JTM Vol. XIX No. 1/2012 1/2012
EVALUASI PERENCANAAN DAN HASIL PERFORASI BERDASARKAN BERDASARKAN TARGET PERFORMA LAPANGAN X Eko Apolianto Apolianto1 , Leksono Mucharam1 Sari Evaluasi perencanaan perencanaan dan hasil hasil perforasi perforasi di Lapangan X memegang memegang peranan peranan penting untuk untuk tercapainya tercapainya target produksi produksi gas dari tiap sumur. Total produksi dari semua sumur di Lapangan X akan berdampak terhadap kestabilan kestabilan produksi LNG dari kilang yang berada di darat. Beberapa variabel baik dari batuan formasi, teknologi dan cara eksekusi sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan dari perforasi suatu sumur. Disamping itu, faktor dari lubang sumur juga memberi kontribusi terhadap keberhasilan dari perforasi. Jika faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kegagalan perforasi bisa dieliminasi, maka diharapkan target produksi dari tiap sumur bisa tercapai. Beberapa parameter disain perforasi yang bisa mempengaruhi kemampuan produksi dari sumur adalah kedalaman penetrasi dari perforation gun, phasing, invaded zone dan juga crushed zone. Untuk Lapangan X, target dari disain untuk perforasi ini dengan mendapatkan nilai skin serendah mungkin sehingga bisa diperoleh angka produksi yang seusai dengan yang diharapkan. Disain perforasi yang benar harus melibatkan data yang akurat sebelum dilakukan prediksi dengan menggunakan simulasi PROSPER. Pekerjaan simulasi dilakukan untuk memperkirakan produksi dari sumur dan skin yang terjadi dengan mempertimbangkan beberapa variabel data. Perbandingan hasil perhitungan sebelum dan sesudah pekerjaan perforasi yang dilakukan akan memberikan gambaran akan tingkat keberhasilan keberhasilan dari disain awal yang ada. Penelitian ini dilakukan untuk melihat rekomendasi untuk perbaikan disain perforasi pada Lapangan X dengan mempertimbangkan mempertimbangkan strategi disain sumur untuk mendukung produksi produksi tanpa terjadinya pasiran. Hasil akhir menunjukkan bahwa target produksi untuk memenuhi kebutuhan gas untuk LNG bisa terpenuhi walaupun nilai skin jauh dari ekspektasi awal. Total produksi dari setiap anjungan produksi juga menunjukkan angka yang sesuai harapan. Evaluasi secara lebih detail disarankan dilakukan untuk memperbaiki disain perforasi sehingga nilai skin bisa direduksi. Salah satu diantaranya adalah evaluasi dari lumpur pemboran yang mana akan memegang peranan yang sangat penting untuk memahami memahami tingginya nilai skin yang terjadi pada sumur pengembangan pengembangan tahap pertama tersebut. Kata kunci: perforasi, perforasi, tingkat tingkat produksi produksi sumur, skin, simulasi simulasi PROSPER PROSPER
Abstract Perforation design design and planning planning in X-Field was very important important to meet meet the production target target from every gas gas wells. The total gas production in X-Field will impact to the LNG plant production sustainability sustainability which is located in the onshore. The rock formation quality, technology technology and execution strategy are the main f actors to ensure the success of the perforation job. In addition, wellbore condition will impact also to the success of the execution.The production target can be achieved if the failure elements can be eliminated in order to increase the chance of success of the perforation job. In addition t o the reservoir and rock properties and well configuration, parameters that influence perforating design include depth of penetration, penetration, phasing, shots per f oot, hole diameter, the damage zone, the crushed zone. For X-Field, the target is t o design the perforation to reduce the skin number as low as possible. The right perforation design will involve the accurate data parameters before t he predictions were commenced using the PROSPER model. The simulation work was performed performed to estimate the production and skin based on variable data consideration. The comparison between design and actual data has been evaluated to identify the success ratio of the executions. This research provides the recommendations to improve the future perforation perforation design for X Field. The recommended recommended design considers the completion design to support the sand management strategy. The final results indicate that the productions target to meet the gas requirement for LNG has been achieved even though the skin numbers were above the expectation. The total production from each platform was able to meet the expectation. Detail evaluation is suggested to improve the quality of perforation design in order to reduce the skin numbers. Mud properties evaluation is one of key information to understand the root cause of high skin number of the previous development development wells. wells. Keywords: perforation, perforation, well well deliverability, skin, skin, PROSPER model model
1)
Program Studi Studi Teknik Perminyakan, Perminyakan, Institut Institut Teknologi Teknologi Bandung, Bandung, Jl. Ganesha Ganesha No. 10 Bandung Bandung 40132, 40132, Telp: +62 22222504955, Fax: +62 22-2504955, Email:
[email protected]
13
Eko Apolianto, Leksono Mucharam
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perforasi mempunyai peranan sangat penting dalam komplesi sumur. Perforasi akan menghasilkan jalur komunikasi antara reservoir dan lubang sumur. Tanpa adanya disain dan eksekusi yang benar, maka lubang perforasi bisa memberikan kontribusi kehilangan tekanan yang sangat besar. Hal tersebut akan merugikan karena produksi yang diharapkan tidak akan tercapai dan kandungan cadangan terambil dari satu sumur yang diharapkan tidak akan pernah tercapai.
