HUBUNGAN ANTARA PARTUS LAMA DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD KABUPATEN BEKASI TAHUN 2013
PROPOSAL PENELITIAN
Disusun Oleh : Reza Ananda Pertiwi NPM 11.156.02.11.164
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA 2014
HUBUNGAN ANTARA PARTUS LAMA DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSUD KABUPATENBEKASI TAHUN 2013
PROPOSAL PENELITIAN Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Ahli Madya Kebidanan (A.Md.Keb) Pada Program Studi D III Kebidanan STIKes Medistra Indonesia
Disusun Oleh : Reza Ananda Pertiwi NPM 11.156.02.11.164
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA 2014
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah kesehatan di Indonesia khususnya kesehatan ibu dan anak masih cukup tinggi dalam menunjang pembangunan kesehatan. Hal tersebut terlihat dalam Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang masih tergolong tinggi. Pembangunan nasional merupakan tahapan beberapa proses pembangunan yang merata bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang sehingga terwujud
derajat
kesehatan
masyarakat
yang
setinggi-tingginya
bagi
masyarakat Indonesia pada umumnya dan kesehatan ibu dan anak pada khususnya. Masalah kematian ibu dan bayi di Indonesia yang masih tinggi merupakan fokus utama pemecahan masalah kesehatan di Indonesia. Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Ini berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan kesehatan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. Melihat derajat kesehatan anak yang rendah dengan tolak ukur Angka Kematian Bayi (AKB) yang masih tergolong tinggi maka perlu diperhatikan faktor penyebab terjadinya kematian bayi seperti dalam proses persalinan. Persalinan pada dasarnya merupakan proses alamiah tugas seorang ibu dan harus dihadapi. Dalam menjalani proses persalinan dapat menimbulkan
penyimpangan atau masalah, sehingga keadaan ini bukan saja menimbulkan risiko bagi ibu, tetapi juga berisiko terhadap bayinya. Masalah kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemerintah masih banyak yang belum terselesaikan. Menurut dr. Kirana Pritasari sebagai Direktur Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan RI dalam acara Seminar “Peningkatan Kualitas Asuhan Neonatus dalam Pelayanan Pela yanan Kesehatan” di Crowne Plaza Hotel, Jakarta, Rabu (27/2/2013) menyatakan bahwa angka kematian bayi kita saat ini 32 per 1.000 kelahiran hidup. Di angka ini, 19 per 1.000 terjadi pada masa neonatal sejak lahir sampai usia 28 hari (Diskes Jabar, 2013). Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga menantikannya selama 9 bulan. Dengan demikian, jika kondisi fisik dan sikap mental ibu terhadap kelahiran baik, maka proses persalinan relatif baik (Llewellyn, 2009: 223). Pada kenyataannya ketika persalinan dimulai, peranan ibu adalah melahirkan bayinya tapi disamping itu persalinan juga dapat
menimbulkan
berbagai
komplikasi.
Komplikasi
tersebut
akan
berpengaruh terhadap ibu bahkan terhadap bayinya sendiri. Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahunnya 120 juta bayi lahir didunia, secara global 4 juta (33 per 1000) bayi lahir mati dan 4 juta (33 per 1000) lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal lanjut). Kira-kira 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi mengalami asfiksia neonatorum, hampir 1 juta (27,78%) bayi ini meninggal (Tahir, dkk, 2012 ). Asfiksia neonatorum dimana kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang dtandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis (Maryunani dan Puspita, 2013: 296). Asfiksia neonatorum terjadi dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor persalinan yaitu partus lama. Partus lama yaitu persalinan yang lebih dari 24 jam sehingga menimbulkan komplikasi yang berpengaruh pada kondisi janin dalam rahim (Oxorn dan Forte, 2010 : 603). Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O 2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O 2 dan dalam menghilangkan CO 2. Terjadinya asfiksia seringkali diawali infeksi yang terjadi pada bayi baik pada bayi aterm terlebih pada bayi prematur, antara KPD dan asfiksia keduanya saling mempengaruhi (Tahir, dkk, 2012). Asfiksia termasuk dalam bayi baru lahir dengan risiko tinggi karena memiliki kemungkinan lebih besar mengalami kematian bayi atau menjadi sakit berat dalam masa
neonatal. Oleh karena itu asfiksia memerlukan
intervensi dan tindakan yang tepat untuk meminimalkan terjadinya kematian bayi, yaitu dengan pelaksanaan manajemen asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi membatasi gejala sisa berupa kelainan neurologi yang mungkin muncul, dengan kegiatan
