MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK Akuntansi Partai Politik
Disusun Oleh :
Nuzulul Evita Rizki
(150810301006) (150810301006)
Safira Damayanti
(150810301026) (150810301026)
Ahmad Muajib
(150810301084) Kelas D
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS JEMBER TAHUN 2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur syukur kami ucapkan kehadirat kehadirat Allah Swt, yang yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, dan kesempatan bagi kami sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul “Akuntansi Partai Politik ”. ”. Serta kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Taufik Kurrohman, SE.,MSA.,Ak.,CA.,QIA.,CfrA.,AAP-B yang telah membimbing kami dari awal penyusunan sampai terselesaikannya makalah ini. Dan tak lupa kami ucapkan terima kasih juga kepada teman-teman serta seluruh pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini. Makalah ini berisi tentang penjelasan mengenai sistem akuntansi pada partai politik, dan perlu tidaknya mengembangkan standar akuntansi yang khusus mengatur perlakukan akuntansi dan pelaporan keuangan sesuai dengan karakteristik partai politik. Kami menyadari masih banyak kekurangan pada makalah ini, dan kami harap kepada dosen pembimbing dan kepada pembaca sekalian dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya konstruktif, sehingga dapat menjadi pelajaran bagi kami, dan semoga dapat diperbaiki pada kesempatan yang lain dan dalam makalah yang lain pula. Semoga makalah ini berguna untuk menambah wawasan serta pengetahuan bagi para pembaca dan kami selaku penyusun makalah ini mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini. Selanjutnya semoga kami bisa menyusun makalah di waktu lain dengan lebih sempurna.
Jember, Nopember 2017
Penulis
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR............................................. ................................................................... ............................................ ........................................ ..................
i
DAFTAR ISI .............................................................. ..................................................................................... ............................................. .................................... .............. .. ii BAB I PENDAHULUAN ............................................ .................................................................. ............................................ ................................. ........... .. 1 1.1. LATAR BELAKANG ............................................................... ..................................................................................... ............................. ....... .. 1 1.2. RUMUSAN MASALAH ..................................... ........................................................... ............................................ ............................. ....... .. 4 1.3. TUJUAN PENULISAN ............. ................................... ............................................ ............................................ ................................. ........... .. 4 BAB II PEMBAHASAN .............................. .................................................... ............................................. .............................................. ......................... .. .. 6 2.1. DEMOKRASI, POLITIK, DAN SISTEM PARTAI POLITIK ............................. .. 6 2.2. KARAKTERISTIK PARTAI POLITIK ........................................... ................................................................. ...................... .. 7 2.3. AKUNTABILITAS PARTAI POLITIK .......................................... ................................................................ ...................... .. 10 2.4. PERAN DAN FUNGSI AKUNTANSI PADA PARTAI POLITIK ...................... ...................... .. 11 2.5. PSAK NOMOR 45 DALAM PELAPORAN KEUANGAN PARTAI POLITIK . .. 13 BAB III PENUTUP........................................... ................................................................. ............................................ ............................................ ...................... .. 18 3.1. KESIMPULAN............................................................... ..................................................................................... ........................................ .................. ..18 DAFTAR PUSTAKA ............................................. ................................................................... ............................................ ........................................ .................. .. 19 19
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Karakter utama partai politik adalah faktor kekuasaan yang dimilikinya dan perannya dalam mewakili rakyat. Tujuan akhir dari partai politik adalah mendapatkan mandat darikonstituennya untuk memegang kekuasaan melaluipemilihan umum (pemilu). Keberhasilan suatu partai politik diukur dengan banyaknya jumlah suara yang direbutnya melalui pemilu. Upaya untuk mendapatkan suara pemilih, partai akan menjual programnya dan kandidat-kandidatnya kepada pemilih lewat kegiatan kampanye. Pada saat kampanye, banyak sekali janji janji yang diberikan partai sehingga agar pemilih percaya bahwa partai dialah yang terbaik dan berhak memegang kekuasaan negara. Apabila menang maka ada dua jalur kekuasaan yang dipegang partai politik, yaitu jalur pengambil keputusan (eksekutif) dan jalur pembuat kebijakan (legislatif). Dari kedua jalur inilah partai politik dapat membuat suatu keputusan dengan mengatasnamakan rakyat. Setiap keputusan yang dibuat oleh partai politik akan memiliki dampak yang sangat luas terhadap harkat hidup orang banyak. Dengan demikian partai politik harus sangat berhati-hati dalam setiap gerak langkahnya dan harus memastikan bahwa setiap tindakan yang dilakukan adalah demi masyarakat banyak, bebas dari politik uang dan pengaruh pengaruh kelompok kepentingan ( vested interestgroup). interestgroup). Kenyataannya sulit sekali untuk melepaskan pengaruh kelompok kepentingan ini dari partai politik karena justru sifat dari partai politik itu yang hidup dari dukungan masyarakat. Kelangsungan hidup partai politik sangat tergantung pada sumbangan yang diterimanya, baik dari anggotanya sendiri maupun dari simpatisannya. Sangat mudah bagi kelompok kepentingan untuk mempengaruhi partai politik melalui "sumbangan" yang diberikannya. Kandidat partai politik tentu akan mempunyai sikap membalasbudi bagi orang atau kelompok yang memberikan sumbangan sangat besar bagi partai politiknya. Jika hal ini terjadi, partai politik tidak lagi mewakili kepentingan masyarakat banyak. Partai politik menjadi perpanjangan tangan dari kelompok-kelompok kelompok-kelompok tertentu sementara setiap gerak langkah partai politik tetap berdampak luas bagi masyarakat banyak. Ini tentu akan mengancam eksistensi sistem demokrasi.