Beberapa faktor sangat mempengaruhi suatu keberhasilan dari disain perforasi untuk mendapatkan laju alir produksi yang optimum. Faktor pertama adalah kemampuan penetrasi dari perforation gun dan debris yang dihasilkan dari eksekusi pekerjaan perforasi tersebut. Faktor yang lain adalah kekerasan formasi, permeabilitas disekitar lubang perforasi dan invaded zone akan memberikan kontribusi yang besar pula terhadap kemampuan perforation gun melakukan penetrasi. Disamping itu, strategi komplesi sumur juga akan mempengaruhi disain perforasi untuk sumur-sumur gas di Lapangan X tersebut. Hasil dari studi internal menjelaskan bahwa untuk menghindari produksi pasir dari sumur, maka pemilihan perforation gun berjenis deep penetration charge diperlukan dikarenakan lubang sumur tidak mempunyai sand control . Eksekusi dengan metoda over balanced ataupun under balanced akan mempengaruhi juga tingkat keberhasilan dari perforasi yang direfleksikan oleh angka skin yang rendah. Simulasi dengan menggunakan PROSPER akan memberikan gambaran seberapa optimal disain perforasi yang telah dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa variabel data sebagai input. Untuk membuktikan tingkat keberhasilan suatu perforasi, maka uji produksi perlu dilakukan. Perangkat lunak untuk pressure transient analysis digunakan untuk melakukan perhitungan nilai skin dari sumur-sumur gas yang ada. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat disain perforasi dan hasil eksekusi bisa menghasilkan laju alir gas sesuai dengan target yang diharapkan. Target produksi untuk setiap anjungan produksi juga akan dievaluasi untuk melihat ketahanan produksi gas Lapangan X dalam memenuhi kebutuhan fasilitas produksi LNG. Faktor yang memberikan kontribusi terhadap nilai skin juga akan dievaluasi dan dilihat pengaruhnya terhadap nilai laju alir gas.
14
II. TEORI DASAR 2.1 Perforasi Ketika target formasi telah selesai dibor, maka production casing atau liner akan dipasang dengan dilanjutkan oleh operasi penyemenan. Agar terjadi komunikasi aliran antara reservoir dan lubang sumur, maka perlu dibuat lubang yang menembus dinding casing, semen dan formasi. Kegiatan pembuatan lubang tersebut disebut perforasi.
Kegiatan perforasi memerlukan bahan peledak (explosive charges) yang diturunkan kedalam sumur baik dengan menggunakan electric conductor wireline cable, tubing atau drill pipe. Ketika charges telah mencapai kedalaman yang telah ditentukan maka peledakan bisa segera dilakukan untuk menghasilkan lubang yang menghubungkan antara lubang bor dengan formasi. Gambar 1 menunjukkan efek dari perforasi terhadap formasi batuan. Bagian yang bersinggungan langsung dengan perforation tunnel akan menjadi lapisan yang sangat padat yang mempunyai permeabilitas jauh lebih rendah dari permeabilitas formasi batuan. Area tersebut disebut dengan area crushed zone. Berdasarkan studi yang dilakukan terhadap batuan pasir Berea didapat estimasi ketebalan dari crushed zone adalah sekitar 0,5 in dengan nilai permeabilitas 20% dari nilai permeabilitas formasi batuan.
Gambar 1. Efek perforasi terhadap formasi batuan Beberapa faktor dibawah ini bisa mempengaruhi ketebalan dan seberapa besar permeabilitas dari crushed zone: Ukuran dari perforation charges Ketebalan dan kekuatan dari casing Ketebalan dan kekuatan dari semen Komposisi dari butiran, ukuran dan bentuk dari lapisan formasi batuan Kondisi tekanan batuan disekitar lubang batuan Jarak antara lubang perforasi satu dengan yang lainnya secara vertikal
Evaluasi Rencana dan Hasil Perforasi Berdasarkan Target Performa Lapangan X
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kedalaman penetrasi dari perforasi adalah sebagai berikut: Ukuran dari gun/explosive charge, dimana secara umum bisa digambarkan bahwa penetrasi dan diameter lubang perforasi akan makin besar dengan makin besarnya ukuran gun dan berat dari eksplosif. Tekanan lubang sumur, temperatur dan densitas fluida. Jarak perforation gun dengan casing . Efek dari jarak antara perforation gun dengan casing dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2 menggambarkan perkiraan hasil perforasi untuk 1-11/16” through tubing gun di dalam lubang casing yang miring. Efek dari jarak perforation gun dengan casing menjadi sangat besar jika ukuran gun yang dipakai relatif sangat kecil dibandingkan dengan ukuran casing. Kekerasan batuan. Hal ini mudah dipahami karena makin tinggi kekuatan batuan yang direfleksikan oleh angka compressive strength, maka akan makin sulit batuan tersebut untuk dilubangi. Gambar 3 ini menggambarkan hasil uji perforasi untuk melihat kedalaman penetrasi terhadap berbagai nilai kekerasan batuan. Terlihat di gambar bahwa makin keras batuan maka penetrasi cenderung menjadi makin pendek.
Gambar 1. Efek akibat jarak perforating gun
15
Eko Apolianto, Leksono Mucharam
Persamaan diffusivity untuk radial flow merupakan persamaan yang paling banyak digunakan untuk single well . Persamaan radial diffusivity untuk slightly compressible liquid dan viskositas yang konstan adalah sebagai berikut:
(1) Solusi untuk real gas biasanya dipresentasikan dalam dua bentuk yaitu traditional pressure squared dan general pseudopressure. Persamaan bentuk pressure squared adalah sebagai berikut: Gambar 3. Kedalaman penetrasi t erhadap nilai kekerasan batuan 2.2 Inflow dan Outflow Performance 2.2.1 Sistem Produksi Memahami prinsip aliran fluida pada sistem produksi sangat penting untuk memperkirakan kemampuan produksi dari setiap sumur termasuk didalamnya optimasi sumur dan reservoir. Secara umum sistem produksi dapat digambarkan sebagai sistem untuk mengalirkan fluida reservoir dari bawah tanah menuju tangki penyimpanan di permukaan. Elemen dasar dari sistem produksi adalah adanya reservoir, lubang sumur, pipa tubing dan perlengkapannya dalam sumur, kepala sumur, pemipaan di permukaan, fasilitas produksi di permukaan dan alat bantu untuk mengangkat fluida dari lubang sumur (artificial lift ). Gambar 4 menggambarkan sistem produksi dari suatu lapangan minyak atau gas.
Gambar 4. Gambaran sistem produksi suatu lapangan migas 2.2.2 Reservoir Inflow Performance Model matematika untuk mendiskripsikan aliran fluida dalam media berpori dan permeabel dikembangkan oleh kombinasi antara persamaan fisik untuk konservasi massa dengan persamaan gerak (equation of motion) dan persamaan keadaan (equation of state). Pendekatan tersebut mengarah kepada pemakaian persamaan diffusivity yang banyak digunakan dalam industri perminyakan untuk menentukan aliran fluida dalam media berpori. 16
(2) Sedangkan bentuk persamaan pseudopressure adalah sebagai berikut:
untuk
(3)
Dimana persamaan real gas pseudopressure yang didefinisikan oleh Al-Hussainy, Ramey dan Crawford adalah sebagai berikut:
(4) Persamaan pseudo pressure bisa digunakan untuk semua tekanan, akan tetapi persamaan pressure squared mempunyai keterbatasan dalam aplikasi dikarenakan sifat fluida yang kompresibel. Persamaan tersebut akan akurat ketika nilai µz konstan yang merupakan fungsi dari tekanan. Hal tersebut biasanya terjadi pada kondisi tekanan rendah (dibawah 2000 psia). Ol eh karena itu, solusi pseudopressure direkomendasikan untuk analisa performa sumur gas. 2.2.3 Solusi Single Phase Analytical Persamaan radial diffusivity dapat diselesaikan untuk berbagai macam kondisi awal dan batas (boundary) ketika menentukan perilaku laju alir dan tekanan untuk aliran satu fasa. Kondisi steady state adalah suatu kondisi dimana tekanan luar batas (outer boundary) adalah konstan. Hal ini menyiratkan untuk open outer boundary seperti fluida yang masuk akan seimbang dengan fluida yang keluar atau terproduksikan.
Kondisi tersebut akan bisa terjadi ketika tekanan dapat dipertahankan akibat adanya natural water influx atau adanya injeksi air ke dalam formasi. Solusi steady state untuk fluida satu fasa pada tekanan rata-rata reservoir bisa dituliskan sebagai berikut:
Evaluasi Rencana dan Hasil Perforasi Berdasarkan Target Performa Lapangan X
2.2.4 Performa Sumur Gas
(5)
Kondisi semi steady state adalah kondisi dimana sumur berproduksi lama sampai titik dimana tekanan batas luar turun. Sumur dianggap berproduksi di closed boundaries jika tidak ada aliran melampaui outer boundaries. Untuk kasus ini, maka tekanan reservoir akan menurun dengan menurunnya produksi sumur. Pada kondisi produksi sumur konstan, penurunan tekanan akan konstan terjadi pada setiap waktu dan radius pengurasan (ri). Solusi untuk single-phase liquid flow untuk rata-rata tekanan reservoir adalah sebagai berikut:
(6)
Adapun solusi persamaan untuk steady state adalah sebagai berikut:
Perkiraan laju alir awal dari suatu sumur gas dilakukan dengan cara membuka sumur ke tekanan Atmosfer dan diukur laju alirnya. Metoda open flow tersebut sangat merugikan karena akan membuang gas dan juga dalam prakteknya akan membahayakan orang yang melakukan uji produksi tersebut. Karena hal tersebut maka ditemukan konsep Absolut Open Flow (AOF). AOF merupakan indikasi secara umum untuk menunjukkan produktivitas sumur pada laju alir maksimum secara teori jika sumur dialirkan pada kondisi tekanan Atmosfer. Produktivitas dari sumur ditentukan dari deliverability testing . Pengujian tersebut akan memberikan informasi yang akan digunakan untuk mengetahui perilaku tekanan reservoir sumur dan menentukan kurva IPR. Rawlins dan Schellhardt melakukan uji produksi dengan metoda empirical back pressure terhadap 500 sumur. Pengujian tersebut menghasilkan persamaan back pressure seperti tertulis dibawah ini:
(7)
dan
(8)
(11) dimana C adalah flow coefficient dan n adalah deliverability exponent . Berdasarkan penjelasan sebelumnya, penyelesaian persamaan sumur gas untuk pressure squared hanya bisa dilakukan pada tekanan rendah. Sehingga persamaan deliverability dari Rawlins dan Schellhardt’s untuk kondisi pseudopressure dapat ditulis sebagai berikut:
(12)
Solusi persamaan gas untuk semi steady state adalah:
Nilai dari n bervariasi antara 0,5 sampai dengan 1,0 bergantung pada karakteristik aliran.
(9)
dan
Persamaan 11 dan 12 dapat ditulis kembali untuk memfasilitasi pengembangan kurva IPR. Dari segi pemodelan pressure-squared maka persamaan tersebut bisa ditulis sebagai berikut untuk kondisi pseudopressure:
(10)
(13) dan
Kondisi steady state ataupun semi steady state tidak mungkin tercapai dalam kondisi operasi yang sebenarnya. Akan tetapi kondisi stabil di dalam reservoir sudah dianggap cukup bisa diterima untuk menentukan perkiraan laju alir satu fasa.
