PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT TUMBUHAN I
PERBANYAKAN AGENSIA HAYATI
(Laporan Praktikum Pengendalian Penyakit Tanaman)
Oleh
Dewa Ayu Putu Puspita Herayanti
1614121097
Kelompok 3
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur patogen sampai saat ini masih merupakan masalah utama di bidang pertanian. Produksi pertanian secara kualitas maupun kuantitas mengalami penurunan yang sangat tinggi, sehingga perlu dilakukan penanggulangan dan pengendalian yang tepat. Dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman selain memperhatikan efektivitas dan segi ekonomisnya juga harus mempertimbangkan masalah kelestarian lingkungan.
Penggunaan pestisida kimia terus-menerus akan berdampak buruk bagi lingkungan dan makhluk hidup disekitarnya.
Jamur antagonis yang digunakan pada praktikum ini adalah Trichoderma sp. Cendawan ini merupakan saprofit tanah yang secara alami dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati, karena memiliki sifat antagonisme terhadap patogen berupa kompetisi ruang dan nutrisi, mikoparasit dan antibiosis. Selain itu cendawan Trichoderma sp. juga memiliki beberapa kelebihan seperti mudah diisolasi, daya adaptasi luas, mudah ditemukan di tanah areal pertanaman, dapat tumbuh dengan cepat pada berbagai substrat, memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas dan tidak bersifat patogen pada tanaman (Howell, 1997).
Untuk pengendalian hayati menggunakan agensia hayati tentunya dibutuhkan agensia hayati dalam jumlah yang banyak. Untuk itu perlu adanya perbanyakan pada agensia hayati. Dalam praktikum ini agensia hayati yang digunakan adalah jamur Trichoderma sp dan diperbanyak menggunakan media beras. Hal ini dilakukan untuk menambah populasi jamur sehingga jamur dapat digunakan untuk mengendalikan lebih banyak penyakit.
Perbanyakan dapat dilakukan pada beberapa media yang mendukung jamur tumbuh. Jamur dapat tumbuh pada media yang memiliki karbohidrat sebagai makanannya dan jamur dapat memanfaatkan unsur karbohidrat yang terdapat pada mediaPengendalian hayati adalah pemanfaatan musuh alami untuk mengendalikan seranggahama atau penggunaan agens antagonis untuk mengendalikan patogen tanaman. Padadasarnya, setiap serangga hama mempunyai musuh alami yang dapat berperan dalam pengaturan populasinya. Musuh alami serangga hama adalah komponen utama dari pengendalian alamiah, yang merupakan bagian dari ekosistem dan sangat penting peranannyadalam mengatur keseimbangan ekosistem tersebut.. Oleh karena itu terdapat berbagai macam media buatan untuk perbanyakan populasi jamur.
Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara perbanyakan agensia hayati menggunakan media alami.
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum pengendalian hayati penyakit tumbuhan I: Perbanyakan agensia pengendalian hayati dilaksanakan pada pukul 13:00-15:00 hari selasa, 3 april 2018, di Laboratorium Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bor gabus, staples, bunsen, jarum ent, jarum jarum ose, tissue, laminar air flow, plastik wrap, cawan petri.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah biakan murni jamur Trichoderma spp, beras, alkohol.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan yaitu :
Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
Disterilkan tangan dengan alkohol.
Diambil jarum ose, lalu dipanaskan dekat bunsen.
Diambil cawan petri sebagai media biakan jamur Trichoderma spp dan Collectotrichum capsici.
Diambil biakan murni jamur Trichoderma spp dan Collectotrichum capsici
menggunakan jarum ose, lalu dipindahkan ke cawan petri yang terpisah.
Disterilkan jarum ose dengan alkohol, lalu cawan petri dibungkus dengan plastik wrap.
Cawan petri diberi kertas label dan diletakan dalam nampan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama dengan sengaja dengan memanfaatkan/memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan dilakukan perbanyakan musuh alami yang dilakukan dilaboratorium. Sedangkan Pengendalian alami merupakan Proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa campur tangan manusia, tidak ada proses perbanyakan musuh alami (Effendi, 2009).
Trichoderma sp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami merupakan parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman (spektrum pengendalian luas). Jamur Trichoderma sp. dapat menjadi hiperparasit pada beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi. Mekanisme antagonis yang dilakukan adalah berupa persaingan hidup, parasitisme, antibiosis dan lisis (Harman et al., 2004).
