ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem perkemihan
Oleh : Agung nugroho ( 010113a129 ) Ahmad yudha tama ( 010113a006 )
FAKULTAS KEPERAWATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO 2017
BAB 1 PENDAHULUAN A. Pendahuluan
Jumlah anak yang menderita gagal ginjal kronis di Indonesia cenderung meningkat.Gagal ginjal kronis biasanya timbul beberapa tahun setelah penyakit atau kerusakan ginjal, tetapi pada situasi tertentu dapat muncul secara mendadak. Gagal ginjal kronik akhirnya menyebabkan dialysis ginjal, transplantasi atau kematian (Corwin, 2001). Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan terhadap pada fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, mengakibatkan penyakit tahap akhir. Pasien asimtomatik selama tahap pertama berkurangnya cadangan ginjal (Engram, 1999). Penyakit gagal ginjal kronik merupakan suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan yang ireversibel. Pada anak-anak, GGK dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: kelainan kongenital (bawaan sejak lahir), glomerulonefritis, penyakit multsistem (antara lain penyakit lupus). GGK pada anak-anak lebih sering dijumpai pada laki-laki. Pada stadium awal, GGK biasanya tanpa gejala, atau hanya berupa gejala / keluhan yang tidak khas seperti sakit kepala, lelah, lemas, nafsu makan menurun, muntah dan gangguan pertumbuhan. Anak juga kelihatan pucat, dan tekanan darahnya meningkat. Jika dibiarkan, fungsi ginjal akan semakin menurun dan akhirnya mencapai penyakit ginjal kronik tahap terminal. Anak juga akan mengalami hambatan dalam perkembangan kemampuan berbahasa dan motoriknya (Sahabatginjal, 2009). Gangguan pada pertumbuhan dapat terjadi pada anak-anak dengan PGK, yang mungkin akan menimbulkan masalah saat anak berinteraksi dengan teman sebayanya. Oleh karena itu, para orang tua sebaiknya berkonsultasi kepada psikolog guna membantu mengatasi masalah tersebut. Memberikan anak aktivitas ekstrakurikuler juga bermanfaat membantu mengatasi perkembangan ketrampilan sosialnya. Selain itu juga perlu dilakukan pemeriksaan secara rutin seperti pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar
kepala, status pubertal, dan lingkar lengan atas untuk mendeteksi adanya gangguan kecepatan pertumbuhan sedini mungkin. Pemberian nutrisi perlu diperhatikan agar anak tidak mengalami malnutrisi dan gagal tumbuh (Sahabatginjal, 2009).
BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori
Anatomi Fisiologi
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar. 1. Fungsi ginjal Fungsi ginjal adalah: 1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun 2. Mempertahankan suasana keseimbangan cairan 3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh 4. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. 2. Fascia Renalis terdiri dari: Fascia renalis terdiri dari a) fascia (fascia renalis), b) Jaringan lemak peri renal, dan c) kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal 3. Struktur Ginjal Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian
medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius. 4. Proses pembentukan urin Tahap pembentukan urin 1. Proses Filtrasi ,di glomerulus
terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah
bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate gromerulus. 2. Proses Reabsorbsi. pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis. 3. Proses sekresi. Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.
BAB III Definisi penyakit A. Definisi Penyakit Gagal ginjal kronik adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus (Corwin, 2001). Menurut Stein (2001) gagal ginjal kronis didefinisikan sebagai kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan tidak reversible yang disebabkan oleg berbagai jenis penyakit. Penyakit yang mendasari sering sulit dikenali bila gagal ginjal telah parah. Gagal ginjal kronik yaitu penurunan fungsi ginjal sehingga kadar kreatinin serum lebih dari 2 atau 3 kali nilai normal untuk anak dengan jenis kelamin dan usia yang sama, atau bila laju filtrasi glomerulus <30 ml/menit/1,73 m2 sekurang-kurangnya selama 3 bulan (Hanif, 2007). B. Etiologi Menurut Stein (2001) penyebab gagal ginjal kronis yangs erring temui pada anak-anak antara lain:
Penyakit glomerulonephritis
Penyakit glomerulus yang disertai dengan penyakit sistemik
Penyakit tubulointerstisiel
Penyakit polikistik dan penyakit bawaan lain
Penyakit renovaskuler
Penyakit tromboembolik
Sumbatan kronis saluran kemih
Nefrosklerosis hipertensif
Nefropati diabetes
C. Patofisiologi Ginjal mempunyai kemampuan nyata untuk mengkompensasi kehilangan nefron yang persisten yang terjadi pada gagal ginjal kronik. Jika angka filtrasi glomerolus menurun menjadi 5-20 ml/menit/1,73 m2, kapasitas ini mulai gagal. Hal ini menimbulkan berbagai masalah biokimia berhubungan dengan bahan utama yang ditangani ginjal.