1
Dengan demikian, cara terbaik untuk memastikan bahwa sebuah partai politik tidak dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan kelompok tertentu adalah dengan membatasi sumber dana yang boleh diterimanya, menciptakan sistem yang transparan dan bertanggung jawab, dalam hal pencatatan mengenai sumber dana tersebut. Seluruh sumbangan harus tercatat lengkap dengan identitas penyumbang. Sumbangan-sumbangan ini termasuk yang berbentuk natura, nilai setara kasnya harus dilaporkan dalam laporan la poran keuangan. Undang-undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik telah mengatur soal sumber dana, pengelolalan dan dan pertanggungjawaban keuangan keuangan parpol. Di antaranya pasal 34 yang yang menyebutkan bahwa sumber dana dan pengeluaran yang berasal dari APBN/ APBD wajib diaudit oleh Badan Perencana Keuangan (BPK). Selain itu, dalam pasal 39 disebutkan soal pengeolalan keuangan parpol harus diselenggarakan secara transparan t ransparan dan akuntabel, yaitu dengan dilakukannya audit dari akuntan publik dan diumumkan secara periodik. Dengan demikian, semestinya masyarakat luas memiliki akses yang mudah mudah untuk mengetahui mengetahui pengelolaan keuangan dalam suatu parpol, mengingat sebagian dari sumber dana tersebut berasal dari APBN/ APBD. Namun pada kenyataannya, pelaporan keuangan itu masih dilakukan setengah hati, jika tidak ditutup-tutupi. Laporan keuangan yang dihasilkan, bisa dilihat apakah ada sumbangan-sumbangan yang berasal dari kelompok-kelompok tertentu dengan jumlah yang sangat besar. Juga kita bisa melihat dari penggunaan dananya, apakah cukup mewakili penerimaan dana “resmi” ataukah ada penerimaan-penerimaan khusus yang tidak tercatat. Terlihat bahwa hampir semua partai politik membuat laporan yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan KPU. Hal ini terkait dengan dengan kelengkapan identitas sumbangan, format laporan yang digunakan dan ketentuan penyerahan rekening khusus dana kampanye. Beberapa ketentuan tentang identitas sesuai dengan pengaturan Pasal 19 Peraturan KPU Nomor 17 tahun 2013 masih belum terpenuhi.Masih buruknya kualitas pelaporan dari Partai Politik masih belum menjamin adanya transparansi dan akuntabilitas dana kampanye Pemilu 2014 di sisi publik. Di sisi yang lain, Partai Politik masih enggan untuk terbuka 100 persen kepada publik yang mengindikasikan dana kampanye yang dilaporkan masih jauh dari upaya membangun citra baik di mata publik. (TI Indonesia, 2014). Partai politik memiliki peran fundamental dalam masyarakat demokrasi. Mereka menjadi perantara antara masyarakat dan pemerintah. Sebagai organisasi yang hidup di tengah masyarakat, partai politik menyerap, merumuskan, dan mengagregasi kepentingan masyarakat. Sedangkan sebagai organisasi yang menempatkan kader-kadernya di lembaga legislatif maupun eksekutif, partai politik menyampaikan dan mendesakkan kepentingan masyarakat (Supriyanto dan 2
Wulandari, 2012). Apalagi dengan di mulainya era reformasi yang menandai terbukanya keran demokrasi membuat masyarakat begitu larut dalam eforia demokrasi. Mereka memberikan ekspektasi yang besar pada partai politik untuk memperjuangkan haknya, setelah selama kurang lebih 32 tahun terkukung dalam rezim “orde baru” yang represif. Namun demikian, ibarat 2 mata koin selain memiliki manfaat partai politik juga memberikan sesuatu yang merugikan bagi masyarakat apalagi jika melihat bahwa hal di atas bersifat normatif sementara realita reali ta di lapangan bicara lain. Peneliti CSIS, J Kristiadi (Anonim, 2011 dalam kompas.com), mengatakan, perilaku elite yang berorientasi kepada kekuasaan subjektif mengakibatkan setelah lebih dari satu dasawarsa transformasi politik, masyarakat belum banyak mencapai kemajuan. Manuver politik didominasi oleh “nafsu berkuasa” sehingga jagat politik Indonesia sarat dengan intrik, kompromi politik yang pragmatis dan oportunistik, politik uang, tebar pesona, dan janji-janji sebagai alat merayu dukungan, oleh karena itu, akuntabilitas dan transparansi mutlak diimplementasikan terhadap seluruh organisasi partai politik. Bentuk akuntabilitas yang urgen dibutuhkan adalah mengenai keuangan partai, terutama berkenaan dengan sumber dana (bantuan) partai politik dan penggunaannnya. Hal tersebut disebabkan partai politik menghadapi situasi dilematis. Di satu pihak, untuk membiayai kegiatan operasional dan memenangkan pemilu, partai politik membutuhkan uang banyak. Sementara itu di lain
pihak,
besarnya
sumbangan
dapat
mengganggu
kemandirian
partai
politik
dalam
memperjuangkan kepentingan rakyat. Dengan kata lain, besarnya sumbangan perseorangan maupun perusahaan dapat mengganggu eksistensi partai politik sebagai pemegang mandat rakyat karena partai politik bisa mengutamakan kepentingan penyumbang penyumbang daripada kepentingan rakyat. Ada dugaan kuat partai politik lebih suka memilih jalan pintas: memaksa kadernya di lembaga legislatif dan eksekutif mengumpulkan dana ilegal, juga menerima dana dari para penyumbang besar. Yang pertama tercermin dari banyaknya skandal korupsi yang melibatkan pengurus partai politik, mulai dari kasus dana DKP, pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia, hingga kasus Nazaruddin. Sedangkan yang kedua terlihat makin banyaknya pengusaha dan pensiunan birokrat dan jenderal, yang menjadi pengurus partai politik. Partai politik pun mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan partai politik, karena undang-undang yang dibuat oleh para kader partai politik di DPR dan pemerintah belum mengaturnya secara tuntas. Dalam menghadapi situasi dilematis tersebut, sejak 1970-an secara bertahap, negaranegara Eropa Barat menerapkan dua kebijakan: pertama, melakukan pembatasan sumbangan perseorangan dan perusahaan kepada partai politik; kedua, memberikan bantuan keuangan atau 3
