LAPORAN KASUS Stroke Haemoragik
Disusun oleh: Claudia Lintang Septaviori 112016306
Dokter Pembimbing: Dr. Hexanto Muhartomo, Sp.S
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT
PANTI WILASA “DR. CIPTO”
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA PERIODE 26 Maret – 28 28 April 2018
1
KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA RUMAH SAKIT PANTI WILASA “DR. CIPTO”
Nama Mahasiswa
:Claudia Lintang Septaviori Septaviori
NIM
:112016306
Dokter Pembimbing :Dr. Hexanto Muhartomo, Muhartomo, Sp.S
Tanda Tangan:
STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. M
Umur
: 72 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Status perkawinan
: Menikah
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Kanalsari Barat VIII/12 RT.009
No RM
: 427532
Tanggal masuk RS
: 30 Maret 2018
Pasien Datang Ke RS diantar oleh keluarga (anak)
II. SUBJEKTIF Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis langsung pada tanggal 31 Maret 2018. Keluhan utama
Tubuh bagian kiri terasa lemah. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien perempuan berusia 72 tahun datang ke IGD RS PWDC, datang diantar oleh keluarga dengan keluhan jatuh dikamar mandi 1 jam SMRS. Pasien mengatakan saat terjatuh dikamar mandi karena badan terasa lemas 1 badan, saat terjatuh bagian tubuh yang terkena adalah bagian bokong. Saat pasien masuk ke RS PWDC, pasien mengatakan badan sebelah kiri terasa lebih lemas, dan sulit untuk digerakkan. Selain itu, pasien juga mengalami kesulitan berbicara dimana pasien berbicara pelo. Keluhan nyeri kepala tidak dirasakan pasien.
2
Pada saat kejadian, pasien tidak merasa mual maupun muntah. Pasien tidak dapat bangun sendiri dari posisinya terjatuh, dan tidak dapat berj alan sendiri sehingga perlu dibantu. Namun pasien tidak mengalami kesulitan dalam mengerti pembicaraan orang lain dan dalam menyampaikan isi pikirannya. Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada BAB dan BAK. Rasa kesemutan dan baal hanya terasa pada anggota gerak bagian kiri. Tidak ada gangguan penglihatan kabur dan pandangan ganda, ataupun gangguan pendengaran. Pasien juga mengatakan tidak mengalami muntah menyembur, ataupun penurunan kesadaran. Selain itu pasien juga tidak mengalami demam tinggi ataupun kejang.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal yang serupa.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu.
Riwayat Pengobatan
Pasien meminum obat rutin yang biasanya diminum yaitu amlodipin.
Riwayat Sosial
Keadaan ekonomi pasien cukup baik, pasien tinggal bersama dengan keluarganya, pasien mempunyai riwayat umur yang sudah mengalami degenerasi, tidak memiliki kebiasaan merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol.
III. OBJEKTIF 1. Status Presens
Kesadaran
: kompos mentis GCS 15 (E4 M6 V5)
Tekanan darah
: 170/92 mmHg
Nadi
: 67 kali/menit
Pernapasan
: 20 kali/menit
Suhu
: 36,9 oC
Kepala
: Normocephal
Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
3
Toraks
: Pergerakan simetris, kanan dan kiri
Jantung
: Bunyi I dan II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Paru-paru
: Vesikuler, ronki -/-, Wheezing -/-
Abdomen
: Perut datar tidak teraba massa, nyeri tekan -, bising usus -
Ekstremitas
: Akral hangat dan tidak ada sianosis disemua ekstremitas
2. Status Neurologikus A. Rangsang Meningeal:
Kaku Kuduk
: (-), Tidak ada tahanan
Bruzinski I
: (-), Tidak ada fleksi pada tungkai
Bruzinski II
: (-), Tidak ada fleksi tungkai kontralateral
Bruzinski III
: (-), Tidak ada fleksi kedua lengan
Bruzinski IV
: (-), Tidak ada fleksi kedua tungkai
Laseque
: (-), Tidak ada tahanan tidak terdapat tahanan sblm mencapai
70º
Kerniq
: (-), Tidak ada tahanan tidak terdapat tahanan sblm mencapai
135º
B. Saraf Kranial
Nervus I (Olfakturius)
Nervus II (Optikus)
: Tidak dilakukan
-
Tajam penglihatan
: Tidak dilakukan
-
Lapang pandang
: Tidak dilakukan
-
Funduskopi
: Tidak dilakukan
-
Melihat warna
: Tidak dilakukan
Nervus III (Oculomotorius)
-
Pergerakan bulbus
: Normal pada kedua mata
-
Strabismus
: Tidak ada pada kedua mata
- Nystagmus
: Tidak ada pada kedua mata
-
Exopthalmus
: Tidak ada pada kedua mata
-
Ptosis
: Tidak ada pada kedua mata 4
-
Besar pupil
: 3 mm pada kedua mata
-
Bentuk pupil
: Bulat dan isokor pada kedua mata
-
