkan mengenai risiko, wanprestasi dan keadaan memaksa. Keadaan memaksa merupakan kondisi dimana di luar kekuasaannya, memaksa dan tidak dapat diketahui sebelumnya. Keadaan memaksa ada yang bersifat (relative) yaitu berupa keadaan di mana kontrak tersebut masih dapat dilaksanakan namun dengan biaya yang sangat tinggi. Atas kasus wanprestasi tersebut, Telkomsel memutuskan kerja sama dengan PT Prima Jaya Informatika karena sudah disebutkan dalam Perjanjian Kerjasama apabila terjadi pelanggaran.
4. PENUTUP 4.1 Simpulan
Dalam jalur pemasaran atau hubungan antara produsen dan konsumen terdapat dua model yakni langsung dari produsen ke konsumen dan dari produsen melalui grosir, pengecer lalu ke konsumen. Di model yang kedua ini, seringkali terjadi pelanggaran atas perjanjian yang dilakukan pihak produsen dan pihak grosir/ pengecer. PT Telkomsel dan PT Prima Jaya Informatika melakukan perjanjian keagenan dan distributor yang kemudian menjadi wanprestasi karena PT Prima Jaya tidak mampu memenuhi target dalam satu tahun sesuai perjanjian yang dilakukan dan melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan yaitu menjual kartu perdana/voucher ke luar komunitas olahragawan. Akibat kasus wanprestasi tersebut, PT Telkomsel membatalkan perjanjian kerja sama dengan PT Prima Jaya Informatika.
5. REFERENSI
1. Kronologi Sengketa 'Kartu Prima' Versi Telkomsel Susetyo Dwi Prihadi - detikinet Jumat, 21/09/2012 18:31 WIB http://inet.detik.com/read/2012/09/21/180335/2030276/399/kronologisengketa-kartu-prima-versi-telkomsel 2. http://xa.yimg.com/kq/groups/24009884/247684716/name/PrinsipPrinsip+Hukum+Perikatan+dan+Perjanjian.pdf diakses pada Senin, 25 Nopember 2013 3. muji.unila.ac.id/ahde/bahan/28-11-2008.ppt Nopember 2013
diakses
pada
Senin,
18