subsidi keuangan kepada partai politik, baik untuk kegiatan operasional partai politik, maupun kegiatan kampanye. Agar kedua kebijakan itu berjalan baik, maka partai politik diwajibkan membuat laporan keuangan partai politik tahunan dan membuat laporan keuangan kampanye setelah pemilu selesai. Kedua laporan tersebut adalah instrumen untuk “memaksa” partai politik menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan partai politik (Biezen, 2003; Supriyanto dan Wulandari, 2012). Lantas bagaimana dengan di Indonesia? UU tentang partai politik yang baru, yakni UU No.2 Tahun 2011 justru menambah batasan atas sumbangan dari pihak perusahaan dari 4 miliar menjadi 7,5 miliar. Kemudian, walau UU tersebut dan UU sebelumnya juga mengatur sanksi terhadap parpol yang tidak menyerahkan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana parpol, tapi pada kenyataannya masih banyak parpol yang melanggarnya (hasil pemeriksaan BPK, 2009; Supriyanto dan Wulandari 2012). Adapun parpol yang mematuhi untuk melakukan pelaporan, kualitas laporan yang dibuat masih jauh dari kualifikasi. Bahkan ada kecenderungan kuat bahwa dalam pembuatan laporan hanya dilakukan agar terhindar dari sanksi saja, bukan dilandaskan semangat menegakkan prinsip akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan parpol. Perilaku seperti ini dalam teori institutional isomorphism disebut isomorphism disebut dengan coercive isomorphism (DiMaggio isomorphism (DiMaggio dan Powell, 1983).
1.2. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang terdapat di makalah ini adalah sebagai berikut. a.
Apa pengertian dari demokrasi, politik, dan sistem partai politik?
b.
Bagaimana karakteristik dari partai politik?
c.
Bagaimana akuntabilitas partai politik?
d.
Apa peran dan fungsi akuntansi pada partai politik?
e.
Bagaimana penjelasan PSAK Nomor 45 dalam pelaporan keuangan partai politik?
1.3. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk menjawab rumusan masalah yang ada diatas, yaitu diantaranya sebagai berikut. a.
Untuk dapat mengetahui pengertian dari demokrasi, politik, dan sistem partai politik.
b.
Untuk dapat mengetahui karakteristik dari partai politik. 4
c.
Untuk dapat mengetahui akuntabilitas partai politik.
d.
Untuk dapat mengetahui peran dan fungsi akuntansi pada partai politik.
e.
Untuk dapat mengetahui penjelasan PSAK Nomor 45 dalam pelaporan keuangan partai politik.
5
BAB II PEMBAHASAN
2.1.
DEMOKRASI, DEMOKRASI, POLITIK, DAN SISTEM PARTAI POLITIK
Demokrasi secara etimologis berasal dari dua kata dari bahasa Yunani, yakni demos yang demos yang berarti rakyat dan kratos yang kratos yang bermakna pemerintahan. Istilah demokrasi sebenarnya diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles. Beliau menginterpretasikan demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan, yakni pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak atau dalam hal ini berarti rakyat. Kemudian Abraham Lincoln dalam dal am pidato Gettysburg -nya -nya mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Lansford, 2007). Oleh karena itu, rakyat memiliki hak, kesempatan, dan suara yang sama dalam mengatur kebijakan pemerintah. Kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat merupakan suatu bentuk keniscayaan dalam konsep demokrasi modern sekarang ini, karena bentuk demokrasi yang berlaku di setiap Negara adalah demokrasi tidak langsung. Konsekuensinya rakyat melalui pemilihan umum memilih wakilnya untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka (Lansford, 2007). Sehingga, demokrasi diperlukan agar segala hal yang dilakukan pemerintah itu dapat mengarah pada kepentingan rakyat dan upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat, pemenuhan hak rakyat, serta keadilan sosial. Konsep lain yang dekat dengan demokrasi adalah ilmu politik. Menurut Brendan O’Leary (2000), ilmu politik merupakan disiplin akademis, dikhususkan pada penggambaran, penjelasan, analisis, dan penilaian yang sistematis mengenai politik (kebijakan) dan kekuasaan. Sehingga ilmu politik adalah kajian tentang Negara, tujuan-tujuan Negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan-tujuan itu, hubungan antara Negara dengan warga Negara serta dengan Negara-negara lain (Barents, 1965). Berkenaan dengan lembaga-lembaga pelaksana tujuan tersebut, prinsip yang cukup mapan, diakui, dan diterapkan oleh banyak Negara adalah prisnsip Trias Politica. Politica. Berdasarkan prinsip ini, kekuasaan politik Negara dibedakan atas tiga, yakni: eksekutif (lembaga yang menjalankan undang-undang/regulasi), legislatif (lembaga yang membuat undangundang), dan yudikatif (lembaga yang memiliki kekuasaan untuk mengadili). Secara normatif, politik sendiri harusnya oleh lembaga-lembaga Negara (lihat kembali penjelasan di atas) digunakan untuk memenuhi kepentingan rakyat dan mewujudkan tujuan Negara 6
yang mengarah pada upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat, pemenuhan hak dasar rakyat, dan keadilan sosial. Namun pada kenyataanya, perilaku lembaga tersebut (baca: wakil rakyat) mengarah pada upaya upa ya memenuhi kepentingannya sendiri beserta kroni-kroninya sehingga s ehingga tidak ayal perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) membudaya, mengakar, dan menjadi penyakit yang akut. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya kasus KKN di negeri ini, misalnya: kasus hambalang, kasus wisma atlet, kasus korupsi di departemen keuangan, kasus suap pemilihan deputi gubernur senior BI (check pelawat Miranda Gulhtom), dll. Tidak heran jika indeks persepsi korupsi di Indonesia masih rendah yakni 2,8 pada tahun 2009 (hasil survei Transparency International; BPKP, 2010). Oleh karena itu, akuntabilitas publik menjadi hal yang begitu urgen dalam menjaga tegaknya pilar demokrasi. Namun patut disayangkan, tidak banyak riset pada sektor publik Indonesia terutama berkaitan dengan area akuntabilitas publik. Padahal riset sangat dibutuhkan dalam rangka memberikan pengawasan bekerjanya lembaga Negara dan memberikan feed-back bagi lembaga-lembaga tersebut untuk terus memperbaiki kinerjanya sesuai dengan fungsi f ungsi masingmasing lembaga (ongoing (ongoing performance Management ). ). Riset hanya beberapa saja, misalnya dikenal dan dipublikasikannya riset dengan judul: Performance Accountability in Indonesian Government: A Symbolic Conformity Conformity serta Akuntabilitas dan Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (oleh Akbar, dkk., 2012 dan Akbar, 2009). Kemudian, berkenaan dengan parpol sudah cukup lama para ilmuwan politik menyatakan bahwa partai politik merupakan pilar dari kehidupan politik yang demokratis. Keberadaannya menjamin terselenggaranya prinsip-prinsip dasar kehidupan yang demokratis (Bryce, 1921: Ismawan, 2004). Di Indonesia sendiri, semenjak bergulirnya reformasi 1997/1998 menunjukkan tendensi penguatan pola demokrasi. Hal tersebut ditandai dengan pergeseran dari sistem partai “tiga“tiga- partai” partai” (Golkar, PDIP, dan PPP), menjadi sistem siste m multi-partai multi -partai kompleks. Menjelang pemilihan umum tahun 1999, tercatat ada 168 partai politik yang ingin berpartisipasi, 48 partai berhak ikut dalam pemilihan umum, dan hanya 5 partai mendapat suara signifikan (API, 1999; Ismawan, 2004). Menjelang pemilihan umum 2004, tercatat 264 partai didirikan, 24 diantaranya menjadi kontestan resmi, dan hanya 7 partai mendapat suara signifikan serta untuk pemilu 2009 diikuti oleh 38 parpol nasional dan 6 parpol lokal Aceh (KPU, 2004 dan 2009). Sementara itu, untuk sementara ini ada 16 parpol yang lolos verifikasi administrasi oleh KPU untuk menjadi peserta pemilu 2014 (KPU, 2012).
2.2. KARAKTERISTIK PARTAI POLITIK
7
Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-citauntuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pasal 1 UU 2/2011). Tujuan umum partai politik adalah: a) mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945; b) menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c) mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan d) mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan tujuan khusus partai politik adalah: a) meningkatkan
partisipasi
politik
anggota
dan
masyarakat
dalam
rangka
penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan; pemerintahan; b) memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan c) membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai salah satu lembaga demokrasi, partai politik berfungsi sebagai berikut: 1. Partai politik berfungsi untuk mengembangkan kesadaran atas hak dan kewajiban politik rakyat. Dalam hal ini partai politik berperan sebagai sarana sosialisasi politik masyarakat dalam rangka melakukan pendidikan politik bagi rakyat. 2. Partai politik berfungsi menyalurkan kepentingan masyarakat dalam pembuatan kebijakan negara. Dalam hal ini partai politik berperan sebagai sarana komunikasi politik yang mana partai politik menyalurkan aneka ragam pendapat, aspirasi, dan kepentingan masyarakat dalam pembuatan kebijakan negara. 3. Partai politik berfungsi untuk membina dan mempersiapkan anggota masyarakat untuk mengisi jabatan-jabatan politik sesuai dengan mekanisme demokrasi. Partai politik merupakan juga sebagai sarana untuk melakukan rekrutmen politik dengan mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik dalam rangka memperluas partisipasi politik masyarakat. 8
4. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik dengan mengatasi persaingan dan perbedaan pendapat dalam masyarkat (Halim dan Kusufi, 2014). 2014). Untuk
mencapai
tujuan
dan
menjalankan
fungsi-fungsi
tersebut,
partai
politik
membutuhkan sumber keuangan. Keuangan partai politik bersumber dari: 1. Iuran anggota; 2. Sumbangan, dapat berupa uang, barang dan/atau jasa, yang sah menurut hukum; dan 3. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Bantuan keuangan dari APBN/ APBD diberikan s ecara proporsional kepada partai politik yang mendapatkan kursi di DPR/DPRD. (UU No. 2 Tahun 2011). Disamping itu aktivitas partai politik dilarang melakukan pencarian dana, sebagai berikut: 1. menerima dari pihak asing sumbangan dalambentuk apa pun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; 2. menerima sumbangan berupa uang, barang, ataupun jasa dari pihak manapun tanpa mencantumkan identitas yang jelas; 3. menerima sumbangan dari perseorangan dan/atau perusahaan/badan usaha melebihi batas yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; perundang-undangan; 4. meminta atau menerima dana dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau dengan sebutan lainnya; atau 5. menggunakan fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sebagai sumber pendanaan Partai Politik. Pada dasarnya aktivitas politik adalah aktivitas untuk memperoleh, mengelola, dan mengatur kekuasaan bagi amanat dan mandat dari konstituennya dengan cara-cara yang demokratis. Partai politik memiliki karakteristik utama yaitu faktor kekuasaan yang dimilikinya dan perannya dalam mewakili rakyat. Tujuan akhir dari partai politik adalah mendapatkan mandat dari konstituennya untuk memegang kekuasaan kekuasaan lewat cara-cara car a-cara demokratis, yaitu pemilihan umum. Keberhasilan suatu partai politik diukur dengan banyak jumlah suara yang direbutknya lewat pemilihan umum. Hal ini menjadikan salah satu karakteristik partai politik yang membedakannya dengan organisasi nirlaba lainnya, yaitu bahwa partai politik memperjuangkan kepentingan.
9
Partai politik memiliki kepengurusan yang tersebar di berbagai tingkat di daerah. Partai politik membentuk kepengurusan tingkat pusat yang disebut dengan Dewan Pengurus Pusat (DPP) yang berkedudukan di ibukota negara. Begitu juga untuk tingkat provisi disebut Dewan Pengurus Wilayah (DPW) yang berkedudukan di ibukota provinsi, dan Dewan Pengurus Cabang (DPC) yang berkedudukan di kabupaten/kota. kabupaten/kota.
2.3. AKUNTABILITAS PARTAI POLITIK
Pengaturan terhadap pengendalian politik uang sebenarnya dapat dijumpai dalam undangundang yang mengatur partai politik yaitu Undang-undang No. 2 tahun 1999 dan undang-undang tentang Pemilihan Umum yaitu Undang-undang No. 3 tahun 1999 dan dalam Keputusan KPU No. 2, 1999. Dalam undang-undang dan peraturan ini telah diatur: 1. Pembatasan terhadap sumber dana kampanye yaitu dari partai politik yang bersangkutan, pemerintah (APBN danatau APBD), dan pihak-pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi badan-badan swasta, perusahaan, yayasan atau perorangan. 2. Pelarangan untuk membentuk badan usaha dan menanamkan saham di badan usaha karena merupakan organisasi nirlaba. 3. Pembatasan jumlah sumbangan untuk masing-masing penyumbang, baik perorangan maupun perusahaan, yaitu sebesar Rp 15 juta untuk individu dan Rp 150 juta untuk perusahaan, semuanya dalam kurun waktu waktu satu tahun. 4. Pertanggungjawaban keuangan partai politik ditetapkan melalui kewajiban partai politik untuk memelihara sumbangan yang terbuka untuk diaudit serta mencatat secara detil penyumbang. 5. Kewajiban menyampaikan daftar sumbangan beserta laporan keuangan kepada Mahkamah Agung (MA). 6. Menetapkan mekanisme pengawasan dan penjatuhan sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana, termasuk atas pelanggaran terhadap ketentuan keuangan partai politik. 7. Pembatasan jumlah maksimum dana kampanye lewat aturan yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yaitu sebesar Rp 110 milyar. 8. Dana kampanye tidak boleh berasal dari pihak asing.
10
9. Kewajiban melaporkan dana kampanye Pemilu 15 hari sebelum hari pemungutan suara dan 25 hari setelah hari pemungutan suara. 10.
Kewajiban melaporkan laporan keuangan tahunan setiap akhir tahun.
11.
Melaporkan laporan keuangan beserta daftar sumbangan kepada Mahkamah Agung.
Untuk dasar hukum pelaporan dan audit partai politik,tertera secara khusus didalam: 1. Pasal 15 UU No.2 tahun 1999 tentang partai politik, yang menyatakan: (1)Partai politik wajib melaporkan daftar penyumbang beserta laporan keuangannya. (2) Laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) sewaktu-waktu dapat diaudit oleh akuntan publik. 2. Pasal 49 UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum: (1) Dana kampanye Pemilihan Umum diaudit oleh akuntan publik dan hasilnya dilaporkan oleh partai politik peserta Pemilu kepada KPU. Dari kedua pasal tersebut, terlihat bahwa tidak diatur secara jelas maksud dan bentuk laporan keuangan dimaksud, sehingga walaupun IAI memakai PSAK45, tetapi Mahkamah Agung mengeluarkan format tersendiri. Format laporan keuangan yang ditetapkan MA tidak memenuhi syarat sebagai laporan keuangan (hanya melaporkan penerimaan dana, pengeluaran dana, dan sisa dana) bahkan tidak memenuhi PSAK 45 yang ditetapkan oleh IAI. Terjadi ketidak seragaman dan ketidak cukupan informasi keuangan dalam laporan keuangan yang disampaikan oleh partai politik (Hafild, 2003).