yang difokuskan pada persiapan resusitasi, keputusan keputusan
resusitasi bayi baru lahir, tindakan resusitasi, asuhan pasca resusitasi, asuhan tindak lanjut pasca resusitasi dan pencegahan infeksi (Mulastin, 2012). Laporan WHO juga menyebutkan bahwa AKB kawasan Asia Tenggara merupakan kedua yang paling tinggi yaitu sebesar 142 per 1.000 setelah kawasan Afrika. Di tahun 2011, Indonesia merupakan negara dengan AKB
tertinggi kelima untuk negara ASEAN yaitu 35 per 1.000, dimana Myanmar 48 per 1.000, 1.000, Laos dan Timor Leste 46 per 1.000, Kamboja 36 per 1.000 ( Herianto, dkk. 2012 ). Menurut Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas 2010 ) AKI di Indonesia adalah 214 per 100.000 kelahiran hidup. Di negara maju hanya 27/100.000 kelahiran hidup sementara itu di negara berkembang AKI kira-kira mencapai 18 kali lebih tinggi sekitar 480/100.000 kelahiran hidup (Rosdiana,2013). Sedangkan berdasarkan data SDKI tahun 2012 Angka Kematian Bayi berkisar 32/1000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Ibu berkisar 359/100.000 kelahiran hidup (Nurrizka dan Saputra, 2013). Hasil data survei Depkes Provinsi Jawa Barat tahun 2012, Angka Kematian Bayi berkisar 5,2 per 1000 kelahiran hidup sedangkan Angka kematian Ibu berkisar 86,3 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan menurut data Departemen Kesehatan Jawa Barat di Kabupaten Bekasi tahun 2012 terdapat 138 138 kasus AKB dan 44 kasus AKI (Depkes, 2012). Secara global 80 % kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung. Pola penyebab langsung dimana-mana sama (perdarahan 25 %, biasanya perdarahan pasca persalinan), sepsis 15%, hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%) dan sebab lain (8 %) (Prawirohadjo, 2011 : 54). Tingginya Angka Kematian Bayi disebabkan oleh asfiksia neonatorum (49-60 %), infeksi (24-34 %), permaturus/BBLR (Berat Badan LahirRendah) (15-20 %), trauma persalinan (2-7%) dan cacat bawaan (1-3%) (Aprilia dan Ramadhan, 2012).
Penelitian oleh Aprilia dan Ramadhan (2012), menunjukan dari keseluruhan ibu yang mengalami persalinan macet yaitu sebanyak 32 orang sebagian besar bayinya mengalami asfiksia yaitu sebanyak 24 bayi (75,0%), sedangkan dari keseluruhan ibu yang tidak mengalami persalinan macet yaitu sebanya 55 orang sebagian besar bayinya tidak mengalami asfiksia yaitu sebanyak 29 bayi(52,7%). Berdasarkan hasil penelitian lain oleh Mardani dan Putri (2012), didapatkan kejadian partus lama paling banyak terjadi pada primigravida yaitu 69 kasus (61,6%). Kejadian asfiksia neonatorum paling banyak terjadi pada bayi yang dilahirkan oleh ibu primigravida yaitu 16 kasus (80%). Dengan kesimpulan signifikan antara antara
dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang
partus lama dengan kejadian asfiksia neonatorum pada
primigravida dan multigravida. Berdasarkan study pendahuluan pada tanggal 12 Mei 2014 yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi, peneliti memperoleh data angka kejadian partus lama dan asfiksia tahun 2013 yaitu terdapat 79 kasus asfiksia dan 183 kasus partus lama selama tahun tahun 2013 (Data Sekunder Sekunder Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Bekasi tahun 2013). Tingginya angka kematian bayi akibat asfiksia neonatorum tidak hanya berpengaruh terhadap kematian perinatal melainkan dapat berpengaruh terhadap morbiditas, potensi generasi akan datang, kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga dan bangsa. Keberadaan RSUD Kabupaten Bekasi merupakan salah satu RSUD rujukan pertama wilayah kerja Kabupaten Bekasi yang ditunjukan oleh angka kejadian partus lama dan asfiksia
neonatorum yang mengalami kenaikan setiap tahunnya menjadikan penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul hubungan antara partus lama dengan asfiksia neonatorum di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2013.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian adalah : Apakah terdapat hubungan antara partus lama dengan asfiksia neonatorum di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2013.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubunganantara partus lama dengan asfiksia neonatorum di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2013. 2. Tujuan Khusus
a. Diketahui distribusi frekuensi asfiksia neonatorum di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2013. b. Diketahui distribusi frekuensi partus lama di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2013. c. Diketahui
hubungan
antara
partus
lama
dengan
neonatorum di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2013.
asfiksia
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan
dapat
pengembangan
ilmu
diperoleh
data-data
pengetahuan
yang
ilmiah
untuk
berkaitan
dengan
hubungan antara partus lama dengan asfiksia neonatorum. 2. Manfaat Praktis
a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi masukan kepada RSUD
Kabupaten
Bekasi
untuk
mempertahankan
dan
meningkatkan pelayanan Kesehatan Ibu dan dan Anak (KIA) secara menyeluruh sesuai dengan program pemerintah. b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi kepada tenaga kesehatan khususnya bidan dalam memahami hubungan hubungan partus dengan asfiksia neonatorum. Dapat digunakan
untuk
menyusun
strategi
pencegahan
dan
penanggulangannya. penanggulangannya. c. Diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan khususnya ibu hamil agar selalu melakukan antenatal care secara teratur agar mudah dideteksi kelainan-kelainan yang terjadi misalnya saja seperti kelainan letak pada janin agar tidak terlambat dalam melakukan pertolongan persalinan.
E. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara partus lama dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Kabupaten Bekasi Tahun 2013. Dengan variabel independen partus lama dan dependen asfiksia neonatorum. Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD Kota Bekasi pada tanggal 16 - 21 Mei 2014. Pengumpulan data dilakukan di Medical Record RSUD Kabupaten Bekasi. Data yang dikumpulkan menggunakan studi dokumentasi sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah s urvey analitik dengan pendekatan restropektif dengan rancangan penelitian cross sectional.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Partus Lama 1. Definisi
Persalinan lama (partus lama) adalah persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam untuk primigravida dan atau 18 jam bagi multigravida (Manuaba, 2012 : 389). Persalinan lama disebut juga “distosia”, didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal/sulit (Prawirohardjo, 2011 :562). Komplikasi yang timbul karena perjalanan partus lama adalah mengalami dehidrasi karena tanpa makan dan minum serta berpengaruh pada kondisi janin dalam rahim. Janin dapat mengalami asfiksia ringan sampai terjadi kematian dalam rahim. Air ketuban keruh dan bercampur mekonium karena asfiksia dalam rahim (Manuaba, 2012 :391). a. Ketuban pecah dini ketika cervik masih menutup, keras dan belum mendatar b. Analgesi dan anasthesi yang berlebihan pada fase laten c. Wanita yang dependen, cemas dan ketakutan dengan orang tua yang menemaninya ke Rumah Sakit merupakan calon persalinan lama. Tipe wanita lainnya adalah wanita yang maskulin, masochistik yang kelihatannya menikmati rasa nyeri yang dialaminya. (Oxorn dan Forte, 2010 : 604).
