A.
B.
PENGERTIAN PENGERTI AN Asfiksia Neonatus Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989) Asfiksia neonatus neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998) Asfiksia neonatus neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000) Asfiksia berarti berarti hipoksia yang yang progresif, penimbunan penimbunan CO2 dan asidosis, asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu terlalu jauh dapat mengakibatkan mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. kematian. Asfiksia Asfiksia juga dapat mempengaruhi mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001) Asfiksia lahir lahir ditandai dengan hipoksemia hipoksemia (penurunan PaO2), PaO2), hiperkarbia (peningkatan (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH). ETIOLOGI Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah : 1. Asfiksia dalam kehamilan a. Penyakit infeksi akut b. Penyakit infeksi kronik c. Keracunan oleh obat-obat bius d. Uraemia dan toksemia gravidarum e. Anemia berat f. Cacat bawaan g. Trauma 2. Asfiksia dalam persalinan a. Kekurangan O2. • Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri) uteri ) • Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus -menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri. • Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta. • Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul. • Pemberian obat bius terlalu terlal u banyak dan tidak tepat pada waktunya. • Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta. • Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), (serotinus), disfungsi uteri. b. Paralisis pusat pernafasan • Trauma dari luar seperti oleh tindakan forseps • Trauma Trauma dari dalam : akibat obet bius. Penyebab asfiksia Stright (2004) 1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan iinfeksi. 2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama, persentasi janin abnormal. 3. Faktor plasenta, meliputi plasenta p revia, solusio plasenta, insufisiensi plasenta. 4. Faktor umbilikal, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat. 5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan kongenital, kesulitan kelahiran.
C.
PATOFISIOLOGI Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus ber langsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan da ri nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan
tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera. D.
PATHWAY
E.
KLASIFIKASI Tabel penilaian APGAR SCORE
Tanda Frekuensi Jantung Usaha bernafas Tanus otot Refleks Warna kulit F. G. H. I. J. K.
L. M. N. O. P.
0 Tidak ada
Skor APGAR 1 < 100 x/menit
2 > 100 x/menit
Tidak ada
Lambat tak teratur
Menangis kuat
Lumpuh Tidak ada Biru/pucat
Ekstremitas agak fleksi Gerakan aktif Gerakan sedikit Gerakan kuat/melawan Tubuh kemerahan, eks biru Seluruh tubuh kemerahan
Klasifikasi klinis APGAR SCORE : a. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3) Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung tidak ada atau < 100 x/ menit, tonus otot buruk/lemas, sianosis berat, tidak ada reaksi, respirasi tidak ada. b. Asfiksia ringan – sedang (Nilai APGAR 4 – 6) Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung < 100 / menit, tonus otot kurang baik atau baik , sianosis (badan merah, anggota badan biru), menangis. Respirasi lambat, tidak teratur. c. Bayi normal atau sedikit asfiksia 7 – 9 Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung > 100 / menit, tonus otot baik/ pergerakan aktif , seluruh badan merah, menangis kuat. Respirasi baik. d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 Bayi dianggap sehat, tidak perlu tindakan istimewa. MANIFESTASI KLINIK 1. Pada Kehamilan Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium. • Jika DJJ normal dan ad a mekonium : janin mulai asfiksia • Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia • Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat 2. Pada bayi setelah lahir a. Bayi pucat dan kebiru-biruan b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada c. Hipoksia d. Asidosis metabolik atau respiratori e. Perubahan fungsi jantung f. Kegagalan sistem multiorgan g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
Q.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Analisis gas darah ( ph kurang dari 7,20 ) Penilaian apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot ) Pemeriksaan EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi Pengkajian spesifik PENATALAKSANAAN a. Terapi suportif Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi : 1. Memastikan saluran nafas terbuka : A. Meletakkan bayi pada posisi yang benar. B. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea C. Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka 2. Memulai pernapasan : A. Lakukan rangsangan taktil B. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif C. Mempertahankan sirkulasi darah (Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan) D. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit ) Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus : Tindakan Umum
a. Pengawasan suhu b. Pembersihan jalan nafas c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan b.
Tindakan Khusus Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi, yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya Apgar. 1) Asfiksia berat (nilai Apgar 0 – 3) Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas. 2)
1. 2.
1. 2.
1. 2.
1. 2.
Asfiksia ringan – sedang (nilai Apgar 4 – 6) Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pa da ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat. Terapi Medikamentosa Epinefrin Indikasi: Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada respon. Sistotik Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu Volume Ekspander Indikasi: Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada respon dengan resueitasi. Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat. Jenis Cairan : Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah ban yak. Bikarbonat Indikasi: Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia. Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara i.v dengan kecepaten min 2 menit. Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak. Nalokson Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi pernapasan. Indikasi: 1. Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan narkotik 4 jam sebelurn pmsalinan. 2. Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil. 3. Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi. Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml) Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c KOMPLIKASI Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain : a. Edema otak & Perdarahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak. b. Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit. c. Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif. Koma d. Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak. BAB II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Keperawatan (Aehlert, 2005) 1. Anamnesis Identitas klien yang harus diketahui adalah nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayan orang tua, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, sosial ekonomi, asuransi kesehatan, riwayat penyakit saat ini.
Klien dengan asfiksia neonatorum akan mengalami aspirasi meconium, kesulitan bernapas, kelemahan kekuatan otot, warna kulit pucat, kemungkinan prematur. Perlu ditanyakan apakah kelahiran sebelumnya berakhir dengan kematian neonatal, riwayat ibu mengalami penyakit DM, hipertensi, tetani uteri atau malnutrisi, riwayat konsumsi alkohol, obat dan rokok. 2. Pengkajian Psikososial Pengkajian ini meliputi: validasi perasaan orang tua klien terhadap penyakit bayinya, cara orang tua klien mengatasi penyakit, perilaku orang tua klien/tindakan yang diambil ketika menghadapi penyakitnya. 3. Pemeriksaan Fisik a. Breathing/B1 1. Inspeksi Bentuk dada (barrel atau cembung), kesimetrisan, adanya insisi, selang dada atau penyimpangan lain. Pada klien dengan asfiksia akan mengalami usaha bernapas yang lambat sehingga gerakan cuping hidung mudah terlihat. Terkadang pernapsannya tak teratur bahkan henti napas 2. Palpasi Palpasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan paru yang adekuat. Bayi dengan penyakit congenital/bawaan perkembangan paru tidak baik atau hipoplasia. Sering terjadi di paru bagian kiri. 3. Perkusi Suara perkusi di area dada kiri terdengar lebih redup dan pekak. 4. Auskultasi Suara napas menurun sampai menghilang. Bunyi napas tak teratur bahkan lambat. b. Blood/B2 1. Inspeksi Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis normal yang berada pada ICS 5 pada linea medio calviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada/tidaknya pergeseran jantung. 2. Palpasi Palpasi dilakukan dengan menghitung denyut jantung (heart rate) dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur atau tidaknya denyut jantung. Selain itu, perlu juga memperhatikan adanya thrill (getaran ictus cordis). Memeriksa nadi lengan dengan meletakkan telunjuk dan jari tengah anda di bagian dalam siku bayi di sisi yang paling dekat dengan tubuh. 3. Perkusi Tindakan perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung (area yang bersuara pekak). Hal ini untuk menentukan adanya pergeseran jantung karena desakan diafragma bila terjadi kasus hernia diafragmatika. 4. Auskultasi Auskultasi dilakukan dengan menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau gallop, bunyi jantung III merupakan gejala payah jantung, murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah. Penderita asfiksia neonatal denyut jantung kurang dari 100/menit atau tidak terdengar sama sekali. c. Brain/B3
Ketika melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji dengan skala GCS. Fungsi sensorik seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan. Penderita asfiksia berat tidak akan menunjukkan respon GCS d. Bladder/B4 Pengukuran volume input/output urine dilakukan dalam hubungannya dengan intake cairan. Oleh karena itu perlu ditinjau adanya oliguria atau tidak karena dapat menjadi pertanda awal adanya syok. e. Bowel /B5 Ketika inspeksi dilihat bentuk abdomen yang membuncit/datar, tepi perut menonjol/tidak, umbilicus menonjol/tidak, ada benjolan massa/tidak. Pada klien biasanya didapatkan indikasi mual, muntah, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan. f. Bone/ B6 Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya edema peritibial, pemeriksaan capillary refill time, feel pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kekuatan otot untuk dibandingkan antara bagian kiri dan kanan. g. Antropometri Pengukuran dengan antropometri untuk mengetahui tanda kegawatan/abnormalitas utama. Berat bayi yang kurang dari normal dapat menjadi faktor resiko pada penderita asfiksia. C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL 1. Gangguan pertukaran gas b/d hipoksemia 2. Ketidakefektifan jalan napas b/d penurunan kemampuan batuk efektif 3. Risiko tinggi infeksi b/d prosedur infasif 4. Gangguan perfusi jaringan b/d kerusakan jaringan 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi tidak adekuat 6. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot pernapasan 7. Kecemasan b/d dengan koping tidak efektif 8. Gangguan tidur b/d sesak napas D. RENCANA INTERVENSI 1.Gangguan pertukaran gas b/d hipoksemia secara menetap (Muttaqin, 2008) Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan tidak terjadi gangguan pertukaran gas valuasi: rkan tidak adanya/penurunan dispnea enunjukkan tidak adanya gejala distress pernapasan enunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan AGD dalam rentang normal Rencana Intervensi Rasional Evaluasi tingkat kesadaran, skala Aspek penting perawatan Asfiksia APGAR adalah meningkatkan ventilasi. Tujuan modalitas terapi adalah member dukungan ventilasi sampai integritas membran alveoli-kapiler kembali baik. Dua tujuan tambahan adalah:
a. memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemia b. mengembalikan faktor etiologi yang mengawali penyebab distress pernapasan Lakukan pemberian terapi oksigen Akumulasi sekret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh Lakukan ventilasi mekanik Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik penting dan secara potensial mempunyai efek samping toksik. Jumlah oksigen yang diberikan harus peling rendah dari Fi 02 yang menghasilkan kandungan oksigen adekuat (misalnya kandungan oksihemoglobin > 90%) Monitor kadar hemoglobin Kebanyakan volume oksigen ditranspotasikan ke jaringan dalam ikatan dengan hemoglobin. Bila anemia terjadi, kandungan oksigen dalam darah menurun sebagai efek dari ventilasi mekanik dan suplemen. Pengukuran seri hemoglobin perlu untuk kalkulasi kandungan oksigen yang akan menentukan kebutuhan untuk transfusi sel darah merah Kolaborasi pemilihan pemberian cairan Tujuan utama adalah mempertahankan parameter fisiologis normal. Pengukuran berat badan harian akurat menjadi indicator penting terhadap ketidakseimbangan cairan Kolaborasi pemberian terapi Terapi menggunakan obat-obatan yang farmakologi bersifat surfactant (surface reactant) berfunngsi untuk menurunkan tegangan permukaan jaringan paru, bikarbonat natrium 4.2% (2-4 ml/kg bb)
2.Ketidakefektifan jalan napas b/d penurunan batuk efektif (Wong, 2004) Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan pasien menunjukkan jalan napas yang paten valuasi: enunjukkan jalan napas yang tetap bersih lien dapat mengeluarkan sekret tanpa stress dan keletihan
Rencana Intervensi Aspirasi jalan napas sesuai kebutuhan
Rasional Penghisapan dilakukan sampai 5 detik dengan waktu yang cukup di antara tindakan untuk memungkinkan reoksigenasi Beri posisi telentang dengan leher Posisi ini penting untuk menimbulkan sedikit ekstensi dan hidung menghadap tekanan positif pada paru ke atap Hindari posisi yang dapat menyebabkan Kondisi ini penting agar tidak terjadi obstruksi jalan napas penipisan oksigen Implementasikan penatalaksanaan Penyediaan alat kedaruratan siap pakai kedaruratan untuk obstruksi udara harus terpenuhi untuk prosedur RJP (Resusitasi Jantung Paru) dan ETT (Endotracheal Tube) Kolaborasi dalam pemberian terapi Terapi ini untuk mencegah aspirasi nebulizer, aerosol, ekspetorant karena volume yang besar dari sputum yang dapat tiba-tiba mengental
3. Risiko tinggi infeksi b/d prosedur infasif (Hidayat, 2008) alam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan pasien tidak terjadi infeksi valuasi: idak terjadi infeksi nosokomial Rencana Intervensi Rasional Memantau TTV Mengamati tanda-tanda fisik seperti: warna, sekresi, pola pernapasan, status kesadaran. Melakukan perawatan fisik seperti: Sputum yang menumpuk dapat menjadi suction media patologis untuk tubuh Memeriksa setting ventilator mekanik Pemeriksaan sehari 2x, bila ventilator dilepaskan. Melakukan setting ventilator dan tekanan alarm bila diperlukan Menjaga peralatan yang terpakai tetap Menyediakan intervensi keperawatan aseptik dengan teknik aseptik Menjaga eksterior tetap bersih dari Ruangan yang bersih akan menambah apapun kenyamanan dan mencegah infeksi
4. Gangguan perfusi jaringan b/d perfusi jaringan (Hidayat, 2008) alam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan p asien tidak terjadi gangguan perfusi jaringan renal valuasi: idak terjadi gangguan perfusi renal dengan memantau intake dan output normal
Rencana Intervensi Rasional Kaji komplikasi paru dengan TTV, Mengetahui adanya kelainan pada organ bunyi paru tambahan/tidak normal paru Pantau pengeluaran urine normal Menjaga metabolisme klien dalam tahap normal Pantau berat jenis urine Mengetahui adanya reabsobsi protein protein dalam urine lebih mudah memonitor kesehatan Pantau laboratorium urine lengkap Mengetahui kelainan patologis melalui urine Monitor pemeriksaan darah Mengetahui kelainan sel darah dan penyakit yang dapat memperparah kondisi klien Kolaborasi dalam pemberian diuretik Pertimbangan ini diperlukan bila tidak terjadi kelainan fungsi ginjal pada klien
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi tidak adekuat Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan pasien dapat meningkatkan nafsu makan valuasi: erjadi kenaikan berat badan harian Rencana Intervensi Rasional Kaji antropometri klien Mengetahui adanya kelainan pertumbuhan Mengukur berat badan harian Pertahankan status nutrisi adekuat Pertahankan intake kalori Asupan kalori dapat dilakukan secara intravena, total parenteral nutrition dengan menyediakan 80-120 Kcal/kg setiap 24 jam Pantau laboratorium urine lengkap Mengetahui kelainan patologis melalui urine Pertahankan gula darah Menghindari kondisi yang hipoglikemi Pertahankan input-output Mengetahui ada/tidaknya kekurangan cairan Memonitor gejala komplikasi Mengetahui sumber kehilangan nutrisi gastrointestinal atau kurangnya asupan nutrisi seperti: mual, muntah, diare, konstipasi
6. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot pernapasan Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan pasien dapat meningkatkan energi adekuat
valuasi: erjadi aktivitas peningkatan aktivitas Rencana Intervensi Kaji tingkat toleransi fisik klien
Rasional Bantu klien dalam memenuhi aktivitasnya Berikan aktivitas pengalihan Hibur klien dengan melibatkan keluarga sesuai kondisi dan kemampuan Berikan aktivitas bermain Bermain dapat mencegah kebosanan dan meningkatkan ketenangan Berikan periode istirahat dan tidur yang Klien dapat segera diistirahatkan bila sesuai terjadi kelelahan
7. Kecemasan b/d dengan koping tidak efektif Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan pasien dapat mengalami penurunan cemas valuasi: lien tidak menunjukkan bukti distres rang tua tetap bersama anak memberikan kenyamanan Rencana Intervensi Rasional Jelaskan pada orang tua prosedur dan Usahakan orangtua dapat mendampingi peralatan yang tidak dikenal anak Gunakan perilaku tenang dan Beri tindakan yang dapat memberikan menenangkan untuk mengurangi kenyamanan anak dengan membelai ansietas anak Berikan alat keamanan Mainan yang dikenal naka dapat diberikan, misalnya selimut Hindari tindakan yang mencemaskan Pertahankan sikap rileks orang tua Tingkatkan rasa percaya diri orang tua Libatkan dalam setiap tindakan perawatan klien 8. Gangguan tidur b/d sesak napas Dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan pasien dapat mencapai tidur berkualitas valuasi: lien tidak menunjukkan kelelahan: tenang, diam, rileks lien mendapatkan jumlah tidur yang cukup (14-18 jam/hari) Rencana Intervensi Rasional Beri lingkungan tenang Jadwalkan kunjungan agar klien istirahat cukup Atur aktivitas untuk waktu tidur yang Ikuti rutinitas anak yang biasanya maksimum selama waktu tidur, waktu istirahat
Anjurkan periode istirahat yang sering Frekuensi tidur yang teratur akan dan waktu tidur yang teratur membuat klien mudah tidur yang berkualitas Kolaborasi pemberian obat sedatif dan Indikasi terjadi kegelisahan dan rasa analgetik nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Fakultas
Kedokteran
Carpenito. 2001.
Buku
Universitas Indonesia.
Saku
Diagnosa
Jilid
Keperawatan.
3. Jakarta :
Edisi
8.
Informedika
Jakarta
:
EGC
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC http://bluesteam47.blogspot.com/2010/05/asuhan-keperawatan-asfiksia-neonatorum.html http://www.scribd.com/doc/31144164/ASKEP-ASFIKSIA-NEONATORUM
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/07/asfiksia-neonatarum/