2.4. PERAN DAN FUNGSI AKUNTANSI PADA PARTAI POLITIK
Peran dan fungsi akuntansi dalam lingkungan partai politik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu peranan dan fungsi akuntansi bagi pihak internal maupun pihak eksternal partai politik. Pembagian dalam kedua kelompok tersebut juga menggambarkan pengguna dari informasi akuntansi. Peran dan fungsi akuntansi bagi pihak internal yaitu:
Ketua Partai Politik Ketua
Partai
Politik
menggunakan
akuntansi
untuk
menyusun
perencanaan,
mengevaluasi kemajuan yang dicapai dalam usaha memenuhi tujuan, dan melakukan tindakan-tindakan koreksi yang diperlukan. Keputusan yang diambil harus berdasarkan informasi akuntansi, seperti menentukan peralatan apa yang sebaiknya dibeli, berapa persediaan ATK yang harus ada di bagian perlengkapan, perlengkapan, dan lain-lain.
Staf 11
Staf berkepentingan dengan informasi mengenai transparansi pelaporan kegiatan dan pelaporan keuangan Partai Politik. Staf juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan untuk menilai kemampuan organisasinya dalam melaksanakan administrasi keuangan di tingkat Partai Politik sebagai cermin akuntabilitas publik dan miniatur pelaksanaan administrasi publik di tingkat lokal atau nasional.
Anggota Perbedaan anggota dengan staf yaitu pada sifat keaktifannya dalam partai politik. Staf merupakan anggota partai politik yang ikut mengurusi operasional partai. Sedangkan anggota adalah orang yang menjadi bagian dan pendukung partai, tetapi belum tentu masuk menjadi pengurus partai.
Sementara peran dan fungsi akuntansi bagi pihak eksternal sebagai berikut:
Donatur Donatur berkepentingan dengan informasi mengenai keseriusan dan kredibilitas Partai Politik untuk menjalankan program-program pencerdasan masyarakat secara politik. Para donatur juga ingin mengetahui laporan keuangan atas dana yang telah diberikan untuk Partai Politik.
Supplier/Pemasok/Kreditur Supplier tertarik dengan informasi akuntansi yang memungkinkanya untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan dapat dibayar oleh Partai Politik pada saat jatuh tempo.
Konstituen/Basis Massa Adanya laporan keuangan Partai Politik yang transparan dan akuntabel akan mengundang simpati masyarakat, dan akan dapat menepis isu miring bahwa Partai Politik hanya aktif sewaktu pemilu dan setelah pemilu kembali melupakan rakyat.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) BPK berkepentingan untuk memeriksa (mengaudit) laporan pertanggung jawaban partai politik atas penggunaan dana bantuan keuangan dari pemerintah (pusat dan daerah) sebagaimana amanat dari PP Nomor 05 Tahun 2009 Pasal 14 ayat 2.
Pemerintah (pusat dan daerah) Pemerintah
pusat
dan
daerah
berkepentingan
untuk
menerima
laporan
pertanggungjawaban partai politik yang telah diaudit oleh BPK atas penggunaan dana bantuan keuangan dari APBN APBN atau APBD.
12
2.5. PSAK NOMOR 45 DALAM PELAPORAN KEUANGAN PARTAI POLITIK
Dengan adanya standar pelaporan diharapkan laporan keuangan organisasi partai politik dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevensi, dapat diandalkan, dan memiliki daya banding yang tinggi. Pertanyaan utamanya adalah: Apakah PSAK 45 dapat dipakai sebagai standar pelaporan keuangan partai politik? Untuk politik? Untuk menjawabnya, harus dibedah dahulu apa itu PSAK 45 dan kemudian dikonfrontasikan dengan karakter partai politik. Laporan keuangan yang dihasilkan oleh PSAK Nomor 45 sebagai ber ikut:
Laporan Posisi Keuangan
Laporan Aktivitas
Laporan Perubahan dalam Aset Neto/Ekuitas
Laporan Arus Kas
Catatan atas Laporan Keuangan
PSAK adalah Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 45 yang dikeluarkan oleh IAI untuk organisasi nirlaba. Dalam audit yang dikoordinir oleh IAI untuk dana kampanye pada tahun 1999 dan laporan keuangan, maka PSAK 45 inilah yang dipakai. Ada tiga pendapat dalam hal ini untuk pemakaian PSAK. Pendapat pertama mengatakan PSAK 45 masih bisa dipakai sebagai standar akuntansi keuangan partai politik, karena karakter partai politik mirip dengan karakter organisasi nirlaba. Yang perlu dibuat adalah pedoman pembuatan laporan keuangan/pedoman audit keuangan partai politik untuk melengkapi PSAK PSAK 45 tersebut. Pendapat kedua menyatakan bahwa tidak perlu membuat standar akuntansi keuangan khusus partai politik tetapi memodifikasi PSAK 45 sehingga memenuhi kebutuhan transparansi dan akuntabilitas keuangan partai politik. Modifikasi lalu dilengkapi dengan pedoman pembuatan dan pencatatan laporan keuangan. Pendapat ketiga menyatakan perlu dibuat suatu standar laporan keuangan khusus untuk partai politik. Karena karakter partai politik tidak sama dengan karakter organsiasi nirlaba. Beberapa karakteristik khusus partai politik tersebut antara lain: jika pada organisasi nirlaba pada umumnya terdapat kejelasan jenis barang dan/atau jasa yang dihasilkannya, maka tujuan utama partai politik adalah dalam rangka meraih kekuasaan politik; perjuangan utama partai politik dilakukan melalui Pemilihan Umum, kepentingan publik yang lebih besar; dan adanya kegiatan besar lima tahunan yaitu kegiatan kampanye. Di samping itu, beberapa peraturan yang secara 13
