BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Death and Dying “Kematian dan Proses Menuju Kematian” adalah sebuah fenomena yang pasti akan terjadi atau akan dijumpai manusia dalam kehidupannya. Kematian memang sebuah rahasia Tuhan, akan tetapi proses menuju kematian adalah sebuah fenomena yang dapat dibahas dan didiskusikan, bahkan lingkungan dapat memberikan proses pembelajaran yang benar untuk menjalani proses menuju kematian yang lebih baik. Data di Poli Perawatan Paliatif RSUD DR. Soetomo Surabaya menyebutkan bahwa pasien di Poli Perawatan Paliatif RSUD DR. Soetomo Surabaya ini semakin hari jumlahnya semakin bertambah dari 3.962 pasien di tahun 1993 menjadi sekitar 4.298 di tahun 2001, meningkat 11,34%. Sekitar 26,14% pasien berusia 45-54 tahun dan 13,56% berusia 30-44 tahun, jadi sekitar 39,7% pasien Poli Perawatan Paliatif RSUD DR. Soetomo adalah orang-orang yang berada pada usia produktif. Ketika seseorang didiagnosa sakit dengan sebuah sakit yang tergolong berat dan berstadium lanjut dimana pengobatan medis sudh tidak mungkin diterimakan kepada si pasien, maka kondisi pasien tersebut akan mengaami sebuah goncangan yang hebat. Kematian adalah salah satu jawaban pasti bagi para pasien terminal illness. Berjalannya waktu baik itu pendek atau panjang, bagi para pasien terminal illness adalah hari-hari yang sangat menyiksa karena mereka harus menantikan kematian sebagai jawaban pasti dengan penderitaan rasa nyeri yang sangat hebat. (Megawe ; 1998) Berbagai macam peran hidup yang dijalani selama ini pasti akan menghadapi kendala baik itu disebabkan karena kendala fisik, psikologis, social, cultural maupun spiritual. Demikian pula, prognosis akan kematian pada para pasien terminal illness akan lebih memberikan dampak konflik psikologis, social, cultural maupun spiritual yang sangat unik.
B.
Rumusan masalah
1. Mengetahui pengertian penyakit terminal illness. 2. Memahami konsep perawatan pada pasien terminal illness. 3. Memahami tahapan menuju kematian. 4. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien terminal illness. C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Penyakit Kronik
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai bertahun-tahun,bertambah berat,menetap,dan sering kambuh. (Purwaningsih dan Karbina, 2009). Penyakit kronis bisa menyebabkan kematian/ kondisi terminal. Ketidakmampuan merupakan persepsi individu bahwa segala hal yang dilakukan tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan dimana individu kurang dapat
mengendalikan
kondisi
tertentu
atau
kegiatan
yang
baru
dirasakan.
(Purwaningsih dan Karbina, 2009). Jadi penyakit kronis yaitu penyakit yang terjadi pada seseorang dalam waktu lama akan membuat orang tersebut menjadi tidak mampu melakukan sesuatu seperti biasanya.
Penyakit Terminal
Kondisi Terminal adalah: Suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu. ( Car peni peni to ,1995 ,1995 ) Pasien Terminal adalah : Pasien – pasien yang dirawat, yang sudah jelas bahwa mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin memburuk. ( P.J.M P.J.M . ) ) Steve Stevens, ns, dkk ,hal 282, 1999 Bisa dikatakan Penyakit terminal adalah lanjutan dari penyakit kronik/ penyakit akut yang sifatnya tidak bisa disembuhkan dan mengarah pada kematian. Pasien terminal illness adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien terminal illnes harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan.
Jadi
fungsi
mengendalikan
perawatan
nyeri
yang
paliatif
pada
dirasakan
serta
pasien
terminal
keluhan-keluhan
illnes
adalah
lainnya
dan
meminimalisir masalah emosi, sosial dan spiritual. Penjelasan tersebut mengindikasi bahwa pasien terminal illness adalah orang-orang sakit yang diagnosis dengan penyakit berat yang tidak dapat disembuhkan lagi dimana prognosisnya adalah kematian. B. Jenis-Jenis Penyakit Kronik dan Terminal Pada Anak
Infeksi Saluran Nafas Bawah, Pneumonia dan Bronkhitis HIV/AIDS Malaria Diare Tuberkulosis Campak Tetanus Infeksi Selaput Otak (Meningitis) Difteri Penyakit Kanker Akibat Kecelakaan Fatal C. Kriteria Penyakit Kronik dan Terminal
Menurut Wristht Le (1987) mengatakan bahwa penyakit kronik mempunyai beberapa sifat diantaranya adalah : Progresif Penyakit kronik yang semakin lama semakin bertambah parah. Contoh penyakit kanker, Jantung. Menetap Setelah seseorang terserang penyakit, maka penyakit tersebut akan menetap pada individu. Contoh penyakit diabetes mellitus. Kambuh Penyakit kronik yang dapat hilang timbul sewaktu-waktu dengan kondisi yang sama atau berbeda. Contoh penyakit Tuberkolosis. Sedangkan kriteria penyakit terminal yaitu:
Penyakit sudah tidak dapat disembuhkan
Mengarah pada kematian
Diagnosa medis sudah jelas
Tidak ada obat untuk menyembuhkan
Prognosis jelek dan bersifat progresif.
D. Respon Klien Terhadap Penyakit Kronik dan Terminal
Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon Bio-Psiko-SosialSpritual ini akan meliputi respon kehilangan. (Purwaningsih dan kartina, 2009) a. Kehilangan kesehatan Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas terbatas. b. Kehilangan kemandirian Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan, ketergantungan c. Kehilangan situasi Klien merasa kehilangan
situasi yang dinikmati sehari-hari bersama keluarga
kelompoknya d. Kehilangan rasa nyaman e. Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh seperti panas, nyeri, dll
f. Kehilangan fungsi fisik g. Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa h. Kehilangan fungsi mental i.
Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental seperti klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional
j.
Kehilangan konsep diri
k. Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga klien tidak dapat berpikir secara rasional (bodi image) peran serta identitasnya. Hal ini dapat akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri rendah l.
Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga
E. Tahapan Penerimaan Terhadap Penyakit Kronik dan Terminal
Perilaku Klien Dengan Penyakit Kronis
Ada beberapa respon emosional yang muncul pada pasien atas penyakit kronis yang dideritanya oleh klien atau individu (Purwaningsih dan kartina, 2009), yaitu:
Penolakan (Denial ) Merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis seperti jantung, stroke dan kanker. Atas penyakit yang dideritanya ini, pasien akan memperlihatkan sikap seolah-olah penyakit yang diderita tidak terlalu berat (menolak untuk mengakui bahwa penyakit yang diderita sebenarnya berat ) dan menyakini bahwa penyakit kronis ini akan segera sembuh dan hanya akan memberi efek jangka pendek (menolak untuk mengakui bahwa penyakit kronis ini belum tentu dapat disembuhkan secara total dan menolak untuk mengakui bahwa ada efek jangka panjang atas penyakit ini, misalnya perubahan body image)
Cemas Setelah muncul diagnosa penyakit kronis, reaksi kecemasan merupakan sesuatu yang umum terjadi. Beberapa pasien merasa terkejut atas reaksi dan perubahan yang terjadi pada dirinya bahkan membayangkan kematian yang akan terjadi padanya. Bagi individu yang telah menjalani operasi jantung, rasa nyeri yang muncul di daerah dada, akan memberikan reaksi emosional tersendiri. Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat akan memicu reaksi cemas pada individu dengan penyakit kanker.
Depresi Depresi juga merupakan reaksi yang umum terjadi pada penderita penyakit kronis. Kurang lebih sepertiga dari individu penderita stroke, kanker dan penyakit jantung mengalami depresi.
Sedangkan untuk Tahapan Kondisi terminal yaitu:
Kubler- Ross (dalam Taylor, 1999) merumuskan lima tahap ketika seseorang dihadapkan pada kematian. Kelima tahap tersebut antara lain:
Denial (penyangkalan)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau yang sedang terjadi. Dan tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan
dampaknya. Ini memungkinkan bagi pasien untuk membenahi diri. Dengan berjalannya waktu, sehingga tidak refensif secara radikal. Penyangkalan merupakan reaksi pertama ketika seseorang didiagnosis menderita terminal illness. Sebagian besar orang akan merasa shock, terkejut dan merasa bahwa ini merupakan kesalahan. Penyangkalan adalah awal penyesuaian diri terhadap kehidupan yang diwarnai oleh penyakit dan hal tersebut merupakan hal yang normal dan berarti.
Anger (Marah)
Fase marah terjadi pada saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa kemarahan ini sering sulit dipahami oleh keluarga atau orang terdekat oleh karena dapat terpicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa marah ini sering terjadi karena rasa tidak berdaya, bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja tetapi umumnya terarah kepada orang-orang yang secara emosional punya kedekatan hubungan. Pasien yang menderita terminal illness akan mempertanyakan keadaan dirinya, mengapa ia yang menderita penyakit dan akan meninggal. Pasien yang marah akan melampiaskan kebenciannya pada orang-orang yang sehat seperti teman, anggota keluarga, maupun staf rumah sakit. Pasien yang tidak dapat mengekspresikan kemarahannya misalnya melalui teriakan akan menyimpan sakit hati. Pasien yang sakit hati menunjukkan kebenciannya melalui candaan tentang kematian, mentertawakan penampilan atau keadaannya, atau berusaha melakukan hal yang menyenangkan yang belum sempat dilakukannya sebelum ia meninggal. Kemarahan merupakan salah satu respon yang paling sulit dihadapi keluarga dan temannya. Keluarga dapat bekerja sama dengan terapis untuk mengerti bahwa pasien sebenarnya tidak marah kepada mereka tapi pada nasibnya.
Bargaining (menawar)
Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan tuhan agar terhindar dari kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam atau dinyatakan secara terbuka. Secara psikologis tawar menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa masa lalu. Pada tahap ini pasien sudah meninggalkan kemarahannya dalam berbagai strategi seperti menerapkan tingkah laku baik demi kesehatan, atau melakukan amal, atau tingkah laku lain yang tidak biasa
dilakukannya merupakan tanda bahwa pasien sedang melakukan tawar-menawar terhadap penyakitnya.
Depresi
Tahap keempat dalam model Kubler-Ross dilihat sebagai tahap di mana pasien kehilangan kontrolnya. Pasien akan merasa jenuh, sesak nafas dan lelah. Mereka akan merasa kesulitan untuk makan, perhatian, dan sulit untuk menyingkirkan rasa sakit atau ketidaknyamanan. Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat kehilangan (past loss & impending loss), ekspresi kesedihan ini verbal atau nonverbal merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi dengan apapun dan siapapun. Tahap depresi ini dikatakan sebagai masa „anticipatory grief‟, di mana pasien akan menangisi kematiannya sendiri. Proses kesedihan ini terjadi dalam dua tahap, yaitu ketika pasien berada dalam masa kehilangan aktivitas yang dinilainya berharga, teman dan kemudian mulai mengantisipasi hilangnya aktivitas dan hubungan di masa depan.
Penerimaan (acceptance)
Pada tahap ini pasien sudah terlalu lemah untuk merasa marah dan memikirkan kematian. Beberapa pasien menggunakan waktunya untuk membuat perisapan, memutuskan kepunyaannya, dan mengucapkan selamat tinggal pada teman lama dan anggota keluarga. Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya yang bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat menemukan kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan panjang.
F. Adaptasi Dengan Terminal Illnes
Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan terminal illness sesuai dengan umurnya dijelaskan Sarafino (2002) sebagai berikut: a. Anak Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anak-anak. Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup di tempat lain dan orang dapat datang kembali. Mereka juga percaya bahwa kematian bisa dihindari. Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi orang dewasa untuk
didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari realita akan kematian dengan mengatakan bahwa orang mati akan “pergi” atau “berada di surga” atau hanya tidur. Pada anak yang mengalami terminal illness kesadaran mereka akan muncul secara bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka sangat sakit tetapi akan sembuh. Kemudian mereka menyadari penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar mengenai kematian dari teman seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit mirip, lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat. Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak mungkin mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat mendiskusikannya terutama mengenai perpisahan dengan orang tua. Ketika anak mengalami terminal illness biasanya orang tua akan menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak terganggu. Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur, terbuka, dan sensitif mengurangi kecemasan dan mempertahankan hubungan yang saling mempercayai dengan orang tuanya. b. Remaja atau Dewasa muda Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda cukup tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika mereka mengalami terminal illness, mereka menyadari bahwa kematian tidak terjadi semestinya dan merasa mar ah dengan “ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan” serta tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya. Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat. Menderita terminal illness terutama pada pasien yang memiliki anak akan membuat pasien merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya dan seolah-olah merasa bahagia melihat anaknya tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya, dewasa muda menjadi lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya diancam terminal illness. c. Dewasa madya dan dewasa tua Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut dengan kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa mereka mungkin akan mati karena penyakit kronis. Mereka juga memili ki masa lalu yang lebih panjang dibandingkan orang dewasa muda dan memberikan kesempatan pada mereka untuk menerima lebih banyak. Orang-orang yang melihat masa lalunya dan percaya bahwa
mereka telah memenuhi hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan beradaptasi dengan terminal illness.
G. Menjelaskan Kematian Pada Anak
a. Kebanyakan seorang psikolog percaya bahwa dengan berkata jujur merupakan strategi yang terbaik dalam mendiskusikan kematian dengan anak. b. Respon anak terhadap pertanyaan mengenai kematian merupakan dasar tingkat kematangan anak dalam mengartikan kematian. c. Pada anak pra sekolah, anak mengartikan kematian sebagai: kematian adalah sudah tidak ada nafas, dada dan perut datar, tidak bergerak lagi,dan tidak bisa berjalan seperti layaknya orang yang dapat berjalan seperti orang sebelum mati/ meninggal. d. Kebanyakan anak-anak (anak yang menderita penyakit terminal) membutuhkan keberanaian, bahwa ia di cintai dan tidak akan merasa di tinggalkan. e. Tanpa memandang umur, sebagai orang tua seharusnya sensitife dan simpati, mendukunng apa yang anak rasakan.
