PROM (PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANE)
1. PENGERTIAN PROM
PROM atau Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi te rjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm. (Saifudin,2002). (Saif udin,2002).
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda mulai persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadinya pastum.( Manuaba, 2001)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu 1 jam sebelum terjadi inpartu. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadinya kontraksi rahim disebut periode laten. Hal ini bisa membahayakan karena dapat terjadi infeksi asenden intrauterine. (Manuaba, 2009)
Menurut Health Education and Training Antenatal Care (2013), ketuban pecah dini (PROM) didefinisikan sebagai kebocoran spontan cairan ketuban dari kantung ketuban. Cairan mengalir melalui pecah selaput janin, yang terjadi setelah 28 minggu kehamilan dan setidaknya 1 jam sebelum awal persalinan. PROM dapat terjadi sebelum atau setelah 40 minggu kehamilan, sehingga kata 'prematur' tidak berarti bahwa usia kehamilan janin prematur.
KPD adalah: pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai, dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar KPD adalah hamil aterm diatas 37 minggu, sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak ( Buku ajar patologi obstetri 2009).
2. ETIOLOGI KETUBAN PECAH DINI
Tidak ada etiologi tunggal penyebab PPROM. Namun terdapat 2 etiologi umum : 1. Infeksi choriodecidual atau inflamasi yang menyebabkan PPROM. 2. Turunnya kadar kolagen membrane menjadi factor predisposisi PPROM.
Overditensi
Hidroamnion
Hamil ganda (gemeli)
Over distensi uterus Multi/grandemulti para (Manuaba, 2001)
Makrosomia Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram. Kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. (Saifudin, 2006)
Defisiensi vitamin C Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput ketuban dibentuk oleh jaringan kolagen. Peran adanya vitamin C dalam dalam darah adalah pada elastisitas membran fetus/amnion. Berdasarkan Central America Section (2006), PROM disebabkan oleh multifactor.
Kelemahan membrane intrinsic Infeksi Merokok Malnutrisi Kekurangan kolagen
Infeksi (enzim proteolitik)
Stres Mekanis Gestasi kembar Polyhydramnions Fetal malformations
3. FAKTOR RISIKO
Nugroho 2010, 2010,
Flora Servikovaginal
Streptococcus Grup-B Kuman ini termasuk kokus aerob gram positif yang dijumpai pada kultur cairan vagina wanita sehat dengan proporsi 5-25 %. Kuman ini terlibat pada keadaan endometritis, amnionitis, dan sepsis neonatorum.
Enterococcus Kelompok ini termasuk gram positif aerob, umumnya adalah streptococcus faecalis. Penyebab endometritis, amnionitis, infeksi pasca bedah ginecology, dan ISK.
Staphylococcus aerob Kuman patogen yang menghasilkan enzim koagulase. S.Aureus dan S.Epidermidis sering menyebabkan endometritis, abses vulva, abses pelvis, dan septikemi.
Eschericia coli Kuman aerob gram negatif yang banyak dijumpai pada saluran GI dan ditemukan pada genitalia wanita sekitar 5-38 %, tapi yang patogen hanya sekitar 10-20 %. Kuman ini sering menyebabkan amnionitis, endometritis, septikemi akibat infeksi ginekologi.
Trichomonas Vaginalis Mikroba ini merupakan protozoa pada pasien yang datang akibat penyakit hubungan seksual dan bertanggung jawab terhadap vaginitis infeksiosa. Aktivitas seksual
Hubungan seksual akan menyebabkan perubahan pada lingkungan mikro vagina khususnya pada penularan seksual, yang mana dapat berakibat
terjadinya
transmisi
kuman
seperti
N.gonorrhoeae
dan
trichominas pada saluran vaginalis. (Inu M, 2002) Usia
Koloni Lactobacilli lebih sedikit pada prepubertas dibandingkan usia reproduksi, sedangkan setelah menopouse koloni akan menurun. Hal ini berkaitan dengan pengaruh hormon esterogen terhadap genitalia wanita.( Inu M, 2002) Factor keturunan
Disebabkan karena kelainan genetic seperti pada sindrom trisomy, kelainan pada kromosom 21,18, 8, 13 dan juga disebabkan karena ion Cu serum rendah (kekurangan tembaga dapat menyebabkan pertumbuhan struktur abnormal), defisiensi vitamin C yang berperan penting dalam mempertahankan integritas jaringan kolagen penyusun amnion. Riwayat PROM sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih karena selaput
amnion pada kehamilan selanjutnya akan semakin tipis. Apalagi jika sudah mempunyai riwayat PROM, selaput amnion akan lebih tipis dari kehamilan tanpa riwayat PROM. Seseorang yang memiliki riwayat KPD sebelumnya memiliki resiko 2-4 kali. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan kandungan kalogen dalam membran amnion sehingga beresiko mengalami KPD baik secara aterm maupun preterm. Factor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan semakin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya. Selain itu juga dengan usia ibu yang semakin tua ketahanan uterus semakin berkurang dan menunjukkan penurunan fungsi di sbandingkan dengan ibu-ibu muda yang hamil pada usia 20-30 tahun. Faktor-faktor yang berhubungan dengan BB ibu
Kelebihan BB sebelum kehamilan
Penambahan BB yang sedikit selama kehamilan
Pekerjaan dan aktivitas
Pola pekerjaan pada ibu hamil berpengaruh pada kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dengan lama kerja lebih dari 3 jam dapat mengakibatkan kelelahan yang bisa menyebabkan lemahnya korion amnion. Jumlah paritas.
