LAPORAN PENDAHULUAN PADA KELAINAN KEHAMILAN MOLA HIDATIDOSA
A. Pengertian Mola Hidatidosa merupakan bagian dari penyakit tropoblas dan dimasukan dalam Gestasional Trophoblastic Disease. Sel trofoblas hanya ditemukan pada wanita hamil, apabila ditemukan pada wanita tidak hamil pada teratoma ovarium disebut Non Gestasional Trophoblastic Disease. Pada umumnya kehamilan diharapkan berakhir dengan sempurna tetapi sering kali terjadi kegagalan, maka dapat kita simpulkan bahwa penyakit trofoblas dimana Mola Hidatidosa termasuk di dalamnya pada hakekatnya adalah kegagalan konsepsi kehamilan. Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari kata Hydats yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa adalah kehamilan yang berkembang tidak wajar ( konsepsi yang patologis) dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalalami perubahan hidropik. Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete mole sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai Mola Parsialis atau Partial mole. Mola Hidatidosa adalah suatu kehamilan yang ditandai dengan adanya villi korialis yang tidak normal secara histologis yang terdiri dari beberapa macam tingkatan proliferasi trofoblastik dan edema pada stroma villus. Biasanya kehamilan mola terjadi di dalam uterus, tetapi kadang - kadang terdapat juga di saluran telur ataupun ovarium. Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Kelainan ini merupakan
neoplasma trofoblas yang jinak (benigna) (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 238) Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339) Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik. Kehamilannya yang berkembang tidak wajar, tidak ditemukan janin, hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik, bila disertai janin atau bagian janin disebut mola parsial, pembuahan sel telur yang kehilangan intinya atau inti tidak aktif lagi
B. Etiologi Penyebab dari mola belum sepenuhnya diketahui dengan pasti tetapi ada beberapa dugaan yang bisa menyebabkan terjadinya mola : Faktor ovum memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk dikeluarkan Imunoselektif dari trofoblas Keadaan sosioekonomi yang rendah Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin A, asupan lemak hewani yang rendah Paritas tinggi Umur, resiko tinggi kehamilan dibawah 20 atau diatas 40 tahun Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas Sosio ekonomi rendah Faktor Resiko :
Defek pada ovarium
Abnormalitas pada uterus
Defisiensi nutrisi antara lain defisiensi protein, asam folat, karoten
Umur dibawah 20 tahun atau
Usia diatas 40 tahun : memiliki peningkatan resiko 7x dibanding perempuan yang lebih muda
C. Epidemiologi Mola Hidatidosa
yang dikenal awam sebagai hamil anggur,
mempunyai frekuensi insiden yang cukup tinggi. Frekuensi insiden di Asia menunjukan lebih tinggi daripada di negara barat. Di Indonesia 1 : 51 sampai 1 : 141 kehamilan, di Jepang 1 : 500 kehamilan, di USA 1 : 1450 sementara itu di Inggris 1 : 1500. Secara umum sebagian besar negara di dunia 1 : 1000 kehamilan. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian besar negara Asia mempunyai jumlah penduduk yang masih di bawah garis kemiskinan ( status sosio ekonomi yang rendah ) yang menyebabkan tingkat gizi yang rendah khususnya defisiensi protein, asam folat dan karoten. Menurut penelitian umur memegang peranan, umur di bawah 20 tahun dan diatas 40 tahun mempunyai resiko lebih tinggi menderita kehamilan mola ini.
D. Klasifikasi Mola hidatidosa/komplet Mola hidatidosa komplet lebih sering daripada mola hidatidosa parsial. Resiko untuk berkembang menjadi tumor trofoblas dari mola sekitara 20 %. Mola hidatidosa merupakan hasil konsepsi tanpa adanya embrio. Ditandai dengan gambaran seperti sekelompok buah anggur. Villi khorialis yang berkembang menjadi massa vesikel yang jernih vesikel tersebut tumbuh besar dan mengisi seluruh cavum uteri. Vesikel tersebut terdiri dari
berbagai ukuran yang hampir tidak terlihat sampai beberapa
centimeter diameternya struktur histologis nya bersifat sebagi berikut :
Degenerasi hidropik dan edema/pembengkakan stroma villi
Tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema
Proliferasi dari epitel tropoblas mencapai beberapa tingkatan/derajat beragam
Tidak adanya fetus atau amnion Berbagai penelitian sitogenetik terhadap kehamilan mola komplit,
menemukan komposisi kromosom yang paling sering 46, XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah. Ovum dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya sendiri setelah meiosis. Kromosom ovum bisa tidak terlihat atau tampak tidak aktif. Tetapi semua mola hidatidosa komplit tidak begitu khas dan kadang-kadang pola kromosom pada mola komplit bisa 46, XY. Dalam keadaan ini, dua sperma membuahi satu ovum yang tidak mengandung kromosom. Variasi lain juga pernah dikemukakan yaitu 45,X. Resiko neoplasia trofoblastik yang terjadi pada mola komplit kurang lebih sebesar 20%. Mola hidatidosa parsial Jika perubahan hidatidosa bersifat fokal dan belum begitu jauh dan masih terdapat janin dan sedikitnya kantong amnion keadaan ini disebut sebagai mola parsialis. Pada sebagian villi yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan lambat sementara villi yang lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi darah fetus plasenta yang berfungsi tidak mengalami perubahan . Hiperplasia tropoblastik yang terjadi lebih bersifat fokal daripada generalisata, kariotipe secara khas triploid yang bisa 69,xxy atau 69,xyy dengan satu komplemen maternal tapi biasanya dengan dua komplemen haploid paternal. Janin secara khas menunjukan stigmata triploid yang mencakup malformasi kongenital multipel dan retardasi pertumbuhan. Resiko terjadinya koriokarasinoma sangatlah kecil
Tabel karakteristik mola hidatidosa komplet dan parsialis Mola hidatidosa/komplet Kariotipe
Mola hidatidosa parsial
Diploid(46,XX atau 46,XY) Triploid (69,XXX atau 69, XXY)
Patologi Fetus
Tidak ada
Kadang-kadang ada
Amnion, sel darah merah
Tidak ada
Kadang-kadang ada
Edema villa
Difus
Bervariasi, fokal
Proliferasi trofoblastik
Bervariasi, ringan sampai
Bervariasi, fokal, ringan
berat
sampai sedang
Diagnosis
Kehamilan mola
Missed Abortion
Ukuran uterus
50% lebih besar u/ umur
Kecil u/ umur kehamilan
janin
Gambaran klinis
kehamilan Kista theca-lutein
25-30%
Jarang
Komplikasi
Sering terjadi
Jarang
Penyakit post mola
E. Patofisiologi Pada Mola Hidatidosa atau Complete mole tidak ada jaringan fetus/janin. 90% merupakan kromosom 46,XX dan 10% merupakan kromosom 46, XY. Semua kromosom berasal dari paternal. Sebuah enukliasi telur dibuahi oleh sperma haploid (yang kemudian berduplikasi menjadi masing-masing kromosom), atau sel telur dibuahi oleh dua sperma. Pada mola hidatidosa, vili korion menyerupai anggur dan hiperplasia trofoblastik muncul. Pada Mola parsialis atau Partial mole jaringan fetus/janin dapat ditemukan. Eritrosit dan pembuluh darah janin pada vili dapat ditemukan.
Komplemen kromosom nya 69,XXX atau 69 XXY. Kromosom tersebut merupakan hasil dari pembuahan sel telur haploid dan duplikasi dari kromosom haploid paternal. Seperti pada Complete mole, jaringan hiperplasia trofoblastik dan vili korion yang lunak pun muncul pada mola ini. Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
Teori missed abortion Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembunggelembung.
Teori neoplasma dari Park Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata
akibat
akumulasi
cairan
yang
menyertai
degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan. (Silvia, Wilson, 2000 : 467)
Adanya faktor ovum yang mengalami keterlambatan dalam pengeluaran menyebabkan kematian terhadap ovum itu sendiri di dalam tubuh, setelah mengalami kematian ovum mengalami degenerasi, yang kemudian tubuh jonjot – jonjot korion berganda mengandung cairan, jonjot ini berupa kista berbentuk seperti anggur dan dinamai mola hidatidosa. Ada beberapa penanganannya, ketika dilakukan tindakan invasif kurtase, terjadilah perdarahan sehingga timbulah risiko tinggi kekurangan volume cairan. Pada mola hidatidosa terdapat jaringan ulkus,
dan
bakteri
mudah
masuk
kedalamnya,
adanya
bakteri
yang
masuk
mengakibatkan risiko tinggi infeksi. Jaringan ulkus menstimulasi reseptor nyeri sehingga menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri pada pasien. Dalam tindakan invasif ini faktor pengetahuan pasien juga berpengaruh terhadap prosedur perawatan, kurangnya pengetahuan pasien atau keluarga akan menimbulkan kecemasan pada pasien itu sendiri.
Pathway Mola Hidatidosa
Faktor Ovum
Mengalami keterlambatan dalam pengeluaran
Kematian ovum dalam tubuh
Mengalami degenarasi
Jonjot – jonjot korion yg tumbuh berganda mengandung cairan
Kista – kista kecil seperti anggur
Mola Hidatidosa
Tindakan Invasif
Kurtase
Jaringan terdapat ulkus
Kurang informasi tentang prosedur
Bakteri mudah masuk Perdarahan
Kurang pengetahuan Risiko jaringan ulkus
Hipovolemik
Risiko tinggi infeksi
Risiko tinggi kekurangan volume cairan
Menstimulasi reseptor nyeri
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
Kelemahan, penurunan sirkulasi
Gangguan aktivitas
Cemas
F. Gejala Klinis 1. Amenore dan tanda – tanda kehamilan 2. Perdarahan vaginal merupakan gejala yang mencolok dan dapat bervariasi mulai spotting sampai perdarahan yang banyak. Biasanya terjadi pada trisemester pertama dan merupakan gejala yang paling banyak muncul pada lebih dari 90% pasien mola. Tiga perempat pasien mengalami gejala ini sebelum usia kehamilan 3 bulan. Hanya sepertiga pasien yang mengalami perdarahan hebat. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut, gejala anemia agak sering dijumpai lebih jauh. 3. Kadang-kadang terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di dalam uterus. 4. Hiperemesis gravidarum Pasien biasanya mengeluh mual muntah hebat. Hal ini akibat dari proliferasi trofoblas yang berlebihan dan akibatnya memproduksi terus menerus B HCG yang menyebabkan peningkatan B HCG hiperemesis gravidarum tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa. Walaupun hal ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. 10% pasien mola dengan mual dan muntah cukup berat sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit. 5. Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler vilii yang besar rasa tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang berlebihan. Pada sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada sepertiga pasien uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan. 6. Tidak adanya aktifitas janin Meskipun uterus cukup besar untuk mencapai simfisis secara khas tidak ditemukan aktifitas janin sekalipun dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif tidak teraba bagian janin dan tidak teraba gerakan janin.
7. Pre-eklamsia Tanda tanda pre-eklamsia selama trisemester pertama atau awal trisemester kedua muncul pada 10-12%. Pada trisemester kedua sekitar 27 % pasien mola hidatidosa komplit berlanjut dengan toksemia yang dicirikan oleh tekanan darah > 140 /90 proteinuria > 300 mg/dl dan edema generalisata dengan hiperrefleksi. Pasien dengan konvulsi jarang. 8. Hipertiroid Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering meningkat (10%), namun gejala hipertiroid jarang muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadi tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan evakuasi segera karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan menghilangnya mola. Mola yang disertai tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin – like effect dari Chorionic Gonadotropin Hormon. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 % mola hidatidosa komplit datang dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi, tremor, hiperhidrosis, gelisah emosi labil dan warm skin. Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi sebagai berikut: 1. Anemia 2. Syok
3. Preeklampsi atau Eklampsia 4. Tirotoksikosis 5. Infeksi sekunder. 6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan. 7. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi mola destruens atau koriokarsinoma.
G. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium : Karakteristik yang terpenting pada penyakit ini adalah kemampuan dalam memproduksi hCG, sehingga jumlahnya meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar β-hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama. Hormon ini dapat dideteksi pada serum maupun urin penderita dan pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah β-hCG kuantitatif serum. Pemantauan secara hati-hati dari kadar β-hCG penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah β-hCG yang ditemukan pada serum atau pada urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada. Untuk pemeriksaan Gallli mainini 1/300 suspek mola hidatiosa dan jika 1/200 kemungkinan mola hidatidosa atau gemelli. Pengukuran β-hCG pada urin dengan kadar >100.000 mIU /ml/24 jam dapat dianggap sebagai mola. Foto rontgen abdomen : Tidak tampaknya tulang janin pada kehamilan 34 bulan USG : Gambaran berupa badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin USG ini merupakan pemeriksaan penunjang yang spesifik antar kehamilan dengan mola hidatiosa. Pada kelainan mola, bentuk karakteristik berupa gambaran seperti badai salju dengan atau tanpa kantong gestasi atau janin. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan dan memiliki uterus lebih besar dari usia kehamilan. USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Pada 2050% kasus dijumpai adanya massa kistik di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein. Amniografi : Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan ke dalam uterus secara trans abdominal akan memberikan gambaran radiografik khas pada kasus mola hidatidosa kavum uteri ditembus dengan jarum untuk amniosentesis. 20 ml Hypaque disuntikkan segera dan 5-10 menit kemudian dibuat foto anteroposterior. Pola sinar X seperti sarang tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi gelombanggelombang korion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang tersedia teknik pemeriksaan amniografi ini sudah jarang dipakai lagi. Bahan radiopaq yang dimasukan ke dalam uterus akan memberikan gambaran seperti sarang tawon. Uji sonde Hanifa : Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan cavum uteri . bila tidak ada tahanan sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap tidak ada tahanan maka kemungkinan adalah mola. Foto thorax : Untuk melihat metastase. T3 dan T4 : Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis. G. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan kehamilan mola hidatidosa adalah evakuasi dan evaluasi. 1.
Jika perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, maka atasi syok dan perbaiki keadaan umum terlebih dahulu;
2.
Kuretase dilakukan setelah diagnosis dapat ditegakkan secara pasti
3.
Pemeriksaan dan pemantauan kadar hCG pasca kuretase perlu dilakukan mengingat kemungkinan terjadi keganasan
4.
Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar hCG normal, dan
5.
Pemberian kemoterapi pada mola hidatidosa dengan resiko tinggi.
Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu 1.
Perbaiki keadaan umum
2.
Pengeluaran jaringan mola
3.
Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika
4.
Follow up
Perbaiki keadaan umum Yang termasuk usaha ini misalnya koreksi dehidrasi, transfusi darah pada anemia berat (jika <8 gr %) atau karena terjadi syok, dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti preeklampsia dan tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit dalam misalnya propiltiourasil 3 x 100 mg oral dan propanolol 40-80 mg. Pengeluaran jaringan mola 1. Kuretase : Dilakukan jika pemeriksaan DPL kadar β-hCG serta foto thorax selesai. Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian. Sebelum kuretase dengan kuret tumpul terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oxitocyn 10 mIU dalam 500 cc Dextrose 5 % dan seluruh jaringan hasil kerokan di PA. Tujuh sampai 10 hari sesudah kerokan itu dilakukan kerokan ulangan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong dan untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan. Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan keganasan.
2. Histerektomi : Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit tropoblas ganas sebaiknya histerektomi dilakukan pada wanita diatas 35 tahun anak hidup di atas 3 orang wanita yang tidak menginginkan anak lagi Apabila ada kista teka lutein maka saat histerektomi, ovarium harus dalam keadaan baik, karena akan menjadi normal lagi setelah kadar βHCG menurun. Terapi profilaksis dengan sitostatika Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadi keganasan, misalnya pada umur tua (35 tahun), riwayat kehamilan mola sebelumnya dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan
hasil
histopatologi
yang
mencurigakan.Biasanya
diberikan
methotrexat atau actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan jumlah kasus mola menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan metastase, serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar β-hCG di atas 100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah ganas, pertimbangkan untuk memberikan methotrexate (MTX)
3×5 mg sehari selama 5 hari dengan interval 2
minggu sebanyak 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan actinomycin D 12 µg/kgBB/hari selama 5 hari. Follow up Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (± 20%). Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu, dengan pemakaian alat kontrasepsi.
Selama
pengawasan,
secara
berkala
dilakukan
pemeriksaan
ginekologik, kadar β-hCG dan radiologi. Pemeriksaan ginekologi dimulai satu minggu setelah pengeluaran jaringan mola. Pada pemeriksaan ini dinilai ukuran uterus, keadaan adneksa serta cari kemungkinan metastase ke vulva, vagina, uretra dan cervix. Sekurang-kurangnya pemeriksaan diulang setiap 4 minggu. Cara yang paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan β-hCG yang menetap untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan radioimmunoassay terhadap β-HCG sub unit. Pemeriksaan kadar β-HCG dilakukan setiap minggu atau setiap 2 minggu sampai kadar menjadi negatif lalu diperiksa ulang sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian 2 bulan selama 6 bulan. Seharusnya kadar
β-HCG harus
kembali normal dalam 14 minggu setelah evakuasi. Pemeriksaan foto toraks dilakukan tiap 4 minggu, apabila ditemukan adanya metastase penderita harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi. Apabila Pemeriksaan fisik, foto toraks dan kadar β-HCG dalam batas normal, follow up dapat dihentikan dan ibu diperbolehkan hamil setelah 1 tahun. Bila selama masa observasi kadar β-HCG menetap atau bahkan cenderung meningkat atau pada pemeriksaan klinis. Pemakaian IUD merupakan kontraindikasi. Pil KB kombinasi tidak hanya memperlambat penurunan titer β-HCG namun juga dapat menstimulasi neoplasia trofoblas dan pil KB kombinasi ini dapat digunakan bila β-HCG negatif. Anjuran sterilisasi biasa dilakukan pada penderita usia tua ataupun penderita yang telah memiliki cukup anak.
TEORI DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KELAINAN KEHAMILAN MOLA HIDATIDOSA
I.
Pengkajian a. Identitas Pasien 1) Nama : Sebagai identitas bagi pelayanan kesehatan/Rumah Sakit/ Klinik atau catat apakah klien pernah dirawat disini atau tidak.
2) Umur : Digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan terapi dan tindakan, juga sebagai acuan pada umur berapa penyakit/kelainan tersebut terjadi. Pada keterangan sering terjadi pada usia produktif 25 – 45 tahun.
3) Alamat : Sebagai gambaran tentang lingkungan tempat tinggal klien apakah dekat atau jauh dari pelayanan kesehatan khususnya dalam pemeriksaan kehamilan.
4) Pendidikan : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga akan memudahkan dalam pemberian penjelasan dan pengetahuan tentang gejala / keluhan selama di rumah atau Rumah Sakit.
5) Status Perkawinan : Dengan status perkawinan mengetahui berapa kali klien mengalami kehamilan Mola Hidatidosa atau hanya sakit karena penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan.
6) Agama : Untuk mengetahui gambaran dan spiritual klien sehingga memudahkan dalam memberikan bimbingan keagamaan.
7) Nama Suami : Agar diketahui siapa yang bertanggung jawab dalam pembiayaan dan pemberian persetujuan dalam perawatan.
8) Pekerjaan : Untuk mengetahui keadaan aktivitas sehari-hari dari klien, sehingga memungkinkan menjadi faktor resiko terjadinya kehamilan Mola Hidatidosa.
b. Keluhan Utama Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang. c. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang : Yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
Riwayat penyakit masa lalu : Mengkaji riwayat penyakit pada masa lalu yang pernah diderita oleh klien misalnya diabetes mellitus, penyakit jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
Riwayat
kesehatan
reproduksi
:
Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya.
d. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya. Kaji mengenai
aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan yang menyertainya.
e. Riwayat pemakaian obat Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya. f. Data Bio – Psiko – Sosial - Spiritual Kaji mengenai aktivitas, sirkulasi, pernapasan, cairan, eliminasi, kenyamanan/nyeri, keamanan, baik sebelum dan saat sakit.
Aktivitas : kelemahan, kesulitan ambulasi. Sirkulasi : Takikardia, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok) dan edema jaringan.
Pernapasan : pernapasan dangkal, takipnea.
Makan dan Minum : pengkajiannya antara lain :
-
Anoreksia, mual/muntah, haus
-
Muntah proyektil.
-
Membran mukosa kering, lidah bengkak, turgor kulit buruk.
Eliminasi : -
Ketidakmampuan defekasi dan flatus.
-
Diare (kadang-kadang).
-
Cegukan; distensi abdomen.
-
Penurunan haluaran urine, warna gelap.
-
Penurunan/tak ada bising usus (ileus); bunyi keras hilang timbul, bising usus kasar (obstruksi); kekakuan abdomen, nyeri tekan. Hiperesonan/timpani (ileus); hilang suara pekak diatas hati (udara bebas dalam abdomen)
Kenyamanan/ nyeri : Nyeri abdomen, Distensi, kaku, nyeri tekan.
Keamanan : Riwayat inflamasi organ pelvik (salpingitis); infeksi pasca-melahirkan, abses retroperitoneal.
Istirahat tidur : adanya rasa nyeri memungkinkan terganggunya istirahat tidur pasien.
Pengaturan suhu : kaji suhu pasien biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh pasien karena adanya proses inflamasi
Kebersihan Diri : kaji kebersihan pasien terutaa kebersihan pada bagian alat reproduksi pasien, kebersihan bisa mempengaruhi ada tidaknya kuman penyebab infeksi.
Sosial dan Komunikasi : Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
Bekerja : Untuk mengetahui keadaan aktivitas sehari-hari dari klien, sehingga memungkinkan menjadi faktor resiko terjadinya kehamilan Mola Hidatidosa. Serta kaji masalah finansial pasien (status ekonoi pasien)
Rekreasi : Kaji mekanisme koping dalam menghadapi keadaan pasien
Belajar : Kaji persepsi / pengetahuan pasien mengenai mola hidatidosa
Spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan
keagamaan
yang
biasa
dilakukan.
g. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Inspeksi : Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fisik, dan seterusnya. Pada inspeksi biasanya terdapat : -
Wajah pucat dan kadang – kadang badan kelihatan pucat kekuningkunigan yang disebut sebagai mola face.
-
Glembung mola yang keluar
Palpasi : Merasakan suatu edema, mengevaluasi edema, menentukan karakter nadi, mencatat suhu, derajat kelembaban, mencubit kulit untuk mengamati turgor dan tekstur kulit, menentukan tegangan/tonus otot, menentukan kekuatan kontraksi uterus atau respon nyeri yang abnormal, memperhatikan posisi janin. Hasil palpasi biasanya : -
Uterus lembek dan membesar tidak sesuai kehamilan
-
Adanya fenomena harmonika kalau darah dan gelembung mola keluar maka tinggi fundus uteri akan turun lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
-
Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen yang gerak janin
Perkusi : Menggunakan jari, ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi. Kemudian menggunakan palu perkusi, ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak.
Auskultasi : Mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin. Hasil auskultasi biasanya : -
Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola hidatidosa parsial mungkin dapat didengar DJJ)
-
Terdengar bising dan bunyi khas
h. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Laboratorium : Didapatkan hasil produksi hCG, meningkat dibandingkan kadar β-hCG seharusnya pada usia kehamilan yang sama. Foto rontgen abdomen : Tidak tampaknya tulang janin pada kehamilan 3-4 bulan
USG : Gambaran berupa badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin USG ini merupakan pemeriksaan penunjang yang spesifik antar kehamilan dengan mola hidatiosa. Uji sonde Hanifa : Tidak ada tahanan ketika sonde diputar dan setelah ditarik sedikit juga tetap tidak ada tahanan pengujian ini memungkinan adalah mola. Foto thorax : Untuk melihat metastase. II.
Diagnosa Diagnosa yang bisa muncul pada mola hidatidosa antara lain : 1. Resiko tinggi terhadap devisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan. 2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder. 3. Gangguan Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi. 4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan intrauteri. 5. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan.
III. No
Perencanaan (Intervensi)
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
& Kriteria hasil 1
Risiko
tinggi Tujuan
:
Tidak 1. Kaji kondisi status
terhadap devisit terjadi devisit volume volume
cairan cairan,
hemodinamika
antara
intake
dengan
output jumlah maupun
perdarahan
kualitas baik.
abortus
dan
cairan
memiliki
karekteristik bervariasi
Kriteria hasil : TTV 2. Ukur pengeluaran membrane
Pengeluaran
pervaginal sebagai akibat
seimbang
berhubungan
stabil,
1.
harian.
2.
Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan
mukosa
lembab,
harian ditambah dengan
turgor kulit baik.
jumlah
cairan
yang
hilang pervaginal 3. Catat haluaran dan
3.
pemasukan.
Mengetahuai penurunanan terhadap
sirkulasi
destruksi
sel
darah merah.
4. Observasi
Nadi
4.
dan Tensi.
Mengetahui
tanda
hipovolume (perdarahan).
5. Berikan diet halus.
5.
Memudahkan penyerapan diet
6. Nilai
hasil
lab. 6.
HB/HT.
Menghindari perdarahan spontan proliferasi
karena sel
darah
merah. 7. 7. Berikan
sejumlah
Mempertahankan keseimbangan cairan dan
cairan IV sesuai
elektrolit
indikasi.
dan
mungkin
tranfusi
diperlukan
pada kondisi perdarahan masif
8. 8. Evaluasi
status
hemodinamika.
Penilaian
dapat
dilakukan secara harian melalui
pemeriksaan
fisik.
2
Resiko
tinggi
Tuajuan
:
Tidak 1. Kaji
kondisi 1. Perubahan
terhadap infeksi
terjadi infeksi selama
keluaran/dischart
berhubungan
perawatan
yang
keluar
yang
terjadi
pada dischart dikaji setiap ;
saat
dischart
keluar.
dengan
perdarahan
perdarahan,
Kriteria hasil : TTV
kondisi
vulva dalam batas normal,
lembab.
Ekspresi tenang, Hasil laboraturium batas normal.
jumlah, warna, dan
Adanya warna yang lebih
bau
gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi
dalam 2. Terangkan klien
pada 2. Infeksi dapat timbul akibat
pentingnya
perawatan
vulva
selama
masa
kurangnya
kebersihan
genital yang lebih luar.
perdarahan
3. Lakukan perawatan 3. Inkubasi kuman pada area vulva
genital yang relatif cepat dapat
menyebabkan
infeksi. 4. Terangkan klien
pada cara
mengidentifikasi tanda infeksi
4. Berbagai
manivestasi
klinik dapat menjadi tanda nonspesifik
infeksi;
demam dan peningkatan rasa
nyeri
mungkin
merupakan gejala infeksi 5. Anjurkan
pada
suami untuk tidak melakukan hubungan senggama
5. Pengertian pada keluarga sangat
penting
untuk
kebaikan
artinya ibu;
senggama dalam kondisi selama
masa perdarahan
perdarahan
dapat
memperburuk
kondisi
system reproduksi ibu dan sekaligus resiko 6. Observasi tubuh.
suhu
meningkatkan infeksi
pada
pasangan. 6. Mengetahui infeksi lanjut.
4
Gangguan
Tujuan : Klien dapat 1.
Kaji
Aktivitas
melakukan
aktivitas
kemampuan klien
mengalami
berhubungan
tanpa
adanya
untuk beraktivitas
berarti, tetapi perdarahan
dengan
komplikasi
Kaji
masif
kelemahan,
Kriteria hasil: klien
aktivitas terhadap
untuk mencegah kondisi
penurunan
dapat
kondisi
klien lebih buruk
sirkulasi
dalam aktivitas yang
uterus/kandunga
diinginkan/diperlukan, 3.
Bantu klien untuk
peningkatan vaskularisasi
melaporkan
memenuhi
dan
kebutuhan
reproduksi
2.
berpartisipasi
peningkatan toleransi
dalam aktivitas
tingkat 1. Mungkin
pengaruh
aktivitas
yang dapat diukur
perlu
2. Aktivitas
merangsang
pulsasi
organ
klilen
secara optimal
melakukan
klien, sesuai
dengan
kondisi
pada
Mola
Hidatidosa,
istirahat
mutlak sangat diperlukan
kemampuan/kondi 5. Menilai si klien 5.
diwaspadai
Bantu klien untuk 4. Mengoptimalkan
tindakan
tidak
perubahan
sehari- 3. Mengistiratkan
hari 4.
klien
kondisi
umum
klien
Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
5
Gangguan rasa Tujuan : Klien dapat nyaman (Nyeri) beradaptasi
dengan
berhubungan
nyeri yang dialami
dengan
Kriteria hasil :
kerusakan
-
1. Kaji kondisi nyeri yang
dialami
klien
1. Pengukuran nilai ambang nyeri
dapat
dengan
2. Terangkan nyeri
Klien
yang
diderita
jaringan
mengungkapkan
klien
dan
intrauteri
nyeri
penyebabnya
skala
dilakukan maupun
diskripsi 2. Meningkatkan
koping
klien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri
hilang/berkurang
3. Kolaborasi
3. Mengurangi
-
Tampak rileks
pemberian
terjadinya
-
Mampu
analgetika
dilakukan
onset nyeri
dapat dengan
beristirahat
pemberian analgetika oral
dengan tepat
maupun sistemik dalam spectrum luas/spesifik .
6
Cemas
Tujuan
berhubungan
terjadi
dengan
:
Tidak
kecemasan,
kurang pengetahuan klien dan
pengetahuan.
keluarga
terhadap
penyakit meningkat
1. Kaji
tingkat
menjadi
epsi
peningkatan rasa cemas.
klien
dan
keluarga terhadap penyakit.
dapat derajat
menyebabkan
penurunan
Klien tenang
kecemasan yang
objektif
-
Klien
dialami klien.
penyakit.
memahami
-
dasar
2. Kecemasan yang tinggi
-
dapat
dapat
pengetahuan/pers
2. Kaji
Kriteria hasil :
1. Ketidaktahuan
3. Bantu
klien
penialaian
klien
tentang
3. Pelibatan klien secara
informasi tentang
mengidentifikasi
aktif
penyakitnya
penyebab
keperawatan merupakan
kecemasan.
support yang mungkin
Klien menerima kondisinya
dapat
4. Asistensi
klien
dalam
tindakan
berguna bagi klien dan
menentukan
meningkatkan kesadaran
tujuan perawatan
diri klien.
bersama. 5. Terangkan
4. Peningkatan
nilai
hal-
objektif
terhadap
hal seputar Mola
masalah
berkontibusi
Hidatidosa yang
menurunkan kecemasan.
perlu oleh
diketahui klien
keluarga.
dan
5. Konseling
bagi
klien
sangat diperlukan bagi klien
untuk
meningkatkan pengetahuan
dan
membangun
support
system keluarga; untuk mengurangi
kecemasan
klien dan keluarga.
IV.
Pelaksanaan (Implementasi) Pelaksanaan asuhan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan sebelumnya
V.
Evaluasi Evaluasi dilakukan sesuai dengan kriteria yang ingin dicapai pada intervensi sebelumnya, untuk mengetahui apakah asuhan keperawatannya berhasil atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2007.
Kelainan
Kehamilan
Molahidatidosa.
(Dalam
:http://cakmoki86.wordpress.com/2007/02/16/hamil-anggur-apaan-sih/). Diakses pada tanggal 12 Maret 2014
Anonim.
2012.
Laporan
Pendahuluan
Mola
Hidatidosa.
(Dalam
:http://duniakita777.blogspot.com/2012/04/laporan-pendahuluan-molahidatidosa.html). Diakses pada tanggal 12 Maret 2014
Anonim.
2013.
Mola
Hidatidosa.
(Dalam
:http://dokterbagus.wordpress.com/2013/08/23/mola-hidatidosa-hamilanggur/). Diakses pada tanggal 12 Maret 2014.
Carpenito, Lynda. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan. EGC: Jakarta
Hamilton, C. Mary. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC : Jakarta.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC : Jakarta
Watiaj, harna. 2008. Asuhan Keperawatan Mola Hidatidosa. (Dalam : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/05/10/askep-mola-hidatidosa/) Diakses pada tanggal 12 aret 2014