H. Kebutuhan Anak Yang Terminal
a. Komunikasi, dalam hal ini anak sangat perlu di ajak unuk berkomunikasi atau berbicara dengan yang lain terutama oleh kedua orang tua karena dengan orang tua mengajak anak berkomunikasi /berbicara anak merasa bahhwa ia tidak sendiri dan ia merasa ditemani. b. Memberitahu kepada anak bahwa ia tidak sendiri dalam menghadapi penyakit tersebut. c. Berdiskusi dengan siblings (saudara kandung) agar saudara kandung mau ikut berpartisipasi dalam perawatan atau untuk merawat d. Social support meningkatkan koping I. Asuhan Keperawatan Yang Diperlukan Pada Anak yang Mengalami penyakit Terminal
Asuhan keperawatan yang diperlukan dan digunakan pada anak yang mengalami penyakit terminal adalah ”PALLIATIVE CARE” tujuan perawatan paliatif ini adalah guna untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan kematian minimal mendekati normal, diupanyakan dengan perawatan yang baik hingga pada akhirnya menuju pada kematian PALLIATIFE CARE
Menambah kualitas hidup (anak) pada kondisi terminal.
Perawatan paliatif berfokus pada gejala rasa sakit (nyeri, dypsnea) dan kondisi (kesendirian) dimana pada kasus ini mengurangi kepuasan atau kesenangan hidup anak.
Mengontrol rasa nyeri dan gejala yang lain,masalah psikologi,social atau spiritualnya dari anak dalam kondisi terminal.
PRINSIP DARI PERAWATAN PALLIATIVE CARE
Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari pasient dan keluarga pasien.
Dukungan untuk caregiver
Palliateve care merupakan accses yang competent dan compassionet
Mengembangkan professional dan social support untuk pediatric palliative care
Melanjutkan serta mengembangkan pediatrik palliative care melalui penelitian dan pendidikan
A PALLIATIVE CARE PLANE (RENCANA ASUHAN PERAWATAN PALLIATIVE)
Melibatkan seorang partnership antara anak, keluarga, orang tua, pegawai, guru, staff sekolah dan petugas keseatan yang professional
Suport phisik, emosinal, pycososial, dan spiritual khususnya
Melibatkan anak pada self care
Anak memerlukan atau membutuhkan gambaran dan kondisi (kondisi penyakit terminalnya) secara bertahap, tepat dan sesuai
Menyediakan
diagnostic
atau
kebutuhan
intervensi
terapeutik
guna
memperhatikan/memikirkan konteks tujuan dan pengaharapan dari anak dan keluarga.
Askep Anak Sakit Terminal Atau Menjelang Ajal
1. Pengkajian a. Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang penyakit yang diderita klien pada saat sekarang b. Riwayat kesehatan dahulu berisi tentang keadaan klien apakah klien pernah masuk rumah sakit dengan penyakit yang sama c. Riwayat kesehatan keluarga apakah anggota keluarga pernah menderita penyakit yang sama dengan klien d. Lakukan pengkajian fisik Dapatkan riwayat kesehatan tentang penyakit terminal dan terapinya Kaji konsep anak tentang diri sendiri, proses yang terjadi pada lima tahap berikut dimana anak memerlukan informasi tentang situasinya sendiri Tahap 1
: Penyakit adalah sakit serius
Tahap 2
: Penemuan hubungan antara pengobatan dan pemulihan
Tahap 3
: Pemahaman tentang tujuan dan implikasi prosedur khusus. Rasa sejahtera mulai menghilang dan menerima diri sebagai anak yang berbeda dari anak lain.
Tahap 4
: Penyakit dipandang sebagai kondisi permanen. Perasaan selalu menjadi orang sakit yang tidak pernah menjadi lebih baik.
Tahap 5
: Kesadaran bahwa hanya terdapat pengobatan dalam jumlah Terbatas. Kesadaran tentang prognosis fatal.
Observasi tanda-tanda fisik yang mendekati kematian.
Kehilangan sensasi dan gerakan pada ekstremitas bawah, berlanjut ke tubuh bagian atas.
Sensasi panas, meskipun badan terasa dingin
Kehilangan inder.
