LAPORAN PENDAHULUAN NEOPLASMA FEMUR A. LATAR BELAKANG Benjolan pada tubuh seseorang terutama pada bagian tulang tentunya sangat tidak bagus dalam pandangan, dikarena menimbulkan kesan yang aneh pada tubuh seseorang, misalnya benjolan pada lutut maupun bagian tubuh yang lain. Tumor tulang merupakan penyakit yang bisa membuat seseorang malu akan penampilan fisiknya sehingga malu untuk menunjukkannya pada masyarakat. Dan kita tahu bahwa sistem sistem
muskuloskeletal
merupakan sistem yang sangat penting dalam tubuh manusia unruk menunjang bentuk tubuh, membantu proses pergerakan dan melindungi organ-organ yang lainnya. Jadi akan sangat terasa jika ada bagian pada tulang yang mengalami gangguan terutam semisal tumor tulang. Tumor pada umumnya ada yang bersifat primer dan sekunder. Tumor prime yaitu tumor yang hanya berada/menggerogoti satu bagian tubuh saja, misalnya tumor pada payudara. Sedangkan tumor sekunder merupakan tumor yang sudah menyebar kebagian tubuh yang lain, semisal tumor payudara yang gejalanya menjalar sampe ke paru-paru atau orga vital lainnya. Peran perawat sangat di butuhkan dalam membantu menangani pasien dengan tumor tulang, dikarenakan pasien akan sangat kesulitan dalam hal mobilisasi gerak, oleh karena itu perawat dituntut agar bisa menguasai secara penuh mengenai penyakit tersebut sehingga bisa bekerja secara profesional dalam melakukan asuhan keperawatan dan perawatan yang suportif pada penderita tumor tulang. KONSEP MEDIS A.
TEORI MEDIS.
Tumor tulang adalah pertumbuhan sel baru yang abnormal(neoplasma), progresif dimana sel-sel nya tidak pernah menjadi dewasa. Neoplasma merupakan masa abnormal dari
jaringan, yang pertumbuhannya pesat dan tidak terkoordinasi dari pada jaringan normal dan berlangsung lama serta berlebihan setelah perhentian stimulus yang menimbulkan perubahan tersebut. Tumor tulang ada yang primer dan sekunder. Tumor primer yaitu tumor yang hanya berada/menggerogoti satu bagian tubuh saja, misalnya tumor pada payudara. Sedangkan tumor sekunder merupakan tumor yang sudah menyebar kebagian tubuh yang lain, semisal tumor payudara yang gejalanya menjalar sampe ke paru-paru atau organ vital lainnya. B.
KLASIFIKASI
1)
Primer
a. Tumor yang membentuk tulang (Osteogenik) Jinak : - Osteoid Osteoma Ganas: - Osteosarkoma - Osteoblastoma - Parosteal Osteosarkoma, Osteoma b. Tumor yang membentuk tulang rawan (Kondrogenik) Jinak : - Kondroblastoma Ganas : - Kondrosarkoma - Kondromiksoid Fibroma - Enkondroma - Osteokondroma
c. Tumor jaringan ikat (Fibrogenik) Jinak : - Non Ossifying Fibroma Ganas : - Fibrosarkoma d. Tumor sumsum tulang (Myelogenik) Ganas : - Multiple Myeloma Sarkoma Ewing Sarkoma Sel Retikulum e. Tumor lain-lain Jinak : - Giant cell tumor Ganas : - Adamantinoma - Kordoma 2)
Sekunder/Metastatik
3)
Neoplasma Simulating Lesions
- Simple bone cyst - Fibrous dysplasia - Eosinophilic granuloma - Brown tumor/hyperparathyroidism Klasifikasi menurut TNM. • T. Tumor induk • TX tumor tidak dapat dicapai
• T0 tidak ditemukan tumor primer • T1 tumor terbatas da lam periost • T2 tumor menembus periost • T3 tumor masuk dalam organ atau struktur sekitar tulang • N Kelenjar limf regional • N0 tidak ditemukan tumor di kelenjar limf • N1 tumor di kelenjar limf regional • M. Metastasis jauh • M1 tidak ditemukan metastasis jauh • M2 ditemukan metastasis jauh
C.
ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini, penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos dapat meningkatkan kejadian tumor tulang. •Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi •Keturunan •Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan
radiasi ) (Smeltzer. 2001)
Namun ada beberapa faktor yang berhubungan dan memungkinkan menjadi penyebab tumor tulang meliputi Genetik Beberapa kelainan genetik dikaitkan dengan terjadinya keganasan tulang, misalnya sarcoma jaringan lunak atau soft tissue sarcoma (STS). Dari data penelitian diduga mutasi genetic pada sel induk mesinkin dapat menimbulkan sarcoma. Ada beberapa gen yang sudah diketahui ,mempunyai peranan dalam kejadian sarcoma, antara lain gen RB-1 dan p53. Mutasi p53 mempunyai peranan yang jelas dalam terjadinya STS. Gen lain yang juga diketahui mempunyai peranan adalah gen MDM-2 (Murine Double Minute 2). Gen ini dapat menghasilkan suatu protein yang dapat mengikat pada gen p53 yang telah mutasi dan menginaktivitas gen tersebut. Radiasi. Keganasan jaringan lunak dapat terjadi pada daerah tubuh yang terpapar radiasi seperti pada klien karsinoma mamma dan limfoma maligna yang mendapat radioterapi. Halperin dkk. Memperkirakan resiko terjadinya sarcoma pada klien penyakit Hodgkin yang diradiasi adalah 0,9 %. Terjadinya keganasan jaringan lunak dan bone sarcoma akibat pemaparan radiasi sudah diketahui sejak 1922. Walaupun jarang ditemukan, prognosisnya buruk dan umumnya high grade. Tumor yang sering ditemukan akibat radiasi adalah malignant fibrous histiocytoma (MFH) dan angiosarkoma atau limfangiosarkoma. Jarak waktu antara radiasi dan terjadinya sarcoma diperkirakan sekitar 11 tahun. Bahan Kimia. Bahan kimia seperti Dioxin dan Phenoxyherbicide diduga dapat menimbulkan sarkoma, tetapi belum dapat dibuktikan. Pemaparan terhadap torium dioksida (Thorotrast), suatu bahan kontras, dapat menimbulkan angiosarkoma, pada hepar, selain itu, abses juga diduga
dapat menimbulkan mosotelioma,
sedangkan polivilin klorida dapat menyebabkan
angiosarkoma hepatik. Trauma Sekitar 30 % kasus keganasan pada jaringan lunak mempunyai riwayat trauma. Walaupun sarkoma kadang-kadang timbul pada jaringan sikatriks lama, luka bakar, dan riwayat trauma, semua ini tidak pernah dapat dibuktikan. Limfedema kronis. Limfedema akibat operasi atau radiasi dapat menimbulkan limfangiosarkoma dan kasus limfangiosarkoma pada ekstremitas superior ditemukan pada klien karsinoma mammae yang mendapat radioterapi pasca-mastektomi. Infeksi. Keganasan pada jaringan lunak dan tulang dapat juga disebabkan oleh infeksi parasit, yaitu filariasis. Pada klien limfedema kronis akibat obstruksi, filariasis dapat menimbulkan limfangiosrakoma. D.
PATOFISIOLOGI
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif. Kelainan congenital, genetic, gender / jenis kelamin, usia, rangsangan fisik berulang, hormon, infeksi, gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi) dapat menimbulkan tumbuh atau berkembangnya sel tumor. Sel tumor dapat bersifat benign (jinak) atau bersifat malignant (ganas).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi. Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke jaringan sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-kakinya mencengkeram alat tubuh yang terkena. Disamping itu sel kanker dapat membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi terganggu. Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, Ahmad. 1991). Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk RNA, berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi kromosom sel, duplikasi DNA dari sel normal, menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada saat ini sel tidak melakukan pembelahan). E.
JENIS-JENIS KANKER TULANG
a)
Kondrosarkoma
Kondrosarkoma merupakan tumor tulang ganas yang terdiri dari kondrosit anaplastik yang dapat tumbuh sebagai tumor tulang perifer atau sentral. Tumor ini paling sering menyerang
laki-laki berusia diatas 35 tahun. Gejala yang paling sering adalah massa tanpa nyeri yang berlangsung lama. Contoh lesi perifer sering kali tidak menimbulkan gejala-gejala tertentu untuk jangka waktu yang lama dan hanya merupakan pembesaran yang dapat diraba dan hampir tidak menimbulkan gangguan. tetapi mungkin akan disusul dengan suatu pertumbuhan yang cepat dan agresif. Tempat-tempat yang paling sering ditumbuhi tumor ini adalah : pelvis, femur, tulang iga, gelang bahu dan tulang-tulang kraniofasial. Pada radiogram kondroskoma akan tampak sebagai suatu daerah radiolusen dengan bercak bercak perkapuran yang tidak jelas. penatalaksanaan terbaik yang dilakukan pada saat ini adalah dengan eksisi radikal, tetapi bisa dilakukan juga dengan bedah beku, radioterapi, dan kemotrapi. untuk lesi-lesi besar yang agresif dan kambuh berulang-ulang, penatalaksanaan yang paling tepat mungkin adalah de ngan melakukan amputasi. b)
Osteosarcoma
Osteosarcoma merupakan penyakit ganas sistemik yang terjadi pada sel tulang, komponen hematopietik pada tulang, tulang rawan dan finrous atau bahan sinovial. Dalam klinis osteosarcoma dapat dibagi dalam; osteosarcoma primer dan sekunder. Osteosarcoma primer jarang djumpai kebanyakan metastase dari tempat atau jaringan lainnya. Sedangkan osteosarcoma sekunder sering terjadi pada pinggul, tulang belakang, tulang paha dan lainnya. c)
Sarkoma Ewing
Sarkoma Ewing paling sering terlihat pada anak-anak dalam usia belasan dan tempat yang palings sering adalah korpus tulang-tulang panjang. Penampilan kasar adalah berupa tumor abu-abu lunak yang tumbuh ke reticulum sumsum tulang dan merusak korteks tulang dari sebelah dalam. Dibawah periosteum terbentuk lapisan-lapisan tulang yang baru diendapkan paralel dengan batang tulang sehingga membentuk gambaran seperti tulang bawang.
d)
Multiple Myeloma
Tumor ini merupakan perpaduan antara salah satu tumor diatas, misalnya jika seorang pasien kanker tulang didiagnosa mengidap kanker tulang jenis osteosarcoma namun di sisi ain dia juga mengalami kondrosarcoma F.
MANIFESTASI KLINIS
1.
Rasa sakit (nyeri), Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi
semakin parah 2.
pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).
Pembengkakan Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas (Gale. 1999: 245). 3.
Keterbatasan gerak
4.
Fraktur patologik.
5.
Menurunnya berat badan
6.
Teraba massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa serta
distensi pembuluh darah maupun pelebaran vena. 7.
Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan
menurun dan malaise (Smeltzer. 2001: 2347). G.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Pemeriksaan radiologis menyatakan adanya segitiga codman dan destruksi tulang.
2.
CT scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru.
3.
Biopsi terbuka menentukan jenis malignansi tumor tulang, meliputi tindakan insisi,
eksisi, biopsi jarum, dan lesi-lesi yang dicurigai. 4.
Skrening tulang untuk melihat penyebaran tumor.
5.
Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan adanya peningkatan alkalin fosfatase.
6.
MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran pada
jaringan lunak sekitarnya. 7.
Scintigrafi untuk dapat dilakukan mendeteksi adanya “skip lesion”, ( Rasjad. 2003).
H. PENATALAKSANAAN MEDIK Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi kombinasi. Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi. Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal intravena, diuretika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid. ( Gale. 1999: 245 ). Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk menghancurkan atau mengangkat jaringan maligna dengan menggunakan metode yang seefektif mungkin. Secara umum penatalaksanaan osteosarkoma ada dua, yaitu:
1.
Pada pengangkatan tumor dengan pembedahan biasanya diperlukan tindakan amputasi
pada ekstrimitas yang terkena, dengan garis amputasi yang memanjang melalui tulang atau sendi di atas tumor untuk control lokal terhadap lesi primer. Beberapa pusat perawatan kini memperkenalkan reseksi lokal tulang tanpa amputasi dengan menggunakan prosthetik metal atau allograft untuk mendukung kembali penempatan tulang-tulang. 2. Kemoterapi Obat yang digunakan termasuk dosis tinggi metotreksat yang dilawan dengan factor citrovorum, adriamisin, siklifosfamid, dan vinkristin
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC. Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. Doenges, E, Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan keperawatan pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC. Gole, Danielle & Jane Chorette. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC. Otto, Shirley E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC. Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC. Rasjad, Choiruddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamimpatue. Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC. Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8. Jakarta : EGC. Wong, Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.