Ketidakseimbangan natrium dan cairan terjadi karena ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urin. Hiperkalemia terjadi akibat penurunan sekresi kalium. Asidosis metabolik terjadi karena kerusakan reabsorbsi bikarbonat dan produksi ammonia. Demineralisasi tulang dan gangguan pertumbuhan terjadi akibat sekresi hormon paratiroid, peningkatan fosfat plasma (penurunan kalsium serum, asidosis) menyebabkan pelepasan kalsium dan fosfor ke dalam aliran darah dan gangguan penyerapan kalsium usus. Anemia terjadi karena gangguan produksi sel darah merah, penurunan rentang hidup sel darah merah, peningkatan kecenderungan perdarahan (akibat kerusakan fungsi trombosit). Perubahan pertumbuhan berhubungan dengan perubahan nutrisi dan berbagai proses biokimia. Menurut Wong (2004) gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir (end stage renal diseases /ERSD) terjadi bila ginjal yang sakit tidak mampu mempertahankan komposisi kimiawi cairan tubuh dalam batas normal di bawah kondisi normal. Akumulasi berbagai subtansi biokimia dalam darah yang terjadi karena penurunan fungsi ginjal yang menimbulkan komplikasi seperti hal berikut (Wong, 2004): 1. Retensi produk sisi, khususnya nitrogen urea darah dan kreatinin 2. Retensi air dan natrium yang berperan pada edema dan kongesti vaskuler 3. Hiperkalemia dari kadar bahaya 4. Asidosis metabolik bersifat terus menerus karena retensi ion hidrogen dan kehilangan bikarbonat terjadi terus menerus 5. Gangguan kalsium dan fosfor yang mengakibatkan perubahan metabolisme tulang, yang pada gilirannya menyebabkan berhentinya pertumbuhan atau retardasi, nyeri tulang dan deformitas yang diketahui sebagai osteod istrofi renal 6. Anemia yang disebabkan oleh disfungsi hematologis, kerusakan produksi sel darah merah, pemendekan umur sel darah merah yang berhubungan dengan penurunan produksi eritropeitin, pemanajangan masa perdarahan dab anemia nutrisional 7. Gangguan pertumbuhan, kemungkinan disebabkan oleh suatu faktor seperti nutrisi buruk, anoreksi, osteodostrofi renal dan abnormalitas biokimia
D. Manifestasi Klinik Menurut STIKIM (2009) manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada anak dengan gagal ginjal kronik antara lain : 1. Edema. Oliguria, hipertensi, gagal jantung kongestif 2. Poliuria, dehidrasi 3. Hiperkalemia 4. Hipernatremia 5. Anemia 6. Gangguan fungsi trombosit 7. Apatis, letargi 8. Anoreksia 9. Asidosis 10. gatal-gatal 11. Kejang, koma 12. Disfungsi pertumbuhan Menurut AKPER PPNI (2008) manifestasi klinik yang sering jumpai pada anak dengan gagal ginjal kronik antara lain : 1. Kardiovaskuler : Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis, Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), Edema periorbital, friction rub pericardial, Pembesaran vena leher. 2. Dermatologi Warna
kulit
abu-abu
mengkilat,
Kulit
Ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar 3. Pulmoner Krekels, Sputum kental dan liat, Nafas dangkal. 4. Gastrointestinal
kering
bersisik,
pruritus