(14)
17
Eko Apolianto, Leksono Mucharam
Ketika nilai deliverability exponent telah ditentukan dari multi rate test dan nilai AOF diperkirakan, maka persamaan 13 dan 14 bisa diaplikasikan untuk memperkirakan laju alir pada setiap nilai tekanan bawah sumur (bottomhole pressure). Houpeurt mengembangkan teori persamaan deliverability untuk aliran yang stabil dengan memperhitungkan Forch-heimer velocity untuk memperhitungkan efek dari aliran non-Darcy pada sumur gas yang berproduksi pada laju alir yang sangat tinggi. Hasil dari persamaan baik untuk kondisi pressure squared ataupun pseudopressure bisa dilihat dibawah ini:
(15)
atau
(16)
Dua persamaan diatas adalah kuadratik jika ditinjau dari laju alir, sehingga untuk mempermudah penulisan, maka kedua persamaan tersebut bisa ditulis sebagai berikut:
(17)
(18) Jones, Blount dan Glaze menyarankan untuk menuliskan persamaan Houpeurt’s seperti tertera dibawah ini untuk memudahkan analisa data welltesing untuk melakukan prediksi deliverability sumur gas:
(19)
(20)
Dua persamaan tersebut diatas bisa dirubah seperti tertera dibawah ini ketika nilai dua nilai kon stanta a dan b bisa ditentukan:
18
(21)
dan
(22)
Sesudah koefisien dari persamaan deliverability diatas ditentukan, maka persamaan diatas bisa digunakan untuk menentukan estimasi laju produksi gas pada berbagai macam tekanan bawah sumur. 2.2.5 Performa Laju Alir Dalam Lubang Sumur Kehilangan tekanan yang terjadi pada saat fluida mengalir dari reservoir menuju permukaan memberikan pengaruh yang besar terhadap laju alir produksi sumur. Pengaruh kehilangan tekanan tersebut bisa mencapai 80% dari total kehilangan tekanan dalam suatu sistem produksi. Distribusi kehilangan tekanan bisa dimulai dari lubang perforasi, tubing dengan berbagai macam perlengkapan yang berada didalamnya termasuk perubahan diameter yang terjadi dan pipa produksi mulai dari kepala sumur sampai ke fasilitas pemrosesan. Kehilangan tekanan yang terjadi tersebut merupakan fungsi dari konfigurasi mechanical dari sumur, sifat fluida dan juga laju alir fluida.
Untuk memperkirakan kehilangan tekanan pada suatu sistem maka persamaan mechanical energy antara dua titik bisa ditulis sebagai berikut:
(23) Pada persamaan diatas, α adalah koreksi terhadap energi kinetik untuk distribusi velocity, W adalah kerja yang dilakukan pleh fluida yang mengalir dan E1 adalah kehilangan irreversible energy di dalam sistem akibat adanya viskositas atau kehilangan tekanan akibat gesekan. Untuk aplikasi, maka persamaan diatas dirubah menjadi seperti tertera dibawah ini dengan menganggap tidak adanya kerja (work) yang dilakukan oleh fluida dan faktor koreksi untuk energi kinetik adalah satu:
(24) Persamaan tersebut diatas merupakan total kehilangan tekanan dari penjumlahan energi potensial (karena ketinggian), perubahan enerki kinetik (karena akselerasi) dan kehilangan energi didalam sistem tersebut. Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk berbeda yang bisa
Evaluasi Rencana dan Hasil Perforasi Berdasarkan Target Performa Lapangan X
diaplikasikan untuk setiap fluida pada setiap kemiringan pipa:
(25)
Dengan persamaan 25 maka kehilangan tekanan untuk laju alir tertentu dapat diperkirakan dan dibuat grafik yang merupakan fungsi dari laju alir seperti pada contoh Gambar 5.
Tabel 1. Input data PETEX model didalam PROSPER Reservoir permeability
Either total, or effective permeability at connate water saturation
Formation thickness
Thickness of roducing reservoir rock
Drainage area DIETZ shape factor Wellbore radius
Depends on the shape of the drainage area Open hole well radius
Perforated interval TVD of the height of perforations for the well
Gambar 5. Performa kurva kehilangan tekanan di tubing Salah satu contoh perhitungan untuk menghitung kehilangan tekanan didalam sumur gas adalah dengan menggunakan persamaan Katz et.al dengan memakai asumsi rata-rata tekanan dan kompresibilitas fluida sepanjang a lirannya:
Porosity
Average over producing section
Time
Time in days, must be greater than 0.5 days
Connate water saturation
Used in relative permeability calculations
Non-Darcy coefficient
Enter by hand or PROSPER can calculate it using a correlation
Permeability entered
Either total single phase or effective at Swc
Non-Darcy method Non-Darcy coefficient calculated or entered
(26)
dimana,
(27)
Non-Darcy coefficient ( D factor ) dapat ditentukan dari data uji produksi atau dengan cara perhitungan dengan menggunakan korelasi. Kalkulasi yang dilakukan oleh simulasi PROSPER adalah dengan berdasarkan persamaan 8.24 da 8.27 dari bab 8 buku Fundamentals of Reservoir Engineering by L. Dake.
(28) (29) Untuk perhitungan sumur di Lapangan X, maka Petroleum Expert model dipilih. Model ini digunakan untuk fungsi multi-phase pseudo pressure dimana bisa membolehkan terjadi nya perubahan saturasi gas dan kondensat di sekitar lubang bor. Model ini mempunyai asumsi bahwa tidak akan terjadi condensate banking dan semua kondensate mengalir ke lubang bor. Input data didalam Tabel 1 diperlukan untuk pemakaian model Petroleum Expert.
dimana F adalah non-Darcy flow coefficient 2 psia2/cp/(Mscf/d)
(30) Dikarenakan pemodelan IPR metode Petroleum Expert melakukan perhitungan aliran selama kondisi transient , maka konstanta didalam persamaan tersebut dirubah menjadi 1637. Hal ini didasarkan pada persamaan Essis-Thomas untuk aliran dalam kondisi transient. Perhitungan Non-
19
Eko Apolianto, Leksono Mucharam
Darcy D-factor merupakan produk dari 2 variabel dibawah ini: D = A1*A2 dimana: A1 = 3.161E-12 ßTabsSG / (µgh per f2r w) A2 = k absh / (1637Tabs) k eff = k abs(1-Swc)2 ß = 2.73E10 / k eff 1.1045 Waktu disini menunjukkan waktu terakhir dimana tekanan reservoir pressure mengalami equalization sampai waktu dilakukannya analisa data. Jika waktu mengalir melebihi Tpsss (waktu dimana aliran pseudo steady state dimulai), maka laju alir ditentukan dengan menggunakan Tpsss. III. METODOLOGI PENELITIAN Pemodelan dengan menggunakan simulasi PROSPER digunakan selama penelitian. PIE digunakan untuk mendukung perhitungan skin ketika uji produksi sumur dilakukan setelah perforasi selesai dilakukan. Tahapan secara detail dapat dilihat pada Gambar 6 3.1 Data Komplesi Sumur Pengembangan Sumur pengembangan Lapangan X akan dikomplesi dengan jenis 7 in monobore cased and perforated tanpa adanya sand control . Pemilihan jenis tersebut Data uji produksi dari sumur eksplorasi
Data Karakterisasi Batuan dari Log dan Core Sumur Eksplorasi
didasarkan pada pertimbangan biaya sumur yang lebih rendah dan juga berdasarkan kajian kekuatan formasi yang ada. Kajian kekuatan batuan dilakukan terhadap contoh core dari beberapa sumur eksplorasi yang cukup merepresentasikan data formasi Lapangan X. Kajian kekuatan formasi batuan yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa batuan pasir dari formasi tidak akan terproduksikan ke sumur selama: Perbedaan tekanan formasi dan lubang sumur dibatasi pada angka tertentu. Prosedur membuka dan menutup sumur dilakukan secara bertahap dan perlahan. Metode perforasi dengan menggunakan jenis deep penetration charge. Menghindari perforasi formasi batuan yang lemah berdasarkan data dari sonic log . Teknik under balanced perforation bisa dilakukan pada tekanan yang rendah. Kajian diatas memberi bantuan dan gambaran secara jelas bahwa jenis perforasi yang dipilih diharapkan akan menjamin ketahanan integritas sumur untuk memproduksikan gas pada laju alir sebesar 240 MMscfd. Adapun detail disain komplesi untuk sumur pengembangan Lapangan X bisa dilihat pada Gambar 7. Data komplesi sumur pengembangan
Estimasi penetrasi perforation charge dari tiap produk
Membuat Single Well Model dengan Prosper
Perhitungan deliverability dan estimasi skin berdasarkan perubahan asumsi performa dari perforation gun dan kondisi lubang sumur
Menent ukan rekomendasi dari hasil perhitungan
Eksekusi pekerjaan perforasi
Uji produksi untuk menentukan kapasitas produksi dari sumur dan nilai skin
Perhitungan nilai skin dengan menggunakan Pressure Transient Analysis M odel
Evaluasi dan perbandingan nilai skin dan produktivitas sumur antara disain dan data lapangan
Gambar 6. Diagram alir metodologi penelitian
20
Evaluasi Formation Damage dengan Menggunakan Hall Plot pada Sumur Produksi
Gambar 7. Diagram komplesi sumur 3.1.1 Estimasi Penetrasi Perforation Gun dari Tiap Produk Evaluasi dilakukan terhadap beberapa gun dengan melihat kemampuan penetrasi dari perforating gun berukuran 4 in dan 3-3/8 in dari beberapa perusahaan penyedia jasa pekerjaan perforasi. Perusahaan-perusahaan tersebut melakukan perhitungan rata-rata penetrasi yang bisa dilakukan dengan mengacu kepada API 19B dan angka UCS sebesar 5.000 dan 10.000 psi. Pendekatan perhitungan untuk merubah nilai dari standard API menjadi nilai yang sesuai dengan angka kekerasan batuan formasi yang dikehendaki harus dilakukan untuk memastikan estimasi perhitungan yang mendekati kenyataan. Dari evaluasi didapatkan estimasi kedalaman penetrasi berkisar 20 sampai dengan 35 in. 3.2 Perhitungan Produksi Sumur dan Nilai Skin Dengan menggunakan simulasi PROSPER, perhitungan produksi sumur dan nilai skin bisa ditentukan sesudah semua parameter yang diperlukan seperti permeabilitas batuan dan
panjang interval perforasi dimasukkan ke dalam model. Selain parameter sifat reservoir dan batuan dan konfigurasi sumur, parameter lain yang bisa mempengaruhi tingkat keberhasilan disain perforasi adalah sebagai berikut: Kedalaman penetrasi. Phasing. Shot per foot / SPF (jumlah lubang dalam satu feet interval). Diameter lubang sumur. Invaded zone (zone disekitar lubang sumur yang mengalami kerusakan akibat filtrat dari lumpur pemboran). Crushed zone (zone yang terkompaksi di sekitar lubang perforasi akibat proses perforasi yang terjadi). Data-data tersebut kemudian diolah dengan berbagai macam variasi angka untuk melihat seberapa besar pengaruh parameter-parameter diatas terhadap kedalaman penetrasi. Pengaruh nilai skin terhadap kedalaman penetrasi akan dilihat dan dievaluasi juga.
21
Eko Apolianto, Leksono Mucharam
3.3 Uji Produksi Untuk Menentukan Kapasitas Produksi dan Nilai Skin Pembersihan sumur (Well Clean Up) dan uji produksi dilakukan langsung sesudah perforasi selesai dilakukan untuk setiap sumur di Lapangan X. Alasan dilakukannya aktivitas tersebut adalah sebagai berikut: Fasilitas produksi permukaan tidak didisain untuk mengalirkan fluida yang mengandung pasir atau perforating debris. Menghindari terjadinya penurunan produksi dari sumur akibat zone yang diperforasi tidak kontak dengan fluida komplesi dalam waktu yang lama. Membersihkan perforating debris dan crushed perforation tunnel fines. Menentukan angka permeabilitas, skin, tekanan dan temperatur reservoir.
Pembersihan dan uji produksi ini dilakukan pada laju alir gas sebesar 100 MMscfd. Pressure Build Up Test (PBU) dilakukan sesudah sumur di alirkan ke fasilitas uji produksi sementara selama kurang lebih 24 jam. Tekanan selama uji produksi dicatat oleh Permanent Downhole Gauge yang terpasang di tubing. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Target dari disain perforasi untuk Lapangan X adalah mendapatkan nilai skin serendah mungkin dan tercapainya target produksi setiap anjungan produksi. Parameter-parameter yang mempengaruhi hasil dari perforasi dievaluasi dan dilihat seberapa besar pengaruhnya terhadap kedalaman penetrasi. Beberapa asumsi dibuat untuk merefleksikan kondisi lubang sumur sebenarnya. Asumsi yang dipakai adalah angka berdasarkan pengalaman dan studi yang dilakukan oleh operator Lapangan X tersebut. 4.1 Parameter Perforasi Berdasarkan studi dan penelitian internal oleh Operator Lapangan X, kedalaman crushed zone diasumsikan sebesar 0,5 in dengan permeabilitas sebesar 50% dari permeabilitas batuan formasi. Hasil sensitivitas data kemudian diolah dan dibuatkan grafik untuk melihat pengaruh dari masing-masing parameter terhadap nilai skin.
Dua grafik dibawah ini menunjukkan perubahan nilai total skin diakibatkan oleh perubahan angka shot per foot (SPF ). Terlihat dari grafik dalam Gambar 8 bahwa parameter SPF memberi perubahan nilai skin yang sangat besar.
Skin vs Penetration Depth (Varying SPF) 20.00 B Area (UCS = 10,000 psia) Well B-6 Perforation Efficiency = 75% Damage Depth = 4 in Perm Dam/Perm Form = 30% Tunnel Diameter = 0.4 in
y c r a D 15.00 n o n g n i d 10.00 u ) l n c i n k i s t o 5.00 n ( n i k S l 0.00 a t o T
Phasing = 60
1 2 3 5 6
o
12 Target
-5.00 5
7
9
11
13
15
17
19
Depth of Penetration, in
Gambar 8. Grafik total skin terhadap kedalaman penetrasi (berbagai angka SPF) untuk UCS 10.000 psi Skin vs Penetration Varying Depth of Damage, in 20 ) n i k s y c r a D n o n g n i d u l c n i t o n ( n i k S l a t o T
B Area (UCS = 10,000 psia) Well B-6 Perforation Efficiency = 75% Shot per Foot = 5 Perm Dam/Perm Form = 30% Tunnel Diameter = 0.4 in
15
2 4 8 12 18
o
Phasing = 60
10
Target
5
0
-5 0
5
10
15
20
25
30
Depth of Penetration, in
Gambar 9. Nilai skin vs kedalaman penetrasi pada berbagai variasi kedalaman invaded zone untuk UCS - 10.000 psi Grafik pada Gambar 10 menunjukkan pengaruh dari permeabilitas invaded zone. Skin vs Penetration Varying Damage P ermeability, md 20 B Area (UCS = 10,000 psia) Well B-6 Perforation Efficiency = 75% Shot per Foot = 5 Damage Depth = 4 in Tunnel Diameter = 0.4 in
) n i k s y 15 c r a D n o n 10 g n i d u l c n i t 5 o n ( n i k S 0 l a t o T
Phasing = 60
30% 50% 70% Target
o
-5 0
5
10
15
20
25
Depth of Penetration, in
Grafik dalam Gambar 9 berikut ini memperlihatkan pengaruh kedalaman invaded zone. Nilai skin akan semakin meningkat dengan makin dalamnya invaded zone.
22
Gambar 10. Nilai skin vs kedalaman penetrasi pada berbagai variasi permeabilitas invaded zone untuk UCS - 10.000 psi
30
Evaluasi Formation Damage dengan Menggunakan Hall Plot pada Sumur Produksi
Pengaruh dari diameter lubang perforasi dan phasing dari gun terhadap skin juga dievaluasi, akan tetapi pengaruh parameter-paratmeter tersebut sangat kecil sekali dan bisa diabaikan. Dari grafik yang ada diatas, terlihat dengan jelas bahwa mengurangi kedalaman invaded zone sebesar mungkin akan memberi efek pengurangan skin yang sangat signifikan. Jika invaded zone bisa dikurangi dari 12 in menjadi 8 in, maka nilai dari skin bisa berkurang 50%. Berdasarkan evaluasi data diatas, maka disain perforasi yang dilakukan adalah dengan fokus kepada pemilihan gun yang mempunyai kedalaman penetrasi sebesar mungkin terutama untuk anjungan produksi B yang mempunyai kekerasan batuan sebesar UCS 10.000 psi.
alir termasuk perubahan tekanan akibat sumur ditutup. Disamping itu dilakukan perhitungan kembali dengan menggunakan simulasi PROSPER untuk menentukan produksi maksimum dari setiap sumur setelah selesai dilakukan uji produksi. Beberapa grafik dalam Gambar 11 dan Gambar 12 dibuat untuk melihat lebih jelas gambaran hasil dari perforasi ditinjau dari nilai mechanical skin, invaded zone dan permeabilitas dari invaded zone. 45 Mech. Skin (Actual) Target Mechanical Skin
40 35 30 25
Dari data penyedia layanan perforasi yang ada, maka dapat dilihat bahwa gun dengan ukuran paling besar yaitu 4 in akan memberikan daya penetrasi yang terbaik dibandingkan dengan gun berukuran lebih kecil. Fokus dari operasi pemboran adalah menciptakan lumpur pemboran yang bisa meminimalkan kedalaman invaded zone sehingga bisa diperoleh nilai skin serendah mungkin.
20 15 10 5 0 B-1
B-3
B-4
B-5
B-6
B-8
B-9
A-1
A-2
A-3
A-4
A-6
A-7
Gambar 11. Perbandingan nilai mechanical skin
4.2 Estimasi Produksi Sumur Dengan memasukkan data parameter-parameter yang paling memungkinkan tercapai dengan berdasar pemilihan ukuran diameter gun sebesar 4 in, maka perhitungan produksi setiap sumur bisa dilakukan. Perhitungan estimasi produksi sumur dilakukan dengan menggunakan simulasi PROSPER.
45
Parameter-parameter yang dipakai dalam perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
10
1. Crushed Zone a. Mempunyai nilai permeabilitas 50% dari nilai permeabilitas formasi. b. Ketebalan crushed zone adalah 0,5 in 2. Invaded zone a. Mempunyai nilai permeabilitas 30% dari nilai permeabilitas formasi b. Mempunyai kedalaman 12 in 3. Menentukan nilai efisiensi dari perforasi 4. Non-Darcy coefficient dihitung dengan menggunakan perhitungan yang ada dalam simulasi PROSPER
0
4.3 Evaluasi Hasil Uji Produksi Uji produksi dan Pressure Build Test (PBU) dilakukan langsung sesudah kegiatan perforasi selesai dilakukan. Permanent Downhole Gauge (PDHG) digunakan untuk mencatat perubahan tekanan yang terjadi pada setiap perubahan laju
B-2
Mech. Skin (Actual)
Estimated Invaded Zone Thickness (in)
Estimated Invaded Zone Permeability (mD)
40 35 30 25 20 15
5
B-1
B-2
B-3
B-4
B-5
B-6
B-8
B-9
A-1
A-2
A-3
A-4
A-6
A-7
Gambar 12. Perbandingan nilai parameter invaded zone Dari data-data tersebut terlihat bahwa target nilai skin untuk semua sumur Lapangan X tidak ada yang tercapai. Nilai mechanical skin mempunyai perbedaan (variance) yang jauh dari yang diharapkan. Jika data tersebut dikorelasikan dengan data kedalaman invaded zone dan permeabilitas invaded zone maka terdapat hubungan yang bisa menjawab tingginya angka variance skin. Asumsi kedalaman invaded zone ketika disain perforasi dilakukan adalah 12 in sedangkan pada kenyataannya, hanya satu sumur yang bisa mencapai kedalaman invaded zone sebesar 10 in. Ada 2 sumur yang memenuhi target invaded zone sebesar 12 in. Sisa sumur yang ada sebanyak 11
23
Eko Apolianto, Leksono Mucharam
sumur mempunyai invaded zone yang melebihi dari asumsi yang dibuat yang berkisar antara 18 sampai dengan 29. Kedalaman invaded zone konsisten dengan nilai permeabilitasnya seperti tergambar dengan jelas pada Gambar 13 dan 14. A-7
Estimated Invaded Zone Thickness (in)
A-6
A-4
A-4
A-3
A-3
A-2
A-2
A-1
A-1
B-9
B-9
B-8
B-8
B-6
B-6
B-5
B-5
B-4
B-4
B-3
B-3
B-2
B-2
B-1
B-1 0
5
10
15
20
25
30
35
Actu alGas Rate (DD<1100 psi) , MMscfd
Erosional Limit for Gas Rate (C=300) MMscfd
Erosional Limit for Gas Rate, MMscfd
350
300
250
Estimated Invaded Zone Permeability (mD)
150
100
50
0 B-1
B-2
B-3
B-4
B-5
B-6
B-7
B-8
B-9
A-1
A-2
A-3
A-4
A-6
A-7
Gambar 15. Perbandingan laju alir produksi 0.0
10.0
20.0
30.0
Sedangkan ditinjau dari nilai non-Darcy, maka bisa dilihat pada grafik dalam Gambar 16 untuk membandingkan nilai non-Darcy coefficient pada saat perencanaan dan kondisi sesudah perforasi dilakukan. Terlihat bahwa nilai non-Darcy coefficient sesudah pekerjaan perforasi mengalami perbaikan hampir di setiap sumur. Ada dua sumur yang mengalami penurunan nilai yang sangat tinggi yang berpengaruh terhadap peningkatan nilai laju produksi gas yang sangat signifikan. Dalam hal ini maka pengaruh non Darcy coefficient sangat besar terhadap laju alir produksi sumur.
40.0
Gambar 13. Kedalaman dan ni lai permeabilitas invaded zone 350 Permeability (mD) Invaded Zone Permeability (mD) Target Perm Invaded Zone (mD)
300
Target Rate (DD<600 psi), MMscfd
200
A-7
A-6
400
250
200
150
100
3.0E-04
50
Non-Darcy Coefficient (planned), 1/mscfd Non-Darcy Coefficient (actual), 1/mscfd
2.5E-04
0 B-1
B-2
B-3
B-4
B-5
B-6
B-8
B-9
A-1
A-2
A-3
A-4
A-6
A-7
2.0E-04
Gambar 14. Perbandingan nilai permeabilitas formasi dan invaded zone Ditinjau dari nilai permeabilitas untuk invaded zone, maka hanya 2 sumur yang mempunyai perbandingan antara permabilitas invaded zone dengan permeabilitas formasi yang mendekati 30% sesuai dengan perencanaan awal. Sumursumur yang lain mempunyai permeabilitas invaded zone yang sangat rendah dan relatif jauh dari ekspektasi awal. Hasil perhitungan dengan PROSPER menunjukkan bahwa total laju alir aktual lebih besar dibandingkan dengan disain awal. Berdasarkan perhitungan awal, total laju produksi dari 14 sumur akan mencapai 3,0 bcfd. Ternyata dari grafik pada Gambar 15 menunjukkan bahwa total produksi bisa mencapai 3,4 bcfd. Kontribusi perbaikan terbesar berasal dari 2 sumur yang mengalami peningkatan produksi lebih dari dua kali lipat dari disain awal. Tujuh dari 14 sumur mempunyai hasil dibawah target berkisar 3% sampai dengan 31%. Ada satu sumur yang sesuai target dan sisanya mengalami peningkatan dari 4% sampai dengan 93%.
24
1.5E-04
1.0E-04
5.0E-05
0.0E+00 B-1 B-2 B-3 B-4 B-5 B-6 B-7 B-8 B-9 A-1 A-2 A-3 A-4 A-6 A-7
Gambar 16. Perbandingan nilai non-Darcy Coefficient Perhitungan untuk laju produksi dilakukan juga pada drawdown 1100 psi dibandingkan dengan disain awal pada angka 600 psi. Walaupun dari target pekerjaan perforasi jauh dari disain awal baik ditinjau dari nilai total skin dan juga parameter-parameter lainnya, akan tetapi total produksi dari semua sumur yang telah diselesaikan bisa mencapai angka 3,5 bcfd yang lebih dari cukup untuk mempertahankan suplai produksi dari fasilitas produksi LNG yang sebesar 1,4 bcfd. Disamping itu target produksi dari setiap anjungan produksi yang lebih besar dari 1,2 bcfd akan memberikan ketahanan produksi yang
Evaluasi Formation Damage dengan Menggunakan Hall Plot pada Sumur Produksi
cukup baik jika ada kondisi darurat yang memaksa satu anjungan produksi dimatikan. 2. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Duabelas sumur mampu memenuhi target produksi sebesar 240 MMscfd walaupun mempunyai nilai skin yang jauh dari target awal. 2. Dua sumur mempunyai kemampuan produksi gas dibawah target dikarenakan kontribusi dari permeabilitas formasi yang sangat rendah. 3. Total produksi gas dari semua sumur lebih dari cukup untuk kebutuhan fasilitas produksi LNG. 4. Satu anjungan produksi bisa memproduksikan total gas diatas kapasitas pipa produksi yang ada. 5. Kedalaman dan nilai permeabilitas dari invaded zone merupakan parameter yang sangat mempengaruhi hasil dari pekerjaan perforasi. 6. Target hasil dari pekerjaan perforasi dari target nilai skin tidak sesuai dengan disain awal dan mempunyai perbedaan nilai yang cukup besar. 7. Nilai non-Darcy coefficient berpengaruh besar terhadap tercapainya tidaknya target produksi. 8. Hanya 2 sumur yang mempunyai hasil kedalaman dan nilai permeabilitas invaded zone yang sesuai dengan disain awal. 5.2 Saran Evaluasi lumpur pemboran yang mempengaruhi parameter perforasi seperti kedalaman invaded zone (core test ) diperlukan untuk menentukan efek dari pemboran over balanced . 2. Nilai dari mechanical skin diharapkan akan menurun dengan berjalannya waktu ketika sumur diproduksikan. Memproduksikan sumur di laju alir maksimumnya akan sangat membantu menurunkan nilai mechanical skin sehingga produktivitas sumur akan meningkat. 3. Evaluasi opsi pemilihan gun yang tersedia di pasar yang mempunyai penetrasi yang lebih bagus dan juga evaluasi pemakain gun dengan SPF yang lebih besar 6 layak dilakukan dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap potensi pasir terproduksikan dari formasi. DAFTAR PUSTA DAFTAR PUSTAKA 1. Apolianto, E., Turnbull, B., and Triandi, M., 2011. Making Big Gas Producers Even Better: The Tangguh Experience, Paper SPE 147829 presented at the SPE Asia Pacific
1.
3.
4.
5.
6.
7.
Oil & Gas Conference and Exhibition, Jakarta, 20-22 September. Brown, K.E,. and Beggs, H.D. The University of Tulsa. The Technology of Artificial Lift Methods, Volume 1. Hal 365. Buddery, D., Davis, N., Johnston, R., Pranoto, A., Supriyono, Festarina, Supriyatna, Y. and Samsu, D., 2006. OBC Seismic Data Collection using a Seabed Plough—An Indonesian and Industry First, Tangguh Project, Papua – Indonesia. Keynote address presented at the Indonesian Petroleum Association Annual Convention and Exhibition, Jakarta. Earlougher, R.C.Jr., 1977. Advance in Well Test Analysis, Monograph Volumes 5 of the Henry L. Doherty Series, Dalla s. Kasim, A.T., Titus, I., Roberts, J.W. and Bulling, T.P., 2000. The Tangguh LNG Gas Fields: Conceptual Development Overview. Paper SPE 64706 presented at the SPE International Oil and Gas Conference and Exhibition, Beijing, China, 7-10 November. Setiawan, A., Hird, K.B. and Bennett, C.O., 2011. Enhancement of Vorwata Field Reservoir Model by Integration of Pressure Transient Analysis with Real-Time Downhole Pressure Data, Paper SPE 147907 presented at the SPE Asia Pacific Oil & Gas Conference and Exhibition, Jakarta, 20-22 September 2011. Zulfikri, Abdassah, D. and Adjie, B., 2001. Correction of the Non-Darcy Coefficient for Completion Effects: Impact on the Prediction of Tangguh LNG Gas Well Deliverability. Paper SPE 68667 presented at the SPE Asia Pacific Oil and Gas Conference and Exhibition, Jakarta, Indonesia, 17-19 April 2001.
DAFTAR SIMBOL SIMBOL AOF = Absolut open flow B = Formation volum factor , RB/STB D = Non – Darcy Coef , 1/mscfd/d E = Kehilangan energi setiap satuan massa, ft-lbf/lbm dp = Pr– Pwf, psi k = Permeabilitas, mD Pr = Tekanan reservoir, psi Pwf = Tekanan lubang sumur, psi Re = Radius pengurasan sumur, ft Rw = Radius sumur, ft S = Skin factor , Dimensionless TVDss = True Vertical depth subsea, ft T = Temperatur, R UCS = Unconfined Compressive Strength, psi W = Kerja per unit satuan massa, ft-lbf/lbm µ = Viskositas fluida, cP q = Laju alir gas, scfd
25
Eko Apolianto, Leksono Mucharam
∆p v z
26
= kehilangan tekanan, psia = Velocity, ft/sec = Gas compressibility factor , dimensionless
Z ρ ø
= Elevasi, ft = Densitas fluida, lbm/ft3 = Porositas, fraksi