Pengendalian biologi (hayati) menunjukkan alternatif pengedalian yang dapat dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan sekitarnya, salah satunya adalah dengan pemanfaatan agens hayati seperti virus, jamur atau cendawan, bakteri atau aktiomisetes. Jamur Trichoderma sp. bersifat antagonistik, terhadap jamur lain dalam mengendalikan penyakit tanaman yang mampu menghambat perkembangan patogen melalui proses mikroparasitisme, antibiosis, dan kompetisi (Rifai MA, 1969).
Mekanisme Antagonis Trichoderma sp. yang telah banyak diuji coba untuk mengendalikan penyakit tanaman Sifat antagonis Cendawan Trichoderma sp. telah diteliti sejak lama. Inokulasi Trichoderma sp. ke dalam tanah dapat menekan serangan penyakit layu yang menyerang di persemaian, hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh toksin yang dihasilkan cendawan ini. Selain itu Trichoderma sp. mempunyai kemampuan berkompetisi dengan patogen tanah terutama dalam mendapatkan Nitrogen dan Karbon (Pelczar, 1986).
Trichoderma sp. merupakan cendawan saprofit tanah yang secara alami menyerang cendawan patogen dan bersifat menguntungkan bagi tanaman. Trichoderma sp. mampu memarasit cendawan patogen tanaman dan bersifat antagonis, karena memiliki kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan cendawan lain. Mekanisme yang terjadi di dalam tanah oleh aktivitas Trichoderma sp. yaitu (1) kompetitor ruang maupun nutrisi, (2) antibiosis yaitu mengeluarkan etanol yang bersifat racun bagi patogen dan (3) sebagai mikoparasit serta mampu menekan aktivitas cendawan patogen (Purwantisari et al., 2009).
Antraknosa pada cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici. Siklus penyakit antraknosa diawali dari patogen jamur pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji. Patogen tersebut dapat menginfeksi semai yang tumbuh dari biji sakit. Patogen jamur menyerang daun, batang dan akhirnya menginfeksi buah. Cendawan penyebab penyakit antraknosa berkembang dengan sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80 % dengan suhu 320C. Serangan jamur Colletotrichum capsici pada biji cabai dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah, sedangkan pada tanaman dewasa dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering warna cokelat kehitam-hitaman (Semangun, 2004).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan yang diperoleh yaitu sebagai berikut :
No
Foto
Keterangan
1
D = r1 + r22= D = 0,5 + 0,352= 0,45
D = r1 + r22= D = 0,4 + 0,42= 0,4
D = r1 + r22= D = 0,5 + 0,552= 0,525
2
D = r1 + r22= D = 0,8 + 0,752= 0,775
D = r1 + r22= D = 0,85 + 0,752= 0,8
D = r1 + r22= D = 2,9 + 2,42= 2,65
3
D = r1 + r22= D = 1,25 + 12= 1,125
D = r1 + r22= D = 1,25 + 1,252= 1,25
D = r1 + r22= D = 3,1 + 3,22= 3,15
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini, menggunakan isolat jamur Trichoderma sp. dan Colletotrichum capsici. Pengamatan jamur dilakukan secara berkala selama 3 hari yaitu rabu, kamis dan jumat. Pada hari pertama biakan cawan Trichoderma sp ada sedikit hifa jamur dengan diameter 0,525 cm dan kedua cawan Colletotrichum capsici ada sedikit tanda-tanda pertumbuhan jamur dengan diameter C1 0,45 cm dan C2 0,4 cm. Pada hari kedua, diameter hifa jamur pada cawan Trichoderma sp makin melebar dengan diameter 2,65 cm dan kedua cawan Colletotrichum capsici berdiameter masing-masing C1 0,775 cm dan C2 0,8 cm. Banyak terdapat titik air pada bagian sebelah dalam cawan petri yang diakibatkan karena aktifitas dari jamur tersebut. Pada hari ketiga, masing-masing ketiga diameter cawan hifa jamur makin lebar dengan ukuran C1 1,125 cm , C2 1,25 cm dan Ctrico 3,15 cm. Pada umumnya pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh faktor substrat sebagai sumber nutrien utama bagi fungi, kelembapan, suhu, derajat keasaman substrat (pH) yang umumnya fungi menyenangi pH dibawah 7,0, dan senyawa-senyawa kimia dilingkungannya. Mengetahui kisaran suhu pertumbuhan suatu fungi adalah sangat penting, terutama bila isolat-isolat tertentu atau termotoleran dapat memberikan produk yang optimal meskipun terjadi peningkatan suhu, karena metabolisme funginya (Pelczar, 1986).
Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Prinsip dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang berasal dari campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam media padat sel-sel mikroba akan membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya (Sutedjo, 1996).
Dalam kegiatan pembuatan isolasi dilakukan dengan cara mengambil sampel mikroba jamur atau bakteri dari lingkungan yang ingin diteliti. Dari sampel tersebut kemudian dikultur atau dibiakan dengan menggunakan media universal atau media selektif, tergantung tujuan yang ingin dicapai. Dengan isolasi inilah dapat diidentifikasi jenis mikroba tertentu baik dari kelimpahan maupun morfologinya (Pelczar, 1986).
Teknik-teknik dalam mengisolasi mikroba terbagi menjadi beberapa metode, yaitu antara lain teknik Penggoresan (streak plate), teknik Sebar (spread plate) dan teknik Pengenceran (dilution method). Teknik Penanaman dengan teknik Goresan bertujuan untuk mengisolasi mikroorganisme dari campurannya atau meremajakan kultur ke dalam medium baru. Teknik Sebar yaitu teknik isolasi dan mikroba dengan cara menyebarkan mikroba pada permukaan media yang akan digunakan. Teknik Pengenceran yaitu suatu sampel dari suatu suspensi yang berupa campuran bermacam- macam spesies diencerkan dalam suatu tabung yang tersendiri.
Penanaman mikroba atau biasa disebut juga inokulasi adalah pekerjaan memindahkan mikroba dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Inokulasi dilakukan dalam kondisi aseptik, yakni kondisi dimana semua alat yang ada dalam hubungannya dengan medium dan pengerjaan, dijaga agar tetap steril. Hal ini untuk menghindari terjadinya kontaminasi (Dwijoseputro, 1998). Ruang tempat penanaman bakteri harus bersih dan keadannya harus steril agar tidak terjadi kesalahan dalam pengamatan atau percobaaan. Inokulasi dapat dilakukan dalam sebuah kotak kaca yang biasa disebut sebagai laminar air flow ataupun dalam ruangan yang terjaga kesterilannya (Pelczar, 1986).
Inokulasi mikroba umumnya menggunakan alat yang disebut sebagai jarum ose yang berfungsi menginokulasi kultur mikrobia serta memindahkan suatu kultur mikroba (koloni) pada media satu ke media lainnya. Ada beberapa metode yang digunakan untuk menginokulasi mikroba antara lain metode tebar dan metode tusuk. Inokulasi mikroba dengan metode tebar akan disebarkan dalam medium batang yang sama dapat digunakan dapat menginokulasikan untuk dapat menjamin penyebaran bakteri yang merata dengan baik. Metode tusuk yaitu dengan dengan cara meneteskan atau menusukan ujung jarum ose yang didalamnya terdapat inokolum, kemudian dimasukkan ke dalam media.
Peran dan efektivitas Trichoderma sp. sebagai agens hayati telah banyak dilaporkan seperti hasil penelitian Sunarwati & Yoza (2010) bahwa pemberian Trichoderma sp. sangat efektif menekan perkembangan penyakit Phytophthora palmivora pada tanaman durian sampai mencapai 99%. Dilaporkan juga bahwa aplikasi Trichoderma sp. pada tanaman tomat dapat menurunkan kehilangan hasil tanaman akibat infeksi penyakit layu fusarium (Taufik, 2008). Cendawan Trichoderma sp. juga mampu berperan sebagai agens biokontrol untuk mengendalikan bakteri Erwinia sp. pada Aloe vera (Mukarlina et al., 2013).
Selain kemampuan sebagai agens hayati, Trichoderma sp. juga banyak dimanfaatkan sebagai stimulator pertumbuhan tanaman seperti yang diungkapkan oleh Afitin dan Darmanti (2009) bahwa penggunaan Trichoderma sp. sebagai stimulator pada pengomposan bahan organik mampu memberikan efektivitas yang baik dalam meningkatkan produksi jagung. Menurut Tran (2010) Trichoderma sp. Juga dapat berperan sebagai cendawan pengurai, pupuk hayati dan sebagai biokondisioner pada benih.
Antranoksa adalah penyakit terpenting yang menyerang tanaman cabai di Indonesia. Penyakit ini meluas pada kondisi lembab dan suhu relatif tinggi. Penyakit antranoksa dapat menyebabkan kerusakan sejak dari persemaian sampai tanaman cabai berbuah dan merupakan masalah utama pada buah masak, serta berakibat serius terhadap penurunan hasil dan penyebaran penyakit. Salah satu jenis penyakit pada tanaman cabai adalah penyakit antraknosa yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici. Adanya serangan jamur Colletotrichum capsici pada tanaman cabai mempunyai arti ekonomi yang sangat penting, karena dapat menurunkan hasil produksi cabai dan merugikan para petani sampai 50% (Semangun, 2007).
Colletotrichum capsici adalah jamur patogen penyebab penyakit pada tanaman. Cendawan anggota keluarga Polystigmataceae dari genus. Jamur ini dapat menyerang batang, ranting, daun dan buah. Hampir semua jenis tanaman dapat terinfeksi cendawan ini, contoh cabai, bawang merah, tomat, terung, melon, semangka, mentimun, pepaya dan lain sebagainya. Infeksi jamur C. capsici paling banyak terjadi pada musim hujan pada lahan yang berdrainase buruk. Dimusim kemarau dengan lahan berdrainase baik, infeksi C. capsici tidak begitu mengkhawatirkan, namun tidak tertutup kemungkinan serangan bisa terjadi (Semangun, 2007)
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Perbanyakan agensia pengendali hayati menggunakan jamur Trichoderma spp.
2. Inokulasi jamur Collectotrichum capsici dilakukan di media agar.
3. Kegiatan inokulasi dilakukan steril agar terhindar dari kontaminan.
4. Pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh faktor, kelembapan, suhu, derajat keasaman substrat (pH), dan senyawa-senyawa kimia dilingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Afitin R & Darmanti S. 2009. Pengaruh dosis kompos dengan stimulator Trichoderma sp. Terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung (Zea mays L.) varietas pioner pada lahan kering. J. Bioma. 11(2): 69–75.
Dwijosaputro. 2005. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.
Effendi, Baehaki S. 2009. Strategi Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Padi Dalam Perspektif Praktek Pertanian Yang Baik (Good Agricultural Practices).Pengembangan Inovasi Pertanian, 2(1): 68-78.
Harman, G.E., C.R. Howell, A. Viterbo, I. Chet, and M. Lorito. 2004. Trichoderma species opportunistic, avirulent plant symbionts. Nature Reviews Microbiology. 2: 43-56.
Howell CR, DeVay JE, Garber RH, & Batson WE. 1997. Field control of cotton seedling diseases with Trichoderma virens in combination with fungicide seed treatments. J. of Cotton Science 1:15-20.
Mukarlina, Khotimah S, & Febrianti L. 2013. Uji antagonis Trichoderma harzianum terhadap Erwinia sp. penyebab penyakit busuk bakteri pada Aloe vera. J. Fitomedika 7(3): 150–154.
Pelczar, M.J, E. Chan.1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit UI Press. Jakarta.
Purwantisari S & Hastuti RB. 2009. Uji antagonisme jamur Phytophthora infestans penyebab penyakit busuk daun dan umbi kentang dengan menggunakan Trichoderma spp. isolat lokal. J. Bioma. 11(1): 24–32.
Rifai MA. 1969. A Revision of the Genus Trichoderma. Mycological Paper 116, 56 pp.
Sunarwati D & Yoza R. 2010. Kemampuan Trichoderma sp dan Penicillium dalam menghambat pertumbuhan cendawan penyebab penyakit busuk akar durian (Phytoptora palmivora) secara in-vitro. Prosiding. Seminar Nasional Program dan Strategi Pengembangan Buah Nusantara. Balai Penelitian Tanaman Buah.Solok.
Semangun, Haryono. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.Universitas Gajah Mada.Yogyakarta.
Sutedjo, M. 1996. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.
Taufik M. 2008. Efektivitas agen antagonis Trichoderma sp. pada berbagai media tumbuh terhadap penyakit layu tanaman tomat. Prosiding. Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Sulawesi Selatan. Makassar.
Tran N.Ha. 2010. Using Trichoderma species for biological control of plant pathogens in Vietnam. J. ISSAAS. 1(16):17–21.
LAMPIRAN