Anoreksia, mual, muntah, cegukan, nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut, konstipasi dan diare, perdarahan saluran cerna 5. Neurologi Tidak mampu konsentrasi, kelemahan dan keletihan, konfusi/ perubahan tingkat kesadaran, disorientasi, kejang, rasa panas pada telapak kaki. Perubahan perilaku 6. Muskuloskeletal Kram otot, kekuatan otot hilang, kelemahan pada tungkai, fraktur tulang, foot drop E. Penatalaksanaan Medis dan Perawatan 1. Perawatan Pasien gagal ginjal kronis memerlukan asuhan keperawatan yang tepat untuk menghindari komplikasi akibat menurunnya fungsi renal dan stress serta cemas dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa. Asuhan keperawatan diarahkan untuk mengkaji status cairan dan mengidentifikasi sumber potensial yang mengakibatkan ketidak seimbangan, mengimplementasikan program diet untuk menjamin masukan nutrisi yangs esuai dalam batas-batas program penanganan dan meningkatkan rasa positif dengan mendorong peningkatan perawatan diri dan kemandirian (Smeltzer dan Bare, 2002). Pasien dan keluarga perlu mengetahui masalah yang harus dilaporkan pada tenaga kesehatan : perburukan tanda gagal ginjal (mual, muntah, penurunan haluaran urin, dapas berbau amoni) tanda hiperkalemia (kelemahan otot, diare, kram abdominal). Perawat perlu memberikan penyuluhan kesehatan pada klien dan keluarga tentang medikasi (tujuan pengobatan, efek samping, efek yang diharapkan, dosis dan jadual pemberian) (Smeltzer dan Bare, 2002). 2. Pengobatan Penanganan atau pengobatan penyakit gagal ginjal kronik pada anak dapat dilakukan dengan (sahabatginjal, 2009) : 1. Terapi Konservatif Terapi konservatif sebaiknya dilakukan sebelum pasien mencapai keadaan penyakit ginjal kronik tahap terminal. Terapi konservatif ini meliputi pemberian obat-obatan
untuk mengurangi gejala mual dan muntah, mempersiapkan penderita dan keluarga untuk menjalani terapi pengganti ginjal. Tujuannya adalah agar anak merasa sehat (tidak ada keluhan atau rasa sakit) dan normal dalam melakukan aktivitasnya, mempertahankan pertumbuhan fisik yang normal, serta mempertahankan fungsi ginjal selama mungkin. 2. Terapi Pengganti Ginjal Terapi Pengganti Ginjal ini umumnya dilakukan bila fungsi ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90 persen). Terapi ini bertujuan bukan hanya untuk memperpanjang usia anak dengan PGK tetapi juga meningkatkan kualitas hidup sehingga mereka diharapkan dapat mencapai dan menjalani kehidupan secara lebih baik di usia dewasa. Terapi Pengganti Ginjal terdiri dari dialysis/cuci darah (misalnya dengan peritoneal dialysis atau hemodialisis) dan transplantasi (cangkok) ginjal. Dialisis mulai diberikan jika: 1. Gejala-gejala PGK sudah mengganggu aktivitas anak sehari-hari. 2. Terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh yang mengancam jiwa. 3. Anak mengalami gangguan pertumbuhan yang menetap walaupun sudah dilakukan terapi konservatif. Ada dua jenis metode dialisis yang dapat dipilih: hemodialisis (cuci darah melalui mesin dialisis) dan dialisis peritoneal (dialisis melalui selaput rongga perut). Sedangkan transplantasi ginjal dilakukan melalui pembedahan dengan memanfaatkan ginjal sehat yang diperoleh dari donor yang masih hidup atau baru saja meninggal. 4. Anak dengan GGK perlu berobat secara rutin ke dokter atau menjalani hemodialisis, sehingga mereka mungkin kehilangan waktu selama beberapa jam untuk belajar di sekolah. Sebagai orang tua, perlu mengatur jadwal pengobatan disamping jadwal sekolah sedemikian rupa sehingga mereka tetap dapat mengikuti pelajarannya dengan baik. Penanganan dan terapi yang diberikan
secara
tepat
dan
sejak
dini
memungkinkan
anak
dengan
GGK
untuk menjalani kehidupannya senormal mungkin sebagaimana anak lainnya.
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada anak dengan gagal ginjal kronik menurut Wong (2004) sebagai berikut : 1. Pengkajian awal
Lakukan pengkajian fisik rutin dengan perhatian khusus pada pengukuran parameter pertumbuhan
Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai disfungsi ginjal, perilaku makan, frekuensi infeksi dan tingkat energy
Observasi adanya bukti-bukti manifestasi gagal ginjal kronik
2. Tanda awal
Kehilangan energi normal
Peningkatan keletihan pada aktivitas
Pucat, samara-samar (mungkin tidak terlihat)
Peningkatan tekanan darah (kadang-kadang)
3. Setelah penyakit berlanjut
Penurunan nafsu makan (khususnya pada saat sarapan)
Kehilangan minat pada aktivitas normal
Peningkatan atau penurunan keluaran urin dengan kompensasi masukan cairan
Pucat lebih terlihat
Penampilan kulit pucat dan keruh
4. Anak mengeluhkan hal berikut: sakit kepala, kram otot dan mual 5. Tanda dan gejala lain
Penurunan berat badan
Edema wajah
Malaise
Nyeri tulang ataus endi
Retardasi pertumbuhan
Kulit kering atau gatal dan kadang memar
Kehilangan sensori atau motoric
Amenorea, umumnya pada remaja putri
6. Sindroma uremik 1. Gastro interstinal : anoreksia, mual dan muntah 2. Kecenderungan perdarahan : memar, feses cair berdarah, stomatitis, perdarahn vivir
dan mulut 3. Gatal yang membandel 4. Bekuan uermik (deposit cristal urea pada kulit) 5. Bau napas uremia yang tidak enak 6. Pernapasan dalam 7. Hipertensi 8. Gagal jantung kongestif 9. Edema paru-paru. B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Speer (2008) dan Wong (2004) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak yang menderita gagal ginjal kronis antara lain : 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan oliguria 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan 4. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobiltas, pruritus dan ed ema 5. Pola napas inefektif berhubungan dengan hiperventilasi dan dyspnea 6. Perubahan peran keluarga berhubungan dengan anak menderita penyakit kronis (gagal
ginjal kronis)
C. Intervensi Keperawatan
Menurut Speer (2008) dan Wong (2004) intervensi keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak yang menderita gagal ginjal kronis untuk mengatasi diagnosa keperawatan yang dialami anak antara lain : 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan oliguria 1. Tujuan
Anak dapat mempertahankan volume cairan normal yang ditandai dengan haluaran urine rata-rata sebanyak 1-2 ml/kg/jam 2. Intervensi 1. Timbang berat badan anak setiap hari dan pantau haluaran urinenya setiap 4 jam
Rasional : Menimbang berat badan setiap hari dan pemantauan haluaran urine yangs ering memungkinkan haluaran urine yangs ering, memungkinkan deteksi dini dan terapi yang tepat terhadap perubahan yang terjadi pada status cairan anak. Kenaikan berat badan yang cepar mengindikasikan retensi cairan. Penurunan haluaran urine dapat mengindikasikan ancaman gagal ginjal 2. Kaji anak untuk deteksi edema, ukur lingkar abdomen setiap 8 jam dan (untuk
anak laki-laki) periksa pembengkakan pada skrotum Rasional : Pengkajian dan pengukuran yangs ering memungkinkan deteksi dini dan pemberian terapi yang tepat terhadap setiap perubahan kondisi anak. Lingkar abdomen
yang
bertambah
dan
pembengkakan
pada
skrotum
biasanya
mengindikasikan asites 3. Pantau anak dengan cermat untuk melihat efek samping pemberian terapi diuretik, khususnya ketika menggunakan hidroklorotiazid atau furosemide Rasional : Obat-obatan diuretik ini dapat menyebabkan hipokalemua sehingga membutuhkan pemberian suplemen kalium per intravena 4. Pantau dan catat asupan cairan yang masuk Rasional : Anak membutuhkan pembatasan asupan cairan akibat retensi cairan dan penurunan laju filtrasi glomerulus, ia juga membutuhkan restriksi asupan natrium
5. Kaji warna, konsistensi dan berat jenis urine anak Rasional : Urine yang berbusa mengindikasikan peningkatan deplesi protein, suatu tanda kerusakan fungsi ginjal 6. Pantau semua hasil uji laboratorium Rasional : Peningkatan kadar nitrogen urea darah dan kreatinin dapat mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia 1. Tujuan Anak akan mengalami peningkatan asupan nutrisi yang berhubungan dengan anoreksia dan makan sekurang-kurangnya 80% porsi setiap kali makan 2. Intervensi 1. Beri diet tinggi karbohidrat Rasional : Diat tinggi karbohidrat biasanya terasa lebih lezat dan memberi kalori esensial bagi anak 2. Berikan makanan porsi kecil dalam frekuensi sering, yang mencakup beberapa makanan favorit anak Rasional : menyediakan makanan dalam porsi kecil yang lebihs ering untuk satu kali makan tidak akan memmbebani anak sehingga mendorongnya untuk makan lebih banyak setiap kali anak duduk, dengan memberi anak makanan favoritnya akan memastikan ia mengkonsumsi setiap porsi makanan lebih banyak 3. Batas asupan natrium dan protein anak sesuai program Rasional : Karena matrium dapat menyebabkan retensi cairan, biasanya natrium dibatasi pada anak dengan gangguan ini. Pada kasus-kasus berat, ginjal tidak mampu metabolisasi protein sehingga membutuhkan restriksi protein 3. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobiltas, pruritus dan edema 1. Tujuan Anak akan mempertahankan kulit yang berhubungan dengan imobiltas dan esdema dengan kriteria tidak ada kemerahan, edema, serta keruskan kulit 2. Intervensi
1. Beri matras busa berlekuk sebagai tempat tidur anak Rasional : Matras busa berlekuk mengalasi bagian-bagian tulang yang menonkol kerusakan kulit 2. Bantu anak mengubah posisi setiap 2 jam Rasional : Mengganti posisi dengans ering dapat mengurangu tekanan pada area kapiler dan meningkatkan sirkulasi sehingga mengurangi risiko kerusakan kulit 3. Mandikan anak setiap hari, menggunakan sabun mengandung lemak tinggi Rasional : Deodoran dan sabun yang mengandung parfum dapat mengeringkan kulit sehingga mengakibatkan kerusakan kulit 4. Topang dan tinggikan ekstremitas yang mengalami edema Rasional : Menopang dan meninggikan ekstremitas dapat meningkatkan alir balik vena dan dapat mengurangi pembengkakan 5. Pada anak laki-laki, letakkan bantalan disekitar skrotumnya Rasional : Pemberian bantalan dapat mencegah kerusakan kulit 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan 1. Tujuan Anak akan mengalami peningkatan toleransi beraktivitas yang ditandai oleh kemampuan bermain dalam waktu yang lama 2. Intervensi 1. Jadualkan periode istirahat untuk setiap kali beraktivitas Rasional : Periode istirahat yangs ering dapat menyimpan energi dan mengurangi produksi sisa metabolit yang dapat membebani kerja ginjal lebih lanjut 2. Sediakan permainan yang tenang dan menantang sesuai dengan usia anak Rasional : Permainan yang demikian dapat menyimpan energi, tetapi mencegah kebosanan 3. Kelompokkan asuhan keperawatan anak untuk memungkinkan anak tidur tanpa gangguan di malam hari Rasional : mengelompokkan pemberian asuhan keperawatan, membantu anak tidur sesuai dengan kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA AKPER PPNI. (2008). Askep Gagal Ginjal . Diakses tanggal 16 Maret 2009 Corwin, E.J. (2001). Buku Saku Patofisiologi(terjemahan). Cetakan 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Engram, B. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah (terjemahan). Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Hanif. (2007). Gagal Ginjal Kronik . Diakses tanggal 16 Maret 2009 Ismar. 92008). Waspada, Gagal Ginjal Pada Anak . Diakses tanggal 16 Maret 2009 Lukman, (2009). Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan. Diakses tanggal 16 Maret 2009 Sahabat Ginjal. (2009). Penyakit Ginjal Kronik Pada Anak . Diakses tanggal 16 Maret 2009 Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. (2002). Buku Ajar kepertawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth (terjemahan). Edisi 8. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Stein, J.H. (2001). Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC STIKIM.(2008). Gagal Ginjal Kronik ..Diakses tanggal 16 Maret 2009 Wong, D/L. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan pediatric (terjemahan). Edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC