BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN
1.1 Definisi Efusi pleura adalah adanya cairan yang berlebihan dalam rongga pleura baik transudat maupun eksudat (Davey, 2005). Efusi pleura adalah istilah yang digunakan untuk penimbunan cairan dalam rongga pleura (Price, 2005). Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002). 1.2 Epidemiologi Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam cairan pleura. 1.3 Etiologi Menurut jenis cairan yang terakumulasi efusi pleura dapat dibedakan menjadi : 1. Transudat (filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh). Penyakit yang menyertai transudat : 1. Gagal jantung kiri. 2. Sindrom nefrotik. 3. Obstruksi vena kava superior 4. Asites pada serosis hati 5. Sindrom meig’s (asites dengan tumor ovarium).
2. Eksudat (ekstravasasi cairan kedalam jaringan). Cairan ini dapat terjadi karena adanya : 1. Infeksi 2. Neoplasma/tumor 3. Infark paru Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. 1.4 Tanda dan Gejala 1. Sesak napas, merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan. Mengindikasikan efusi luas, namun biasanya <500ml. 2. Nyeri dada pleuritik (pneumonia), biasanya dideskripsikan sebagai nyeri tajam atau menusuk, terutama saat inspirasi dalam. 3. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak. 4. Batuk, biasanya nonproduktif 5. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, dan banyak sputum. 6. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan. 7. Dispneu bervariasi. 8. Perkusi meredup diatas efusi pleura 9. Ruang intercostals menonjol (efusi yang berat). 10. Fremitus vokal dan raba berkurang 11. Suara napas berkurang di atas efusi pleura. 1.5 Patofisiologi Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura.Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter per hari. Terkumpulnya cairan
di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan eksudat pleura.Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi cairan ini juga mengandung banyak sel darah putih. Sebaliknya transudate kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga berat jenisnya rendah. (Guytondan Hall , 1997)
1.6 Clinical Pathways
1.7 Pemeriksaan Diagnostik 1. Rontgen dada Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan. 2. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor. 3. Torakosentesis Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal). 4. Biopsi Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. 5. Bronkoskopi Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul. 1.8 Penatalaksanaan Medis 1. Aspirasi cairan pleura Pungsi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa efusi plura yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping itu pungsi ditujukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita. 2. Water Seal Drainage Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi bila WSD ini dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan. 3. Penggunaan obat-obatan Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan
kembali
cairan,
dan
untuk
menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
BAB 2. ASUHAN KEPARAWATAN
2.1 Identitas Klien pada tahap ini perawat perlu mengetahui identitas klien seperti nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, dan status pekerjaan. 2.2 Keluhan Utama Pasien mengatakan bahwa mengalami sesak nafas, rasa berat pada dada, batuk (batuk non produktif), dan nyeri (nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisir terutama pada saat batuk dan bernafas). 2.3 Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri, rasa berat pada dada, dan berat badan menurun. 2.4 Riwayat Kesehatan Terdahulu Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita TB paru, pneumonia, gagal jantung, dan sebagainya. Hal ini perlu diketahui untuk mengetahui kemungkinan adanya factor predisposisi. 2.5 Riwayat Penyakit Keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit efusi pleura yang disebabkan oleh Ca Paru, TB Paru dan sebagainya. 2.6 Pengkajian Keperawatan 1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pasien tidak mengetahui tentang informasi dari penyakit yang dideritanya. Pasien menganggap bahwa penyakitnya hanya factor kelelahan. Setelah diberikan pendidikan kesehatan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit pasien mengetahui informasi penyakitnya. 2. Pola nutrisi/metabolic Pasien mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas, keadaan pasien secara umum lemah. 3. Pola eliminasi Pasien lebih banyak bed rest sehingga menimbulkan konstipasi, hal ini disebabkan oleh menurunnya peristaltic otot di usus dan kolon. 4. Pola aktivitas dan latihan Aktivitas Harian (Activity Daily Living) Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 Makan/minum Toileting x Berpakaian x Mobilitas di tempat tidur Berpindah x Ambulasi/ROM x Ket : 0: tergantung total, 1: bantuan petugas dan alat, petugas, 3: bantuan alat, 4: mandiri
4 x x 2: bantuan
5. Pola tidur dan istirahat Akibat nyeri dada dan sesak nafas berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat. Serta perubahan kondisi lingkungan dimana di rumah sakit banyak orang-orang yang mondar-mandir. 6. Pola kognitif dan perceptual Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan
bahwa
penyakitnya
adalah
penyakit
berbahaya dan mematikan. 7. Pola persepsi diri Pasien tidak ingin terlalu dekat dengan orang sekitar karena takut menularkan penyakit yang dideritanya. 8. Pola seksualitas dan reproduksi Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah. 9. Pola peran dan hubungan Pasien lebih memilih untuk tidur dan tidak berinteraksi dengan lingkungan sekitar. 10. Pola manajemen koping-stress Mengalami stress yang ringan baik emosional maupun fisik. 11. System nilai dan keyakinan Pasien tidak melaksanakan ibadahnya dikarenakan kondisi badan yang lemah. 2.7 Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan Umum Tingkat kesadaran
pasien
perlu
dikaji,
bagaimana
penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap
petugas,
bagaimana
mood
pasien
untuk
mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. 2. Mata: Terdapat lingkar hitam pada mata (sianosis)
3. Hidung: Terdapat pernafasan cuping hidung 4. Dada a. Suara pekak atau menurunnya resonansi pada perkusi b. Suara pernafasan berkurang atau menghilang c. Tactile fremitus melemah d. Egofoni e. Suara gesekan pleura f. Pengembangan rongga torak yang asimetris sehingga sisi yang mengalami efusi terjadi ketinggalan bernafas (Hoover sign). g. Pergeseran mediastinum hanya terlihat pada efusi yang masif (>1000 mL). Pada gambaran radiologi dijumpai adanya pergesaran trakea dan mediastinum ke arah kontra lateral lesi efusi. h. Pada jantung terdengar S3 gallop i. Abdomen: massa intra abdomen atau nodul pada payudara j. Ekstremitas: dapat mengalami edema, bahkan edema anasarka 2.8 Pemeriksaan Penunjang dan laboratorium Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain : a) Pemeriksaan Biokimia Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut : Transudat Kadar
protein
Eksudat
dalam < 3
>3
effusi 9/dl Kadar protein
dalam < 0,5
> 0,5
effuse Kadar
dalam -
> 200
protein
serum Kadar LDH dalam effusi < 200
> 200
(1-U) Kadar LDH dalam effusi
< 0,6
> 0,6
< 1,016
> 1,016
Kadar LDH dalam serum Berat jenis cairan effusi
Rivalta
Negatif
Disamping
pemeriksaan
tersebut
Positif diatas,
secara
biokimia
diperiksakan juga cairan pleura : -
Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakitpenyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma
-
Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b) Analisa cairan pleura -
Transudat
: jernih, kekuningan
-
Eksudat
: kuning, kuning-kehijauan
-
Hilothorax
: putih seperti susu
-
Empiema
: kental dan keruh
-
Empiema anaerob
: berbau busuk
-
Mesotelioma
: sangat kental dan berdarah
c) Perhitungan sel dan sitologi Leukosit 25.000 (mm3)
: empiema
Banyak Netrofil
:pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Banyak Limfosit Eosinofil meningkat
:tuberculosis, limfoma, keganasan. :emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit
:mengalami
peningkatan
10000/ mm3 cairan
1000tampak
kemorogis. Bila erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan). Misotel banyak
:Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi
: Hanya
50 - 60 % kasus- kasus
keganasan dapat ditemukan sel ganas.
d)
Bakteriologis Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter.
2.9 Problem List NO Hari/Tanggal
Data
Subjektif/Data Etiologi
. 1.
Selasa,
Objektif DS : pasien mengatakan Transudasi
11/05/15
sesak napas
Penumpukan
Problem
Paraf& Nama
Pola cairan
dlm
nafas
tidak
efektif
DO : penurunan tekanan rongga pleura inspirasi/ekspirasi, nafas pendek,
penurunan
Ekspansi paru
kapasitas vital, respirasi Frekuensi paru 2.
Selasa,
>24x/menit Pola nafas tidak efektif DS : pasien mengatakan Transudasi
11/05/15
nyeri pada bagian dada
Penumpukan
cairan
Nyeri kronis dlm
DO : pasien memegang rongga pleura dadanya pasien
ketika tidak
nyeri,
tidur, perubahan dalam nafsu makan 3.
Selasa,
Ekspansi paru
nyenyak Frekuensi paru Sesak nafas
Nyeri dada DS : pasien mengatakan Transudasi
Ketidakseimbanga
11/05/2015
nyeri pada bagian perut
n Penumpukan
DO
:
kurang
nafsu
cairan
dlm
rongga pleura
pucat
konjungtiva
Ekspansi paru Frekuensi paru Sesak nafas Nafus makan Ketidakseimbangan
dari tubuh
makan, bising usus yang berlebih,
nutrisi
nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
kurang
kebutuhan
2.10 Prioritas Diagnosa Keperawatan 1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan) dan frekuensi paru yang ditandai dengan sesak nafas, nafas pendek. 2. Nyeri kronis b.d sesak nafas yang ditandai dengan nyeri pada bagian dada dan perubahan pola tidur. 3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan, sesak nafas yang ditandai dengan nyeri pada bagian abdomen.
2.11 No. 1.
Nursing Care Plan
Hari/Tgl/
Diagnosa
Jam Senin,
Keperawatan Pola nafas tidak efektif
11/05/15 08.00
b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan) dan frekuensi paru yang ditandai dengan sesak nafas, nafas pendek.
Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal Kriteria hasil : 1. Tidak ditemukannya akumulasi cairan dan tidak ada dipsneu 2. Irama nafas, frekuensi nafas dalam rentang normal 3. Tanda-tanda vital dalam rentang
Intervensi
Rasional
Paraf& Nama
1. Identifikasi faktor penyebab. 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (posisi semi fowler) 3. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi. 4. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien). 5. Kolaborasi dengan tim
1. Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat. 2. Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal. 3. Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan,
medis lain untuk
kita dapat mengetahui
pemberian O2 dan obat-
sejauh mana perubahan
obatan serta foto thorax.
kondisi pasien.
normal
4. Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru. 5. Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya
2.
Senin,
Nyeri kronis b.d sesak
11/05/15 08.00
nafas yang ditandai dengan nyeri pada bagian dada dan perubahan pola tidur.
Tujuan : Nyeri kronis pasien berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan Kriteria hasil : 1. Tidak ada ganguan tidur
1. Lakukan pengkajian
kembang paru. 1. Mengetahui penyebab
nyeri secara
timbul rasa nyeri, kualitas
komprehensif
nyeri, lokasi nyeri, skala
menggunakan PQRST 2. Observasi nonverbal dari ketidaknyamanan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
nyeri, dan waktu nyeri yang dirasakan pasien. 2. Masih ada atau tidakkah nyeri yang dirasakan pasien
2. Tidak ada ekspresi menahan nyeri
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 5. Kolaborasikan dengan
3. Memahami nyeri yang dirasakan pasien 4. Menurunkan rasa nyeri akibat lingkungan 5. Pemberian obat analgesic yang diresepkan oleh dokter dan teknik non farmakologi oleh perawat
dokter jika ada keluha dan tindakan nyeri tidak 3.
Senin,
Ketidakseimbangan
11/05/15 08.00
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan, sesak nafas yang ditandai dengan nyeri pada bagian abdomen.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien teratasi Kriteria hasil : 1. Konsumsi lebih dari 40% jumlah
berhasil 1. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi 2. Auskultasi suara bising usus 3. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering 4. Kolaborasi dengan tim
makanan 2. Berat badan
gizi dalam pemberian
normal
TKTP 5. Kolaborasi dengan dokter
1. Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaan dan kebiasaannya 2. Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi pencernaan 3. Makanan dalam porsi
atau konsultasi untuk
kecil tidak
melakuka pemeriksaan
memubutuhkan energy,
laboratorium albumin dan
banyak selingan
suplemen nutrisi lainnya
memudahkan reflek 4. Diet TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody 5. Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambahkan asam lemak dalam tubuh
DAFTAR PUSTAKA Davey, Patrick.2005.At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga. Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. Potter, P.A.,& Perry A.G.(2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed6. Jakarta. EGC. 2005. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002. Wilkinson, J.M., & Ahern N.R.,(2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC Edisi kesembilan. Jakarta: EGC.