Refleks terhadap sinar
: RCL, RCTL postif pada kedua mata
-
Melihat kembar
: Tidak ada
Nervus IV (Trochlearis)
-
Gerak ke adduksi – depresi
: Normal pada kedua mata
-
Sikap bulbus
: Normal pada kedua mata
Nervus V (Trigeminus)
-
Membuka mulut
: Pasien dapat membuka mulut
-
Mengunyah
: Pasien dapat mengunyah
-
Menggigit
: Pasien dapat menggigit
-
Refleks kornea
: Tidak dilakukan
-
Sensibilitas:
: Positif pada seluruh wajah
Nervus VI (Abdusens)
:
-
Gerak mata ke lateral
: Normal pada kedua mata
-
Sikap bulbus
: Normal pada kedua mata
-
Melihat kembar:
: Tidak ada
Nervus VII (Facialis)
-
Mengkerutkan dahi
: Normal pada kedua sisi
-
Menyeringai
: Bagian sinistra tertinggal
-
Menutup mata
: Normal pada kedua sisi
-
Memperlihatkan gigi
: Normal pada kedua sisi
-
Menggembungkan pipi
: Normal pada kedua sisi
-
Pengecapan
: Tidak dilakukan
-
Mencucu
: Bagian sinistra tertinggal
Nervus VIII (Vestibulotrokelaris)
-
Rinne
: Tidak dilakukan
-
Webber
: Tidak dilakukan
-
Swabach
: Tidak dilakukan
5
Nervus IX (Glossopharyngeus)
Pengecapan
: Tidak dilakukan
Nervus X (Vagus)
-
Arcus Faring
: Simetris
-
Uvula
: Letak ditengah, tidak ada deviasi
-
Bicara
: Bicara normal
-
Menelan
: Menelan baik
Nervus XI (Accesorius)
-
Mengangkat bahu
: Normal pada kedua sisi
-
Memalingkan kepala
: Normal pada kedua sisi
Nervus XII (Hipoglossus)
-
Pergerakan lidah
: Deviasi ke sinistra
-
Lidah
: Deviasi ke sinistra
-
Tremor lidah
: Tidak ada
-
Artikulasi
: Disartria
C. Badan dan Anggota Gerak
Motorik Respirasi : abdominotorakal Bentuk columna vertebralis : tidak dinilai Pergerakan columna vertebralis : tidak dinilai
Sensibilitas
kanan
kiri
Taktil
tidak dilakukan
Nyeri
tidak dilakukan
Thermi
tidak dilakukan
Lokalisasi
tidak dilakukan
Refleks
kanan
kiri
Refleks kulit perut atas
tidak dilakukan
Refleks kulit perut tengah
tidak dilakukan
Refleks kulit perut bawah
tidak dilakukan 6
ANGGOTA GERAK ATAS Motorik
kanan
kiri
Pergerakan
normal
menurun
Kekuatan
555
441
Tonus
isotonus
isotonus
Atrofi
(-)
(-)
Refleks fisiologis
kanan
kiri
Biceps
+ tidak meningkat
+ tidak meningkat
Triceps
+ tidak meningkat
+ tidak meningkat
Trommer hoffman
-
-
Sensibilitas
kanan
kiri
Taktil
normal
menurun
Nyeri
normal
menurun
Refleks patologis
Thermi
tidak dilakukan
Lokalisasi
tidak dilakukan
ANGGOTA GERAK BAWAH Motorik
kanan
kiri
Pergerakan
normal
menurun
Kekuatan
555
441
Refleks patella
+ tidak meningkat
+ tidak meningkat
Refleks achiles
+ tidak meningkat
+ tidak meningkat
Babinsky
-
-
Oppenheim
-
-
Schaeffer
-
-
Chaddok
-
-
Refleks fisiologis
Refleks patologis
7
Sensibilitas
kanan
kiri
Taktil
normal
menurun
Nyeri
normal
menurun
Thermi
tidak dilakukan
Lokalisasi
tidak dilakukan
a. Keseimbangan dan Koordinasi
Tes Romberg
: Tidak dilakukan
Tes Romberg dipertajam
: Tidak dilakukan
Tandem Gait
: Tidak dilakukan
Tes jari - jari
: Tidak dilakukan
Tes jari - hidung
: Tidak dilakukan
Tes tumit lutut
: Tidak dilakukan
Disdiadokokinesia
: Tidak dilakukan
4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium a. Paket darah lengkap (30/03/2018) Haemoglobin: 11.9 g/dL Jumlah Leukosit: 4.4 (10^3)/μL Hematokrit: 35% Eritrosit: 4.2 (10^6)/uL Jumlah Trombosit: 244 (10^3)/μL MCV : 84 fl MCH : 28 pg MCHC : 34 g/dL b. Pemeriksaan kadar gula darah (30/03/2018) GDS : 117 mg/dL
8
Pemeriksaan CT-Scan brain
Tampak lesi hipodens kecil di corona radiate kiri, kapsula interna krus anterior kanan Tampak lesi hiperdens di nucleus lentiformis kanan dengan vol 0,76cm3 Sulkus kortikalis dan fissure lateralis Sylvii kanan kiri tampak lebar Diferensiasi substansia alba dan grisea tampak jelas Ventrikel lateralis kanan kiri, III dan IV tampak lebar Tak tampak midline shifting Sisterna perimesencephali dan basalis tampak lebar Pons dan serebelum baik
Kesan: Intracerebral hemorrhage di nucleus lentiformis kanan dengan vol 0,76cm3 Infark lakuner di corona radiate kiri, kapsula interna krus anterior kanan Tak tampak gambaran peningkatan tekanan intracranial pada MSCT scan kepala tanpa kontras pada saat ini Atrophy cerebri 9
IV. RESUME
Seorang pasien perempuan berusia 72 tahun datang ke IGD RS PWDC, datang diantar oleh keluarga dengan keluhan jatuh dikamar mandi 1 jam SMRS. Saat pasien masuk ke RS PWDC, pasien mengatakan badan sebelah kiri terasa lebih lemas, dan sulit untuk digerakkan. Selain itu, pasien juga mengalami kesulitan berbicara dimana pasien berbicara pelo. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, dan obat yang dikonsumsi adalah amlodipine. Pada pemeriksaan neurologis dapat kelainan pada N,VII yaitu saat menyeringai dan mencucu terdapat bagian sinistra tertinggal, selain itu terdapat kelainan di N.XII yaitu mulut mengalami deviasi ke sinistra, deviasi lidah ke arah sinistra, dan disartria. Pada pemeriksaan penunjang CT Scan kepala didapatkan hasil intracerebral he morrhage di nucleus lentiformis kanan dengan vol 0,76cm3, infark lakuner di corona radiate kiri, kapsula interna krus anterior kanan. V. DIAGNOSIS
a. Diagnosis klinik
: Hemiparesis sinistra spastik Paresis N.VII Sinistra – Central Paresis N.XII Sinistra - Central
b. Diagnosis topis
: Hemisfer Cerebri Dextra
c. Diagnosis etiologik : Stroke Hemoragik VI. PENATALAKSANAAN
VII.
Medikamentosa
-
Amlodipine 1x5mg
-
Antasida 2x1 sdm
-
Manitol inj 4x125cc
-
Citicholin inj 3x500 mg
-
Asam tranexamat 3x500 mg
Non Medikamentosa
-
Bedrest
-
Fisioterapi
PROGNOSIS
Ad vitam
: Dubia ad bonam
Ad fungsionam
: Dubia ad bonam
Ad sanationam
: Dubia ad bonam
10
Tinjauan Pustaka
Pendahuluan
Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat. 1 Stroke dengan defisit neurologic yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi. Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa thrombus atau emboli yang menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid.2 Stroke merupakan penyebab kematian kecacatan nomor satu didunia dan penyebab kematian nomor tiga didunia. Duapertiga stroke terjadi di negara berkembang. Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20% mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia. 1
Definisi
Menurut WHO, stroke adalah kumpulan gejala klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak baik fokal atau global secara tiba-tiba, disertai gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain gangguan vaskuler.3 Stroke termasuk penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.
3
Dikenal pula istilah TIA (Transient Ischemic Attack ) yaitu merupakan gejala stroke yang mengalami resolusi dalam beberapa menit sampai beberapa jam (<24 jam).4 Sekitar 80-87 % stroke merupakan infark iskemik yang disebabkan oleh trombosis atau emboli serebrovaskular. Perdarahan intraserebral yang tersisa, dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid, dimana sebagian kecil disebabkan oleh aneurisma. 5 Untuk dapat menentukan jenis stroke yang terjadi diperlukan adanya konfirmasi melalu pencitraan radiologi seperti CT-Scan, terutama berguna saat masih dalam fase akut. 11
Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab utama dari kelumpuhan dan penyebab keempat terbanyak dari kematian di Amerika Serikat. Setiap tahunnya tercatat sekitar 795.000 orang di Ameria Serikat mengalami serangan stroke, baik yang baru pertama mendapat serangan, maupun yang berulang. Sekitar 610.000 kasus merupakan serangan pertama dan 185.000 kasus berulang 5
Klasifikasi Stroke 1. Stroke Iskemik
Lesi iskemik parenkim otak disebabkan oleh gangguan suplai darah otak yang persisten, biasanya baik oleh blokade pembuluh darah yang memberikan suplai (arterial) atau yang lebih jarang oleh hambatan aliran vena yang menyebabkan stasis darah diotak, dengan gangguan sekunder penghantaran oksigen dan nutrient. 6 System saraf pusat memiliki kebutuhan energi yang sangat tinggi yang hanya dapat dipenuhi oleh suplai substrat metabolic yang terus menerus dan tidak terputus. Pada keadaan normal, energy tersebut semata-mata berasal dari metabolisme aerob glukosa otak tidak memiliki persediaan energi untuk digunakan. selama terjadi gangguan penghantaran substrat. Jika neuron tidak mendapatkan glukosa dan oksigen dalam jumlah cukup, fungsi neuron akan menurun dalam beberapa detik. Kebutuhan aliran darah minimal untuk memelihara strukturnya adalah sekitar 5-8 ml per 100 gr/menit (pada jam pertama is kemik). Sebaliknya kebutuhan aliran darah minimal untuk berlanjutnya fungsi adal ah 20 ml per 100 gr/menit. Karena itu dapat terlihat adanya defisit fungsional tanpa terjadinya kematian jaringan (infark). Jika aliran darah yang terancam kembali pulih dengan cepat, seperti oleh trombolisis spontan atau secara terapeutik, jaringan otak tidak rusak dan berfungsi kembali seperti sebelumnya yaitu defisit neurologis sempurna. Hal ini merupakan rangkaian kejadian transient ischemic attack (TIA), yang secara klinis didefinisikan sebagai defisit neurologis sementara dengan durasi tidak lebih dari 24 jam. 80% dari seluruh TIA berlangsung sekitar 30 menit. TIA pada arteri serebri media sering ditemukan pasien mengeluhkan parestesia dan defisit sensorik kontralateral sementara, serta kelemahan sementara.6 Defisit neurologis akibat iskemia kadang-kadang dapat berkurang meskipun telah berlangsung selama lebih dari 24 jam dan sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 3 minggu, yang disebut dengan PRIND ( prolonged reversible ischemic neurological deficit ). Jika hipoperfusi menetap lebih lama daripada yang dapat ditoleransi oleh jaringan otak, 12
terjadi kematian sel. Stroke iskemik tidak reversible. Pada pasien dengan infark yang meluas yang menyertainya, tanda klinis hipertensi intracranial yang mengancam jiwa seperti sakit kepala, muntah dan gangguan kesadaran harus diamati dan diterapi dengan sesuai.6
Penyebab stroke iskemik : -
Infark emboli Delapan puluh persen stroke iskemik disebabkan oleh emboli. Bekuan darah atau serpihan debris yang lepas dari plak ateromatosa didinding pembuluh darah besar ekstrakranial, terbawa oleh aliran darah ke otak, dan menjadi sumbatan didalam lumen end artery fungsional. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Oklusi embolik proksimal pada trunkus utama arteri serebri menyebabkan infark luas pada seluruh teritori pembuluh darah tersebut (infark tentorial). Sebagian besar emboli berasal dari lesi ateromatosa bifurkasio karotidis atau dari jantung.6 Defisit neurologis dalam waktu yang sangat singkat yakni < 5 menit (47-74%), penurunan kesadaran pada saat onset dalam (19-31%), defisit hemisfer yang luas (kalau infarknya luas), didapat pasien penyebab berikut dan atau faktor resiko : jantung (atrial fibrilasi, kelainan katub dan lain-lain), vaskuler (stenosis arteri kritis), darah (hiperkoagulabilitas).7
-
Thrombosis Stroke thrombosis disebabkan oleh oklusi mendadak pembuluh darah yang mensuplai otak. Oklusi terjadi baik karena suatu thrombus yang terbentuk langsung dilokasi oklusi.7 Penyakit
vascular
utama
yang
menimbulkan
penyumbatan
adalah
Aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan penyakit arteri-arteri besar, dari aorta sampai dengan arteri-arteri yang berdiameter 2 mm. Secara klinis aterosklerosis termasuk penyakit pembuluh darah yang terpenting oleh karena yang terkena proses aterosklerosis adalah terutama arteri-arteri jantung dan otak. Karena aterosklerosis menyempitkan lumen, maka aliran darah distal terhadap tempat penyempitan lumen i tu, selalu jadi kecil.8
Manifestasi Klinis :
Manifestasi klinis bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasinya. Gejala klinis dan defisit neurologik yang ditemukan berguna untuk menilai iskemik. 1
13
-
Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral yang terutama melibatkan tungkai, gangguan mental, gangguan
sensibilitas
pada
tungkai
yang
lumpuh,
ketidakmampuan
dalam
mengendalikan buang air dan bisa terjadi kejang-kejang. 1 -
Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan hemipestesi kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi luhur berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) atau hemispatial neglect (bila mengenai area otak nondominan).1
-
Gangguan peredaran darah arteri serebri posterior menimbulkan hemianopsi homonym atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik maupun sensorik. Gangguan daya ingat terjadi bila infark pada lobus temporalis medial. Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual dominan dan splenium korpus kolosum. Agnosia da prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks temporooksipitalis inferior. 1
-
Gangguan peredaran darah batang otak menyebakan gangguan saraf kranial seperti disartri, diplopia dan vertigo, gangguan serebral, seperti ataksia atau hilang keseimbangan atau penurunan kesadaran. 1
-
Infark lacunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motoric atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.
2. Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral (PIS) : perdarahan primer yang berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak.1 Penyebab dari PIS dapat dibagi menjadi dua : -
Perdarahan hipertensif Penyebab tersering perdarahan intracranial adalah hipertensi arterial. Peningkatan tekanan darah patologis merusak dinding pembuluh darah arteri yang kecil meyebabkan mikroaneurisma (aneurisma Charcot) yang dapat rupture spontan. Lokasi predileksi untuk perdarahan serebral hipertensif adalah ganglia basalis, thalamus, nucleus serebri dan pons. Substansia alba serebri yang dalam sebaliknya jarang terkena. Manifestasi perdarahan intraserebral bergantung pada lokasinya. Perdarahan
ganglia
basalis
dengan
kerusakan
kapsula
interna
biasanya
menyebabkan hemiparesis kontralateral berat sedangkan perdarahan pons menimbulkan tanda-tanda batang otak. Rupture intraventikularis perdarahn intraserebral dapat menyebabkan hidrosefalus, baik melalui obstruksi aliran 14
ventricular dengan bekuan darah atau dengan gangguan resorpsi LCS dari granulasiones araknoidales. Jika ada hidrosefalus makin meningkatkan tekanan intrakranial.6 -
Perdarahan intraserebral nonhipertensif Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh banyak penyebab selain hipertensi arterial. Penyebab yang paling penting adalah malformasi arteriovenosus, tumor, aneurisma, penyakit vaskuler yang meliputi vaskulitis dan angiopati amyloid dan obstruksi aliran vena. Perdarahan intraserebral kemungkinan disebabkan oleh sesuatu selain hipertensi arterial apabila tidak ditemukan lokasi predileksi untuk perdarahan hipertensi atau bila pasien tidak menderita hipertensi arterial yang bermakna.6
Manifestasi klinis :
Pendarahan intraserebral berlaku secara mendadak. Setengah daripada jumlah penderita mengeluh serangan dimulai dengan nyeri kepala yang berat dan sering sewaktu melakukan aktivitas. Namun pada penderita yang usianya lebih lanjut nyeri kepalanya lebih ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi menggambarkan perkembangan yang terus memburuk daripada perdarahan. Gejala klinis stroke intraserebral meliputi kelemahan atau kelumpuhan setengah badan, kesemutan, hilang sensasi atau mati rasa setengah badan. Selain itu setengah orang juga mengalami kesulitan berbicara atau bicara pelo, mulutnya merot ke samping, merasa bingung, masalah penglihatan, mual, muntah, kejang dan kehilangan kesadaran se cara umum. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kesadaran menurun, gangguan bicara dan memahami dan tekanan darah meningkat. Pemeriksaan neurologi ditemukan gangguan N. VII dan N. XII central, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh, hemihiperestesi, reflex fisiologis pada sisi yang lumpuh meningkat. 7
Perdarahan Subaracnoid : ekstravasasi darah ke dalam ruang subaracnoid yang meliputi system saraf pusat yang diisi dengan cairan serebrospinal.7 penyebab tersering perdarahan subarachnoid spontan adalah rupture aneurisma sala satu arteri didasar otak. Ada beberapa jenis aneurisma6 : -
Aneurisma sakular (“berry) ditemukan pada titik bifurkasio arteri intracranial. Aneurisma ini terbentuk pada lesi pada didinding pembuluh darah yang sebelumnya telah ada, baik akibat kerusakan structural (biasanya kongenital), maupun cedera akibat hipertensi. Lokasi tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri media di fisura sylvii (20%), dinding lateral 15
arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior 30%) dan basilar tip (10%). 6 -
Aneurisma fusiformis pembesaran pembuluh darah yang memanjang (berbentuk gelondong) yang disebut aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya melibatkan segmen intracranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media dan arteri basilaris. Struktur ini biasanya disebabkan oleh aterosklerosis dan atau hipertensi dan hanya sedikit yang menjadi sumber perdarahan. Aneurisma fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak.6
-
Aneurisma mikotik. Dilatasi aneurisma pembuluh darah intracranial kadangkadang disebabkan oleh sepsis dengan kerusakan yang diinduksi oelh bakteri pada didinding pembuluh darah. Aneurisma mikotik kadang-kadang mengalami regresi spontan, struktur ini jarang menyebabkan perdarahan subaracnoid.
Derajat
Manifestasi Klinik
1
Asimptomatik atau nyeri kepala dan kaku kuduk yang ringan
2
Nyeri kepala yang sedang sampai berat, kaku kuduk dan tidak ada deficit neurologis pada saarf kranial
3
Bingung, penurunan kesadaran, defisit fokal ringan
4
Stupor, hemiparesis ringan sampai dengan berat, deserebrasi, gangguan fungsi vegetative
5
Koma dalam, deserebrasi, moribound appearance
Tabel 1. Skala Hunt-Hess 1
16
Gambar 1. Predileksi tersering stroke5
Urutannya berdasarkan frekuensi yang paling sering: 1. Arteri Carotis Interna 2. Arteri Vertebralis 3. Arteri Serebri Media 4. Arteri Serebri Posterior 5. Arteri Serebri Anterior 6. Arteri Oftalmica 7. Aorta Branch 8. Arteri Basilaris
Perdarahan serebral umumnya disebabkan oleh pecah arteri yang ateromatosa dan paling sering terjadi pada pasien dengan hipertensi. Biasanya terjadi pada individu usia pertengahan dan sering akibat pecah arteria lenticulostriata yang berdinding tipis, suatu cabang arteria cerebri media.10
17
Tabel 2. Perbedaan Perdarahan Intraserebri dan Perdarahan Subarachnoid 11
Tabel 3. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Non Hemoragik 11 Faktor Resiko2
Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk pengobatan dan perawatan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya kualitas hidup. Kerugian ini akan 18
berkurang jika pengendalian faktor risiko dilaksanakan dengan ketat. Beberapa faktor risiko terbagi menjadi: 1. Yang dapat dikendalikan: hipetensi, penyakit jantung, fibrilasi atrium, endokarditis, stenosis mitralis, infark jantung, merokok, anemia sel sabit, transient ischemic attack, stenosis karotis asimtomatik 2. Potensial bisa dikendalikan: diabetes mellitus, hiperomosisteinemia, hipertrofi ventrikel kiri 2. Yang tidak dapat dikendalikan: Umur, jenis kelamin, herediter, ras dan etnis.
Patofisiologi5
Pada stroke hemoragik, perdarahan terjadi langsung pada parenkim otak. Mekanisme yang sering terjadi adalah karena kebocoran arteri-arteri kecil di intraserebral yang rusak karena hipertensi kronis. Mekanisme lain termasuk perdarahan diatheses, antikoagulan, amyloidosis serebral dan penyalahgunaan kokain. Perdarahan intraserebral memiliki predileksi beberapa bagian di otak, termasuk thalamus, putamen, serebelum dan batang otak. Daerah sekitar perdarahan juga bisa rusak karena tekanan akibat hematoma dan peningkatan tekanan intracranial. Efek patologis dari perdarahan subarachnoid bersifat multifocal, terjadi peningkatan tekanan intracranial dan merusak autoregulasi serebral. Efek ini dapat terjadi dikombinasi dengan vasokonstriksi akut, agregasi platelet mikrovaskular, dan penurunan perfusi mikrovaskular yang berujung pada pengurangan aliran darah dan iskemik serebral.
Diagnosis Siriraj Score
19
Tabel
4.
Penetapan
jenis
stroke
berdasarkan
Siriraj
Stroke
Score.1
Tabel 5. Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gajah Mada
1. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu 6
CT scan
-
Menunjukan area iskemik tidak lebih cepat dari 2 jam setelah onset hiperperfusi. Namun pemeriksaan ini menunjukan perdarahan lebih cepat. Setiap pasien dengan onset defisit neurologis akut atau subakut sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT-Scan sesegera mungkin sehingga diagnosis perdarahan dapat ditegakan atau disingkirkan. 20
Keuntungan lain CT Scan dibanding dengan MRI adalah ketersediaanya yang cepat. Jika CT-Scan tidak menunjukan kelainan maka pemeriksaan dapat diulang 24 jam kemudian, sebab bisa saja infark yang terjadi belum tampak pada pemeriksaan pertama.
-
Akhir-akhir ini CT-Scan telah berkembang untuk mendeteksi oklusi vascular akut (CT Angiografi) atau gangguan perfusi pada suatu daerah di otak (CT Perfusion)
Pemeriksaan MRI MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan dalam menentukan stroke iskemik karena hanya dalam beberapa menit sejak onset dapat menunjukan daerah iskemik pada otak. MRI juga dapat menunjukan infark serebri yang tidak tampak pada pemeriksaan CTscan pada pasien dengan defisit neurologis ringan atau transient.
Penatalaksanaan Stroke9
Keberhasilan penanganan stroke akut dimulai dari pengetahuan masyarakat dan petugas kesehatan bahwa stroke merupakan keadaan gawat darurat, seperti infark miokard akut dan trauma. Filosofi yang harus dipegang adalah
‘Time is brain dan
The Golden Hour ”. Dengan
adanya kesamaan pemahaman bahwa stroke dan TIA merupakan suatu medical emergency maka akan berperan sekalidalam menyelamatkan hidup dan mencegah kecacatan jangka panjang. Dengan penanganan yang benar pada jam-jam pertama, angka kecacatan stroke paling tidak akan berkurang sebesar 30%. 1. Deteksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA terutama pasien dengan faktor resiko tinggi seperti hipertensi, fibrilasi atrial, diabetes, dan penyakit vaskuler lain. Beberapa gejala atau tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang, atau penurunan kesadaran yang kesemuanya terjadi secara mendadak. Dapat juga digunakan kriteria ‘FAST’:
- Facial movement - Arm movement - Speech - Test all three 2. Pengiriman pasien ke fasilitas yang tepat menangani stroke: ambulans 3. Transportasi/ambulans 4. Pelayanan stroke komprehensif: ICU, stroke unit
21
Penatalaksanaan di ruang gawat darurat 9
1. Evaluasi cepat dan diagnosis Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologik dan skala stroke
2. Terapi umum a) Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
Observasi status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen
Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring/ETT (jika pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg), bila > dua minggu dianjurkan trakeostomi
Pada pasien hipoksia saturasi O 2 < 95%, diberi suplai oksigen
Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak perlu terapi O 2
b) Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
Optimalisasi tekanan darah
Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat diberikan obat-obat vasopressor titrasi dengan target TD sistolik 140 mmHg
Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama
Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi
c) Pemeriksaan awal fisik umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal: 1. Derajat kesadaran 2. Pemeriksaaan pupil dan okulomotor 3. Keparahan hemiparesis
d) Pengendalian peninggian TIK
Pemantauan ketat terhadap resiko edema serebri harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama stroke
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran 22
Sasaran terapi TIK < 20 mmHg. (N: 7-15 mmHg pada Dewasa, 3-7 mmHg pada Anak, dan 1,5-6 mmHg pada Bayi)
Elevasi kepala 20-30º
Hindari penekanan vena jugulare
Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama > 20 menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV
Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar
e) Pengendalian Kejang Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit. Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada. f) Pengendalian suhu tubuh Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya. Beri Asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC. g) Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, kadar gula darah, analisa urin, AGD dan elektrolit
Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada
Penatalaksanaan umum di ruang rawat inap 9
1. Cairan
Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin, CVP pertahankan antara 5-12 mmHg
Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB
23
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.
Elektrolit (Na, K, Ca, Mg) harus selalu diperiksaa dan diganti bila terjadi kekurangan
Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGD.
Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.
2. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun
Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.
3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan fraktur)
Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman
Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai Kasur anti dekubitus
4. Penatalaksanaan medik yang lain
Hiperglikemia GD > 180 mg/dL pada stroke akut harus diobati, titrasi insulin, dan terjaga normoglikemia. Hipoglikemia berat GD < 50 mg/dL, berikan dekstrosa 40 % iv atau infus glukosa 10-20 %
Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya
Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi
Mobilisasi bertahap bila hemodinamik dan pernafasan stabil
Rehabilitasi
Edukasi keluarga
Tatalaksana Stroke Akut secara Khusus 9 Penatalaksanaan Khusus Stroke Hemoragik Perdarahan Intraserebral (ICH)
1. Diagnosis dan penilaian gawat darurat perdarahan intrakranial dan pen yebabnya dilakukan dengan: 24
CT atau MRI (direkomendasikan pada stroke iskemik dengan perdarahan intrakranial)
Angiografi CT Scan atau CT Scan dengan kontras, membantu identifikasi pasi en resiko perluasan hematom
2. Tatalaksana medis pada perdarahan intrakranial
Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi berat atau trombositopenia berat: terapi penggantian faktor koagulasi atau trombosit
Pasien dengan perdarahan intrakranial dan peningkatan INR terkait obat antikoagulan oral, sebaikanya jangan diberikan warfarin. Terapi diganti Vitamin K, pemberian Konsentrat Kompleks Protrombin untuk mengurangi komplikasi, FFP (Fresh Froezen Plasma).
Pasien dengan gangguan koagulasi:
- Vit K 10 mg/ IV dengan peningkatan INR, kecepatan pemberian <1mg/menit untuk meminimalkan resiko anafilaksis.
- FFP 2-6 unit untuk koreksi defisiensi faktor pembekuan darah/faktor koagulasi, memperbaiki INR atau aPTT dengan cepat.
LMWH (Low Molecular Weight Heparin) dan UFH (Unfractioned Heparin) subkutan dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk mencegah tromboemboli vena setelah perdarahan berhenti.
Efek heparin diatasi dengan protamin sulfat, observasi tanda-tanda hipersensitif
3. Tekanan darah 4. Penanganan di rumah sakit dan pencegahan terjadi kerusakan otak sekunder
Stroke hemoragik: sebaiknya ICU
Glukosa darah dijaga hingga tingkat median (137mg/dl). Hindari kadar gula darah > 180 mg/dl.
Obat kejang dan antiepilepsi. Pada pasien dengan penurunan kesadaran, pemantauan EEG dapat dilakukan secara kontinu.
5. Prosedur / operasi:
Penanganan dan pemantauan TIK : pada pasien dengan GCS < 8, tanda klinis herniasi transtentorial, perdarahan intraventrikuler luas, hidrosefalus. Drainase ventrikuler dengan stroke iskemik dengan hidrosefalus yang disertai penurunan kesadaran
Perdarahan intraventrikuler
Evakuasi hematom: pada sebagian besar pasien dengan perdarahan intrakranial, kegunaan tindak operasi masih belum pasti. Jika terjadi perdarahan intraserebral yang 25
mengalami perburukan biologis sebaiknya dilakukan operasi evakuasi bekuan darah secepatnya. Pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml dan terdapat 1 cm dari permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial supratentorial dengan kraniotomi standar dapat dipertimbangkan.
Mencegah perdarahan intrakranial berulang Kontrol tekanan darah
Rehabilitasi dan pemulihan
Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhoid (PSA) 9
1.Tatalaksana penegakkan diagnosis perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarachnoid merupakan salah satu gawatdarurat neurologi dengan gejala yang kadangkala tidak khas sehingga sering ditemukan kesulitan dalam menegakkan diagnosis. Pasien dengan keluhan nyeri kepala hebat (paling sakit yang dirasakan sepanjang hidup) yang muncul tiba-tiba sebaiknya dicurigai dicurigai sebagaisuatu tanda adanya PSA (AHA/ASA, Class I, level evidance B)
Pasien yang dicurigai PSA sebaiknya dilakukan pemeriksaan CT-Scan kepala (AHA/ASA, Class I, level evidance B). Apabila hasil CT-Scan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda PSA pada pasien yang secara klinis dicurigai PSA maka tindakan pungsi lumbal untuk analisis cairan cerebrospinal sangat direkomendasikan (AHA/ASA, Class I, level evidance B).
Untuk memastikan adanya gambaran aneurisma pada pasien PSA, pemeriksaan angiografi serebral sebaiknya dilakukan (AHA/ASA, Class I, level evidance B). Namun, apabila tindakan angiografi konvensional tidak dapat dilakukan maka pemeriksaan MRA atau CT angiografi perlu dipertimbangkan (AHA/ASA, Class I, level evidance B)
2.Tatalaksana umum PSA
Berdasarkan HUNT dan HESS, PSA derajat I dan II:
- Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin - Tirah baring total, posisi kepala ditinggikan 30 0, O2 2-3 L/m - Hati-hati penggunaan sedatif, dapat kesulitan menilai tingkat kesadaran - Infus dari UGD, normovolemia, monitor cardiopulmoner dan kelainan neurogi yang timbul
Derajat PSA III, IV, V perawatan lebih intensif: 26
- ABC - ICU atau semi-ICU - Pertimbangkan intubasi dan ETT cegah aspirasi dan airway - Hindari sedatif berlebihan 3. Cegah perdarahan ulang setelah PSA
Monitor dan kontrol Tekanan Darah
Bed rest total
Anti fibrinolitik
4.Tindakan operasi pada ruptur aneurisma
Clipping atau endovaskuler coilling untuk mengurangi perdarahan ulang (bedah saraf, dokter endovaskuler)
Ada Resiko pendarahan ulang PSA (+) walau telah di operasi
5.Pencegahan dan tatalaksana vasospasme
Nimodipin 1-2mg/jam IV pada hari ke 3 atau secara oral 60mg setiap 6 jam selama 21 hari
6. Pengelolaan tekanan darah pada PSA sesuai dengan penatalaksanaan pada stroke akut 7. Atasi Hiponatremi 8. Atasi Kejang 9. Tatalaksana komplikasi hidrosefalus: ventrikulostomi/drainase eksternal ventrikel untuk obstruksi
hidrosefalus
akut,
dan
ventrikulo
peritoneal
shunt
untuk
hidrosefalus
kronik/komunikan 10. Terapi tambahan: laksansia, analgesik asetaminofen, kodein fosfat, tylanol dan kodein, hindari asetosal, obat penenang untuk pasien sangat gelisah: haloperidol, petidin, midazolam, propofol.
27
Daftar Pustaka 1. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan praktis diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf. Jakarta: EGC; 2009.h. 24-35 2. Setyopranoto I. Stroke : gejala dan penatalaksanaan. Vol 28. No 4. Kepala unit stroke FKUGM: Yogyakarta; 2011.h. 247-250 3. Truelsen T, Begg S, Mathers C. The Global Burden of Cerebrovascular Disease. Global Burden of Disease ; 2006. 4. Transient Ischemic Attack. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1910519overview. Diakses pada tanggal 15 April 2018. 5. Hemorrhagic stroke. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1916662overview?src=refgatesrc1#a7 diakses pada tanggal 15 April 2018. 6. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis topic neurologi DUUS. Jakarta: EGC; 2010.h. 372-433 7. Munir B. Neurologi dasar. FK Universitas Brawijaya. Malang: Sagung seto; 2015.h. 1-72, 367-99 8. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian rakyat; 2014.h. 269-90 9. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al. Guideline Stroke tahun 2011. Jakarta : Pokdi Stroke PERDOSSI ; 2011.
28