Patogenesis
Gagal ginjal kronis kronis adalah kehilangan kehilangan progresif progresif diassosiasi diassosiasi dengan penyakit sistemik sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit ginjal intrinsik termasuk glomerulonefritis, pielonefritis pielonefritis kronik, kronik, uropati uropati obstruksi obstruksi atau gangguan gangguan vaskuler vaskuler (Hueter (Hueter S.E., S.E., 2010) dan dan (). National Kidney Foundation Foundation mendefinisika mendefinisikan n gagal ginjal apabila filtrasi filtrasi glomerulus glomerulus sudah kurang dari 60ml/min/1.73 m2 untuk untuk 3 bulan atau atau lebih (). Gagal Gagal ginjal ginjal kronis kronis penurunan penurunan filtrasi filtrasi glomerulus glomerulus
dan fungsi tubular dengan perubahan perubahan dimanifestas dimanifestasii
seluruh sistem organ (). Hipertensi dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis dimana kondisi hipertensi dapat merusak langsung nefron karena kondisi hipertensi akan menyebabkan perfusi ke ginjal berkurang berkurang sehingga menyebabkan iskemia (Hueter S.E., 2010). Kehilangan Kehilangan nefron akan menyebabkan peningkatan angiotensin II akibat kurang perfusi akan menyebabkan sel juxtaglomerul juxtaglomerulus us untuk mengeluarin mengeluarin renin yang akan mengaktifkan mengaktifkan angiontensin angiontensin II (Hueter (Hueter S.E., 2010). Semua ini akan menyebabkan menyebabkan hipertensi hipertensi kapilari kapilari glomerulus glomerulus dan menye menyebab babkan kan pening peningka kan n filt filtra rasi si dan perme permeabi abili lita tass di glom glomer erul ulus us sehin sehingg ggaa dapat dapat menyebabkan menyebabkan proteinuria proteinuria (Hueter S.E., 2010). 2010). Kondisi Kondisi proteinuria proteinuria akan meningkatkan meningkatkan reab reabso sorp rpsi si prot protei ein n di tubu tubula larr yang yang akan akan meny menyeb ebab abka kan n infl inflam amma masi si dan dan fibr fibros osis is tubulointerstitial (Hueter S.E., 2010). Semua ini akan menyebabkan jaringan parut di ginjal dan jika kondisi ini tidak dirawat akan menyebabkan filtrasi glomerulus menurun (Hueter S.E., 2010). Diabetes mellitus adalah kondisi hiperglikemia dimana tubuh akan menggantikan jalur metabolisme glukosa karena kadar glukosa yang tinggi dalam darah dan ketidakmampuan untuk untuk metabol metabolism ismee glukosa glukosa mengiku mengikutt jalur jalur glikoli glikolisis sis ()()() ()()().. Glukos Glukosaa dimeta dimetaboli bolisme sme melalui beberapa jalur, namun metabolisme melalui beberapa jalur ini akan menyebabkan peningkatan peningkatan radikel bebas sehingga sehingga menyebabkan menyebabkan terjadi terjadi arterioskele arterioskelerosis rosis di pembuluh pembuluh dara darah h teru teruta tama many nyaa pemb pembul uluh uh dara darah h keci kecill di mata mata dan dan di ginj ginjal al sehi sehing ngga ga dapa dapatt menyebabkan hipertensi kapilari glomerulus juga ( Hueter S.E., 2010) ().
Penyakit ginjal intrinsik seperti glomerulonefritis, pielonefritis kronik, uropati obstruksi atau gangguan vaskuler dapat menyebabkan gagal ginjal kronik karena semua ini dapat menyebabkan hipertensi kapilari glomerulus (Hueter S.E., 2010). Gejala klinis
Gejala klinis gagal ginjal kronis (GGK), dari bagian otak gagal ginjal kronis dapat menyebabkan letargi, kejang, koma. Manakala pada mata akan muncul gejala mata merah pada pasien GGK. Gejala dari hidung dapat timbul pada pasien GGK adalah epistaksis. Manakal pada kulit pasien GGK biasa kelihatan pigmentasi sallow, petekie dan eksoriasi akibat gatal-gatal di kulit. Pasien GGK juga akan terjadi pernafasan Kussmaul. Pasien GGK juga akan mengeluhkan kelemahan otot serta bengkak pada ekstremitas (Hueter S.E., 2010). Patofisiologi
Letargi, kejang dan koma terjadi pasien GGK karena uremik ensefalopati dimana terjadi gangguan filtarsi ureum sehingga ureum yang tinggi didalam darah yang melewati sawar otak karena ureum (Hueter S.E., 2010). Gejala mata merah dan epistaksis adalah akibat
kegagalan aggregasi platelet
di
endothelium vasuler karena kadar uremia dalam daerah (Hueter S.E., 2010). Penurunan filtrasi glomerulus ginjal 25 % atau lebih akan menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan fosfat (Hueter S.E., 2010). Sintesa 1,25-vitamin D3 (calcitriol) yang meurun akan menyebabkan penurunan absorpsi kalsium di intestinal serta terjadi peningkatan serum fosfat
yang akan berikatan
kalsium akibat penurunan filtrasi
glomerulus ginjal (Hueter S.E., 2010). Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya hipokalsemia dimana terjadi peningkatkan stimulasi sekresi hormon paratirioid untuk memobilisasi kalsium dari tulang (Hueter S.E., 2010). Kondisi hiperparatirioid dan defisiensi vitamin D dapat menyebabkan osteomalascia dan fibrosa osteitis dimana terjadi peningkatan faktor resiko terjadinya fraktur (Hueter S.E., 2010). Kondisi ini juga dapat menyebabkan nyeri tulang karena osteomalascia yaitu perlunakkan tulang sehingga dapat menyebabkan kelemahan otot (Hueter S.E., 2010). Residue hiperparatirioid dan ureum yang disebut sebagai uremic frost akan menyebabkan iritasi pada nociceptor sehingga
impuls dihantar ke talamus melewati syaraf C dan diinterpretasi di somatosensensori sebagai rasa gatal (Hueter S.E., 2010). Ureum juga akan berakumulasi di kulit membentuk urokrom sehingga menyebabkan pigmentasi sallow pada kulit pasien GGK (Hueter S.E., 2010). Pada pasien GGK terjadi asidosis metabolik karena kadar ureum yang tinggi sehingga ini akan dikompensasi oleh tubuh dengan menurunkan kadar CO2 di dalam darah maka pusat pernafasan akan merangsang otot pernafasan untuk meningkatkan kontraksi sehingga terjadi pernafasaan cepat dan dangkal yaitu pernafasan Kussmaul (Hueter S.E., 2010) dan () . Bengkak atau edema pada ekstremitas terjadi akibat penurunan filtrasi glomerulus sehingga ekskresi natrium juga menurun ini akan menyebabkan tekanan osmotik meningkat sehingga menyebabkan cairan dari pembuluh darah keluar ke interstitial dan edema ini lebih parah pada ekstremitas bawah karena dipengaruhi tekanan gravitas (Hueter S.E., 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Alpers. C. E., 2010. The Kidney. In: Kumar V., Abbas A.K., Fausto N., Aster J.C., Robbins
and
Cotran
Pathologic
Basis
of
Disease
8th
edition.
Philadelphia:Elsevier Saunders, 904-935. Arora, P., 2009. Chronic Renal Failure. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview [10 Juni 2012].
Bargman J.M., Skorecki K., 2008. Chronic Kidney Disease. In: Fauci A.S., Braunwal E., Kasper D.L., Hauser S.L., Longo D.L., Jameson J.L., Loscalzo J., Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th edition. New York: Mc Graw-Hill, 17611781. Brunner & Suddarth., 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (terjemahan, volume II). Jakarta : ECG.
Chonchol M.B., 2006. Secondary Hyperparathyroidism in Chronic Kidney Disease. US Renal & Genito-urinary Disease. 3(1): 11-15. Dursun, B., Edelstein, C.L. Acute Renal Failure. Core Curicullum in Nephrology. Available from: http://www.uphs.upenn.edu/renal/renal%20curr %20pdfs/ARF.pdf [Accessed on 10 juni 2012].
Filiopoulos V., Vlassopoulos D., 2009. Inflammatory Syndrome in Chronic Kidney Disease: Pathogenesis and Influence on Outcomes. Journal Inflammation & Allergy-Drug Targets. 8(1): 369-382. Fritiwi., 2010. Hubungan Kepatuhan Pasiaen Hemodialisa dengan Perilaku Terhadap Penyakit Gagal Ginjal . Universitas Sumatera Utara. Available from: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16742/.../Chapter%20II.pdf [Accessed on 05 Juni 2012]. Huether S.E., Forshee B.A., 2010. Alterations of renal and urinary tract function. In: McCance K.L., Huether S.E., Brashers V.L., Rote N.S., Pathophysiology the
biologic basis for disease in Adults and Children 6 th Edition. Philadelphia: Elsevier Mosby, 1389-1396. K/DOQI., 2009. The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF). Diunduh dari: http://www.kdigo.org/guidelinescompare/kdoqi.html [10 Juni 2012].
Lumenta., Nico., et al . 1992. Penyakit Ginjal. Penerbit PT. BPK Gunung Mulia.
Ortega L.M., Fornoni A., 2010. Role of cytokines in the pathogenesis of acute and chronic kidney disease, glomerulonephritis, and end-stage kidney disease. International Journal of Interferon, Cytokine and Mediator Research. 2(1): 4962. Robinson B.E., 2006. Epidemiology of Chronic Kidney Disease and Anemia. Journal American Medical Directors Association. 7(1): 53-56. Sakai N., Furuichi K., Shinozaki Y., Yamauchi H., Toyama T., Kitajima S., et.al., 2010. Fibrocyte are involved in the pathogenesis of human chronic kidney disease. Journal of Human Pathology. 41(5): 672-678. Sapri, A., 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan dalam Mengurangi Asupan Cairan pada Penderita GGK yang menjalani Hemodialisa di RSUD Dr. H. Abdul Moelek Bandar Lampung.Diunduh dari: http://www.dostoc.com/docs/6849068/Asuhan-Gagal-Ginjal-Kronik [10 Juni 2012].
Siagian., Albiner., et all . 2010. Gambaran Pola Makan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa Rawat Jalan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2009. Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17722 [10 Juni 2012]. Siregar, C., 2010. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik
Medan. Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20218 [10 Juni 2012].
Siregar, C., 2011. Hubungan Peran Perawatan Pelaksana dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan. Diunduh dari: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27526 [10 Juni 2012].
Soerparman. 2003. Ilmu Penyakit Dalam JiliD II . Edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Sudoyo, W.A., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing: 886-887.
Winata, S., 2007. Informasi Penyakit Ginjal . Diunduh dari: http://www.geocities.com/sonnywinata/informasi_ginjal.html [10 Juni 2012].