HIPOGLIKEMI PADA BAYI DAN ANAK
Definisi
Istilah hipoglikemia digunakan apabila kadar gula darah bayi secara bermakna di bawah kadar rata-rata bayi seusia dan berat badan yang sama. Sebagai batasannya pada bayi aterm dengan berat badan 2500 gram atau lebih, kadar glukosa plasma darah lebih rendah dari 30 mg/dL dalam 72 jam pertama dan 40 mg/dL pada hari berikutnya, sedangkan pada berat badan lahir rendah di bawah 25 mg/dL. Pada bayi yang lebih besar dan anak-anak juga diwaspadai jika kadar glukosa dibawah 50 mg/dl. Ada juga yang mengatakan kadar glukosa < 2.5 mmol/L (45 mg/dl) adalah tidak normal baik pada bayi aterm, premature, kecil atau besar untuk masa kehamilan. Karena banyak definisi tentang kadar glukosa pada hipoglikemia, sehingga kita perlu berpatokan pada satu definisi, yang paling baru dan banyak digunakan adalah menurut American Academy of Pediatrics yang mengatakan bahwa batas aman untuk kadar glukosa adalah > 2.6 mmol/L ( 47 mg/dl).
Klasifikasi
Berdasarkan etiologi hipoglikemia dibagi atas:
Transien o
Kekurangan substrat
o
Fungsi imatur enzim
Persisten o
Hiperinsulinemia
o
Defek pelepasan hormon
o
Gangguan metabolisme bawaan
Hipoglikemia Hipoglikemia dibagi 4 berdasarkan patofisiologi: 1. Bayi dari ibu penderita diabetes melitus, prediabetes melitus dan bayi eritroblasosis berat. Pada bayi dengan kelainan ini memperlihatkan memperlihatkan keadaan yang terjadi karena pengaruh hiperinsulinisme, hiperinsulinisme, mempunyai jumlah glikogen dan deposit lemak yang banyak dan mempunyai respons terhadap glikemia dengan peninggian 5-20 kali pada pengeluaran insulin. Hipoglikemia terjadi pada jam jam pertama sesudah lahir. lahir.
2. Bayi yang menderita gangguan nutrisi atau gizi kurang intrauterin. Misalnya bayi dari ibu penderita toksemia, bayi dengan kelainan plasenta dan bayi kembar yang terkecil. Bayi seperti ini mempunyai kadar glikogen dalam hepar yang rendah dan perbandingan yang besar antara berat otak dan berat hati dengan peninggian konsumsi oksigen dan peninggian metabolisme, kadar glikogen hati dan otot akan berkurang. Sebagian bayi seperti ini tidak mampu meninggikan pengeluaran adrenalin untuk memperbaiki hipoglikemia seperti yang terjadi pada bayi normal. Probeger dan Zetterstrom menemukan kadar katekolamin yang sangat rendah pada bayi yang lebih tua yang menderita hipoglikemi sejak lahir dan tergolong pada bayi kecil untuk masa kehamilannya. 3. Bayi yang sangat imatur, yang rentan terhadap komplikasi sindrom gangguan pernapasan atau asfiksia dan membutuhkan metabolisme yang lebih tinggi daripada kemampuan yang ada pada bayi tersebut. 4. Golongan terkecil ditemukan dan termasuk defek genetik atau defek perkembangan seperti galaktosemia, penyakit penimbunan glikogen, kepekaan terhadap leusin, insulinismus dan gangguan metabolik dan atau gangguan anatomis lain.
