19 " Konsep Dasar Kegawatdaruratan
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator yang penting untuk menentukan status kesehatan ibu di suatu wilayah, khususnya berkaitan dengan resiko kematian ibu hamil dan bersalin. Pada saat ini Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012 Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tetap tinggi. AKI mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup.
Penyebab Angka Kematian Ibu sangat kompleks namun penyebab langsung seperti perdarahan, infeksi dan komplikasi aborsi, harus segera ditangani oleh tenaga kesehatan. Sebenarnya sebagian besar kematian ibu bisa dicegah jika para ibu ini memperoleh pertolongan dari tenaga kesehatan yang kompeten yang didukung fasilitas kesehatan. Penyebab utama kematian ibu melahirkan seperti yang disebutkan diatas sebenarnya bisa dicegah, apabila seorang ibu hamil tidak mengalami 3 terlambat dan 4 terlalu.
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (mis; pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/oksigenasi janin intrauterine atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan.
Rumusan Masalah
Apa pengertian kegawatdaruratan ?
Apa saja tanda dan gejala kegawatdaruratan ?
Apa saja penyebab kegawatdaruratan ?
Tujuan
Mengerti dan memahami pengertian kegawatdaruratan.
Mengerti dan memahami tanda dan gejala kegawatdaruratan.
Mengerti dan memahami penyebab kegawatdaruratan.
Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan tentang konsep dasar asuhan kegawatdaruratan khususnya pada kegawatdaruratan maternal dan neonatal serta bisa memahami dari kasus-kasus kegawatdaruratan yang sering ditemui.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Kegawatdaruratan
A. Pengertian Kegawatdaruratan
Gawat adalah kondisi pasien dengan ancaman jiwa atau ancaman kematian. Sedangkat darurat adalah kondisi penderita yang memerlukan pertolongan segera. Gawat darurat adalah keadaan yang menimpa seseorang dengan tiba-tiba dapat membahayakan jiwa, memerlukan tindakan medis segera dan tepat. Penderita gawat darurat adalah penderitaan yang memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa. Pertolongan yang diberikan dilakukan secara cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian maupun kecacatan. Ukuran keberhasilan dari pertolongan ini adalah waktu tanggap (respon time) dari penolong.
Pengertian lain dari penderita gawat darurat adalah penderita yang bila tidak ditolong segera akan meninggal atau menjadi cacat, sehingga diperlukan tindakan diagnosis dan penanggulangan segera. Karena waktu yang terbatas tersebut, tindakan pertolongan harus dilakukan secara sistematis dengan menempatkan prioritas pada fungsi vital sesuai dengan urutan ABC, yaitu :
A (Airway) : membersihkan jalan nafas dan menjamin jalan nafas bebas hambatan
B (Breathing) : menjamin ventilasi lancar, dan
C (Circulation): melakukan pemantauan peredaran darah.
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan jiwa/nyawa (Campbell S, Lee C, 2010).
Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. Biasanya dilambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).
Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Biasanya dilambangkan dengan label biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.
Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya. Biasanya dilambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya dilambangkan dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
Pasien Meninggal
Label hitam (Pasien sudah meninggal) merupakan prioritas terakhir.
Kegawatan atau kegawatdaruratan dalam kebidanan adalah kegawatan atau kegawatdaruratan yang terjadi pada wanita hamil, melahirkan atau nifas. Kegawatdaruratan dapat terjadi baik pada penanganan obstetric maupun neonatal. Penatalaksanaan kegawatdaruratan meliputi pengenalan segera kondisi gawat darurat, stabilisasi keadaan penderita, pemberian oksigen, infuse, terapi cairan, transfuse darah, dan pemberian medikamentosa (antibiotika, sedatif, anestesi, dan serum anti tetanus). Kegawatdaruratan dapat terjadi tiba-tiba, dapat disertai kejang, atau dapat timbul sebagai akibat dari suatu komplikasi yang tidak ditangani atau dipantau dengan semestinya.
Pertolongan pertama gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik dirumah, lingkungan masyarakat, puskesmas, dan atau rumah sakit. Penatalaksanaan kegawat daruratan kebidanan tidak dibatasi oleh bantuan medis tetapi juga non medis. Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan menyebabkan pasien dapat bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut. Adapun keberhasilan penanganan gawat darurat ditentukan oleh tersedianya sumber daya yang terstandar.
Pelayanan kebidanan dibedakan menjadi 3 jenis pelayanan, yaitu:
Layanan primer, sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
Layanan sekunder, sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
Layanan rujukan, rujukan ke system pelayanan yang lebih tinggi, atau sebaliknya.
Peran dan fungsi bidan dalam kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal diorientasikan pada kemampuan memberikan asuhan meliputi upaya pencegahan (preventif), promosi terhadap pelaksanaan asuhan kebidanan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak serta akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai serta kemampuan dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan.
Standar kompetensi bidan berdasarkan KEPMENKES RI no.369/MENKES/III/2007 menyatakan bahwa bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir. Kompetensi pengetahuan dasar yang perlu dimiliki seorang bidan meliputi:
Indikasi tindakan kegawatdaruratan kebidanan (distosia bahu, asfiksia, retensio plasenta, pendarahan, atonia uteri dan mengatasi renjatan).
Indikasi tindakan operatif pada persalinan ( gawat janin, CPD) .
Indikator komplikasi persalinan: perdarahan, partus macet, malpresentasi, eklampsi, gawat janin, infeksi KPD tanpa infeksi, distosia karena inersia uteri primer, postterm, preterm serta tali pusat menumbung.
Adapun kompetensi keterampilan dasar yang perlu dimiliki seorang bidan meliputi:
Mengidentifikasi secara dini persalinan abnormal dan kegawatdaruratan dengan intervensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan dengan tepat waktu.
Melakukan pengeluaran plasenta secara manual
Mengelola perdarahan postpartum.
Memindahkan ibu untuk tindakan tambahan atau kegawatdaruratan dengan tepat waktu sesuai indikasi.
Keterampilan tambahan :
Menolong kelahiran presentasi muka dengan penempatan dan gerakan tangan yang tepat.
Memberikan suntikan anastesi lokal jika diperlukan
Melakukan ekstraksi forsep rendah dan vakum jika diperlukan sesuai kewenangan
Mengidentifikasi dan mengelola malpresentasi, distosia bahu, gawat janin dan IUFD dengan tepat
Mengidentifikasi dan mengelola tali pusat menumbung
Mengidentifikasi dan menjahit robekan serviks.
B. Pengkajian Awal Terhadap Kasus Kegawatdaruratan Kebidanan
Bidan/perawat kebidanan tetap tenang, jangan panik, jangan membiarkan ibu sendirian tanpa penjaga/penunggu. Bila tidak ada petugas lain, berteriak untuk minta bantuan. Jika ibu tidak sadar, lakukan pengkajian jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi dengan cepat. Jika dicurigai adanya syok, mulai segera tindakan. Baringkan ibu miring kekiri dengan bagian kaki ditinggikan, longgarkan pakaian yang ketat seperti BH/Bra. Ajak bicara ibu/klien dan bantu ibu/klien untuk tetap tenang. Lakukan pemeriksaan dengan cepat yang meliputi tanda-tanda vital, warna kulit dan perdarahan yang keluar.
C. Pengkajian Awal Kasus Kegawatdaruratan Kebidanan Secara Cepat
Jalan nafas dan pernafasan
Perhatikan adanya sianosis, gawat nafas, lakukan pemeriksaan pada kulit: adakah pucat, suara paru: ada wheezing, sirkulasi tanda-tanda syok, kaji kulit (dingin), nadi (cepat >100 kali per menit dan lemah), tekanan darah (rendah, sistolik <90 mmHg).
Perdarahan pervaginam
Bila ada perdarahan pervaginam, tanyakan : apakah ibu sedang hamil, usia kehamilan, riwayat persalinan sebelumnya dan sekarang, bagaimana proses kelahiran plasenta, kaji kondisi vulva (jumlah darah yang keluar, plasenta tertahan), uterus (adakah atonia uteri), kondisi kandung kemih (apakah penuh).
Klien tidak sadar atau kejang
Tanyakan pada keluarga, apakah ibu sedang hamil, usia kehamilan. Periksa: tekanan darah (tinggi, diastolik >90 mmHg), temperatur (lebih dari 38,0°c).
Demam yang berbahaya
Tanyakan apakah ibu lemah, lethargi, sering nyeri saat berkemih. Periksa: temperatur (lebih dari 39°c), tingkat kesadaran, kaku kuduk, paru-paru (pernafasan dangkal), abdomen (tegang), vulva (keluar cairan purulen), payudara bengkak.
Nyeri abdomen
Tanyakan apakah ibu sedang hamil dan usia kehamilannya. Periksa : tekanan darah (rendah, sistolik kurang dari 90 mmHg), nadi (cepat, lebih dari 110 kali permenit), temperatur (lebih dari 38,0°c), uterus (status kehamilan).
Perhatikan tanda-tanda berikut ini :
Keluaran darah, adanya kontraksi, pucet, lemah, pusing, sakit kepala, pandangan kabur, pecah ketuban, demam, gawat nafas.
Tindakan yang harus dilakukan
Melatih semua staf untuk dapat bereaksi dengan cepat terhadap ibu yang datang dengan kegawatdaruratan kebidanan.
Melakukan simulasi klinik untuk kesiapan staf
Memastikan bahwa akses tidak terhambat dan fungsi peralatan bekerja dengan baik
Memiliki norma-norma dan protokol kerja
Mengidentifikasi dengan jelas terhadap klien (ibu) yang berada diruang tunggu.
Tanda Dan Gejala Kegawatdaruratan
Tanda dan gejala kegawatdaruratan yaitu:
Sianosis sentral
Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berkaitan dengan O2).
Apnea
Menurut American Academy of Sleep Medicine, penentuan periode apnea dikategorikan berdasarkan hasil indeks rata-rata jumlah henti nafas dalam 1 jam atau Apnea Hypopnea Indeks (AHI). Klasifikasi periode dengan kriteria sebagai berikut :
a. Ringan, apabila 5-15 kali/jam.
b. Sedang, apabila 15-30 kali/jam.
c. Berat, apabila >30 kali/jam.
Kejang
Kejang umum dengan gejala:
Gerakan wajah dan ekstremitas yang teratur dan berulang
Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau tungkai, baik sinkron maupun tidak sinkron
Perubahan status kesadaran (bayi mungkin tidak sadar atau tetap bangun tetapi responsif/apatis)
Apnea (napas spontan berhenti lebih 20 detik).
Kejang subtle dengan gejala :
Gerakan mata berkedip berputar dan juling yang berulang.
Gerakan mulut dan lidah berulang.
Gerakan tungkai tidak terkendali, gerakan seperti mengayuh sepeda.
Apnea.
Bayi bisa masih tetap sadar.
Spasme dengan gejala :
Kontraksi otot tidak terkendali paling tidak beberapa detik sampai beberapa menit
Dipicu oleh sentuhan, suara maupun cahaya
Bayi tetap sadar, sering menangis kesakitan
Trismus (rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu seperti mulut ikan)
Opistotonus
Perdarahan
Setiap perdarahan pada neonatus harus segera dirujuk, perdarahan dapat disebabkan kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan darah atau menurun.
Sangat kuning.
Berat badan < 1500 gram
Penyebab Kegawatdaruratan
Kegawatdaruratan Maternal
Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan. Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa intervensi luar atau buatan untuk mengakhiri kehamilan tersebut. Terminologi untuk kasus ini adalah pengguguran, aborsi atau abortus provokatus (Sarwono, 2010).
Penanganan :
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan menurut jenis abortus yang dialami, antara lain :
Abortus komplit :
Tidak memerlukan penanganan khusus, apabila pasien menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang mengadung banyak protein, vitamin dan mineral. Apabila tidak terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberikan antibiotik.
Abortus inkomplit :
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan dilanjutkan tranfusi darah.Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila perlu pasien dianjurkan rawat inap.
Abortus insipiens :
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
Abortus imminens :
Istirahat tirah baring secara total merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran darah ke rahim.
Missed abortion :
Dilakukan kuretase di rumah sakit, dan harus hati-hati karena terkadang plasenta melekat erat pada rahim.
Terapi:
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena dapat terjadi kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus dengan demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus.
Tabel 2.3
Diagnosis Dan Penatalaksanaan Perdarahan Pada Kehamilan Muda
Perdarahan
Serviks
Uterus
Gejala/tanda
Diagnosis
Tindakan
Bercak hingga sedang
Tertutup
Sesuai dengan usia gestasi
Kram perut
bawah
Uterus lunak
Abortus
imminens
Observasi
perdarahan,
istirahat,
hindarkan
coitus
Sedikit membesar
dan normal
Limbung atau pingsan
Nyeri perut
bawah
Nyeri goyang
Porsio
4. Massa adneksa
5. Cairan bebas
Intra abdomen
Kehamilan
ektopik
terganggu
Laparotomi
Sedang
hingga
banyak
Tertutup/
Terbuka
Lebih kecil dari usia gestasi
Sedikit/tanpa
nyeri perut bawah, riwayat
ekspulsi hasil
konsepsi
Abortus
komplit
Tidak perlu
terapi spesifik
kecuali perdarahan berlanjut atau terjadi infeksi
Terbuka
Sesuai usia kehamilan
Kram atau nyeri
perut bawah, belum terjadi ekspulsi hasil
konsepsi
Abortus
insipiens
Evakuasi
Kram atau nyeri
perut bawah, ekspulsi sebagian
hasil konsepsi
Abortus
inkomplit
Evakuasi
Terbuka
Lunak dan lebih besar dari usia gestasi
Mual/muntah, kram perut
bawah, sindroma mirip pre eklampsi, tak ada janin keluar jaringan
seperti anggur
Abortus
mola
Evakuasi,
tatalaksana
mola
Mola Hidatidosa (Kista Vesikular)
Mola hidatidosa (hamil anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta. Secara histologis, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
Penatalaksanaan:
Perbaiki keadaan umum.
Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret.
Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum penderita.
7–10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan sisa-sisa jaringan.
Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.
Pengawasan Lanjutan:
Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6 bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
Laboratorium : Reaksi biologis dan immunologis : 1x seminggu sampai hasil negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari
Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana setelah fertilisasi, implantasi terjadi di luar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba uterina. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur apabila massa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya : tuba) dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.
Terapi
Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam 15 menit pertama) dan segera merujuk ke rumah sakit secepatnya.
Perdarahan
Plasenta Previa
Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum/pembukaan jalan lahir.
Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin, memberi oksigen, memasang infus, memberi 9 ekspander plasma atau serum yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah diawetkan dalam jumlah mencukupi.
Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan setelah pengobatan syok dimulai.
Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi vakum;jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
Tindakan setelah melahirkan adalah cegah syok (syok hemoragik), pantau urin dengan kateter menetap,pantau sistem koagulasi (koagulopati). Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan. (Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan : 2009)
Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir (Cunningham, Obstetri Williams: 2004).
Penanganan
Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.
Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan 10 sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.
Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.
Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
Drip oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drip oksitosin untuk mempertahankan uterus.
Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya plasenta, lakukan palpasi sekunder.
Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi peritoneum di sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).
Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika, antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:
Histerektomi baik total maupun sub total
Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah:
Keadaan umum penderita
Jenis ruptur incompleta atau complete
Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan sudah banyak nekrosis
Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah Rahim
Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
Umur dan jumlah anak hidup
Kemampuan dan ketrampilan penolong
Preeklampsia Berat
Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diastolis > 110 mmhg
Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
Gangguan selebral atau visual
Edema pulmonum
Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
Trobosisfeni
Pertumbuhan janin terhambat
Peningkahtan serum creatinin
Preeklampsia Berat dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Pengelolaan kejang:
Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker oksigen, oksigen)
Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
Aspirasi mulut dan tenggorokan
Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko aspirasi
Berikan O2 4-6 liter/menit
B. Kegawatdaruratan Neonatal
1. Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri.
Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan megawatdaruratan pada neonatus
Faktor kehamilan: Kehamilan kurang bulan, kehamilan dengan penyakit DM, Kehamilan dengn gawat janin, kehamilan dengan penyakit kronis ibu, kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat, infertilitas.
Faktor pada partus: Partus dengan infeksi intrapartum dan partus dengan penggunaan obat sedative.
Faktor pada bayi: Skor apgar yang rendah, BBLR, bayi kurang bulan, berat lahir lebih dari 4000gr, cacat bawaancdan frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit.
3. Kondisi-kondisi yang menyebabkan kegawatdaruratan neonatus
Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 36,5°C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 25°C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.
Tanda dan gejala :
Panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak.
Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas. Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, terjadi ketidaksadaran dan koma.
Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan. Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes melitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah atau resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnya membuat sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.
Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus.
Sindrom gawat nafas neonatus (asfiksia)
Sindrom gawat nafas neonatus (asfiksia) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi. Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekuat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. Kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 –6 menit). Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegawatan atau kegawatdaruratan dalam kebidanan adalah kegawatan atau kegawatdaruratan yang terjadi pada wanita hamil, melahirkan atau nifas. Kegawatdaruratan dapat terjadi baik pada penanganan maternal maupun neonatal.
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
Situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu. Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (misal, pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi / oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.
Saran
Mengingat tingginya AKI dan AKB di Indonesia, maka kegawatdaruratan maternal dan neonatal haruslah ditangani dengan cepat dan tepat. Penanganan yang tepat dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga di Indonesia. Maka, dengan mempelajari dan memahami kegawatdaruratan maternal dan neonatal, diharapkan bidan dapat memberikan penanganan yang maksimal dan sesuai standar demi kesehatan ibu dan anak
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, Abdul Bari dkk. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Maryunani, Anik dan Yulianingsi. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta: CV.Trans Info Medika
Lisnawati, Lilis. 2013. Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta : TIM
Maryunani, Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Trans Info Media.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan IV Patologi Kebidanan. Jakarta: Pustaka Utama