Sensasi taktil menurun
Sensasi terhadap sinar
Pendengaran adalah indera yang terakhir hilang
Konfusi, kehilangan kesadaran, bicara tidak jelas
Kelemahan otot
Kehilangan kontrol defekasi dari kandung kemih
Penurunan nafsu makan/ haus
Kesulitan menelan
Perubahan pola napas
Pernapasan cheyne –stokes“ Death rattle (bunyi dada bising karena akumulasi sekresi paru dan faring) Nadi lemah dan lambat, penurunan tekanan darah
Kaji respon keluarga terhadap ancaman kematian Observasi adanya manifestasi reaksi berduka yang normal pada anggota keluarga
Kaji sistem pendukung keluarga, mekanisme koping, dan ketersediaan sumber.
Kaji kemampuan diri untuk memberikan perawatan efektif pada anak yang menjelang ajal
Waspadai perasaan sendiri
Identifikasi strategi koping
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan penyakit terminal dan ancaman kematian 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kehilangan nafsu makan, tidak tertarik pada makanan. 3. Takut/ cemas berhubungan dengan diagnosa, terapi, dan prognosis 4. Berduka antisipasi berhubungan denga ancaman kematian anak 5. Duka cita adaptif yang berhubungan dengan semakin dekatnya kematian anak. 2. INTERVENSI
1) Dx I Tujuan
a. Pasien akan mendapat dukungan yang adekuat selama fase terminal. b. Pasien akan memperlihatkan minimal atau tidak ada ketidaknyamanan fisik. c. Pasien akan mendapat dukungan emosional yang adekuat pada saat menjelang ajal. Hasil yang di harapkan
a. Anak mengungkapkan perasaan dengan bebas b. Anak menunjukan pemahaman mengenai gejala c. Anak memperlihatkan minimal atau tidak ada ketidaknyamanan fisik d. Anak terlihat tenang dan relaks
Tindakan 1. Dukung keluarga untuk tetap berada
Rasional
Untuk memberikan dukungan melalui kehadiran mereka.
di
dekat
anak
sesering mungkin. 2. Dukung
anak
untuk membicarakan
Untukmengetahui
perasaannya;
perasaan
bantu
dengan pendekatan orang
keluarga
sewaktu
mereka
tua,
seorang
karena
anak,
orang
tua
mengungkapkan
adalah orang terdekat dari
perasaan.
anak.
3. Berikan, penyaluran agresi yang
aman
dan
dapat diterima.
Untuk memberikan
perasaan
yang
aman
bagi anak. 4. Jawab pertanyaan dengan
jujur
sementara mempertahankan
Untuk
pendekatan penuh
meningkatkan
harapan
hubungan
yang
positif.
saling
percaya
dengan
pasien,
dengan
memperhatikan 5. Jelaskan
semua
prosedur
dan
terapi,
kondisi pasien.
terutama
efek fisik yang di alami anak.
Untuk
membina
hubungan yang baik 6. Bantu anak untuk membedakan antara
akibat
dengan
anak,
melakukan tindakan tanpa
menyakiti
terapi
dan
manefistasi proses
anak.
penyakit. 7. Atur
Untuk
mencegah
perasaan
lingkungan
takut
anak terhadap efek
rumah sakit untuk
terapi.
memungkinkan kontrol diri yang maksimum
dan
kemandirian
Untuk memberikan
dalam
perasaan
yang
keterbatasan yang
nyaman
bagi
disebabkan
pasien
tingkat
dengan
perkembangan
perkembangan
dan kondisi fisik
anak.
sesuai tingkat
anak 8. Hormati kebutuhan
anak
akan privasi tanpa mengabaikan anak. 9. Penuhi kehadiran sistem pendukung yang
biasa,
terutama keluarga.
10. Pahami
bahwa
pengendalian nyeri
adalah
komponen penting dari
perawatan
fisik
dan
emosional selama
Untuk memberikan perasaan nyaman
bagi
tahap terminal.
anak
dengan
11. Berikan
pereda
kehadiran
nyeri
sesuai
keluarga.
dengan jadwal
12. Dorong
keluarga
Karena
nyeri
merupakan
untuk
pemicu
memberikan
timbulnya
tindakan
perasaan
kenyamanan yang
emosional.
dipilih anak ( mis, menggoyang, menggetarkan ) 13. Hindari
suara
berisik
mencegah nyeri
atau
berulang.
cahaya berlebihan yang
Untuk
dapat
mengiritasi anak.
Untuk mengurangi rasa nyeri
14. Tempatkan semua barang
kenyamanan
dalam
jangkauan
dengan
yang
yang
dipilih
anak.
mudah dirauh
15. Gunakan manipulasi
fisik
yang
minimal
dengan lembut 16. Hindari tekanan ( pakaian
tidur,
sprei ) pada area nyeri.
Untuk memberikan kenyamanan kepada
anak
agar anak dapat beristirahat.
17. Eksperimen dengan
Untuk
menggunakan
meningkatkan
kompres
kontrol
panas
anak
atau dingin pada
dan mengurangi
area
kebutuhan
nyeri
gunakan
(
dengan
pergerakan yang
kewaspadaan
berlebihan.
karena kerusakan kulit
mudah
terjadi ) 18. Kapanpun memungkinkan, gunakan prosedur, ( mis, pemantauan suhu non-invasif ) 19. Ubah
posisi
dengan jika
sering,
sulit
Untuk melancarkan
untuk
aliran
darah,
anak, gabungkan
yang
dapat
dengan
meminimalkan
pereda
nyeri
dari
rasa nyeri.
analgesik 20. Hindari pada
tekanan
penonjolan
tulang atau bagian yang
nyeri
(
tempat tidur, air, kasur
apung,
Untuk meminimalkan
pastikan
ketidaknyamana
kesejajaran tubuh
n.
yang baik. 21. Pertahankan
sirkulasi
udara
segar
dalam
Untuk
ruangan ( jendela
mempermudah
terbuka, gunakan
gerakan
posisi
mengurangi
yang
nyaman )
tekanan.
22. Gunakan
bantal
atau
penyokong
lain
untuk
menopang
anak
pada
posisi
nyaman.
mungkin
)
ke
tempat lain untuk pengalihan jika di inginkan. 24. Letakan bantalan penyerap bawah
di panggul
anak. anak
ke
kamar mandi jika di inginkan. 26. Batasi perawatan pada hal-hal yang tidak penting. 27. Mungkin perlu
Untuk mencegah kerusakan kulit.
23. Bawa anak ( jika
25. Bantu
dan
tidak
melakukan
tindakan
higiens
yang dilakukan sebelumnya
biasa
seperti mandi atau berganti
pakaian
tetapi
berikan
tindakan kenyaman ( mis, perawatan
gigi,
menyengka dahi, pijatan punggung yang lembut. 28. Berikan
obat
antikolinergik atropin
( atau
skopolamin).
29. Jaga
kedekatan
fisik anak dengan anggota keluarga ( mis,
orang
mungkin
tua ingin
mengayun anak di kursi
atau
berbaring
di
samping anak di tempat tidur. 30. Ajari
keluarga
tentang intervensi suportif.
Mungkin mengalami inkontinensia.
31. Bicara pada anak walaupun
anak
tampaknya
tidak
Untuk mengurangi
terjaga.
sekresi(
32. Posisikan diri dan orang
lain
mengurangi
ke
dengkuran
tempat yang dekat
menjelang ajal,
dengan
yang
mis,
anak
(
duduk
dapat
di
menyebabkan
dekat tempat tidur
stres keluarga.
).
33. Bicara pada anak dengan jelas,
meningkatkan
suara
rasa
nyaman
di
anak,
bahwa
hindari
anak
tidak
mudah
dengar,
Untuk
berbisik.
sendiri.
34. Hindari percakapan mengenai
anak
ketika ada anak
35. Tawarkan
penentram dengan
hati
Agar
keluarga
dapat
tenang
memberikan
dan orientasi kan
dukungan yang
anak
positif terhadap
ke
lingkungan sekitarnya jika ia
anak.
tersadar.
Agar
anak
merasa tetap di hargai.
36. Frasekan pertanyaan untuk memperoleh jawaban ya atau
Agar anak dapat melihat
wajah
tidak.
dengan mudah.
37. Hindari pengukuran tandatanda vital yang berulang.
Untuk mengurangi ansietas
atau
ketakutan anak.
Untuk menghemat energi
Karena
hanya
mengganggu anak.
2) Dx 2 Tujuan a. Pasien akan mendapatkan nutrisi yang optimim Hasil yang diharapkan a. Anak mengonsumsi nutrisi. Tindakan
Rasional
1. Tawarkan setiap makanan dan cairan yang diminta anak 2. Berikan makanan dalam posisi kecil
dan
makanan
ringan
beberapa kali sehari 3. Hindari
penguatan
berlebihan
untuk
yang
makan
atau
minum 4. Hindari makanan yang memiliki
bau kuat 5. Berikan
Karena makanan tersebut akan menyebabkan mual.
lingkungan
yang
menyenangkan untuk makan. 6. Sediakan
makanan
yang
memrlukan sedikit energi untuk memakannya ( sup, minuman kocok ) 7. Makan
secara
lambat
untuk
menghemat energi 8. Berikan
antiernetik
sesuai
program jika terdapat masalah mual atau muntah. 9. Berikan perawatan mulut sebelum dan setelah makan, lumasi bibir dengan petrolatum.
Untuk mencegah pecah-pecah dan
meningkatkan
kenyamanan.
3) Dx 3 Tujuan a. Pasien akan mengalami penurunan ansietas. hasil yang di harapkan a. Anak mendiskusikan ketakutan tanpa disertai stres. Tindakan
1. Batasi
intervensi
Rasional
hanya
untuk
tujuan paliatif : diskusikan tentang terapi non-paliatif dengan keluarga dan dokter. 2. Jelaskan
semua
prosedur
dan
aspek perawatan lain kepada anak. 3. Tetap bersama anak atau berikan
atau ketakutan.
kehadiran yang konstan.
kepada
anak
Agar
anak
tidak
merasa
sendiri.
4. Tentukan apa yang telah diberi tahu
Untuk mrngurangi ansietas
tentang
Sehingga
prognosis
dapat
diperkuat.
prognosis. 5. Tentukan apa yang diinginkan keluarga.
Untuk mengetahui prognosis tentang anak.
6. Tekankan pentingnya kejujuran 7. Jabab
pertanyaan
anak
secara
tua
dalam
terbuka dan jujur 8. Libatkan
orang
berawatan anak 9. Tetap
tidak
menghakimi
berkenaan dengan perilaku anak.
4) Dx 4 Tujuan
a. pasien ( keluarga ) akan mendapatkan dukungan yang adekuat.
b. Pasien (keluarga ) tidak akan memperlihatkan adanya kesepian. Hasil yang diharapkan
a. Keluarga mengungkapkan ketakutan, kekhawatiran, dan setiap keinginan khusus untuk anak yang menderita penyakit terminal. b. Keluarga menunjukan pemahaman tentang kebutuhan anak dan kebutuhan mereka ( sebutkan ) c. Anggota keluarga memanfaatkan layanan untuk diri mereka sendiri sesuai keinginan. d. Anak tidak memperlihatkan adanya bukti kesepian. Tindakan
Rasional
1. Diskusikan proses berduka dengan
keluarga.
Sehingga
keluarga
memahami
dapat
kenormalan
perasaan dengan lebih baik. 2. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan emosi. 3. Bantu
orang
tua
mengatasi
perasaan mereka.
Memungkinkan mempunyai
mereka cadangan
emosional yang lebih untuk memenuhi
kebutuhan
anak
mereka. 4. Dorong orang tua tetap berada sedekat mungkin dengan anak. 5. Berikan informasi mengenai status anak dan reaksi yang telah di antisipasi. 6. Bantu orang tua memahami reaksi prilaku anak mereka, terutama kekhawatiran terhadap krisis saat ini, misalnya kehilangan rambut, yang mungkin jauh lebih besar dibandingkan depan,
krisis
termasuk
di
masa
kemungkinan
Untuk
mengurangi
atau ketakutan.
ansietas
kematian. 7. Fasilitasi bantuan keluarga dalam perawatan anak. 8. Berikan kenyamanan untuk anak dan keluarga 9. Dorongan
keluarga
mempertahankan
untuk kebutuhan
perawatan kesehatan sendiri. 10. Perikan privasi sebanyak mungkin 11. Bantu keluarga dalam mengkaji kebutuhan
mereka
terhadap
layanan rujukan ( mis, layanan hospiece, organisasi khusus untuk keluarga yang berduka ) 12. Dorong orang tua untuk menjawab pertanyaan
anak
tentang
menjelang ajal dengan jujur dari pada menghindari pertanyaan atau menggunakan eufimisme. 13. dorong
orang
tua
membagi
momen kesedihan dengan anak mereka. 14. Diskusikan
dengan
orang
tua
tentang keterlibatan sibling yang sesuai. 15. Indentifikasi keyakinan agama dan budaya yang berhubungan dengan kematian ( mis, berdoa, upacara, berbagai ritual ) 16. Berikan
persiapan
untuk
pemakaman pasca kematian. 17. Diskusikan
dengan
keluarga
trentang pilihan mereka untuk
perawatan jika kematian sudah dekay. 18. Atur
perawatan
spiritual
yang
sesuai berdasarkan keyakinan dan atau afilasi keluarga. 19. Pertahankan
kontak
dengan
keluarga 20. Berikan dukungan untuk keluarga yang memilih perawatan di rumah untuk anak. 21. Berikan penentraman hati dengan tenang pada anak 22. Yakinkan kembali anak akan citra dari orang lain 23. Teruskan batasan
menyusun untuk
beberapa
anak
guna
memberikan rasa kelainan 24. Luangkan waktu dengan anak saat ia tidak terlibat langsung dalam
perawatan.
Untuk
mengurangi
perasaan
bersalah.
25. Beri penguatan pada anak bahwa apa
yang
terjadi
bukanlah
kesalahan anak. 26. Libatkan anak dalam aktivitas rutin sesuai dengan toleransi 27. Pertahankan suasana normal 28. Mainkan
musik
favorit
dan
bacakan cerita untuk anak 29. Orientasikan
anak
dengan
lingkungan sekitar jika ia sadar 30. Frasekan memperoleh tidak. 5) Dx 5
pertanyaan jawaban
untuk ya
atau
Jika
memungkinkan
menghemat energi anak.
untuk
Tujuan a. Pasien ( keluarga ) akan mendapatkan dukungan yang adekuat. b. Pasien ( keluarga ) akan mendapat dukungan yang adekuat untuk perawatan di rumah. Hasil yang diharapkan a. Anggota keluarga mendiskusikan perasaan mereka b. Anggota keluarga terlibat secara aktif dalam perawatan anak. c. Keluarga menunjukan kemampuan memberi perawatan untuk anak d. Keluarga melakukan kontak dengan kelompok pendukung yang tepat. Tindakan
Rasional
1. Informasikan keluarga tentang apa yang mungkin terjadi pada saat kematian. 2. Berikan sikap perhatian untuk anak dan keluarga. 3. Dorong
setidaknya
satu
anggota
keluarga untuk tetap bersama anak. 4. Bantu
keluarga
sesuai
memberikan
keinginan
mereka
anak tanpa
memaksakan keluarga untuk terlibat. 5. Berikan medikasi atau agens lain sesuai program.
6. Oksigen untuk distres pernapasan
tidak menyenangkan.
7. Obat antikolinergik.
8. Obat analgesik.
10. Antiemetif 11. Bantu dari dorong keluarga dengan tepat. keluarga
untuk
memenuhi
kebutuhan fisik mereka sendiri. 13. Berikan privasi. 14. Berikan keluarga.
Untuk
mengurangi
sekresi
dengkutran menjelang ajal )
9. Pelunak feses laksatif.
12. Dorong
Untuk mengurangi manifestasi yang
kenyamanan
fisik
pada
Untuk mengurangi rasa nyeri.
Untuk konstipasi
Untuk mual atau muntah
Untuk mengungkapkan perasaan.
(
15. Berikan
dukungan
emosional
dan
kenyamanan kepada keluarga. 16. Dorong
keluarga
untuk
berbicara
dengan anak 17. Libatkan keluarga dan anak lain dalam pengambilan keputusan kapanpun jika memungkinkan
terutama
mengenai
alternatif perawatan terminal ( rumah sakit, hospiece ) 18. Dukung dan bantu keluarga dalam memberikan
informasi
ke
anggota
keluarga yang lain mengenai status anak. 19. Pertahankan sikat tidak menghakimi terhadap prilaku anggota keluarga. 20. Ajarkan perawatan fisik anak 21. Beri
keluarga
menghitung
cara-cara
profesional
untuk
kesehatan
setiap waktu ( mis, nomor telepon ) 22. Pertahankan keluarga(
kontak
mis,
harian
panggilan
dengan telepon,
kunjungan rumah ) 23. Rujuk ke lembaga komunitas yang sesuai untuk dukungan yang terusmenerus 24. Yakinkan kembvali keluarga bahwa mereka dapat memasukan anak kembali ke rumah sakit setiap waktu. 25. Bantu keluarga
membuat tentang
rencana apa
yang
dengan akan
dilakukan jika anak meninggal dan apa yang di harapkan keluarga.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai bertahun-tahun,bertambah berat,menetap,dan sering kambuh, sedangkan penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian. Contohnya seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah kematian. Maka adanya saling keterkaitan antara penyakit kronik dan terminal. Singkatnya yaitu penyakit terminal adalah lanjutan dari penyakit kronik. Kita sebagai perawat pediatric harus tahu perbedaan anak dengan kondisi kronik atau terminal. Penanganan untuk keduanya ada keterkaitan misalnya untuk asuhan keperawatan anak dengan penyakit kronik dan Terminal yaitu dengan palliative care dimana perawatan paliatif ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan kematian minimal mendekati normal, diupayakan dengan perawatan yang baik hingga pada akhirnya menuju pada kematian.
B. Saran
Setelah membuat kesimpulan dari seluruh pembahasan kami hendak menyampaikan beberapa saran, yaitu : 1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan penyakit kronik dan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien. 2. Ketika merawat klien menjelang ajal atau terminal, tanggung jawab perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik. 3. Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan kualitas hidup pasien.