REFRESHING DETEKSI DINI PENYAKIT JANTUNG BAWAAN PADA BAYI DAN ANAK
Disusun oleh :
Mirban Aulia Rahmaan S. Yurike Mandrasari Chintia Virliani
105070106111020 105070107111002 105070107111003
Pembimbing: dr. Dyahris Koentartiwi Sp.A (K)
LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK RSU Dr. SAIFUL ANWAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan kongenital yang paling paling sering dan merupakan merupakan penyakit jantung terbanyak terbanyak pada anak. Penyakit jantung bawaan bawaan adalah suatu abnormalitas struktur makroskopis makroskopis jantung atau pembuluh darah besar intratoraks. Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan jantung yang terjadi atau didapatkan sejak janin dalam kandungan, dan kelainan ini menetapsampai janin dilahirkan1 Insiden PJB di seluruh dunia dil aporkan sebanyak 8-10 dari tiap kelahiran 1000 bayi2. Di Indonesia sendiri angka kelahiran bayi sekitar 4 juta pertahun, kira-kira 32-40 ribu bayi menderita penyakit jantung bawaan. Penyakit jantung bawaan menempati peringkat pertama diantara penyakit-penyakit penyakit-penyakit kongenital yang menyerang bayi. Kebanyakan penderita PJB meninggal karena gagal jantung dalam usia kurang dari satu tahun. Hal ini turut memberi kontribusi terhadap estimasi 15 juta kematian anak tiap tahun didunia3.Pengobatan penyakit jantung bawaan sampai saat ini sebagian besar adalah bersifat suportif untuk mencegah gagal jantung, aritmia, serta hipertensi Tindakan definitive atau paliatif dengan kateterisasi dan bedah masih menjadi pilihan tetapi tetap mempertimbangkan keadaan pasien. Keterlambatan maupun kekurangtelitian diagnosis penyakit jantung bawaan akan membawa dampak yang besar terhadap kualitas hidup seorang pasien serta menjadikan biaya perawatan yang lebih tinggi. Sehingga deteksi dini PJB menjadi hal yang sangat penting.
1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi, faktor risiko, etiologi, dan epidemiologi dari PJB 2.Untuk mengetahui klasifikasi dari PJB. 3. Untuk mengetahui cara diagnosis/deteksi dini PJB. 4. Untuk mengetahui waktu yang tepat rujukan PJB. 5.Untuk mengetahui prognosis PJB.
2
BAB II PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
2.1 Definisi Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan abnormalitas pada struktur maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir.3 Kelainan ini terjadi karena gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal pertumbuhan janin.3 Kematian bayi dan sekitar 50% dalam angka kematian akibat penyakit kongenital.3
2.2 Etiologi dan faktor risiko Penyebab penyakit jantung bawaan berkaitan dengan kelainan perkembangan embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu saat jantung dan pembuluh darah besar dibentuk. Penyebab utama terjadinya PJB belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor risiko yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan:4
Faktor Prenatal :
Ibu menderita penyakit infeksi : rubella, influenza atau chicken atau chicken pox Ibu alkoholisme dan perokok. Umur ibu lebih dari 40 tahun. Ibu menderita penyakit Diabetes penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin. Ibu meminum obat-obatan obat-obatan penenang atau jamu dan sebelumnya sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidomide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin). amethopterin). 6. Terpajan radiasi (sinar X). 7. Ibu dengan gizi buruk. 8. Kecanduan obat-obatan narkoba dan psikotropika yang mempengaruhi perkembangan embrio. 1. 2. 3. 4. 5.
Faktor Genetik :
1. 2. 3. 4.
Anak yang lahir sebelumnya menderita menderita penyakit jantung bawaan. bawaan. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung jantung bawaan. bawaan. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down, Turner, Turner, Marfan dll. Lahir dengan dengan kelainan bawaan yang lain. lain.
2.3 Sirkulasi fetal, transisi dan neonatal Darah kaya oksigen dari plasenta plasenta ke umbilikalis menuju menuju duktus venosus di hepar lalu bergabung dengan vena kava inferior ke atrium kanan, sebagian darah ke ke ventrikel kanan dan menuju ke duktus arteriosus lalu aorta. Sebagian besar darah menuju foramen ovale karena resistensi vaskuler paru yang tinggi. Dari foramen ovale darah menuju ke atrium kiri lalu ventrikel kiri dan aorta ke pembuluh darah perifer. Darah kembali ke plasenta melalui arteri umbilikalis.5 Saat bayi pertama kali bernafas akan terjadi penurunan resistensi vaskuler paru dan pelepasan beberapa sitokin oleh paru. Hal ini menyebabkan duktus
3
arteriousus menutup dan darah ventrikel kanan dapat menuju paru. Serta foramen ovale antara dua atrium menutup tiba-tiba karena tekanan di atrium kiri sekarang lebih tinggi akibat ejeksi darah dari vena pulmonalis. Vena umbilikalis berobliterasi menjadi ligamentum teres hepatis, duktus arteriousus menjadi ligamentum arteriosum, arteri umbilikalis menjadi ligamentum umbilikalis medialis dan duktus venosus menutup. Maka terjadilah aliran darah yang baru.5
Commented Commented [rk1]: gambardiambildarimana
Sirkulasi Fetal dan Neonatus(Mader, 2010)
Gambar 1. Sirkulasi Fetal dan dan Neonatus Dikutip dari : Mader, Understanding Human Physiology 5ed.
2.4 Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan Berdasarkan manifestasi klinis pada bayi penyakit jantung bawaan (PJB) dibedakan menjadi sianotik dan asianotik. Hal ini dibedakan berdasarkan aliran/pirau jantung. Asianotik mempunyai pirau kiri-kanan sehingga percampuran dominan darah kaya oksigen. Sedangkan, sianotik mempunyai pirau kanan-kiri sehingga percampuran darah dominan miskin oksigen.6 PJB asianotik antara lain : Patent ductus arteriousus arteriousus (PDA), Vetriclular Septal Defect (VSD), Atrial Septal Defect (ASD), Atrioventrikular Septal Defect (ASD), Coartatio of Aorta (CoA). Aorta (CoA). PJB sianotik antara lain :Tetralogi : Tetralogi of Fallot (TF), (TF), Atresia tricuspid, Transposition of Great Arteries. Arteries.
4
BAB III DETEKSI DINI PJB 3.1 Anamnesis Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung bawaan dapat memberikan gejala yang menggambarkan derajat kelainannya. Parameter yang penting untuk ditemukan antara lain hambatan pertumbuhan, serangan sianotik, berkurangnya toleransi toleransi aktifitas, berulangnya berulangnya infeksi saluran pernafasan pernafasan serta riwayat keluarga. Kelainan jantung bawaan yang disertai dengan peningkatan aliran darah ke paru, hipoksemia berat atau atau gagal jantung kongestif kronik seringkali menyebabkan gangguan pertumbuhan. Secara umum dapat dikatakan penyakit jantung bawaan dengan pirau dari kiri ke kanan, berat badan pasien makin menyimpang dari normal dan dapat dijadikan petunjuk awal bahwa kompensasi tidak dapat dapat dicapai sepenuhnya. Berat badan pasien dapat dapat kurang dari 3 persentil atau failure to thrive thrive sedangkan panjang badan pasien badan dapat kurang atau normal.7 Sianosis merupakan petunjuk cepat yang dapat diketahui, sianotic spell atau serangan sianosis berhubungan erat dengan derajat keparahan kelainan jantung bawaan. Sianosis padaPJB bawaan secara fungsional dapat dibedakan menjadi dua yaitu, sianosis sentral dan sianosis perifer. Serangan sianosis sentral dapat diamati di mukosa mulut. Sedangkan, sianosis perifer dapat dilihat pada daerah sirkumoral atau sekitar mulut. Perlu dibedakan antara serangan sianosis dan serangan kejang napas (breath-holding (breath-holding spells), spells), pada serangan sianosis tipe pernafasan adalah Kusmaull sedangkan pada serangan kejang nafas, sianosis akan terlihat ketika bayi menangis lama dan menahan nafas. Perlu juga digali informasi tentang penurunan toleransi aktivitas, pasien yang dicurigai PJB biasanya akan mudah lelah pada waktu menetek, menetek dalam jumlah sedikit serta sering beristirahat dan tampak sesak waktu menetek.Perlu juga digali riwayat infeksi saluran nafas berulang, sering terjadi pada pasien berumur kurang dari setahun, hal ini disebabkan oleh hipertensi pulmonal dan atelektasis oleh karena hiperperfusi paru. Riwayat keluarga dengan PJB juga menjadi petunjuk dalam diagnosis PJB, serta dapat digali riwayat kehamilan ibu sebelunmnya apakah ada hipertensi, diabetes mellitus, konsumsi obat dan jamu serta apakah pernah menjalani radiasai atau menderita penyakit infeksi pada trisemester pertama kehamilan.7 Kelainan genetik seperti Sindrom Down dan Turner dapat menjadi petunjuk tambahan dalam menentukan diagnosis penyakit jantung bawaan pada bayi.
5
Tabel 1 : Hubungan sindroma genetik dan PJB Dikutip dari : Moss and Adams heart disease in infant and children, 8 ed Sindroma Down Trisomi D Trisomi E Turner’s Ruubinstein Taybi Noonan’s DIGeorge De Lange’s Williams Multiple lentigenes (leopard) Goldenhar's
(B)
Dominant cardiac defect Endocardial cushion defect, VSD VSD, PDA VSD, PDA Coartasio aorta, aortic stenosis PDA Pulmonal stenosis, ASD Tetralogy of Fallot Tetralogy of Fallot, VSD Supravalvular aortic stenosis, peripheral pulmonic stenosis Pulmonic stenosis Tetralogy of Fallot
(A)
Gambar 2. A. Sindrom Down B. Sindrom Turner Dikutip dari : Mader, Understanding Human Physiology 5ed.
3.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada bayi atau abak yang diduga mengalami PJB dimulai dari keadaan umum umum dan pola pertumbuhan pertumbuhan pasien atau pengukuran pengukuran antropometri. Pasien dengan curiga PJB perlu diperhatikan apakah mempunyai tanda dismorfik, wajah yang khas, dengan gambaran klinis didapatkan kesadaran pasien: compos mentis, letargi, irritabel. Tampak gizi baik atau buruk. Antropometri juga bisa menunjukkan ada hambatan dalam pertumbuhan dapat dilihat berat badan biasanya kurang dari normal. Tinggi badan mungkin bisa normal tetapi tidak seberattanda berat badan. Lingkar kepala biasanya normal. Kelainan lain seperti seperti Sindroma Down, Down, Turner atau atau Marfan juga juga dapat diamati saat melakukan pemeriksaan fisik. Apabila bayi datang dengan sianosis harus dilihat apakah sianosis nya sentral atau perifer, awalnya perlu dibedakan apakah sianosis disebabkan kelainan jantung atau kelainan paru, perlu dilakukan uji hiperoksia. Caranya adalah memberikan oksigen dengan kadar 100% selama 10 menit lalu mengukur saturasioksigenpasien dengantes Blood Gas Analysis.8 Pada PJB sianotik tidak terdapat kenaikan kadar PaO₂ yang nyata tetapi pada kelainan paru akan meningkatkan kadar PaO₂ sampai 150mmHg, tetapi perlu digarisbawahi hal tersebut tidaklah mutlak pada penyakit jantung dan paru tertentu..
6
Tabel 2 Intepretasi B lood lood G as Analysis Analysis pada tes Hiperoksia Dikutip dari : AAP
Pemeriksaan nadi hendaknya dilakukan pada keempat ekstrimitas. Kualitas dan kuantitas nadi juga hendaknya diperhatikan. Nadi yang teraba apakah takikardi atau bradikardi bradikardi tentunya sesuai dengan frekuensi frekuensi nadi sesuai dengan sebaran umur bayi dan anak. Dari segi kualitas perlu diketahui apakah termasuk pulsus termasuk pulsus seler , alternans, tardus, bigemini, trigemini . Jika pada keempat ekstremitas didapat kualitas dan kuantitas nadi yang berbeda hendaknya dilakukan pengukuran tekanan darah pada keempat ekstremitas tersebut. Pada PDA didapatkan kualitas nadi bounding . Pada CoA didapatkan kualitas nadi yang tidak sama antara ekstremitas atas dan bawah. Pengukuran tekanan darah pada satu ekstrimitas hanya dibenarkan jika kualitas dan kuantitas nadi pada keempat ektrimitas adalah sama. Pengukuran tekanan darah pada bayi dapat dilakukan dengan stetoskop stetoskop ataupun dengan metode metode flush. flush. Berikut kisaran normal untuk nadi dan tekanan darah pada bayi dan anak-anak.7 Tabel 3 Estimasi tanda-tanda vital pada bayi dan anak. Dikutip dari : Mosby’s pocket guide of pediatric assesment 5ed,2006
Pemeriksaan status lokalis pada bayi dan anak yang curiga PJB difokuskan pada hal yang berkaitan dengan jantung dan paru. Inspeksi pada daerah toraks bisa didapatkan apakah simetris atau asimetris, serta bentuk dada ( pectus pectus carinatum, pectus excavatus). excavatus). Perlu dibedakan pembesaran jantung kanan yang tampak seperti penonjolan (bulging (bulging ) pada dada kiri dan pectus carinatum yang menonjol pada dada tengah. Selanjutnya dilakukan palpasi, dirasakan apakah terdapat getaran bising (thrill) (thrill) yang yang merupakan derajat bising 4/6 atau lebih. Dapat diraba juga hiperaktivitas ventrikel kiri berupa lifting di lateral dari garis mid-klavikular kiri, sedangkan hiperaktivitas ventrikel kanan
7
teraba heaving di di parasternal kiri bawah dan subxifoid. Perkusi pada psien bayi tidak lazim dilakukan.7 Pemeriksaan bunyi jantung pada bayi hendaknya dilakukan berulang sejak bayi lahir sampai keluar rumah sakit atau rumah bersalin. Pemeriksaan dilakukan saat bayi tertidur ataupun saat bayi menetek. Stetoskop yang dipakai hendaknya yang sering dipakai oleh pemeriksa untuk meminimalisir kesalahan. Sisi diafragma digunakan untuk bunyi nada tinggi sedangkan sisi sungkup untuk mendengarkan bunyi nada rendah. Hendaknya berkonsentrasi mendengar satu komponen saja, yaitu bunyi jantung tanpa terpengaruh yang lain. Bunyi jantung normal adalah akibat penutupan katup-katup jantung. Bunyi jantung I (S1) merupakan akibat penutupan mitral dan trikuspid, secara fisiologis penutupan katup mitral mendahului trikuspid tetapi dalam klinis bunyi ini hampir tidak dapat dibedakan, inilah yang sering kita dengar sebagai bunyi bunyi ‘lub. ’. Bunyi jantung II (S2) adalah akibat penutupan katup aorta dan pulmonal yang sering kita dengar sebagai bunyi ‘dub’. Antara penutupan penutupan katup katup aorta dan pulmonal terdapat split saat inspirasi dan terdengar single single saat ekspirasi. Hal ini terjadi karena (1). Bertambahnya durasi pengisian ventrikel kanan akibat bertambahnya aliran balik akibat berkurangnya tekanan intratorakal (2) Berkurangnya resistensi paru saat inspirasi sehingga ejeksi ventrikel kanan lebih lama. (3) Pengumpulan darah pada paru selama inspirasi sehingga pengisian ventrikel kiri memendek.
Gambar 3 : Komponen bunyi jantung Dikutip dari : Guyton Textbook of Medical Physiology,2012
Murmur adalah suara jantung yang bersifat patologis. Murmur terjadi akibat turbulensi darah yang mengalir terlalu cepat pada pembuluh lumen dan atau terjadi penyempitan pembuluh lumen. Murmur harus diklasifikasikan berdasarkan: (1). Saat murmur, apakah saat sistolik, diastolik atau sistolikdiatolik, pada PDA murmur bersifat sistolik-diastolik/ sistolik-diastolik/ bising kontinu, pansistolik murmur pada VSD, murmur ejeksi sistolik pada TF(2). Kontur murmur : datar (plateu), meningkat (cressendo (cressendo), ), menurun(decressendo menurun(decressendo)) atau kombinasi (3) Derajat bising : Sebagai patokan 4/6 teraba sebagai thrill , pada PDA dekompesata akan teraba thrill dan 1/1 merupakan murmur terlemah hanya didengar pada lingkungan sunyi dengan stetoskop (4)Punctum maksimum : dimana murmur terkeras didengar, sesuai dengan penjalaran(5)Penjalaran :
8
apakah menjalar ke lateral terutama murmur mitral, menjalar ke tepi sternum kiri pada VSD.(6) Perubahan intensitas bising : apakah bising lebih jelas saat pasien miring ke kiri pada murmur mitral, murmur pada aorta dan pulmonal lebih jelas saat pasien duduk atau menunduk.7 Pada murmur perlu juga dibedakan antara murmur inosens, yaitu murmur yang tidak bersifat patologis tetapi sering disalahartikan sebagai murmur organik. Murmur inosen terjadi karena aliran darah yang cepat, misal pada anemia, demam dll. Bising inosen s ering terjadi pada anak berusia 3-7 tahun. Beberapa karakteristik guna menentukan bising inosen atau tidak : 1. Terdengar pada fase sistolik sistolik kecuali dengung vena yang mirip mirip murmur 2. Biasanya berupa murmur ejeksi ejeksi sistolik pendek pendek dan tidak melebihi melebihi 3/6 3. Mungkin melemah melemah bila pasien duduk duduk dan mengeras mengeras bila terjadi takikardia atau demam 4. Tidak disertai disertai kelainanan struktural jantung jantung dan pembuluh pembuluh
A
C
B
D
Gambar 4
A. Ejeksi sistolik terdengar pada PS,AS, ASD, TF, dan sebagian besar bising inosens B.Pansistolik terdengar pada VSD, MI, TI C.Sistolik dini terdengar pada pada VSD kecil kecil D.Sistolik akhir terdengar pada MI atau prolaps katub mitral Dikutip dari : Buku Ajar Kardiologi Anak, 1994
9
A
B
C
Gambar 5:
A. Diastolik dini terdengar pada AI, sering terdengar pasca koreksi TF karena karena kerusakan katup katup pulmonal B.Mid-diastolik terdengar terdengar pada stenosis stenosis realtif katup mitral (VSD, PDA, MI) atau stenosis katup trikuspid (ASD) C. Diastolik akhir terdsengar pada MS Dikutip dari. : Buku Ajar Kardiologi Anak,1994
A
B
Gambar 6 :
A. Kontiyu Kontiyu terdengar pada PDA Diktip dari. : Buku Buku Ajar Ajar Kardiologi Kardiologi Anak,1994 B. To and froterdengar pada kombinasi stenonis dan insufissiensi aorta : Buku AjarAnak,1994 Dikutip dari Dikutip : Buku dari. Ajar Kardiologi AKardiologi nak,1994 Anak,1994
10
3.3 Radiologis Pemeriksaan foto toraks pada evaluasi penyakit jantung bawaan idelanya dilakukan dalam posisi posisi posterio-anterior (PA) tetapi dapat pula dilakukan pada posisi antero-posterior (AP) dengan beberapa pertimbangan. Pada bebarapa kasus dimungkinkan juga foto secara lateral untuk evaluasi apakah ada pendesakan esofagus dalam hal ini menilai pembesaran atrium kanan. Pemeriksaan radiologis dalam hal ini foto toraks (jantung dan paru) berperan dalam melihat kondisi jantung apakah telah mengalami kelainan berupa dilatasi, hipertrofi atau bentukan khas lain pada penyakit jantung jantung bawaan tertentu.Pada tertentu.Pada jantung parameter yang lazim dievaluasi adalah posisi jantung, bentuk dan ukuran jantung, dalam hal ini evaluasi menggunakan cardio thorax ratio ratio (CTR). CTR diukur dengan mengukur jarak terjauh antara garis tengah dengan batas jantung kanan ditambah garis tengan ke batas jantung kiri lalu dibandingkan dengan diameter transversal terbesar dinding toraks. Pada neonatus dan bayi CTR 0,65 dikatakan masih normal.
Gambar 7 : CTR : A/2B : 100% Dikutip dari : Buku Ajar Kardiologi Anak,1994
Kelainan khas lain seperti boot-shape/coer boot-shape/coer en sabot pada pada TF. Pada VSD, ASD dan PDA terdapat kardiomegali dan penonjolan konus pulmonum. Pada TGA didapatkan gambaran jantung dengan pedicle atau mediastinum yang sempit lalu jantung berbentuk seperti telur/ egg on side , pada TA didapatkan jantung berbentuk oval atau agak segi empat (square shape) shape) karena ada pembesaran dari atrium kanan-kiri dan ventrikel kiri. ventrikel kanan kecil. Pembuluh darah paru tampak sangat berkurang. Sedangkan, untuk evaluasi paru digunakan untuk menentukan apakah terjadi peningkatan, penurunan atau masih normalnya corakan vaskuler paru. Kelainan yang dapat meningkatkan corakan vaskuler paru adalah PDA, ASD, VSD, TGA, TAPVC. Hal ini dikarenakan hiperperfusi vaskuler paru akibat pirau kiri-kanan atau adanya obtruksi pada v. pulmonalis. Sedangkan, kelainan yang menurunkan corakan adalah TF, PA, TA hal ini disebabkan obstruktif pada ventrikel akan atau a. pulmonalis. Pada PJB corakan vaskuler juga tampak normal pada ASD kecil, VSD kecil, PS, AS, CoA. Selanjutnya, dievaluasi juga apakah telah terjadi pembesaran dan penebalan hil us disertai vaskularisasi yang meningkat contohnya pada hipertensi pulmoner tipe obstruktif disebut pruning.
11
Hal ini penting sebagai evaluasi fase lanjutan dari peningkatan vaskularisasi kronik pada paru yang dapat menjadi hipertensi pulmoner dan dapat bersifat irreversible. irreversible.
Gambar 8 : Ukuran jantung jantung normal dan vaskularisasi vaskularisasi paru normal Dikutip dari : Buku Ajar Kardiologi Anak,1994
Gambar 10 :Vaskularisasi :Vaskularisasi paru menurun Contoh pada TF, TA, PA, PS Dikutip dari : Buku Ajar Kardiologi Anak,1994
Gambar 9 : Ukuran jantung membesar, apeks yang tertanam, penonjolan konus pulmonum dan vaskularisasi vaskularisasi paru meningkat Contoh pada PDA, ASD, VSD Dikutip dari : Buku Ajar Kardiologi Anak,1994 Anak,1994
Gambar 11 : Bentuk jantung boot-shape/ coer en s abot pada TF disertai vaskularisasi vaskularisasi paru yang menurun Dikutip dari : Buku Ajar Kardiologi Anak,1994
12
Gambar 12 : Gambaran jantung egg on side side pada TGA Dikutip dari : Buku Ajar Kardiologi Anak,1994
13
3.4 Pemeriksaan Elektrokardiogram Pada pemeriksaaan elektrokardiogram dievaluasi apakah terdapat hipertrofi ventrikel, kiri maupun kanan. Serta dilakukan evaluasi terhadap sumbu jantung pada bidang frontal frontal baik sumbu QRS, QRS, T maupun P. P. Seiring pertambahan pertambahan umur seorang bayi dan anak sumbu jantung juga berubah. Pada neonatus sebagian besar jantung akan berdeviasi ke kanan (+135º) dan berangsur-angsur berangsur-angsur akan bergeser ke sebelah kiri samapi kira (+60º) pada usia 16 tahun. Pada penebalan/hipertrofi ventrikel kiri contohnya pada VSD, TA dan TGA gelombang R akan tinggi di V6. Pada hipertrofi ventrikel kanan contohnya pada ASD dan PDA sadapan gelombang R di V1 dan V2 akan sangat tinggi, biasanya juga akan disertai dengan deviasi sumbu jantung ke kiri dapat dilihat pada gelombang QRS pada sadapan I dan III. Pada TF akan didapatka deviasi sumbu QRS ke kanan dapat dilihat kompleks QRS yang negatif di sadapan I dan positif si aVF, serta hipertrofi ventrikel kanan dapat dilihat dari gelombang QRS yang tinggi di V1. 8
3.6 Waktu Perujukan Waktu perujukan didasarkan pada perjalanan tiap-tiap kelainan PJB. Pada PDA kecil biasanya rujukan akan dilakukan saat anak mulai tumbuh dewasa yang mempengaruhi aktivitas anak tersebut. Pada ASD atau VSD biasanya akan menunjukkan gejala saat anak berusia sebulan atau lebih dan sebaiknya segera dirujuk. Pada TF, segera setelah ditegakkan segera rujuk mengingat komplikasi yang ditimbulkan seperti sindroma Eisenmenger dan hipertensi pulmoner. Tabel 4 : Waktu perujukan sesuai gambaran gambaran klinis Dikutip dari : AAP
14
BAB IV KESIMPULAN PJB merupakan kelainan kongenital tersering pada bayi dan anak. Penyakit ini disebabkan berbagai faktor terutama faktor prenatal dan genetik. Penegakkan diagnosis pada PJB cukup sulit dikarenakan diperlukan keahlian dan ketelitian saat skrining pada seorang anak atau bayi. Pada saat anamnesis paling utama digali adalah faktor risiko, riwayat aktivitas serta riwayat tumbuh kembang anak tersebut. Pada pemeriksaan fisik perlu ditekankan status antropometri serta bising jantung yang khas pada auskultasi. Pemeriksaan penunjang terutama secara radiologis dan elektrokardiogram sangat penting untuk menegakkan diagnosis karena gambaran yang khas yang ditumbulkan pada tiap-tiap kelainan PJB. Sampai saat ini penatalaksanaan PJB dilakukan secara definitif ataupun paliatif. PJB yang didiagnosis terlambat akan menyebabkan waktu perujukan juga terlambat sehingga akan timbul komplikasi seperti hipertensi pulmoner dan sindroma Eisenmenger yang pada akhirnya akan menghambat proses tumbuh kembang seorang anak.
15
Daftar Pustaka 1
www.intechopen.com/download/pdf/26654
2
Hoffman JL, Kaplan S. The incidence of congenital heartdisease. J Am Coll
Cardiol 2002;39:1890-900 2002;39:1890-900 3
http://www.inaheart.org/index.php/pu http://www.inaheart.org/index.php/public/information/news blic/information/news-detail/12 -detail/12 diakses
tanggal 5 April 2015 jam 20.00 4
Pierpont, Mary Ella. Basson, Craig T. Benson Jr, D. Woodrow.A Scientific
Statement From the American Heart Association Congenital Cardiac Defects Committee, Council on Cardiovascular Disease in the Young: Endorsed by the American Academy Academy of Pediatric. 2008 5
Sadler, TW. 2010. Embriology Kedokteran Langman 7th ed.Jakarta EGC ed.Jakarta EGC hal
:198-200 6
Allen, D.Hugh et al. 2013. 2013. Heart Disease in Infant, children and Adolescent .
New York : Lippincot and Williams 7
Sastroasmoro, Sudigdo. Madiyono, Bambang. 1994. Buku Ajar Kardiologi
Anak . Jakarta: Binarupa Aksara 8
ESC Guidelines for the managementof grown-up congenital heart
disease(new version 2010) : European Heart Journal (2010) 31, 2915 – 2957doi:10.1093/eurheartj/ehq249 9
Schneider, Douglas J. Moore, Moore, John W. Congenital Heart Disease Disease for the
Adult Cardiologist. Endorsed by the American Academy of Pediatric. 2008 10
Kamus Kedokteran Dorland.2002 29 th ed. Jakarta:EGC
16
LAMPIRAN Skrining pada Neonatus Baru Lahir
17
Algoritma penegakkan diagnosis berdasarkan sianosisasianosis serta gambaran vaskularisasi paru
Algoritma PJB sianotik berdasarkan berdasarkan gambaran EKG
18