I.
Latar Belakang
Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Menurut SUSENAS 2001 penyebab kematian utama pada periode neonatal (bayi umur <28 hari) adalah prematuritas disertai berat lahir rendah (29,2 persen), asfiksia lahir (27 persen), tetanus neonatorum (9,5 persen), masalah pemberian makan (9,5 persen), kelainan kongenital (7,3 persen), gangguan hematologi/ikterus (5,6 persen), pnemonia (2,8 persen), dan sepsis (2,2 persen). Dari data ini menunjukkan bahwa asfiksia lahir berada pada tingkat tertinggi kedua setelah BBLR. Di RSUD Gunung Jati Cirebon data pasien rawat inap di Ruang NICU menunjukkan jumlah pasien dengan kasus kegawatan pernafasan serta kematian neonatus yang terjadi selama Bulan Desember 2004 sampai dengan bulan Februari 2005. Data tersebut menunjukkan prosentase yaitu RDS dan asfiksia neonatorum sebesar 72,2 % pada bulan Desember 2004, pada bulan Januari 2005 sebesar 81,5 % dan 85,7 % pada bulan Februari 2005. Begitu pula data pasien rawat inap Ruang Perinatologi menggambarkan bahwa sebagian besar neonatus yang dirawat berpotensi mengalami kegawatan pernafasan. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar neonatus yang dirawat adalah penderita gangguan pernafasan yang berpotensi mengalami kegawatan pernafasan yang bisa menimbulkan kecacatan atau bahkan kematian.
II.
Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan pendahuluan tentang asfiksia neonatorum ini adalah sebagai media pembelajaran untuk persiapan mahasiswa secara kognitif, motorik dan afektif dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan asfiksia neonatorum. Dengan demikian, mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara tepat dan komprehensif sehingga dapat membantu klien proses pemulihan klien dan memperpendek masa perawatan serta memperlakukan klien anak sesuai dengan tumbuh kembangnya.
III.
Tinjauan Pustaka
A. Definisi Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005). Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998) Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000) Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001) Jadi, Asfiksia neonatorum adalah keadan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH). B. Etiologi Keadaan asfiksia terejadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi seperti pengembangan paru – paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah : 1. Asfiksia dalam kehamilan a. Penyakit infeksi akut b.
Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius d. Uraemia dan toksemia gravidarum e. Anemia berat f.
Cacat bawaan
g. Trauma 2. Asfiksia dalam persalinan a. Kekurangan O2. i. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri) ii. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri. iii. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta. iv. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul. v. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya. vi.
Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
vii. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri. b. Paralisis pusat pernafasan i. Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps ii. Trauma dari dalam : akibat obat bius. Sedangkan menurut Betz et al. (2001), asfiksia dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu : 1. Faktor ibu a. Hipoksia ibu Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. b. Gangguan aliran darah uterus Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi. 2. Faktor plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin. 4. Faktor neonatus Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru. C. Patofisiologi Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsurangsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat brnapas kembali secara teratur maka bayi mengalami asfiksia ringan. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob yaitu glikolisis glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik karena gangguan metabolisme asam basa, Biasanya gejala ini terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan darah bayi juga mulai menurun
dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini, Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/ persalinan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian O2 tidak dimulai segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby) Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia) Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. 3. Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan
henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat. Pemeriksaan apgar untuk bayi : Nilai 0-3 : Asfiksia berat Klinis
0
1
2
Detak jantung
Tidak ada
< 100 x/menit
>100x/menit
Pernafasan
Tidak ada
Tak teratur
Tangis kuat
Refleks saat jalan
Tidak ada
Menyeringai
Batuk/bersin
Lunglai
Fleksi ekstrimitas
Fleksi kuat
(lemah)
gerak aktif
Tubuh merah
Merah seluruh
ekstrimitas biru
tubuh
nafas dibersihkan Tonus otot
Warna kulit
Biru pucat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang Nilai 7-10 : Normal Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)
D. Pathway Persalinan lama, lilitan tali pusat Presentasi janin abnormal
Paralisis pusat pernafasan
factor lain : anestesi, obat-obatan narkotik
ASFIKSIA Janin kekurangan O2 Dan kadar CO2 meningkat
paru-paru terisi cairan
Nafas cepat Bersihan jln
Pola nafas
nafas tidak
inefektif
Apneu
suplai O2 Ke paru
efektif
suplai O2 dlm darah Resiko
Kerusakan otak G3 metabolisme & perubahan asam basa
ketdkseimban
DJJ & TD Janin tdk bereaksi Terhadap rangsangan
Kematian bayi
Proses keluarga terhenti
gn suhu tubuh
Asidosis respiratorik G3 perfusi ventilas i
Resiko cedera
Kerusakan pertukaran gas
E. Manifestasi klinik 1. Pada Kehamilan Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium. a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat 2. Pada bayi setelah lahir a. Bayi pucat dan kebiru-biruan b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada c. Hipoksia d.
Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung f. Kegagalan sistem multiorgan g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik, kejang, nistagmus dan menangis kurang baik/tidak baik F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Foto polos dada 2. USG kepala 3. Laboratorium : darah rutin( Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit 4. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna. 5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
G. Penatalaksanaan Medis Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi : 1. Memastikan saluran nafas terbuka : a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea c. Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka 2. Memulai pernapasan : a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi. b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif 3. Mempertahankan sirkulasi darah : Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus : 1. Tindakan umum a. Pengawasan suhu b. Pembersihan jalan nafas c.Rangsang untuk menimbulkan pernafasan 2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 24ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas. b. Asfiksia sedang Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat. H. Proses Keperawatan 1. PENGKAJIAN a. Sirkulasi i.
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
ii.
Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
iii.
Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
iv.
Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi Dapat berkemih saat lahir. c. Makanan/ cairan i.
Berat badan : 2500-4000 gram
ii.
Panjang badan : 44-45 cm
iii.
Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori i.
Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
ii.
Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
iii.
Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
e. Pernafasan i.
Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 710.
ii.
Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
iii.
Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
f. Keamanan i.
Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
ii.
Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
C. PRIORITAS KEPERAWATAN • Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif.
• Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh. • Mencegah cidera atau komplikasi. • Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Data Obyektif (O) :
Problem Etiologi Diagnosa Bersihan jalan Produksi mucus Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
a. Terdengar suara nafas nafas inefektif.
yang banyak.
produksi mukus banyak
tambahan b. Terdengar
ronkhi
basah
ketika
auskultasi c. RR > 24 kali per 2.
menit Obyektif (O) :
Pola
nafas Hipoventilasi
a. Ekspansi dada tidak inefektif.
Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/
/hiperventilasi
hiperventilasi
sama kanan kiri b. RR cepat > 24 kali per menit c. Terdengar suara nafas 3.
4.
tambahan Obyektif (O) :
Kerusakan
Ketidakseimbangan Kerusakan
pertukaran
gas
b.d
a. RR cepat > 24 kali per pertukaran gas.
perfusi ventilasi
ketidakseimbangan perfusi ventilasi
menit Obyektif (O) :
Anomali
Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak
Risiko cedera.
a. Anak tampak rewel
kongenital
b. Tampak cedera pada
terdeteksi
anggota tubuh anak
tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada atau agen-agen infeksius
tidak
teratasi
pemajanan
pada
agen-agen 5.
6.
infeksius. Kurangnya
Obyektif (O) :
Risiko
a. Suhu anak < 365 0 C
ketidakseimbangan O2 dalam darah.
b. Anak tampak rewel Obyektif (O) :
suhu tubuh. Proses keluarga Pergantian terhenti.
status
suplai Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
dalam Proses keluarga terhenti b.d pergantian
kesehatan dalam status kesehatan anggota keluarga.
E. INTERVENSI KEPERAWATAN No. Diagnosa Keperawatan dan Tujuan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
Intervensi Rasional 1. Tentukan kebutuhan oral/ 1. Untuk memungkinkan reoksigenasi. suction tracheal. 2. Auskultasi
keperawatan, bersihan jalan nafas
sebelum
kembali efektif.
suction.
Dengan kriteria hasil : a. Tidak menunjukkan demam b. Tidak menunjukkan cemas c. Rata-rata repirasi dalam batas normal d. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas
suara dan
nafas 2. Pernapasan bising, ronki dan mengi sesudah
menunjukkan tertahannya secret.
3. Beritahu keluarga tentang 3. Membantu memberikan informasi yang suction.
benar pada keluarga.
4. Bersihkan daerah bagian 4. Mencegah obstruksi/aspirasi. tracheal setelah suction selesai dilakukan. 5. Monitor
status
oksigen 5. Membantu
untuk
mengidentifikasi
pasien,
status
perbedaan status oksigen sebelum dan
e. Tidak ada suara nafas tambahan
hemodinamik
segera
sesudah suction.
f. Mudah dalam bernafas.
sebelum,
selama
dan
g. Tidak menunjukkan kegelisahan.
sesudah suction
h. Tidak adanya sianosis. i. PaCO2 dalam batas normal. j. PaO2 dalam batas normal. 2.
k. Keseimbangan perfusi ventilasi Pola nafas tidak efektif b.d
1. Pertahankan
hipoventilasi/ hiperventilasi
jalan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
melakukan
keperawatan selama proses
lender
keperawatan diharapkan pola nafas
kepatenan 1. Untuk
nafas
2. Auskultasi
dengan
menghilangkan
mucus
yang
terakumulasi dari nasofaring, tracea.
pengisapan jalan
nafas 2. Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan
menjadi efektif
untuk mengetahui adanya
nafas obstruksi sekunder. Ronki dan
Kriteria hasil :
penurunan ventilasi
mengi
a. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif b. Ekspansi dada simetris
menyertai
obstruksi
jalan
nafas/kegagalan pernafasan. 3. Berikan oksigenasi sesuai 3. Memaksimalkan kebutuhan
bernafas
dan
menurunkan kerja nafas.