2. Klasifikasi Partus Lama
a. Partus Lama dalam Kala I 1) Fase Laten Memanjang Fase
laten
yang
melampaui
waktu
20
jam
pada
primigravida atau waktu 14 jam pada multipara merupakan keadaan abnormal. Sebab-sebab fase laten yang memanjang yaitu cervix belum matang pada awal persalinan, posisi janin abnormal, disproporsi fetopelvik, persalinan disfungsional disfungsional dan pemberian sedatif yang berlebihan. (Oxorn dan Forte, 2010 : 607). Cervik yang belum matang hanya memperpanjang fase laten, dan kebanyakan cervik akan membuka secara normal begitu terjadi pendataran. Sekalipun fase laten berl angsung lebih dari 20 jam, banyak pasien mencapai dilatasi cervik yang normal ketika fase aktif dimulai. (Oxorn dan Forte, 2010 : 607). 2) Fase Aktif Memanjang Primigravida Pada Primigravida, fase aktif yang lebih panjang dari 12 jam merupakan keadaan abnormal. Yang lebih penting daripada panjangnya fase fas e ini adalah kecepatan dilatasi cervix. Laju yang kurang dari 1.2 cm per jam membuktikan adanya abnormalitis dan harus menimbulkan kewaspadaan dokter yang akan menolong persalinan tersebut. Pemanjangan
fase
aktif
menyertai
malposisi
janin,
disproporsi fetopelvik, penggunaan sedatif dan analgesik secara
tidak sesuai , dan ketuban pecah sebelum dimulainya persalinan. Keadaan ini diikuti oleh peningkatan kelahiran dengan forcepstengah, sectio caesarea dan cedera atau kematian janin. Periode aktif yang memanjang dapat dibagi menjadi dua kelompok
klinis
yang
utama
:
kelompok
yang
masih
menunjukkan kemajuan persalinan sekalipun dilatasi cervix berlangsung lambat dan kelompok yang benar-benar mengalami penghentian dilatasi cervix. (Oxorn dan Forte, 2010 2010 :608). 3) Fase Aktif Memanjang pada Multipara Berikut ini ciri-ciri partus lama pada multipara (Oxorn dan Forte, 2010 : 609): a) Insidennya kurang dari 1 % b) Mortalitasnya pada perinatalnya lebih tinggi dibandingkan pada primigravida dengan partus lama c) Jumlah bayi besar bermakna d) Malpresentasi menimbulkan permasalahan e) Prolapsus funikuli merupakan komplikasi f) Perdarahan postpartum berbahaya g) Ruptura uteri terjadi pada grande multipara h) Sebagian
besar
kelahirannya
berlangsung
pervaginam i) Ekstaksi forsep-tengah lebih sering dilakukan
spontan
b. Partus Lama dalam Kala II Begitu cervix mencapai dilatasi penuh, jangka waktu sampai terjadinyakelahiran tidak boleh melampaui 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multipara. Pengalaman menunjukan bahwa setelah batas waktu ini, morbiditas maternal dan fetal akan naik. Sekiranya terjadi gawat janin atau ibu, tindakan segera merupakan indikasi. 1) Etiologi a) Malpresentasi dan malposisi b) Persalinan tidak efektif 1) Primary inefficient uterine contaction 2) Kelelahan myometrium : inertia sekunder 3) Cincin kontraksi 4) Ketidakmampuan
atau
penolakan
pasien
untuk
mengejan 5) Anastesi berlebihan(Oxorn dan Forte, 2010 : 617).
3. Bahaya Partus Lama ( Oxorn dan Forte, 2010 : 616)
a. Bahaya bagi ibu 1) Meningkatkatnya insiden atonia uteri 2) Laserasi 3) Perdarahan 4) Infeksi 5) Kelelahan ibu dan shock
b. Bahaya bagi janin 1) Asfiksia akibat partus lama itu sendiri 2) Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin 3) Cedera akibat tindakan ektraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit 4) Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran
B. Asfiksia Neonatorum 1. Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis ( Maryunani dan Puspita, 2013 : 296). Definisi lain, asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak segera bernapas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan dan persalinan (Mochtar dan Sofian, 2012 : 291). Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO 2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Rukiyah dan Yulianti, 2013 : 249). Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal bernapas secara spontan spontan dan teratur segera
setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya t ubuhnya (Dewi, 2010 : 102). 2. Penyebab terjadinya Asfiksia menurut Mochtar dan Sofian, 2012 :291
a. Asfiksia dalam persalinan 1. Kekurangan 02, misalnya pada: a. Partus lama seperti serviks yang belum matang hanya memperpanjang fase laten, dan kebanyakan serviks akan membuka secara normal begitu terjadi pendataran . Sekalipun fase laten berlangsung lebih dari 20 jam, banyak pasien mencapai dilatasi serviks yang normal ketika fase aktif dimulai (Oxorn dan Forte, 2010 : 607). Dengan demikian semakin lama serviks membuka akan semakin lama
persalinan
dimulai
sehingga
bertambahnya
kemungkinan bayi lahir dengan asfiksia. b. Ruptura uteri yang membakat ; kontraksi uterus yang terus menerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta c. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta d. Prolapsus; tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul e. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat waktunya f. Perdarahan banyak, misalnya plasenta previa dan solusio plasenta
g. Kalau plasenta sudah tua dapat terjadi postmaturitas (serotinus), disfungsi uri. h. Paralisis tali pusat pernafasan, akibat trauma dari luar seperti karena tindakan forseps, atau trauma dari dalam seperti akibat obat bius.