Ibu yang telah melahirkan beberapa kali beresiko untuk mengalami KPD karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban rapuh dan mudah pecah. Status atau frekuensi hubungan suami-istri.
Frekuensi koitus pada trimester 3 yang lebih dari 3 kali seminggu diyakini dapat berperan pada terjadinya KPD. Hal ini berkaitan dengan kondisi orgasme yang memicu kontraksi rahim karena adanya paparan terhadap prostaglandin di dalam sperma (Tahir Suriani, 2012). Kebiasaan merokok
Hal ini disebabkan karena kandungan nikotin yang ada didalamnya dapat menyerap nutrisi dan vitamin (terutama asam asforbat dan Vit C) sehingga
pembentukan
selaput
kolagen
terganggu.
kemungkinan
menyebabkan vaskulopati pada desidua sehingga mengakibatkan iskemi dan nekrosis Hubungan sex diduga mempengaruhi hormone atau perubahan infeksius
pada segmen bawah Rahim yang dapat menjadi predisposisi kontraksi uterus dan ketuban pecah dini. (Ghinidi, 1996) Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korio amnion it is merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis (Prawirohardjo, 2008). (Varney, 2007). Faktor resiko inkompetensi serviks meliputi riwayat keguguran pada usia
kehamilan 14 minggu atau lebih, adanya riwayat laserasi serviks menyusul pelahiran pervaginam atau melalui operasi sesar, adanya pembukaan serviks berlebihan disertai kala dua yang memanjang pada kehamilan sebelumnya, ibu berulang kali mengalami abortu selektif pada trimester pertama atau kedua, atau sebelumnya ibu mengalami eksisi sejumlah besar jaringan serviks (Morgan, 2009). Usia ibu yang ≤ 20 tahun
Usia ibu yang ≤ 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia ≥ 35 tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khusus nya pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini.
Rekomendasi WHO untuk usia yang dianggap paling aman menjalani kehamilan dan persalinan adalah 20 hingga 30 tahun. Jumlah paritas.
Ibu yang telah melahirkan beberapa kali beresiko untuk mengalami KPD karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban rapuh dan mudah pecah. Status atau frekuensi hubungan suami-istri.
Frekuensi koitus pada trimester 3 yang lebih dari 3 kali seminggu diyakini dapat berperan pada terjadinya KPD. Hal ini berkaitan dengan kondisi orgasme yang memicu kontraksi rahim karena adanya paparan terhadap prostaglandin di dalam sperma (Tahir Suriani, 2012).
BMI <19.8
Paritas (melahirkan lebih dari sama dengan 5x)
Usia ibu <20 t atau >35 t
4. KLASIFIKASI
a. Ketuban pecah dini saat preterm yaitu KPD pada usia < 37 minggu
Insiden : 2-4 % dari kehamilan tunggal dan 7-10 % dari kehamilan kembar
Ketuban pecah dini usia < 37 minggu dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
-
Ketuban pecah dini pada kehamilan > 35 minggu
-
Ketuban pecah dini pada kehamilan 32-35 minggu
-
Ketuban pecah dini pada kehamilan < 32 minggu
b. Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm ( usia cukup bulan ) > 37 minggu
Insiden : 8-10 % dari kehamilan cukup bulan
( Errol Norwitz, 2007 )
PROM diklasifikasikan berdasarkan usia kehamilan :
Preterm PROM PROM yang terjadi setelah 28 minggu usia kehamilan dan sebelum 37 minggu
Term PROM PROM yang terjadi setelah 37 minggu usia kehamilan, termasuk kasus post-term yang terjadi setelah 40 minggu
Preterm dan term PROM akan diklasifikasikan lagi menjadi :
Early PROM cairan telah keluar selama <12 jam
Prolonged PROM cairan telah keluar selama 12 jam atau lebih
Berdasarkan penyebabnya PROM dibagi menjadi : a. PROM Spontan terjadi karena lemahnya selaput ketuban atau kurang terlindungi karena cervix terbuka (incompetent cervical)
b. PROM dengan penyebab sebelumnya Hal ini dapat terjadi karena adanya trauma jatuh, coitus, hidramnion, infeksi, dll.
Berdasarkan waktunya , ketuban pecah dini dibedakan menjadi : a. Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset persalinan atu disebut juga Premature Rupture Of Membrane = Prelabour Rupture Of Membrane = PROM.
b. Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran Chorioamniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of Membrane = Preterm Prelabour Rupture Of Membrane = PPROM
Berdasarkan jumlah air ketuban dibedakan menjadi :
a. Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal
yaitu
kurang
dari
500
mL.
Marks
dan
Divon
(1992)
mendefinisikan oligohidramnion bila pada pemeriksaan USG ditemukan bahwa
index
kantong
amnion
5
cm
atau
kurang
dan
insiden
oligohidramnion 12% dari 511 kehamilan pada usia kehamilan 41 minggu. Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu berhubungan dengan obstruksi saluran traktus urinarius janin atau renal agenesis.
b. Polihidramnion atau disebut juga denganhidramnion adalah keadaan dimana
air
ketuban
melebihi
2000
ml.
Hidramnion
akutadalah
penambahan air ketuban secara mendadak dan cept dalam beberapa hari, biasanya terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke 5 dan ke 6. Hidramnion kronisadalah penambahan air ketuban secara perlahan-lahan, biasanya terjadi pada kehamilan lanjut. Diagnosis pasti bisa didapatkan dari pemeriksaan ultrasonografi (USG). Insidensi hidramnion adalah 1% dari semua kehamilan. Biggio dkk (1999) melaporkan dari Alabama, insisden hidramnion 1% diantara lebih dari 36.000 kehamilan.
Mild hydramnion (hidramnion ringan), bila kantung amnion mencapai 8-11 cm dalam dimensi vertikal. Insiden sebesar 80% dari semua kasus yang terjadi.
Moderate hydramnion (hidramnion sedang), bila kantung amnion mencapai 12-15 cm dalamnya. Insiden sebesar 15%.
Severe hydramnion (hidramnion berat), bila janin ditemukan berenang dengan bebas dalam kantung amnion yang mencapai 16 cm atau lebih besar. Insiden sebesar 5%.
Berdasarkan warnanya dibedakan menjadi : Warna coklat-kehijauan : hipoksia janin sehingga menyebabkan relaksasi
sfingter ani dan sisa metabolisme yang disebut mekonium. Warna kekuningan : hipoksia 36 jam atau lebih sebelum ketuban pecah,
penyakit hemolisis janin, infeksi intra uterin.
Warna kemerahan : abrupsio plasenta (plasenta lepas dini) Berdasarkan pH :
Kuning pH 5,0 dan Kuning seperti warna minyak zaitun pH 5,5
Hijau seperti warna minyak zaitun pH 6,0 Ketuban mungkin pecah : diperiksa cairan amnion yang bersifat basa
Hijau-biru pH 6,5
Kelabu-hijau pH 7,0
Biru tua pH 7,5
5. MANIFESTASI KLINIS
Menurut mansjoer, 2001 manifestasi klinis ketuban pecah dini adalah :
Keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning atau kecoklatan sedikit atau sekaligus banyak, keluarnya terasa nyeri pada perut
Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
Janin mudah diraba
Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah bersih
Inspekulo :tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering.
Jika penyebab KPD adalah infeksi maka terjadi peningkatan nadi > 100x/m, DJJ > 160x/m, dan ibu mengeluh nyeri pada perut bagian bawah ketika disentuh.
Sensasi tidak bias menahan kencing atau tidak bias berhenti kencing
Keputihan meningkat atau basah yang lebih dari biasanya
Perdarahan vagina
Tekanan pada panggul Tanda dan gejala yang selalu ada ketika terjadi ketuban pecah dini adalah
keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan vagina berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, disertai dengan demam atau menggigil, bercak vagina yang banyak, denyut jantung janin bertambah cepat, juga nyeri pada perut, keadaan seperti ini dicurigai mengalami infeksi. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara (Nugroho, 2011). 6. PATOFISIOLOGI (Terlampir)
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Pemeriksaan laboraturium Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika krtas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7
7,5, darah
dan infeksi vagina dapat mengahasilkan tes yang positif palsu.
Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
2.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit.
Namun
sering
terjadi
kesalahan
pada
penderita
oligohidromnion.Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sederhana. Sebagian besar PROM dapat didiagnosis berdasarkan riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan dilakukan dengan meminimalkan resiko terjadinya infeksi. Diagnosa PROM dapat dikonfirmasi menggunakan visualisasi cairan ketuban yang melewati serviks dan berada pada vagina, tes pH cairan vagina, atau ferning cairan kering vagina yang diidentifikasi secara mikroskopis. PH normal cairan vagina umumnya 4.5-6.0, sedangkan cairan ketuban biasanya memiliki pH 7.1-7.3. kesalahan-positif hasil tes dapat dipengaruhi oleh adanya darah atau air mani, penggunaan antiseptic alkali, atau bakteri vaginosis. Sedangkan kesalahan-neatif hasil tes dapat terjadi karena lamanya PROM terjadi dan cairan sisa yang minimal. Dalam beberapa kasus tes tambahan dapat membantu diagnosis. Pemeriksaan USg volume cairan amnion bias menjadi tambahan yang
berguna namun tidak diagnostik. Fetal fibrinoetik merupakan tes yang sensitif namun tidak spesifik. Beberapa tes tesedia di masyarakat secara umum dengan sensitifitas tinggi untuk PROM, namun tingkat kesalaan positif sebanyak 19-30%. Jika diagnosis masih belum jelas setelah evaluasi penuh, PROM dapat didiagnosis dengan instalasi transabdominal yang dipandu dengan USg untuk pewarnaan indigo carmine. Pemeriksaan fisik : 1. Anamnesis
Perut terasa lebih besar dan lebih berat dari biasa
Sesak nafas, beberapa ibu mengalami sesak nafas berat, pada kasus ekstrim ibu hanya bisa bernafas bila berdiri tegak
Nyeri ulu hati dan sianosis
Nyeri perut karena tegangnya uterus
Oliguria. Kasus sangat jarang terjadi. Hal ini terjadi karena urethra mengalami obstruksi akibat uterus yang membesar melebihi kehamilan normal.
2. Inspeksi
Perut terlihat sangat buncit dan tegang, kulit perut mengkilat, retak-retak kulit jelas dan kadang-kadang umbilikus mendatar
Ibu terlihat sesak dan sianosis serta terlihat payah karena kehamilannya
Edema pada kedua tungkai, vulva dan abdomen. Hal ini terjadi karena kompresi terhadap sebagian besar sistem pembuluh darah balik (vena) akibat uterus yang terlalu besar
3. Palpasi
Perut tegang dan nyeri tekan
Fundus uteri lebih tinggi dari usia kehamilan sesungguhnya
Bagian-bagian janin sukar dikenali
8. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit
Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, curigai adanya kemungkinan solusioplasenta. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikanantibiotika sama halnya jika terjadi amnionitosis Jika tidak ada infeksi dan kehamilan< 37 minggu: - Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin - Ampisilin 4x 500mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per oral 3x perhari selama 7 hari. Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri dexametason, dosisnya IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 x, observasi tandatanda infeksi dan kesejahteraan janin. Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada infeksi maka berikan tokolitik ,dexametason, dan induksi setelah 24 jam 2. Aktif Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin. Bila gagal Seksio Caesaria dapat pula diberikan misoprostol 25 mikrogram – 50 mikrogram intravaginal tiap 6 jam max 4 x. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan diakhiri. Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut : Pertimbangan waktu dan berat janin dalam rahim. Pertimbangan waktuapakah 6, 12, atau 24 jam. Berat janin sebaiknya lebih dari 2000 gram.
a. Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38°c, dengan pengukuran
per
rektal.
Terdapat
tanda
infeksi
melalui
hasil
pemeriksaanlaboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban Penatalaksanaan lanjutan : a. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului kondisi ibu yang menggigil. b. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali
pusat atau induksi. Takikardia dapat
mengindikasikan infeksiuteri. c. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu. d. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan juga hal-hal berikut:
Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
Bau rabas atau cairan di sarung tanagn anda
Warna rabas atau cairan di sarung tangan
e. Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh gambaranjelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi. a. Penanganan Ketuban Pecah di Rumah (Prawirohardjo, 2008). 1. Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter atau petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit 2. Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar
3. Daerah vagina sebaiknya dibersihkan untuk mencegah infeksi, jangan berhubungan seksual atau mandi berendam 4. Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari dubur
9. PENCEGAHAN
Diskusikan pengaruh merokok selama kehamilan
Motivasi untuk menambah Berat badan ketika hamil, khususnya dengan berat badan dibawah 45 kg Anjurkan untuk menghentikan koitus pada trimester akhir bila ada
predisposisi Menganjurkan ibu hamil agar memenuhi kebutuhan nutrisi saat
hamil Menjaga kebersihan daerah kemaluan dengan membersihakan dari
depan ke belakang Segera periksakan jika ditemukan keputihan yang berbau dan
berwarna Pemeriksaan kehamilan teratur untuk mengetahui tumbuh kembang
janin (Morgan and Hamilton, 2003)
Pencegahan primer
Mengurangi aktivitas pada akhir trimester kedua dan awal trimester ketiga.
Tidak melakukan kegiatan yg membahayakan kandungan selama kehamilan
Ibu hamil berhenti merokok dan minum alcohol
BB ibu selama kehamilan harus cukup mengikuti IMT
Hentikan koitus pd trimester akhir kehamilan
Pencegahan sekunder
Penggunaan antibiotic spectrum luas : gentamicin qv 2x80 mg, ampicilin iv 4x1 mg, amoxicillin iv 3x1,2 juta IU, metronidazol drip
Pemberian korti kosteroid menstimulasi pematangan paru janin (surfaktan) di berikan bersama antibiotic spectrum luas agar tidak terjadi infeksi karena penekanan imunitas oleh korti kosteroid
Mengkonsusmi Vit C secara teratur sebanyak 100 mg saat usia kehamilan mencapai 20 minggu , Vit C berperan penting dalam mempertahankan
keutuhan
membran
atau
lapisan
menyelimuti janin dan cairan ketuban (Fatkhiyah N, 2008).
yang
10. KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI
1. Persalinan prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 – 34 minggu 50 % persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. 2. Infeksi Korioamnionitis Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana korion, amnion, dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi
paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat
berlanjut menjadi sepsis. Penyebab korioamnionitis adalah infeksi bakteri yang terutama berasal dari traktus urogenitalis ibu. Secara spesifik permulaan infeksi berasal dari vagina, anus, atau rektum dan menjalar ke uterus. Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu dapat terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia dan omfalitis. Umumnya korioamnionitis terjadi sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering daripada aterm. 3. Hipoksia dan asfiksia akibat oligohidramnion Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 300 cc. Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru (paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan pecahnya ketuban, terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
4. Sindrom deformitas janin KPD pada kehamilan yang sangat muda dan disertai
dengan
oligohidramnion
yang
berkepanjangan
menyebabkan
terjadinya deformasi janin antara lain : a) Sindroma Potter Sindroma Potter dapat berbentuk “clubbed feet”, Hipoplasia Pulmonal dan kelainan kranium yang terkait dengan oligohidramnion b) Deformitas ekstrimitas Berikut adalah komplikasi KPD atau PROM menurut Saiffudin (2006): 1. Terhadap janin Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi janin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. jadi akan meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal. Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan KPD antara lain:
Infeksi intrauterin
Tali pusat menumbung
Kelahiran prematur
Amniotic Band Syndrome
2. Terhadap ibu Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal. Selain itu, juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis, septikemia, dan dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, suhu badan naik, nadi cepat dan muncul gejala infeksi. Halhal tersebut dapat meninggikan angka kematian dan morbiditas pada ibu.
ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN
a)
Identitas ibu
b)
Riwayat penyakit a.
Riwayat kesehatan sekarang ;ibu dating dengan pecah nya ketuban sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu dengan atau tanpa komplikasi
b.
Riwayat kesehatan dahulu
Adanya trauma sebelumnya akibat efek pemeriksaan amnion
Sintesi ,pemeriksaan pelvis dan hubungan seksual
Infeksi vagiana /serviks oleh kuman sterptokokus
Selaput amnion yang lemah/tipis
Posisi fetus tidak normal
Kelainan pada otot serviks atau genital seperti panjang serviks yang pendek
Multiparitas dan peningkatan usia ibu serta defisiensi nutrisi.
c)
Pemeriksaan fisik
a.
Kepala dan leher
Mata perlu diperiksa dibagian skelra, konjungtiva
Hidung ,ada atau tidaknya pembebngkakan konk anasalis .Ada /tidaknya hipersekresi mukosa
Mulut :gigi karies/tidak ,mukosa mulut kering dan warna mukosa gigi,
Leher berupa pemeriksaan JVP,KGB Dan tiroid
b.
Dada
1.
Troraks
Inspeksi kesimetrisan dada, jenis poernapasan toraka abdominal, dan tidaka daretraksi dinding dada.Frekuensi pernapasan normal. Palpasi : payudara tidak ada pembengkakan Auskultasi: terdengar Bj 1 dan II di IC kiri/kanan, Bunyi napas normal vesikuler 2.
Abdomen
Inspeksi : ada a/tidak bekas operasi ,striae dan linea Palpasi: TFU kontraksi ada/tidak , Posisi , kansung kemi hpenuh/tidak
Auskultasi: DJJ ada/tidak. c.
Genitalia
1.
Inspeksi :kebersihan ada/tidaknya tanda - tanda
REEDA (Red, Edema, discharge, approxiamately); pengeluaran air ketuban (jumlah , warna, bau 0 dan lender merah mdakecoklatan) 2.
Palpas : pembukaan serviks (0-4)
3.
Ekstrimitas : edema ,varises ad/tidak.
d)
Pemeriksaan diagnostic
1.
Hitung darah lengkap untuk menentukan adanya anemia, infeksi
2.
Golongan darah dan faktor Rh
3.
Rasio lestin terhadap spingomielin (rasio US): menentukan maturitas janin
4.
Tesferning dan kertasnitrazine: memastikan pecah ketuban
5.
Ultrasonografi ; menentukan usia gestasi , ukuran janin ,gerakan jantung
janin dan lokasi plasenta. 6.
Pelvimetri ;identifikasi posisi janin
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur dan perawatan sebelum melahirkan 2. Difisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total 24 jam 3. Kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan yang berlebih 4. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan post sectio caesarea
INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang prosedur dan perawatan sebelum melahirkan Tujuan : kebutuhan informasi dapat terpenuhi Kriteria hasil : klien mengetahui dan dapat menjelaskan prosedur dan perawatan sebelum melahirkan Intervensi : -
Kaji tingkat pemahaman klien
-
Berikan informasi yang dbutuhkan klien
-
Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran audiovisual sesuai keadaan.
-
Libatkan keluarga dalam pemberian informasi yang jelas.
Rasional : -
Untuk menetapkan tindakan keperawatan selanjutnya
-
Untuk menambah pengetahuan klien
-
Untuk mempermudah pemahaman klien mengenai perawatan melahirkan
-
Keluarga yang nantinya akan meneruskan perawatan setelah keluar dari gantungan rumah sakit.
2. Difisit perawatan diri berhubungan dengan bedrest total 24 jam Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi. Kriteria hasil : Klien dapat mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri Intervensi : -
Kaji ketidaknyamanan pada klien
-
Kaji status psikologi klien
-
Berikan bantuan perawatan sesuai kebutuhan.
-
Libatkan keluarga dalam perawatan klien.
Rasional : -
Untuk menetapkan tindakan keperawatan selanjutnya Keluarga yang nantinya akan meneruskan perawatan setelah keluar dari rumah sakit
3.
Kekurangan volume cairan berhubungan kehilangan cairan yang berlebih
Tujuan : Tidak terjadi dehidrasi cairan Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital stabil Intervensi : -
Kaji jumlah cairan input dan output.
-
Monitor TTV dalam batas normal
-
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
Rasional : -
Keseimbangan cairan tubuh ditentukan berdasarkan intake dan output cairan yang masuk ke dalam tubuh.
-
TTV merupakan dasar awal tindakan keperawatan
-
Dehidrasi merupakan gejala kekurangan cairan.
4. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus Tujuan : Rasa nyeri klien berkurang. Kriteria Hasil : Klien dapat menunjukan ekspresi wajah rileks. Intervensi : -
Kaji pencetus, intensitas, kualitas, lokasi dan skala nyeri.
-
Berikan informasi kepada klien bahwa rasa nyeri it u hal yang wajar.
-
Ajarkan pada klien manajemen nyeri.
-
Berikan klien posisi yang nyaman, berikan analgesik.
Rasional :
5.
-
Mengindikasian kebutuhan untuk intervensi
-
Klien akan memahami kondisi dan keadaan diri sendiri
-
Mengalihkan perhatian pasien dari rasa nyeri
-
Mengurangi nyeri
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan post sectio caesarea Tujuan : Tidak terjadi infeksi Kriteria Hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak terdapat tandatanda infeksi, leukosit normal, luka operasi kering. Intervensi : -
Cuci tangan sebelum kontak dengan klien.
-
Kaji tanda-tanda infeksi.
-
Monitor tanda-tanda vital.
-
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
-
Berikan antibiotik sesuai advis.
Rasional : -
Mengurangi tingkat infeksi silang maupun INOS
-
Kontrol tada-tanda infeksi agar dapat dilakukan penanganan dini sebelum infeksi terjadi
-
Indikator dalam menentukan terjadinya infeksi seperti suhu tubuh meningkat.
-
Menghindari penyebaran patogen
-
Untuk mencegah terjadinya inflamasi.
Sectio Cesarea (SC)
1. Definisi Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat badan bayi diatas 500 gram, melalui sayatan dinding uterus yang masih utuh (Saifuddin, 2001). Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga nantikan selama 9 bulan (Saifuddin, 2002). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multi para kurang dari 5 cm (Mochtar, 2002). Sehingga dapat saya simpulkan bahwa post seksio sesaria dengan indikasi Ketuban pecah dini adalah suatu masa nifas setelah menjalani persalinan dengan cara menyayat dinding uterus untuk mengeluarkan janin yang dikarenakan air ketuban yang keluar sebelum ada tanda-tanda persalinan.
2. Etiologi 1. Penyebab ketuban pecah dini Penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Syaifuddin, 2000). Menurut Arif Mansjoer (2001) penyebab ketuban pecah dini belum diketahui. Faktor predisposisi ketuban pecah dini ialah :
Infeksi genetalia.
Servik incompetent yaitu kelainan pada servik uteri di mana kanalis
servikalis selalu terbuka
Gemili
Hidramnion.
Kehamilan pretem.
Disproporsi sefalopelvik.
Indikasi seksio sesaria Indikasi untuk seksio sesaria(Rustam, 2002). a. Indikasi untuk ibu Plasenta previa, Distocia serviks, Ruptur uteri mengancam, Disproporsi cepalo pelviks, Pre eklamsi dan eklamsi, Tumor, Partus lama. b. Indikasi untuk janin 1) Mal presentasi janin (a) Letak lintang Bila ada kesempitan panggul seksio sesaria adalah cara terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolongdengan sectio caesarea. Multipara letak lintang dapat lebih dulu dengan cara yang lain (b) Letak bokong Dianjurkan seksio sesaria bila ada Panggul sempit, Primigravida, Janin besar, Presentasi dahi dan muka bila reposisi dan cara lain tidak berhasil, Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil, atau Gemeli. 2) Gawat Janin Segera lakukan operasi agar tidak terjadi keracunan atau kematian janin, sesuai dengan indikasi seksio sesaria.
Kontra indikasi (a) Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin hidup kecil. Dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi. (b) Janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk seksio sesaria ekstra peritoneal tidak ada. (c) Kurangnya pengalaman dokter bedah dan tenaga medis yang kurang memadai.
3.Penatalaksanaan Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa komplikasi harus di rujuk di Rumah Sakit. Bila janin hidup dan terdapat polap tali pusat pasien di rujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badanya, bila
mungkin dengan posisi bersujud. Kalau perlu posisi kepala janin di dorong keatas dengan 2 jari agar tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva di bungkus kain hangat yang dilapisi plastik. Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti penisilin prokain 1,2 juta IU intra muskuler tiap 12 jam dan ampisilin 1 gr per oral. Bila pasien tidak tahan ampisilin diberikan eritromisin 1 gr peroral . Bila keluarga pasien menolak rujukan, klien di istirahatkan dengan posisi berbaring miring, berikan antibiotik pinisilin prokain 1,2 juta IU intra muskuler tiap 12 jam dan ampicilin 1 gr peroral dengan di ikuti 500 mg tiap 6 jam atau eritromisin dengan dosis yang sama. Dengan kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif yaitu tirah baring, diberi sedatif berupa fenobarbital 3x30 mg.
Diberikan
antibiotik selama 5 hari dan glukoortikosteroid, contoh dexametason 3x5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan Pada kehamilan 33-35 minggu lakukan terapi konservatif selama 24 jam lalu induksikan persalinan, bila terjadi infeksi akhiri kehamilan. Sedangkan pada kehamilan lebih dari 2 minggu, bila ada his, mimpin meneran dan lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dengan skor pelvic lebih dari 5, sectio cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor pelvik kurang dari 5 (Mansjoer, 2001). Apabila persalinan dilakukan dengan tindakan Seksio Sesaria maka penatalaksanaan Post Seksio Sesaria antara lain periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat. Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum karena pemberian antibiotika, walaupun pemberian antibiotika sesudah seksio sesarea efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan. Mobilisasi karena pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan. Dan pada tahap akhir adalah pemulangan apabila tidak terdapat
komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi (Mochtar, 2002).
4.Manifestasi Klinik Kecoklatan sedikit- sedikit atau sekaligus banyak. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi. Janin mudah diraba. Pada pemeriksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering (Mansjoer, 2001).
5. Jenis seksio sesaria Menurut Mochtar Rustam (1998) jenis-jenis sectio caesarea adalah : 1. Sectio Caesarea transperitonealis a. Sectio Caesarea klasik (korporal) Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kirakira sepanjang 10 cm. Kelebihan : 1) Mengeluarkan janin lebih cepat 2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih 3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal Kekurangan : 1)
Infeksi
mudah
menyebar
secara
intraabdominal
karena
tidak
adariperitonearisasi yang baik 2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uterispontan b. Sectio Caesarea ismika (profunda) Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan : 1) Penjahitan luka lebih mudah 2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik 3) Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga periutoneum 4) Perdarahan kurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan kurang atau lebih kecil. Kekurangan : 1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat menye-babkan uterine putus dan terjadi perdarahan hebat. 2) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi.
2. Sectio Caesarea ekstraperitonealis Sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.
DAFTAR PUSTAKA
verney,hellen. 2008. Buku ajar asuhan kebidanan, volume 2 jakarta : EGC Jazayeri, Allahyar. 2014. Premature Rupture of Membranes. Available at emedicine.medscape.com/article/261137 DepartemenKesehatan RI, 2001, KonsepAsuhanKebidanan, Jakarta. Manuaba, Ida bagusGede, 1998, IlmuKebidananPenyakiKandungandan KB, PenerbitBukuKedokteran, EGC : Jakarta. Muhtar, Rustam, etc, 1998, SinopsisObstetri, Jilid I, PenerbitBukuKedokteran, EGC : Jakarta. Prawirohardjo,
Sarwono,
1997, IlmuKebidanan,
Edisi
III,
PenerbityayasanBinaPustaka : Jakarta. Saefuddin, Abdul Bari, 2002, BukuPanduanPraktisPelayananKesehatan Maternal dan Neonatal , Jakarta : YBP-SP, 2002. Sastrawinata, Suliman, 2005, Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi, Edisi 2, FKUP : Jakarta. Mulyantoro Inu. 2002. Pola Kuman Anaerob di Kanalis Servikalis pada Ketuban Pecah Dini (Tesis). Semarang: Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNDIP. Manuaba I.B.G. 2001. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. oughey Aaron et al. 2008. Contemporary Diagnosis and Management of Preterm Premature
Rupture
of
Membranes.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2492588/ ( Diakses pada tanggal 15 November 2014) Manuaba,, Ida Bagus Gede. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. EGC. Jakarta. Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC. Jakarta
Health Education and Training Antenatal Care. 2013. Premature Rupture of Membrane. Online (www.open.edu) diakses pada 10 Novemver 2014. Saiffuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta: YBP-SP Nugroho, Taufan. 2011, Kasus Emergency Kebidanan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Bambang, W. 2011. Gangguan Volume Cairan Amnion. FK Unversitas Muhammadiyah Jakarta Wiknjosastro H,. ILMU KEBIDANAN. Edisi III, yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, jakarta, 2007 Saifuddin, Abdul bari. 2002. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta : YBP-SP Varney, Hellen, 2007, Midwifery, Edisi ketiga Mansjoer, Arif. 2001. Kapita selekta kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Bambang, W. 2011. Gangguan Volume Cairan Amnion. FK Unversitas Muhammadiyah
Jakarta
Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC Prawirohardjo E.J. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Saiffuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal . Jakarta: YBP-SP Chandranita, I A., Fajar, B G., 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta: EGC Morgan dan Hamilton. 2003. Obstetri dan Ginekologi: Panduan Praktik, ed 2. Jakarta: EGC