khusus mengatur partai politik sehingga menyebabkan kekhususan pada keuangan partai politik. Undang-undang ini berbeda dengan undang-undang yang mengatur partai politik. Karena faktor kekuasaan yang dimiliki partai politik, maka aturan-aturan keuangan partai politik harus lebih ketat untuk mencegah korupsi politik dan dominasi kelompok-kelompok kepentingan. Sumbangan tidak ada kewajiban melaporkan daftar penyumbang (terutama individu). Daftar penyumbang wajib dilaporkan. Hasil kegiatan berupa jasa pelayanan untuk kepentingan umum. Hasil kegiatan berupa kekuasaan politik. Akuntabilitas berupa kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi dan manajemen yang baik. Akuntabilitas berupa bersih dari politik uang, kepatuhan pada hukum dan posisi politik sesuai dengan janji kepada rakyat. Kinerjanya dinilai dari rasio biaya terhadap kualitas jasa dan jasa/ produk sosial yang dihasilkan. Kinerjanya dinilai dari rasio biaya dan jumlah suara yang didapatkannya dalam Pemilu. Kecuali untuk ormas, pada umumnya organisasi nirlaba bukan merupakan organisasi publik sehingga kebutuhan publik untuk menilai kinerjanya lebih kecil dibanding partai politik. Merupakan organisasi publik sehingga kebutuhan publik untuk menilai kinerja partai partai politik lebih besar dibanding organisasi nirlaba lainnya. Hasil tinjauan ini, cenderung pada posisi mendukung pendapat ketiga, yaitu bahwa partai politik memerlukan suatu standar akuntansi khusus partai politik. Perbedaan karakteristik ini mengakibatkan perbedaan transaksi keuangan, bentuk laporan keuangan dan pengukuran pengukuran tertentu terhadap pos-pos dalam laporan keuangan. Adapun Adapun alasan-alasannya dijelaskan di bawah ini. Tabel Perbedaan Karakteristik AntaraOrganisasi AntaraOrganisasi Nirlaba dan Partai Politik Organisasi Nirlaba
Partai Politik
Undang-undang yayasan
Undang-undang partai
politik
dan
undang-undang pemilu Tidak ada batasan penyumbang
Ada batasan penyumbang
Tidak ada batasan maksimal jumlah Ada sumbangan Tidak
ada
daftar
batasan
maksimal
jumlah
sumbangan kewajiban
penyumbang
melaporkan Daftar penyumbang wajib dilaporkan. (terutama
individu). Hasil kegiatan berupa jasa pelayanan Hasil untuk kepentingan umum.
kegiatan
berupa
kekuasaan
politik.
Akuntabilitas berupa kegiatan sesuai Akuntabilitas 14
berupa
bersih
dari
dengan
tujuan
organisasi
dan politik uang, kepatuhan pada hukum
manajemen yang baik.
dan posisi politik sesuai dengan janji kepada rakyat.
Kinerjanya dinilai dari rasio biaya Kinerjanya dinilai dari rasio biaya dan terhadap kualitas jasa dan jasa/produk jumlah
suara
yang
didapatkannya
sosial yang dihasilkan.
dalam Pemilu.
Kecuali untuk ormas, pada umumnya
Merupakan organisasi publik sehingga
organisasi nirlaba bukan merupakan
kebutuhan
organisasi publik sehingga kebutuhan
kinerja
publik untuk menilai kinerjanya lebih
dibanding organisasi nirlaba lainnya
publik
partai
untuk
politik
menilai
lebih
besar
kecil dibanding partai politik Sumber: Hafild, 2003. Dari tabel diatas jelaslah bahwa karakter organisasi nirlaba tidak sama dengan karakter partai politik, sehingga dengan demikian standar laporan keuangannya pun tidak bisa sama. Laporan PSAK 45 menyajikan laporan kepada pengurus organisasi, donatur, kelompok dampingan dan publik mengenai kinerja organisasi yang berkenaan dengan jumlah dana yang dia terima dan jenis kegiatan yang dilakukannya. Akuntabilitas di sini lebih banyak diarahkan kepada apakah organisasi tersebut telah menjalankan menjala nkan manajemen organisasi yang baik, dalam hal ini keuangan, dan melakukan kegiatan sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut. Tujuan yang lain adalah apakah kegiatan yang dilakukan memberikan dampak yang seimbang dengan dana yang dikeluarkan. Sedangkan akuntabilitas dari partai politik diukur dari kepatuhannya pada undang-undang dan peraturan yang mengaturnya, serta apakah ada konflik kepentingan di dalam manajemen dan keuangan par-tai politik yang bersangkutan. Kegiatan partai politik berhubungan dengan menarik minat warga negara sebanyak-banyaknya untuk memilih dia (dalam kampanye) atau melakukan pendidikan politik bagi warga negara anggotanya serta sert a lobby l obby dan akitivitas politik lainnya (di luar kampanye). Sehingga kegiatan yang dia laporkan adalah bagaimana partai politik tersebut telah menjalankan amanat rakyat yang memilih dia. Laporan keuangan kemudian memberikan informasi kepada publik bagaimana partai politik itu dijalankan, dan apakah ada dominasi kelompok tertentu pada partai tersebut yang diakibatkan oleh dominasi keuangan kelompok tersebut di dalam partai atau tidak. Partai politik harus menunjukkan kepada publik bahwa dia bebas dari politik uang, korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh karena itu maka aturan-aturan partai politik membatasi jumlah sumbangan dan sumber sumbangan dan mewajibkan melaporkan seluruh penyumbang kepada publik. Hal-hal 15
seperti ini tidak diatur dalam undang-undang yang mengatur organisasi nirlaba (misalnya UU Yayasan). Selain informasi mengenai kemungkinan konflik kepentingan dan politik uang, laporan keuangan partai politik juga menunjukkan apakah partai tersebut merupakan partai yang patuh dan hormat pada aturan-aturan hukum yang mengaturnya. Kepatuhan ini penting, karena bagaimana mungkin sebuah partai politik dapat menjalankan kekuasaan negara apabila dia sendiri tidak mematuhi dan menjalankan undangundang yang mengaturnya. Sehingga kepatuhan ini merupakan sebuah laporan tersendiri yang harus dikemukakan oleh auditor dalam laporan keuangan partai politik. Mengenai konflik kepentingan dan kepatuhan ini, tidak diatur dalam PSAK 45. Oleh karena itu, PSAK 45 tidak bisa dipakai sebagai standar akuntansi keuangan partai politik. Perlu ada standar akuntansi keuangan khusus partai politik. Sudah tentu pihak yang berwenang membuat standar akuntansi keuangan adalah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Namun demikian, mandat pembuatan standar ini haruslah diberikan oleh UU Partai Politik. Oleh karena itu, kami mengusulkan IAI untuk membuat PSAK khusus untuk partai politik dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Merupakan organisasi nirlaba yaitu organisasi yang tidak mencari keuntungan finansial. 2. Entitas demokrasi yang memperjuangkan kepentingannya melalui Pemilihan Umum. 3. Sumber daya utama entitas berasal dari iuran anggota, dan para penyumbang yang tidak mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan. diberikan. 4. Entitas yang tidak dapat mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan usaha. 5. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti kepemilikan dalam partai politik tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas. 6. Terikat dengan peraturan dan perundang-undangan khusus yang mempunyai implikasi terhadap perlakuan akuntansinya. 7. Hidup dari sumbangan masyarakat luas, oleh karena itu laporan keuangannya harus memuat dengan jelas daftar penyumbang lengkap dengan identitas. 8. Entitas yang harus bebas dari konflik kepentingan politik uang dan patuh pada aturanaturan yang mengaturnya. 16
9. Kinerjanya dilihat dari jumlah suara yang didapatkannya dalam Pemilihan Umum. 10.
Struktur pengorganisasian partai politik tersebar di berbagai tingkat daerah (perlunya
entitas pelaporan dan pelaporan konsolidasi). 11.
Partai politik merupakan organisasi publik sehingga akuntabilitas publik sangat
besar.
17
BAB III PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
Penyusunan Laporan keuangan tahunan Partai politik mengacu pada PSAK No.45 tentang akuntansi untuk organisasi nirlaba yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dan terdiri atas laporan berikut ini: Laporan Posisi Keuangan, Laporan Aktivitas, Laporan Perubahan dalam aktiva Neto/Ekuitas, Laporan arus kas, Cacatan atas laporan keuangan. Selain mengacu pada PSAK No. 45. Penyusunan laporan keuangan partai politik juga terikat pada ketentuan yang terdapat dalam perundang-undangan perundang-undangan mengenai partai politik dan pemilu seperti Undang-undangNo. 2tahun 2008, Undang-undang No. 2tahun 2011, dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 17 Tahun 2013. Standar laporan keuangan khusus untuk partai politik perlu dibuat. Hal ini karena karakter partai politik yang tidak sama dengan karakter organisasi nirlaba. Perbedaan karakteristik ini mengakibatkan perbedaan transaksi keuangan, bentuk laporan keuangan dan pengukuran pengukuran tertentu terhadap pos-pos pos-pos dalam laporan keuangan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Bastian, I., Hardani, Hardani, W., &Saat, &Saat, S. (2007). Akuntansi untuk LSM dan partai politik . Jakarta: Erlangga. Hafild, E. (2003). Laporan studi standar akuntansi keuangan khusus partai. partai . Tim studi Rini P. Samadikun, Mahmudin Muslim, Ragil Kuncoro. Jakarta: Transparency Internationa (TI) Indonesia. Halim, A. dan Kusufi, MS. (2014). Teori, konsep, dan aplikasi akuntansi sektor publik: dari anggaran hingga laporan keuangan dari pemerintah hingga tempat ibadah. Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat. Ikatan Akuntan Indonesia. (2004). Standar akuntansi keuangan: PSAK nomor 45 tentang standar akuntansi untuk entitas nirlaba. nirlaba . Jakarta: Salemba Empat. Junaidi, V. dkk. (2011). Anomali keuangan partai politik: pengaturan dan praktek . Editor Didik Supriyanto. Jakarta: Kemitraan Bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan. Surbakti, R. (2015). Peta Permasalahan dalam keuangan politik Indonesia. Indonesia . Jakarta: Kemitraan Bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaporan Dana Kampanye Peserta Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Transparency International Indonesia. (2014). “Kajian Tentang Pelaporan Awal Dana Kam panye Kam panye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik”. http://www.ti.or.id/index.php/press -release/2014/01/01/kajian-tentang-pelaporanhttp://www.ti.or.id/index.php/press-release/2014/01/01/kajian-tentang-pelaporanawal-dana-kampanye-partai-politik-pemilu-2014kpu-perlu-tegas-atas-buruk-laporan-danakampanye-partai-politik Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 2 tahun 2008 Tentang Partai Politik.
19