3. Faktor – faktor faktor penyebab terjadinya asfiksia menurut Indrasti, 2012:
a. Faktor ibu 1) Preekslamsi dan ekslamsi 2) Perdarahan abnormal (plasenta previa, solusio plasenta) 3) Partus lama atau partus macet 4) Demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV) b. Faktor tali pusat 1) Lilitan tali pusat 2) Tali pusat pendek 3) Simpul tali pusat 4) Prolaps tali pusat c. Faktor bayi 1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu persalinan) 2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstaksi vakum, ekstraksi forcep) 3) Kelainan bawaan kongenital 4) Air ketuban bercampur mekoniu
4. Tanda dan Gejala Asfiksia Bayi Baru lahir menurut Dewi, 2010 : 102
a. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3) b. Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4-6) c. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10)
5. APGAR SCORE
A : Apprearance : Apprearance
= Rupa (warna kulit)
P : Pulse
= Nadi
G : Grimace
= =
Menyeringai
(akibat
repleks
kateter
dalam hidung) A : Activity : Activity
= Keaktifan
R : Respiration : Respiration
= Pernafasan
Tabel 2.1 Nilai APGAR
Nilai
0
1
Nafas
Tidak ada
Frekuensi jantung Tonus otot
Tidak ada
Tidak teratur <100/ menit
Refleks (menangis Warna kulit
Tidak ada
Tidak ada
Sedikit fleksi
Lemah atau lambat Biru atau Tubuh pucat merah jambu & kaki, tangan biru
2 Teratur >100/ menit Fleksi
Kuat Seluruh tubuh kemerahmerahan
Sumber: Maryunani dan Puspita (2013) Buku Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal .
6. Patogenesis
a. Bila janin kekurangan O2dan kadar CO2 bertambah, timbul rangsangan terhadap N.vagus sehingga bunyi jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O 2 ini terus berlangsung makan N.vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbullah kini rangsang dari N.simpatikus. DJJ menjadi lebih cepat akhirnya irreguler dan menghilang. Secara klinis tanda-tanda asfiksia adalah denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/menit atau kurang dari 100 x/menit, halus dan irreguler, serta adanya adan ya pengeluaran mekonium. b. Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin dalam asfiksia. 1) Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia 2) Jika DJJ lebih dari 160 x/menit dan ada mekonium : janin sedang asfiksia 3) Jika DJJ kurang dari 100 x/menit dan ada mekonium janin dalam keadaan gawat. c. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian, terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis bila janin lahir alveoli tidak berkembang ( Mochtar dan Sofian, 2012 : 291). 7. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat
dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga Hal yang perlu mendapat perhatian yaitu: a. Denyut jantung janin: frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan permenit. Apabila frekuensi denyutan denyutan turun sampai sampai di bawah 100 permenit di luar his dan lebih-lebih jika tidak teratur itu merupakan tanda bahaya. b. Mekonium dalam air ketuban: adanya mekonium pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani membuka. Adanya mekonium dalam air ketuban
pada
presentasi
kepala
merupakan
indikasi
untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. c.
Pemeriksaan pH darah janin: adanya asidosis asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya (Rukiyah dan Yuliyanti, 2013 : 250).
C. Hubungan Partus Lama dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum
Partus lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu maupun anak. Beratnya cedera terus meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan; resiko tersebut naik dengan cepat setelah waktu 24 jam (Oxorn dan Forte, 2010 : 616). Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan semakin sering terjadi terja di asfiksia akibat partus pa rtus lama itu sendiri se ndiri (Oxorn dan Forte, 2010 : 616).
Skema 2.1 Kerangka Teori Faktor Penyebab Terjadinya Asfiksia Neonatorum
Faktor Ibu :
Faktor Plasenta :
Faktor janin :
Faktor Persalinan :
Preeklamsi dan ekslamsi, perdarahan abnormal, infeksi berat, kehamilan post matur
Plasenta previa, solusio plasenta dll
Bayi prematur, kelainan kongenital, air ketuban bercampur mekonium
Partus lama, partus macet, persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, dll)
Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen oksigen dalam darah
Asfiksia
Nilai APGAR SCORE
Asfiksia ringan 7-10
Asfiksia sedang 4-6
Sumber: Pathway dalam Indrasti, 2012
Asfiksia berat 0-3
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primigravida dan atau 18 jam pada multigravida. Partus lama menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah sehingga asupan O 2 ke janin berkurang dengan demikian janin mengalami hipoksia didalam rahim dikarenakan oleh ekspansi paru yang inadekuat dan selanjutnya janin mengalami gagal nafas sehingga terjadilah gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dalam darah yang menimbulkan asfiksia dengan ditandai oleh periode apneu.
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah suatu uraian visualisasi hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo,2010:83). MenurutMochtar dan Sofian, 2011 : 291 penyebab asfiksia terdiri dari asfiksia dalam kehamilan dan persalinan diantanya adalah partus lama. Pada penelitian ini, penulis terfokus pada variabel partus lama sebagai independen, asfiksia neonatorum sebagai variabel dependen Variabel Independen
Partus Lama
Variabel Dependen Asfiksia Neonatorum
Gambar 3.1 Hubungan Antara Partus lama dengan Asfiksia Neonatorum di RSUD Kabupaten Bekasi Tahun 2013.
B. Hipotesa Penelitian
Hipotesis Alternatif (Ha) Hipotesis Hipotesis
yang menyatakan ada ada perbedaan perbedaan
suatu kejadian antara kedua kelompok atau hipotesis yang menyatakan ada hubungan variabel satu dengan variabel yang lain. Hipotesis yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. Ada Hubungan Partus Lama dengan Asfiksia Neonatorum di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2013.
BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional . Desain cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi ataupun pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). (Notoatmodjo, 2010 : 37-38). Dalam penelitian ini, mempelajari dinamika korelasi antara variabel yang menjadi faktor resiko yaitu partus lama dan variabel yang menjadi efek yaitu asfiksia neonatorum.
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti. (Notoatmodjo, 2010 : 115). Populasi penelitian ini adalah 183 ibu bersalin dengan partus lama di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2013. 2. Sampel
Sampel adalah perwakilan atau sebagian dari populasi penelitian (Notoadmodjo, 2010 : 115). Besarnya sampel dalam penelitian ini semua ibu bersalin dengan partus lama sebanyak 183 kasus. 3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah total sampling dimana semua anggota populasi populasi digunakan sebagai sampel (Mulastin, 2013).
C. Subjek Penelitian
a. Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota
populasi
yang
dapat
diambil
sebagai
sampel
(Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi dalam penelitian ini ibu bersalin partus lama primigravida yang melahirkan di RSUD Kabupaten Bekasi. b. Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subyekyang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikut sertakan dalampenelitian (Notoatmodjo, 2010). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : 1) Ibu bersalin partus lama pada multigravida di RSUD Kabupaten Bekasi 2) Data Rekam medik yang tidak memiliki kelengkapan dalam pencatatan. Tabel 4.1 Kriteria Pengambilan Sampel
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
Ibu bersalin partus lama
Ibu bersalin partus lama pada multigravida dan data
primigravida
Rekam medik yang tidak memiliki kelengkapan
di
Kabupaten Bekasi
RSUD
dalam pencatatan.
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah gejala yang menjadi fokus dalam penelitian yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu. (Riwidikdo, 2013 : 33). Di dalam penelitian ini penulis mengambil variabel terdiri dari 2 variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen.
Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya variabel dependen (terikat) dan variabel independen dari penelitian ini adalah partus lama, variabel dependen adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah asfiksia neonatorum.Kerangka ini mengacu pada tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara partus lama dengan asfiksia neonatorum di RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2013.
E. Definisi Operasional
Definsi Operasional adalah mendefinisikan variabel variabel secara operasional operasional karakteristik diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi opersional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian (Hidayat,2011:87). TABEL Definisi Operasional
No 1
Variabel
Definisi
Asfiksia Neonatum
Bayi Baru Lahir yang terdiagnosa asfiksia tercatat dalam rekam medis berdasarkan nilai APGAR SCORE.
Alat Ukur Rekam medis
Cara Cheklist
Hasil Ukur Parameter : 1. Nilai Apgar 7-10 2. Nilai Apgar 4-6 3. Nilai Apgar 0-3 Kategori: 1. Asfiksia ringan 2. Asfiksia sedang 3. Asfiksia
Skala Ukur Ordinal
2
Partus lama
Ibu yang terdiagnosa partus lama pada primigravida yang tercatat dalam rekam medis.
Rekam medis
Cheklist
berat 1. Ya jika partus Nominal lama pada primigravida 2. Tidak, jika partus lama pada multigravida
F. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kabupaten Bekasi.
G. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari 16 – 16 – 21 21 Mei 2014.
H. Prosedur Pengumpulan Data
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari catatan, buku, majalah berupa laporan keuangan publikasi perubahan, laporan pemerintah, artikel, buku-buku sebagai teori, majalah dan lain sebagainya. Data yang diperoleh dari data sekunder ini tidak perlu diolah lagi. Sumber yang tidak langsung memberikan data pada pengumpulan data (Sujarweni, 2014). Penulis pada prosedur pengumpulan data menggunakan data sekunder dikarenakan keterbatasan waktu pengambilan data. Data sekunder diperoleh dari RSUD Kabupaten Bekasi. Sebelum dilakukan penelitian perlu dibuat surat persetujuan penelitian dari institusi untuk untuk dilakukan study pendahuluan. Surat persetujuan ini akan disampaikan kepada Direktur RSUD Kabupaten, setelah dilakukan study pendahuluan di buat surat persetujuan untuk penelitian. Surat persetujuan ini akan di sampaikan kepada Direktur RSUD
Kabupaten Bekasi yang sebelumnya
setelah mendapatkan izin dari suku
dinas, peneliti melakukan koordinasi dengan bagian Ruang Bersalin untuk melaksanakan penelitian ini.
I. Instrumen Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu cara untuk melakukan pengumpulan data (Notoadmodjo, 2010 : 152). Instrumen penelitian ini menggunakan Rekam Medik.
J. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 1. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan setelah pengumpulan data, dengan maksud agar data yang dikumpulkan memiliki sifat yang jelas. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data menurut Notoatmodjo, 2012 yaitu : a. Editing, yaitu hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. b. Koding, yaitu proses pengkodean yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. c. Entry data, yaitu memasukkan data ke software komputer dengan program SPSS. d. Cleaning ,
yaitu
memeriksa
kemungkinan-kemungkinan
kembali
adanya
data
untuk
kesalahan-kesalahan
meelihat kode,
ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. 2. Analisa Data
Analisis data dilakukan secara Univariat dan Bivariat. a. AnalisisUnivariat
Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo,2010 : 182). Dengan rumus sebagai berikut:
P
f
n
x100 100%
Keterangan : P = Persentase f jumlah kasus =
n = jumlah responden (Sutanto,2007:69) b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang digunakan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo,2010 :183). Untuk menentukan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dilakukan dengan uji statistik Chi Square Square dengan dengan derajat yang dipakai dipakai adalah 95% dengan ketentuan probabilitas (p value) > 0,05 maka Ho diterima sedangkan jika probabilitas (p value) < 0,05 maka Ho ditolak. Uji statistik Chi Square menggunakan menggunakan rumus :
x²=Ʃ x²=Ʃ
Keterangan : x² = Chi Square ƒo = Frekuensi observasi ƒh = frekuensi harapan. 1)
Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada hubungan antara X dan Y.
2)
Jika p value > 0,05 maka Ho diterima dan H1 ditolak, yang berarti tidak ada hubungan antara X dan Y. Dimana X adalah variabel independen yaitu partus lama.
Sedangkan variabel Y adalah kejadian asfiksia neonatorum.
K. Penyajian Data
Penyajian data merupakan cara bagaimana untuk menyajikan data sebaik-baiknya agar mudah dipahami oleh pembaca (Hidayat,2011:100). Dalam penelitian ini penyajian data yang digunakan adalah dengan menggunakan tabel dan teks.
L. Etika Penelitian
Sebelum dilakukan penelitian perlu dibuat surat persetujuan penelitian. Surat persetujuan ini akan disampaikan kepada Direktur RSUD Kabupaten Bekasi setelah mendapatkan izin dari suku dinas, akan disampaikan
kepadapeneliti melakukan koordinasi dengan bagian Ruangan Bersalin untuk melaksanakan penelitian ini (Hidayat, 2011:93-95). 1. Anonymity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan subjek (pasien), peneliti tidak akan mencantumkan nama subjek pada lembar alat ukur tersebut 2. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti. Dalam melakukan penelitian ini ada beberapa tahapan prosedur yang harus dipenuhi yaitu: a. Persetujuan dari Pembimbing KTI b. Persetujuan dari Ketua Ketua Program Studi D III
kebidanan STIKes
Medistra Indonesia c. Persetujuan dari Direktur RSUD Kabupaten Bekasi