Etiologi A. Penyebab dari hipoglikemia transien adalah:
1). kekurangan substrat atau fungsi immatur enzim yang mengakibatkan gangguan penyimpanan glikogen (prematuritas, kecil untuk masa kehamilan, malnutrisi, hipoglikemia ketotik).Gangguan ini merupakan penyebab tersering hipoglikemia setelah terapi insulin yang berlebihan pada diabetes, gangguan ini didiagnosis setelah penyebab lain dari hipoglikemia disingkirkan. Tiga penyebab pertama biasanya dapat dilihat secara klinis sedangkan penyebab terakhir biasanya muncul pada anak yang kurus dan kecil dengan usia antara 18 bulan sampai 6 tahun dan biasanya timbul ketika terdapat gangguan intake makanan. 2). Defisiensi glikogen sintase (penyakit penyimpanan glikogen tipe 0) berhubungan dengan hipoglikemia akibat puasa karena hepar tidak dapat menyimpan glukosa pada tahap segera sesudah makan. Oleh karena itu, glukosa yang didapat dari makanan lebih dibakar secara anaerobik dibandingkan disimpan. Pada kelainan ini, kadar glukosa plasma dan laktat tinggi pada tahap segera setelah makan. 3). Gangguan produksi glukosa hepatik (defisiensi glukosa-6-fosfatase, defisiensi pemecah, defisiensi glikogen sintase, defisiensi fruktosa 1,6 difofatase, defisiensi fosfo-enol piruvat, defisiensi
piruvat karboksilase, galaktosemia, intoleransi fruktosa bawaan, penyakit maple syrup urine). Seluruh gangguan ini mengganggu produksi glukosa melalui bermacam-macam defek termasuk blokade sintesis atau pelepasan glukosa atau menghambat glukoneogenesis. Anak-anak dengan penyakit ini mungkin dapat beradaptasi dengan keadaan hipoglikemi karena kronisitasnya. 4).Abnormalitas hormonal (panhipopituarisme, defisiensi hormon pertumbuhan, defisiensi kortisol baik primer maupun sekunder). Sebagaimana digambarkan di atas, hormon pertumbuhan dan kortisol memainkan peran penting pada stimulasi produksi glukosa. Abnormalitas ini merupakan kelainan yang dengan mudah dapat diobati maka deteksi dini merupakan hal yang penting. 5).Racun atau penyakit lain (etanol, salisilat, propranolol). Etanol menghambat glukoneogenesis hepar dan dapat kemudian menyebabkan hipoglikemia. Hal ini terjadi pada pasien diabetes dengan terapi insulin yang tidak mampu menurunkan sekresi insulin yang menghasilkan hipoglikemia. Keracunan salisilat menyebabkan hiperglikemia atau hipoglikemia.
B. Penyebab dari hipoglikemia persisten, yang termasuk dalam kelompok ini antara lain hiperinsulinisme,
defek pelepasan hormon dan gangguan metabolisme bawaan. 1).Hiperinsulinisme menyebabkan penggunaan berlebihan dari glukosa yang terutama dengan peningkatan efek rangsangan terhadap penggunaan glukosa oleh otot skelet. Hal ini diperburuk oleh supresi glikogenolisis dan glukoneogenesis hepatik oleh insulin. Pada bayi hiperinsulinemia dapat disebabkan oleh karena bermacam defek genetik yang menyebabkan hilangnya kontrol terhadap regulasi pelepasan insulin. Gangguan ini dikenal sebagai hiperinsulinemik hipoglikemia endoge persisten. Gangguan ini paling sering berhubungan dengan kanal kalium yang tidak aktif atau aktif sebagian. Defek genetik yang berhubungan dengan hiperinsulinemia termasuk peningkatan aktivitas glukokinase, gangguan GLUD1 aktivasi dari enzim glutamat dehidrogenase dan terakhir defek genetik pada
enzim
rantai
pendek
L-3-hidroksil-CoA
dehidrogenase
yang
terjadi
pada
hipoketotik
hiperinsulinemia hipoglikemia. Mekanisme terjadinya defek-defek tersebut masih belum jelas. Bayi dari ibu dengan diabetes juga memiliki kadar insulin yang tinggi setelah lahir dikarenakan pajanan glukosa yang tinggi pada masa kehamilan, makin buruk pengaturan glukosa semakin besar kemungkinan hiperinsulinemia pada bayi. Pada anak-anak yang lebih tua, hiperinsulinemia sangat jarang