c. Tidak ada bunyi nafas tambahan d. Kecepatan dan irama respirasi 3.
dalam batas normal Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
1. Kaji bunyi paru, frekuensi 1. Penurunan nafas, kedalaman nafas
bunyi
nafas
dapat
menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama
dan produksi sputum
menunjukkan
proses
akumulasi
secret/ketidakmampuan
untuk
keperawatan diharapkan pertukaran gas
membersihkan jalan nafas yang dapat
teratasi
menimbulkan
Kriteria hasil :
pernafasan.
a. Tidak sesak nafas b. Fungsi paru dalam batas normal
peningkatan
kerja
2. Pantau saturasi O2 dengan 2. Penurunan kandungan oksigen (PaO2) oksimetri
dan/atau saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukkan
kebutuhan
untuk
intervensi/perubahan program terapi. 3. Berikan oksigen tambahan 3. Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang sesuai.
yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan
4.
Risiko cedera b.d anomali kongenital
1. Cuci
tangan
tidak terdeteksi atau tidak teratasi
sebelum
pemajanan pada agen-agen infeksius
merawat bayi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera
dan
ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar paru. setiap 1. Mengurangi kontaminasi silang. sesudah
2. Pakai sarung tangan steril
2. Mencegah penyebaran infeksi/kontaminasi silang.
3. Lakukan pengkajian fisik 3. Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada
dapat dicegah
secara rutin terhadap bayi
Kriteria hasil :
baru
a. Bebas dari cidera/ komplikasi
pembuluh darah tali pusat
b. Mendeskripsikan aktivitas yang
dan adanya anomaly
tepat dari level perkembangan anak
lahir,
perhatikan
4. Ajarkan keluarga tentang
c. Mendeskripsikan teknik
tanda dan gejala infeksi
pertolongan pertama
dan melaporkannya pada pemberi
bayi.
pelayanan
4. Membantu keluarga untuk mendapatkan pendidikan dan pengetahuan yang benar tentang tanda dan gejala infeksi begitu juga dengan penanganan yang benar.
kesehatan 5. Berikan agen imunisasi 5. Membantu memberi sesuai indikasi terhadap agen infeksi. (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila
serum
mengandung permukaan
ibu antigen
hepatitis
B
(Hbs Ag), antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).
kekebalan
anak
5.
Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh
1. Hindarkan
pasien
dari 1. Menghindari terjadinya hipitermia.
b.d kurangnya suplai O2 dalam darah
kedinginan dan tempatkan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
pada
keperawatan selama proses
hangat.
keperawatan diharapkan suhu tubuh normal Kriteria hasil :
lingkungan
yang
2. Monitor temperatur dan 2. Mengetahui terjadinya hipotermi. warna kulit. 3. Monitor TTV.
3. Perubahan
a. Temperatur badan dalam batas
tubuh. 4. Jaga
d. Perubahan warna kulit
tubuh
e. Bilirubin dalam batas normal
hangat.
temperatur
suhu 4. Menghindari terjadinya hipitermia.
bayi
tetap
5. Tempatkan Proses keluarga terhenti b.d pergantian
agar BBL
pada 5. Mambantu
BBL
tetap
berada
pada
inkubator bila perlu. keadaan yang sesuai dengan keadaannya. 1. Buat hubungan dan akui 1. Mambantu orang terdekat untuk
dalam status kesehatan anggota
kesulitan
keluarga
keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
yang
regulasi ataupun metabolisme dalam
b. Tidak terjadi distress pernafasan
6.
vital
signifikan akan mempengaruhi proses
normal c. Tidak gelisah
tanda-tanda
situasi
pada
menerima
apa
yang
terjadi
dan
berkeinginan untuk membagi masalah dengan staf.
keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping
2. Tentukan
pengetahuan 2. Sediakan
akan situasi sekarang.
informasi
untuk
memulai
perencanaan perawatan dan membuat
keluarga adekuat
keputusan. Kurangnya informasi dapat
Kriteria Hasil :
mengganggu respons pemberi/penerima
a. Percaya dapat mengatasi masalah.
asuhan terhadap situasi penyakit.
b. Kestabilan prioritas.
3. Ikutsertakan
orang 3. Informasi dapat mengurangi perasaan
c. Mempunyai rencana darurat.
terdekat dalam pemberian
tanpa
d. Mengatur ulang cara perawatan.
informasi,
pemecahan
Keikutsertaan dalam perawatan akan
e. Status kekebalan anggota keluarga.
masalah dan perawatan
meningkatkan perasaan kontrol dan harga
f. Anak mendapatkan perawatan
pasien
diri.
tindakan pencegahan. g.
Akses perawatan kesehatan.
h. Kesehatan fisik anggota keluarga
kemungkinan.
sesuai
harapan
dan
tidak
berguna.