1. Definisi adalah gangguan perkembangan perkembangan yang terjadi pada anak-anak dan remaja. Hal ini ditandai dengan kelainan pertumbuhan pada posteromedial dari tibia proksimal bagian physis, physis, epiphysis epiphysis dan metaphysis metaphysis yang mengarah pada kelainan progresif ekstremitas bawah. Ini adalah ad alah kelainan multiplanar dengan den gan 3 ciri utama, u tama, yaitu; deformitas tibia vara pada tampakan frontal, procurvatum pada tampakan sagital dan torsi internal. Pada keadaan yang parah, dapat melibatkan femur distal dan memungkinkan terjadinya pemendekan ekstremitas yang terkena dan mengakibatkan perbedaan panjang tungkai. Blount’s disease
pertama kali diidentifikasi diidentifikasi oleh Erlacher pada tahun 1922 tetapi diterbitkan pertama kali dalam sebuah artikel pada tahun 1937 oleh Blount, di mana ia menekankan gambaran klinis dan radiologis penyakit. Blount mengkasifikasikan penyakit menjadi 2 kelompok; early (infantil) early (infantil) dan late onset . Late onset dibagi dibagi menjadi juvenile juvenile (4-10 tahun) dan adolescent (setelah 10 tahun). Pada early onset , biasanya bilateral dan jarang terkait dengan obesitas. Namun pada late onset, biasanya unilateral dan sering dikaitkan dengan obesitas. Langenskiold mengamati perkembangan penyakit dengan menggunakan sinar-x dan mengklasifikasikannya ke dalam 6 stadium. (Enemudo et al., 2015) Blount’s disease
2. Etiologi Adapun etiologi blount’s disease dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Idiopatik 2) Mekanik: sering pada anak-anak yang mengalami obesitas yang mulai belajar jalan terlalu awal. 3) Gangguan perkembangan 4) Multifaktor: genetik, humoral, faktor biomekanik dan lingkungan yang mengatur pertumbuhan physeal dan mempengaruhi perkembangan normal keselarasan ekstremitas bawah dapat berkaitan. (Gopakumar, 2014) Sehingga, etiologi pasti dari blount’s disease ini masih belum diketahui sebab hal-hal yang yang dianggap berkontribusi seperti anak-anak yang mulai belajar jalan terlalu awal, obesitas, dan kandungan mineral tulang belum dapat menjelaskan patomekanisme blount’s disease unilateral. (Terhune, 2015) 3. Patogenesis Patogenesis deformitas kemungkinan berkaitan dengan gaya tekan yang berlebihan pada daerah medial physis physis tibia proksimal. Lebih jauh dijelaskan bahwa tekanan yang berlebihan pada daerah medial physis medial physis tibia tibia proksimal mengakibatkan perubahan struktur dan keterlambatan fungsi kondrosit serta fungsi penulangan yang terlibat chondroepiphysis. Meskipun rincian dari deformitas multiplanar dengan ekstremitas yang
terkena baik digambarkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiografi, informasi spesifik mengenai patologi intra-artikular lutut yang terkena pada anak-anak dengan penyakit Blount masih belum jelas. (Sabharwal, 2015) 4. Epidemiologi Blount’s disease diklasifikasikan
sebagai penyakit langka oleh NIH (National Institutes of Health, Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat). Epidemiologi penyakit Blount tidak didokumentasikan dengan baik. Faktor predisposisi blount’s disease telah dikaitkan dengan ras, genetika, usia saat berjalan dan obesitas. Blount’s disease meningkat prevalensinya pada populasi pediatrik Afro-Amerika dan Skandinavia. Kemudian di India insidennya tidak didokumentasikan dengan baik. (Krishnaiah, 2016) Kemudian, sebuah penelitian multicenter tentang epidemiologi blount’s disease dilakukan di Jepang pada tahun 2003 dengan menyebar kuisioner ke 1350 rumah sakit untuk mengambil data dengan rentang tahun 1990-2002 (stadium I dan II) dan tahun 1980-2002 (stadium III), sesuai klasifikasi Langenskiold, dan mendapatkan hasil sebanyak 212 pasien mengalami blount’s disease dari 296 yang mengalami gangguan lutut sesuai klasifikasi Langenskiold. (Inaba, 2014) 5. Gejala Klinis Ada tiga gejala klinis yang menandai kejadian penyakit Blount, yaitu pada penampakan dari sisi depan, terdapat kelainan pembentukan tulang berupa tibia vara, pada penampakan dari sagital terdapat procurvatum dan juga rotasi internal dari tibia. Kelainan pada kaki pada early-onset dari penyakit Blount terkadang sulit dibedakan dengan kondisi varum pada lutut yang merupakan kondisi yang fisiologis. Meskipun penialain terhadap MDA (metaphyseal-diaphyseal angle) dari tibia pada anak kecil, tapi ada beragam cara yang digunakan dalam menentukan nilainya. Auerbach menilai MDA pada 132 foto radiologi dari 66 anak yang memiliki bowlegs atau kaki yang menyerupai busur dengan menggunakan dua garis distal yang terpisah dengan diafisis. Ada perbedaan pada temuan radiologi pada early-onset dan late-onset . Meskipun pada keduanya dijumpai kelainan dari proksimal tibia berupa varus, namun terdapat perbedaan dari kedua bentuk kelainan ini. Tinjauan radiografi pada foto antero-posterior dari tungkai bawah 38 pasien penyakit Blount, terdapat lebih banyak distal femori yang mengalami varus pada adolescent dibanding dengan jenis infantile dan normal. Namun, pada kasus deformitas di adolescent, pengaruh deformitas pada distalfemur memegang peran yang cukup besar bagi kejadian deformitas varus.
Keadaan seorang anak yang berperan dalam timbulnya penyakit ini adalah kondisi berat abdan yang berlebihan, tulang tibia yang mengalami varus, dan kelainan anatomi berupa procurvatum dengan rotasi internal pada tibia. Diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat gejala klinis dan penampakan radiologi. Pada infantile, gejala akan muncul pada usia < 2 tahun, dan sering dikacaukan dengan varum pada genu yang terjadi secara fisiologis. Pada kasus infantile, 60% dari penderita mengalami Blount yang bilateral. Adapun gejala lain yang nampak ialah deformitas varus yang akut dan terbentuknya procurvatum pada bagian proksimal tibia, rotasi internal tibia, timbulnya kelainan seperti kaki tertekan sehingga nampak seperti melengkung atau terdorong keluar menunjukkan adanya perkembangan yang progresif, varus femoris pada distal femur. Pada kasus infantile, perubahan pada foto radiologi akan nampak pada usia > 18 bulan. Seperti membentuk sudut varus pada metafisis, sisi medial dari lempeng pertumbuhan akan melebar dan berbentuk ireguler, epifisis akan mengalami penulangan yang ireguler. Penanda radiologi dapat menolong untuk membedakan bentuk kaki yang terjadi secara normal dengan penyakit Blount yang terjadi pada anak usia < 2 tahun. Penanda yang pertama adalah Metaphyseo Diaphyseal Angle (MDA) yang berukuran 110 atau lebih dapat diduga sebagai penanda awal penyakit Blount. Sedangkan untuk MDA yang kurang dari 110 merupakan hal yang fisiologis yang berjalan normal seiring denan pertumbuhan. Nilai ini bukanlah penentu pasti dalam penegakan diagnosis, hanya saja untuk MDA > 11 0 perlu dilakukan observasi yang lebih. Penanda selanjutnya adalah Epiphyseo Metaphyseal Angle (EMA) yang lebih dari 200 dengan MDA yang lebih dari 11 0 pada anak dengan tampakan varum pada lutut dapat dicurigai positif menderita penyakit Blount. 6. Penatalaksanaan Dalam penatalaksanaan, faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah umur, lokasi (unilateral atau bilateral), besarnya deformitas, tahap Langskiold, dan perbedaan panjang kaki. Masalah yang harus ditangani pada Blount's disease adalah deformitas - varus, procurvatum, dan rotasi internal, depresi sendi, physeal bar, perbedaan panjang kaki, dan kesempatan untuk terulang. Pada infantyle type, penatalaksanaan non operatif menggunakan penanganan orthotic pada anak-anak berusia kurang dari 3 tahun dan pada Langenskiold tahap I dan II. Untuk prosedur operasi digunakan realignment osteotomy, inter epiphyseal osteotomy, intraepiphyseal osteotomy, lateral hemiepiphyseodesis, guided growth, asym.proximal tibial physeal distraction, resection of a physeal, correction of limb length discrepancy.
Pada adolescent Blount's disease, pilihan penanganannya adalah realignment osteotomy, proximal tibial osteotomy and gradual correction by external fixator, lateral hemi epiphyseodesis. (Gopakumar, 2014) 7. Prognosis Untuk Blount's disease prognosisnya dubia, tergantung ketepatan dan efektifitas penanganan. Namun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi recurrency. Referensi Eamsobhana at al (2014). Do we need to do overcorrection in Blount's Disease?. International Orthopaedics (SICOT) Enemudo at al. (2015). Management of Severe/Recurrent Blount's Disease. IOSR Journal of Dental and Medical Sciences volume 14. 92-98 Gkiokas, Andreas (2012). Management of Neglected Blount Disease Using Double Corrective Tibia Osteotomy and Medial Plateu Elevation. J Child Orthop. Gopakumar (2014). Tibia Vara. Kerala Journal of Orthopedics vol. 27. 65-68. Heflin at al. (2016). Guided Growth for Tibia Vara. www.md-journal.com. Krishnaiah at al. (2016). Blount's Disease : Case Report volume 4. 15-17. Terhune at al. (2015). Blount Disease and Bilateral Medial Femoral Condyle Osteochondritis Dissecans in a 12-years-old boy volume 1 no. 2. 144-151. Inaba at al. (2014). Multicenter of Blount DIsease in Japan by the Japanese Orthopaedic Association. The Japanese Orthopaedic Association 19. 132-140