namun penyebab paling sering adalah tumor yang memproduksi insulin. Penggunaan insulin atau agen hipoglikemia perlu dipertimbangkan. 2).Terdapat juga defek aktifas gen GCK untuk enzim glukokinase. Sebagian besar gangguan ini autosom resesif tetapi beberapa ada pula yang autosom dominan. Defek pada proses metabolisme glukosa walaupun jarang, dapat mengganggu kemampuan untuk membentuk ATP melalui oksidasi glukosa. 3).Defek pada produksi energi alternatif (defisiensi karnitin acyl transferase, defisiensi HMG CoA, defiensi rantai panjang dan sedang acyl CoA dehidrogenase, berbagai defisiensi rantai pendek acyl CoA) mengganggu penggunaan lemak sebagai persediaan energi sehingga tubuh hanya bergantung pada glukosa. Hal ini menjadi masalah pada masa puasa yang lama yang biasanya mengikuti penyakit gastrointestinal. 4).Sepsis atau hipermetabolisme lain seperti hipertiroidisme. Epidemiologi
Frekuensi hipoglikemia pada BBLR secara keseluruhan berkisar 2-3 per 1000 kelahiran hidup. Secara bermakna lebih tinggi pada bayi berat lahir rendah dengan riwayat komplikasi kehamilan atau sakit berat. Kejadian paling tinggi terjadi pada bayi dari ibu diabetes (sekitar 75%), menyusul pada bayi dengan ibu diabetes waktu hamil dan lebih rendah pada berat badan lahir rendah. Hipoglikemia sangat umum terjadi pada periode awal postnatal. Selama masa bayi, hiperinsulinemia, hipopituitarisme dan kelainan metabolisme bawaan merupakan penyebab tersering dari hipoglikemia. Pada masa kanak-kanak penyebab tersering adalah hipoglikemia ketotik sedangkan pada masa adolesen penyebab tersering adalah tumor pankreas yang merupakan penyebab terlangka dari hipoglikemia murni Patofisiologi
Tubuh umumnya memiliki pertahanan khusus melawan hipoglikemia dengan menurunkan sekresi insulin dan meningkatkan sekresi glukagon, ephinephrine, hormon pertumbuhan dan kortisol. Kombinasi perubahan hormonal ini menyebabkan peningkatan pengeluaran glukosa hepatik, meningkatkan energi alternatif dan menurunkan penggunaan glukosa. Peningkatan produksi glukosa hepatik berasal dari penghancuran cadangan glikogen hepar karena penurunan insulin dan peningkatan glukagon. Ketika cadangan glikogen terdeplesi dan penghancuran protein meningkat karena peningkatan kadar kortisol,
glukoneogenesis hepar menggantikan glikogenolisis sebagai sumber utama dari produksi glukosa. Penghancuran protein ini digambarkan dengan peningkatan kadar plasma dari asam amino glukoneogenik, alanin dan glutamin. Penurunan penggunaan glukosa perifer awalnya disebabkan oleh penurunan kadar insulin dan kemudian disebabkan peningkatan epinephrine, kortisol dan hormon pertumbuhan. Ketiga kejadian tersebut meningkatkan lipolisis dan asam lemak bebas plasma yang tersedia sebagai energi alternatif dan secara kompetitif penggunaan glukosa. Peningkatan kadar plasma keton dan urine keton menandakan penggunaan lemak sebagai sumber energi. Asam lemak bebas plasma juga merangsang produksi glukosa. Hipoglikemia muncul ketika satu atau lebih mekanisme di atas gagal, baik karena penggunaan berlebihan glukosa seperti pada hiperinsulinisme, produksi kurang seperti pada penyakit penyimpanan glikogen atau kombinasi keduanya seperti pada defisiensi hormon pertumbuhan dan kortisol. hipoglikemi
insulin
kortisol
epinefrin
Growth
Glucagon
Hormone Protein breakdown Lipolisis
Hepatic glucose
Insulin
Free fatty acid
sensivity
output
glukoneogene sis ketones
Glucose utilization
glucose
Manifestasi Klinis
Pada dasarnya manifestasi klinis dibagi menjadi dua kategori. Yang pertama termasuk simptom yang berhubung dengan aktivasi sistem nervus autosom dan pelepasan ephinefrin, biasanya terlihat dari adanya penurunan cepat konsentrasi glukosa darah. Kategori kedua termasuk simptom karena penurunan penggunaan glukosa serebral biasanya berhubungan dengan penurunan pelan-pelan kadar glukosa darah atau hipoglikemia berkepanjangan. Walaupun simptom klasik ini muncul pada anak-anak yang lebih tua, simptom hipoglikemia pada bayi dapat tidak terlihat dan termasuk sianosis, apnea, hipotermia, hipotonia, kesulitan