LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA
STASE KEPERAWATAN ANAK
Disusun Oleh : Magenda Bisma Yudha 20174030007
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018
A. Definisi Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 1998). Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000). Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Saiffudin, 2001). Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis (Hidayat, 2005). Jadi, Asfiksia neonatorum adalah keadan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia (penurunan PaO 2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH). B. Etiologi Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa kehamilan, pers alinan atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989) adalah : 1. Asfiksia dalam kehamilan a. Penyakit infeksi akut b.
Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius d. Uraemia dan toksemia gravidarum e. Anemia berat f. Cacat bawaan g. Trauma 2. Asfiksia dalam persalinan a. Kekurangan O2 b. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri) c. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi darah ke uri d. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta. e. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul. f.
Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
g. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta. h. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri. i.
Paralisis pusat pernafasan
j.
Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
k. Trauma dari dalam : akibat obat bius Menurut Betz et al. (2001), terdapat empat faktor yang dapat menyebabkan terjadinya asfiksia, yaitu : 1. Faktor ibu a. Hipoksia ibu Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. b. Gangguan aliran darah uterus Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi. 2. Faktor plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta. 3. Faktor fetus Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin. 4. Faktor neonatus Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.
C. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala asfiksia dapat muncul mulai dari saat kehamilan hingga kelahiran bayi yang berupa : 1. Pada Kehamilan Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium. a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat 2. Pada bayi setelah lahir a. Bayi pucat dan kebiru-biruan b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada c. Hipoksia d.
Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung f. Kegagalan sistem multiorgan g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik, kejang, nistagmus (gerakan ritmik tanpa kontrol pada mata yang terdiri dari tremor kecil yang cepat ke satu arah dan yang lebih besar, lebih lambat, berulang-ulang ke arah yang berlawanan) dan menangis kurang baik/tidak baik. D. Patofisiologi Janin yang kekurangan O 2 sedangkan kadar CO2-nya bertambah, akan menyebabkan muncul rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O 2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat brnapas kembali secara teratur maka bayi mengalami asfiksia ringan. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob yaitu glikolisis glikogen
tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik karena gangguan metabolisme asam basa, Biasanya gejala ini terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin l ama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O 2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini, Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan s ecara spontan. Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O 2 selama kehamilan/ persalinan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian O2 tidak dimulai segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby) Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia) Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. 3. Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat. Pemeriksaan apgar untuk bayi : NILAI APGAR SCORE 0 1 2 Frekuensi Jantung Tidak ada Lambat, < 100 x/mnt > 100 x/mnt Usaha Napas Tidak ada Tidak teratur Menangis kuat Tonus Otot Lunglai Beberapa fleksi ekstremitas Gerakan aktif Refleks saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin napas dibersihkan Warna Kulit Biru pucat Tubuh merah muda, Merah muda seluruhnya ekstremitas biru TANDA
Keterangan : Nilai 0-3 : Asfiksia berat Nilai 4-6 : Asfiksia sedang Nilai 7-10 : Normal Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan r esusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. E. Pathway Paralisis pusat pernapasan
Persalinan
lama,
lilitan
tali
Faktor lain : obat-obatan
pusat, presentasi janin abnormal
ASFIKSIA
Paru-paru terisi cairan
Janin kekurangan O 2 dan kadar CO2 meningkat Bersihan
Jalan
Napas
perubahan asam basa
Tidak Efektif
Suplai O2 dalam darah Resiko Ketidakseimbangan
Gangguan metabolisme dan
Su lai O2 dalam aru Kerusakan otak
Asidosis respiratorik Gangguan perfusi-ventilasi
Suhu Tubuh
Napas
cuping
hidung,
sianosis, hipoksia Napas cepat
Gangguan Pertukaran Gas
Apneu
Kematian bayi
DJJ dan TD Ketidakefektifan
Pola
Napas
Janin
Proses
Resiko Cidera
Keluarga
Terhenti
tidak
bereaksi
terhadap rangsangan
Resiko Kematian Mendadak
Sindrom Bayi
F. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosisa asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2005), yaitu: 1. Denyut Jantung Janin Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit. Selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda bahaya. 2. Mekonium Dalam Air Ketuban Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. 3. Pemeriksaan Darah Janin Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pHnya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7.2, hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian menurut APGAR. 4. Laboratorium Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit. 5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigenantibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
G. Penatalaksanaan Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi : 1. Memastikan saluran nafas terbuka : a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea c. Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk memastikan pernapasan terbuka 2. Memulai pernapasan : a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi. b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif 3. Mempertahankan sirkulasi darah : Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus : 1. Tindakan umum a. Pengawasan suhu b. Pembersihan jalan nafas c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan 2. Tindakan khusus a. Asfiksia berat Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1- 3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-
100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas. b. Asfiksia sedang Berikan stimulasi agar timbul reflek pernapasan, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat. H. Pengkajian 1. Identitas a. Pasien (nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku/bangsa, tanggal mrs, tanggal pengkajian, ruangan, diagnosa medis no. rekam medik) b. Identitas penanggung jawab (nama orang tua, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, umur)
2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang - Keluhan utama Kesulitan bernafas akibat bersihan jalan nafas atau hipoksia janin akibat otot pernapasan yang kurang optimal. b. Riwayat kesehatan dahulu - Kaji riwayat kehamilan/persalinan (prenatal, natal, neonatal, posnatal) c. Riwayat kesehatan keluarga Kaji apakah dalam keluarga pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit lainnya. d. Kebutuhan dasar - Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV.
Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
- Eliminasi Dapat berkemih saat lahir. - Makanan/ cairan
Berat badan : 2500-4000 gram
Panjang badan : 44-45 cm
Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
- Neurosensori
Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit
pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan
abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
- Pernafasan
Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
- Keamanan
Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)
I.
Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang biasa muncul pada anak dngan DHF yaitu : 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak 2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi 3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi 4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius 5. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga
J. Perencanaan (tujuan, renpra, rasional) No 1
Diagnosa Keperawatan Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus berlebih
Tujuan
Intervensi
Rasional
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas kembali efektif, dengan kriteria hasil :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal. 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction. 3. Beritahu keluarga tentang suction. 4. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan. 5. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction
1. Untuk memungkinkan reoksigenasi. 2. Pernapasan bising, ronki dan mengi menunjukkan tertahannya secret. 3. Membantu memberikan informasi yang benar pada keluarga. 4. Mencegah obstruksi/aspirasi.
Indikator
A T
Tidak menunjukkan demam Tidak menunjukkan cemas Rata-rata repirasi dalam batas normal Pengeluaran sputum melalui jalan nafas Tidak ada suara nafas tambahan
5. Membantu untuk mengidentifikasi perbedaan status oksigen sebelum dan sesudah suction.
Tidak adanya sianosis PaCO2 dalam normal PaO2 dalam normal
batas batas
Keterangan : 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan 2
Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan kepatenan 1. Untuk menghilangkan mucus asuhan keperawatan diharap jalan nafas dengan yang terakumulasi dari kan pola nafas menjadi efektif melakukan pengisapan nasofaring, tracea. dengan kriteria hasil : lender 2. Auskultasi jalan nafas untuk 2. Bunyi nafas menurun/tak ada mengetahui adanya bila jalan nafas obstruksi Indikator A T penurunan ventilasi sekunder. Ronki dan mengi Pasien menunjukkan menyertai obstruksi jalan pola nafas yang efektif nafas/kegagalan pernafasan. Ekspansi dada simetris 3. Berikan oksigenasi sesuai 3. Memaksimalkan bernafas dan Tidak ada bunyi nafas kebutuhan menurunkan kerja nafas. tambahan Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal Keterangan : 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan
3
Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pasien diharapkan pertukaran gas teratasi, dengan kriteria hasil :
1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum
1. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan akumulasi secret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan peningkatan
5. Tidak ada keluhan 2
Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan kepatenan 1. Untuk menghilangkan mucus asuhan keperawatan diharap jalan nafas dengan yang terakumulasi dari kan pola nafas menjadi efektif melakukan pengisapan nasofaring, tracea. dengan kriteria hasil : lender 2. Auskultasi jalan nafas untuk 2. Bunyi nafas menurun/tak ada mengetahui adanya bila jalan nafas obstruksi Indikator A T penurunan ventilasi sekunder. Ronki dan mengi Pasien menunjukkan menyertai obstruksi jalan pola nafas yang efektif nafas/kegagalan pernafasan. Ekspansi dada simetris 3. Berikan oksigenasi sesuai 3. Memaksimalkan bernafas dan Tidak ada bunyi nafas kebutuhan menurunkan kerja nafas. tambahan Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal Keterangan : 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan
3
Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pasien diharapkan pertukaran gas teratasi, dengan kriteria hasil :
Indikator
A T
Tidak sesak nafas Fungsi paru batas normal
1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum
1. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis. Ronki, mengi menunjukkan akumulasi secret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan peningkatan kerja pernafasan.
2. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
2. Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan/atau saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi. 3. Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru.
dalam
Keterangan : 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan
3. Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
Indikator
A T
Tidak sesak nafas Fungsi paru batas normal
2. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
dalam 3. Berikan oksigen tambahan yang sesuai.
Keterangan : 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan
2. Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan/atau saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi/perubahan program terapi. 3. Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunnya permukaan alveolar paru.
DAFTAR PUSTAKA
Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.1996. Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis :Mosby Year-Book Doenges, E. Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC Johnson,Marion, dkk.2000. Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis :Mosby YearBook Manuaba, I. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta :EGC Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC Straight, B. (2004). Keperawatan Ibu dan Bayi Baru Lahir . Jakarta :EGC Wiknjosastro, H. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP Wiley dan Blacwell.2009. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2009-2011, NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd Wilkinson, J.M. (2002). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC . Jakarta : EGC
DAFTAR PUSTAKA
Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.1996. Nursing Interventions Classification (NIC). St. Louis :Mosby Year-Book Doenges, E. Marilynn. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC Johnson,Marion, dkk.2000. Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis :Mosby YearBook Manuaba, I. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta :EGC Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC Straight, B. (2004). Keperawatan Ibu dan Bayi Baru Lahir . Jakarta :EGC Wiknjosastro, H. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP Wiley dan Blacwell.2009. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2009-2011, NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd Wilkinson, J.M. (2002). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC . Jakarta : EGC