makan, letargi dan kejang. Beberapa dari simptom ini dapat ringan sehingga terkadang tidak terdeteksi. Kadang-kadang hipoglikemia dapat asimptomatik pada bayi yang baru lahir. Bayi baru lahir dengan hiperinsulinemia biasanya besar untuk usia kehamilan; pada bayi yang lebih tua dengan hiperinsulinisme dapat makan berlebihan karena hipoglikemia kronik dan menjadi obese. Pada masa kanak-kanak hipoglikemia dapat muncul sebagai masalah perilaku, kehilangan konsentrasi, nafsu makan berkurang atau kejang. Hal tersebut dapat menyebabkan salah diagnosa menjadi epilepsi, gangguan kepribadian, histeria dan retardasi. Pemeriksaan kadar glukosa darah harus selalu dilakukan pada neonatus yang sakit dan sebaiknya segera diterapi apabila konsentrasi berada di bawah normal. Hipoglikemia sebaiknya dipertimbangkan sebagai penyebab episode awal dari kejang atau deteorasi tiba-tiba fungsi perilaku kejiawaan. Gejala pada hipoglikemi saat timbulnya dapat bervariasi dari beberapa hari sampai satu minggu setelah lahir. Berikut ini merupakan gejala klinis yang disusun mulai dengan frekuensi tersering, yaitu gemetar atau tremor, serangan sianosis, apati, kejang, serangan apnea intermitten atau takipnea, tangis yang lemah atau melengking, kelumpuhan atau letargi, kesulitan minum, dan terdapatnya gerakan putar mata. Dapat pula timbul keringat dingin, pucat, hipotermia, gagal jantung dan henti jantung. Sering berbagai gejala muncul bersama-sama. Karena gejala tersebut dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab, maka bila gejala tidak menghilang setelah pemberian glukosa yang adekuat, perlu dipikirkan penyebab yang lain. Di bawah ini merupakan table simptom berdasarkan usia. Neonatus
Anak-anak
Gemetar
Pusing
Brisk Moro Reflex
Keringat Berlebih
Letargi
Kelaparan
Kesulitan Makan
Gelisah
Iritabilitas
Bingung
Hipotermia
Letargi
Respiratory Distress
Kesulitan Makan
Apnea
Iritabilitas
Bradikardi
Kejang
Kejang
Koma
Koma
Sudden Death
Sudden Death
Asimptomatik
Reaksi hipoglikemia biasanya walaupun tidak selalu disertai oleh sebuah peningkatan denyut jantung karena peningkatan sekresi epinefrin apabila terbangun dapat irritable, gemetar dan rewel. Apabila persediaan energi otak berkurang, status mental pasien menjadi berkurang dengan gangguan afek dan mood, letargi, kejang atau koma. Ukuran tubuh yang besar untuk usianya pada neonatus atau anak-anak menunjukkan hiperinsulinisme walaupun beberapa anak dengan hiperinsulinisme merupakan anak yang kecil untuk usianya. Pengurangan lemak subkutan menunjukkan simpanan glukosa yang tidak adekuat. Pertumbuhan yang lambat dapat menuju suatu defisiensi hormon pertumbuhan dan abnormalitas fasial midline dan kepala menunjukkan defisiensi hormon pituitari. Besar hepar harus diukur untuk mencari bukti penyakit penyimpanan glikogen. Pada beberapa kasus terdapat bayi hipoglikemi dengan makroglosia (sindroma Beck-with) ditandai dengan berat badan lahir lebih, viseromegali, mikrosefali ringan, kelainan umbilikus, facial nevus flammeus, kelainan lipatan telinga dan displasia medula ginjal. Pengobatan sperti pada hipoglikemi umumnya. Hipoglikemi yang terjadi biasanya berat dan berlangsung beberapa bulan. Hipoglikemi berat juga dijumpai pada bayi dengan berat badan lahir yang sangat besar (3,8 -5,3 kg) tanpa sindrom Beck-with.
Pemeriksaan Penunjang
Setiap bayi yang baru lahir dengan gejala yang sudah dikatakan diatas diharuskan memeriksa kadar glukosa dalam darah, penilaian kadar glukosa lebih baik jika melewati laboratorium, tetapi jika tidak ada dapat dipakai alat-alat periksa glukosa darah milik sendiri. Pasien dengan hipoglikemia juga dapat diperiksa kadar asam lemak bebas dan beta-OH butirat ( dimana biasanya >0,5 mmol/L), insulin plasma ( N <30 pmol/L), cortisol ( N>550 nmol/L), dan growth hormone ( N >6 mcg/L), dapat juga penilaian dari insulin like growth factor-binding protein 1 (IGFBP-1).
Diagnosis
Anamnesis yang lengkap dan hati-hati perlu dilakukan pada setiap kasus yang dicurigai adanya hipoglikemia. Beberapa hal yang perlu dicatat termasuk usia terjadinya, hubungan antara makanan dan intake kalori dan riwayat keluarga. Pada satu minggu kehidupan sebagian besar bayi yang memiliki bentuk hipoglikemia transien baik yang merupakan akibat retardasi pertumbuhan intrauteri atau lahir dari ibu yang diabetes. Apabila tidak ditemukan riwayat diabetes pada ibu namun bayi makrosomia dan memilki gambaran seperti bayi dari ibu diabetes, kita perlu curiga
hiperinsulinemik hipoglikemia
disebabkan oleh defek kanal K ATP yang familial atau sporadik, konsentrasi glukosa darah > 10 µU/mL memastikan diagnosis. Adanya pembesaran hepar perlu dicurigai adanya defisiensi enzim; apabila terdapat gula non glukosa pada urin maka dapat mengarah ke galaktosemia. Lewat masa setelah bayi lahir, petunjuk penyebab persisten atau rekuren hipoglikemia didapatkan dengan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Hubungan hipoglikemia dengan asupan makanan dapat menunjukkan defek pada glukoneogenesis apabila simptom muncul 6 jam atau lebih setelah makan. Apabila hipoglikemia muncul segera setelah makan maka lebih mengarah ke galaktosemia atau intoleransi fruktosa. Bentuk autosomal dominan dari hiperinsulinemik hipoglikemia perlu dipertimbangkan dengan pemeriksaan glukosa, insulin, amonia dan anamnesa yang baik. Pemeriksaan IGFBP-1 dapat berguna dimana apabila rendah menunjukkan tahap hiperinsulinemia dan apabila tinggi menunjukkan bentuk hipoglikemia lain. Ketidakhadiran ketonemia dan ketonuria sangat menunjukkan hiperinsulinemia dan defek oksidasi asam lemak yang mana pada jenis hipoglikemia lain dapat ada. Pada saat terjadi hipoglikemia perlu dilakukan pemeriksaan serum untuk mengukur kadar hormon dan substrat diikuti dengan pengukuran ulang setelah injeksi glukagon.
Hipoglikemia dengan ketonuria pada anak usia antara 18 bulan sampai 5 tahun mengarah ke hipoglikemia ketotik terutama apabila tidak terdapat hepatomegali. Keracunan baik alkohol maupun salisilat dapat disingkirkan dengan anamnesis. Apabila pada anamnesa mengarah ke hipoglikemia namun tidak terdapat simptom maka dengan puasa diawasi 24-36 jam dapat memprovokasi hipoglikemia. Puasa tidak diperbolehkan pada defek oksidasi asam lemak. Pemeriksaan fungsi pituitari dan adrenal perlu dilakukan. Apabila terdapat hepatomegali dan hipoglikemia biasanya sudah dapat dipastikan merupakan defek enzim , bisanya disertai dengan manifestasi klinis berupa hiperlipidemia, asidosis, hiperurisemia dan respon pada glukagon pada waktu makan dan puasa. Diagnosis pasti dengan biopsi hepar.
Diagnosis Banding
Hipoglikemia bukanlah merupakan diagnosis, melainkan suatu gejala klinis. Sehingga diagnosis banding digunakan untuk menentukan penyebab dari hipoglikemia. 1. Penurunan penyimpanan glikogen
Intrauterine Growth Retardation (IUGR) atau kecil untu masa kehamilan
Bayi prematur
Bayi postmatur
2. Peningkatan sirkulasi insulin
Infant dengan ibu diabetes (IDM)
Beckwith-Wiedemann syndrome
Islet cell dysplasia
Tumor memproduksi insulin (nesidioblastoma)
3. Kekurangan pemberian glukosa 4. Kelainan endokrin
Panhipopituitarisme
Defisiensi Gowth Hormone
Hipotiroidisme
Defisiensi cortisol
5. Lain-lain
Penyakit Addison
Asfiksia
Hipotermi
Shock
Adrenal crisis
Pemberian berlebihan insulin
Defisiensi rantai tengah acyl-CoA dehidrogenase
Sepsis
TATALAKSANA
a. Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama : o
Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam
o
Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan
o
o
Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai
b. Penanganan hipoglikemia dengan gejala :
Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit
Pasang jalur iv D 10 sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit). Contoh : BB 3 kg, kebutuhan glukosa 3 kg x 6 mg/kg/mnt = 1 8 mg/mnt = 25920 mg/hari. Bila dipakai D 10% artinya 10 g/100cc, bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9 g/hari berarti perlu 25,9 g/ 10 g x 100 cc= 259 cc D 10% /hari. Atau cara lain dengan GIR
Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5% digunakan vena sentral.
Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR. Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate GIR (mg/kg/min) = Kecepatan cairan (cc/ jam) x konsentrasi Dextrose (%) 6 x berat (Kg) Contoh : Berat bayi 3 kg umur 1 hari Kebutuhan 80 cc/jam/hari = 80 x 3 = 240 cc/hari = 10 cc/jam GIR = 10 x 10 (Dextrose 10%) = 100 = 6 mg/kg/min 6x3
18
Periksa glukosa darah pada : 1 j am setelah bolus dan tiap 3 jam
Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa ge jala, ulangi seperti diatas
Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gej ala klinis :
- Infus D10 diteruskan - Periksa kadar glukosa tiap 3 jam - ASI diberikan bila bayi dapat minum Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan