LAPORAN KASUS
SEORANG PENDERITA PENYAKIT GASTROENTERITIS AKUT DENGAN HEPATOSPLENOMEGALI HEPATOSPLENOMEGALI ET CAUSA SUSPEK SIROSIS HEPATIS, ANEMIA GRAVIS DAN TROMBOSITOPENIA Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas tugas akhir Kepaniteraan Klinik Madya di Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura
Disusun oleh : Nycodemus Sesa, S.Ked
Dokter Pembimbing:
dr. Sofia Elisjabet Rumbino, Sp.PD
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH JAYAPURA-PAPUA 2017
1
LAPORAN KASUS
SEORANG PENDERITA PENYAKIT GASTROENTERITIS AKUT DENGAN HEPATOSPLENOMEGALI ET CAUSA SUSPEK SIROSIS HEPATIS, ANEMIA GRAVIS DAN TROMBOSITOPENIA. Nycodemus Sesa, S.Ked
dr. Sofia Elisjabet Rumbino, Sp.PD
KASUS Seorang pasien laki-laki berinisial Tn. KS, umur 40 tahun, bertempat tinggal di Koya Barat, datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah Dok II rujukan dari Puskesmas Koya Barat dengan diagnosis anemia dan suspek B20 pada tanggal 18April 2017,Pasien datang ke IGD dengan keluhan utama diaresejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
ANAMNESA
Pasien mengeluhkan diare sejak 2 hari SMRSdengan kosistensi berampas dengan jumlah yang sedikit dan durasi yg sering 5x sehari, feses berwarna hijau, berbau asam dan berlendir tanpa disertai darah. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 2 hari yang lalu hilang timbul, nyeri perut (+), pusing (+), sakit kepala (+) seperti tertusuk-tusuk dan rasa keram pada sendi-sendi (+), pasien mengelukan batuk (+) yang lama, mual, muntah tidak ada. Pasien mengeluh nafsu Ma/Mi BAB mencret . BAK warna kuning tua. Pasien tidak memiliki riwayat konsumsi OAT atau ARV. Pasien mengaku memiliki riwayat kebiasaan minum alkohol.
PEMERIKSAAN FISIK
Dalam pemeriksaan fisik, ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, tingkat kualitas kesadarannya Composmentis dengan skor Glasgow Coma Scale (GCS) E4V5M6. Pada tanda-tanda vital, ditemukan tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 85/menit, respirasi 24/menit, saturasi oksigen 99% dan suhu badan 36,5ºC.
2
Pada pemeriksaan kepala dan leher ditemukan konjungtiva anemis, sklera ikterik, candidiasis oral dan pembesaran kelenjar getah bening tidak ditemukan. Pada pemeriksaan thorax bagian pulmo, ditemukan posisi kedua dada simetris dan gerakan dada mengikuti gerak napas. Saat dilakukan pemeriksaan vokal fremitus ditemukan getaran antara telapak tangan kanan dan kiri sama. Pada perkusi diperoleh sonor pada kedua pulmo, suara napas vesikuler, dan tidak ditemukannya rhonki dan wheezing. Pada pemeriksaan thorax bagian jantung, bunyi jantung I-II reguler, dan tidak ditemukan murmur dan gallop. Pada pemeriksaan abdomen, tampak permukaan perut pasien cembung, pada auskultasi ditemukan bising usus normal, ditemukan nyeri tekan pada semua regio, pembesaran hepar 2 jari di bawah arkus kosta dan ditemukan pembesaran lien hecket III scuffner III, dan pada perkusi ditemukan diperoleh bunyi timpani. Pada pemeriksaan ekstremitas, ditemukan akral teraba hangat kering pucat, CRT <3’’, tampak anemis dan tidak ditemukan udem dan ulkus. Berat badan 56 kg
HASIL LABORATORIUM
Hasil Laboratorium tanggal 18April 2017 pada waktu masuk rumah sakitIGD RSUD Jayapura yaitu leukosit 5,59 ribu/mm 3, Hemoglobin (Hb) 3,5 g/dl, Hematokrit 13,2%, eritrosit 1,96 juta/mm 3, nilai MCV 67,3 fl, nilai MCH 17,9 pg, nilai MCHC 17,9 g/dl, trombosit 26 ribu/mm 3, dan DDR negatif. Diagnosisyang diberikan yaitu Gastroenteritis akutdenganHepatosplenomegali et causa suspek sirosis hepatis,anemia gravis dan trombositopenia.
PENATALAKSANAAN
Penanganan IVFD RL3000cc/24jam, drip ciprofloksasin 2 x 400mg/24jam, injeksi ranitidin 1 ampul/12jam. Pemeriksaan lanjutan cek DL, DDR, crossmatch, ADT. PERJALANAN PENYAKIT
Pada pemeriksaan tanggal 19April 2017 di RPDP, ditemukan keluhan masih nyeri perut dan belum BAB, pusing, tulang belakang sakit. Dalam pemeriksaan fisik ditemukan keadaaan umum tampak sakit sedang, kesadarannya Compos mentis,pada 3
tanda-tanda vital ditemukantekanan darah 110/80 mmHg, nadi 72x/menit, respirasi 20x/menit, suhu badan 36,5ºC, saturasi oksigen 98%. Pada pemeriksaan kepala leher, ditemukan
konjungtiva anemis dan sklera ikterik pada kedua mata. Pemeriksaan
abdomen, ditemukan pembesaran hepar 2 jari di bawah arkus costae lien sebesar hecket III schuffner III. pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan semua regio.Diagnosisyang
diberikan
yaitu
Gastroenteritis
akut
dengan
hepatosplenomegaliet causa suspek sirosis hepatis,anemia gravis dan trombositopenia. Hasil pemeriksaan darah lengkap tanggal 19April 2017; 13.07 wit sebelum tranfusi PRC yaitu leukosit 5,25 ribu/mm 3, Hemoglobin (Hb) 3,8 g/dl, Hematokrit 13%, eritrosit 1,99 juta/mm3, nilai MCV 65,3 fl, nilai MCH 19,1 pg, nilai MCHC 29,2 g/dl, trombosit 44 ribu/mm 3,hasil pemeriksaan imunoserologi ferritin 18,18 ng/ml, hasil pemeriksaan serum albumin 3,0 g/dL, bun 26,3 mg/dL, creatinin 1,26 mg/dL. Hasil pemeriksaan elektrolit lengkap kalium 3,8 mEq/L, natrium 140 mEq/L, klorida 113 mEq/L. Hasil pemeriksaan darah lengkap tanggal 19April 2017; 23.29 witsetelah tranfusi 200cc PRC pertama yaitu leukosit 4,0 ribu/mm 3, Hemoglobin (Hb) 4,0 g/dl, Hematokrit 14,4%, Eritrosit 2,07 juta/mm 3, nilai MCV 69,6 fl, nilai MCH 19,3 pg, nilai MCHC 27,9 g/dl, trombosit 84 ribu/mm 3. Hasil pemeriksaan laboratorium apusan darah tepi 16 April 2017, adalah anemia Berat tampak respon eritropoiesis, adakah defisiensi besi? proses infeksi bakteri? Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yaitu IVFD RL 2000cc/24 jam, drip ciprofloksasin 2x400mg, injeksi ranitidin 2x50mg, sulfas ferrous 3x400 mg tablet , livron B-plex 2x2tablet, pro transfusi PRC sampai Hb
8gr/dl,
pemeriksaan darah
lengkap/12jamjika trombosit < 20.000 pro tranfusi TC 5 kolf, pemeriksaan kimia lengkappemeriksaan apusan darah tepi, ferritin, SITB, albumin, bun, creatinin, foto thorax Posterioranterior (PA) dan USG abdomen. Pada pemeriksaan tanggal 20April 2017 di RPDP, ditemukan keluhan 7masih sakit kepala, mual,nyeri perut, belum BAB.Dalam pemeriksaan fisik ditemukan keadaaan umum tampak sakit sedang, kesadarannya Composmentis. Pada tanda-tanda vital, ditemukan tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 84 /menit, respirasi 20 /menit,
4
saturasi oksigen 99% dan suhu badan 36,0ºC. Pada pemeriksaan bagian kepala dan leher, ditemukan konjungtiva anemis dan sklera ikterik pada kedua mata. Pada pemeriksaan abdomen, ditemukan pembesaran hepar 2 jari di bawah arkus costae, lien sebesar hecket III schuffner III. pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan semua regio.Diagnosisyang diberikan yaitu Gastroenteritis akut dengan Hepatosplenomegali
et
causa
suspek
sirosis
hepatis,anemia
gravis
dan
trombositopenia. Hasil pemeriksaan USG abdomenhepatosplenomegali, splenomegali, ascites minimal pada hepatorenal space.
5
6
Hasil pemeriksaan foto thorax Posterioranterior (PA), infiltrat di paru dextra
Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yaitu IVFD RL 2000cc/24 jam, drip ciprofloksasin 2x400 mg, injeksi ranitidin2x1ampul, sulfas ferrous3x2 tablet, livron B-plex 2x2 tablet, drip venofer 1x1 dengan NaCl 100cc, pro transfusi PRC sampai Hb 8gr/dl, pemeriksaan darah lengkap/12jam.
Pada pemeriksaan tanggal 21 April 2017 di RPDP, ditemukan keluhan nyeri perut dan belum BAB, batuk berdarah. Dalam pemeriksaan fisik ditemukan keadaaan umum tampak sakit sedang, kesadarannya Composmentis,pada tanda-tanda vital ditemukantekanan darah 120/50 mmHg, nadi 63x/menit, respirasi 24x/menit, suhu badan 36,5ºC, saturasi oksigen 99%. Pada pemeriksaan kepala leher, ditemukan konjungtiva anemis dan sklera ikterik pada kedua mata. Pemeriksaan abdomen, ditemukan pembesaran hepar 2 jari di bawah arkus costae lien sebesar hecket III schuffner III. pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan
regio
epigastrium,
regio
hipokondrium
kiri
dan
regio
lumbal
kiri.
Diagnosisyang diberikan yaitu Gastroenteritis akut, suspek TB paru dengan
7
hepatosplenomegali
et
causa
suspek
sirosis
hepatis,anemia
gravis
dan
trombositopenia. Hasil pemeriksaan darah lengkap tanggal 21April 2017; 06.31 witsetelah tranfusi200cc PRC kedua yaitu leukosit 4,2 ribu/mm 3, Hemoglobin (Hb) 4,8 g/dl, Hematokrit 16,2%, eritrosit 2,35 juta/mm 3, nilai MCV 68,9 fl, nilai MCH 20,4 pg, nilai MCHC 29,6 g/dl, trombosit 99 ribu/mm 3 Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yaitu IVFD RL 2000cc/24 jam, po ciprofloksasin 2x500 mg, po ranitidin 2x150mg, sulfas ferrous 3x400mg tablet, livron B-plex 2x1 tablet,drip venofer 1x1 dengan NaCl 100cc, pro transfusi PRC sampai Hb 8gr/dl,
pemeriksaan darah lengkap/12jam, pro sputum BTA.
Pada pemeriksaan tanggal 22 April 2017 di RPDP, ditemukan keluhan nyeri kepala, batuk,nyeri perut dan belum BAB. Dalam pemeriksaan fisik ditemukan keadaaan umum tampak sakit sedang, kesadarannya Composmentis,pada tanda-tanda vital ditemukantekanan darah 120/60 mmHg, nadi 62x/menit, respirasi 28x/menit, suhu badan 36,7ºC, saturasi oksigen 98%. Pada pemeriksaan kepala leher, ditemukan konjungtiva anemis dan sklera ikterik pada kedua mata. Pemeriksaan abdomen, ditemukan pembesaran hepar 2 jari di bawah arkus costae lien sebesar hecket III schuffner III. pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan regio epigastrium, regio hipokondrium kiri dan regio lumbal kiri. Diagnosisyang diberikan yaitu Gastroenteritis akut, suspek TB paru dengan Hepatosplenomegali
et
causa
suspek
sirosis
hepatis,
anemia
gravis
dan
trombositopenia. Hasil pemeriksaan darah lengkap tanggal 22April 2017; 09.42 witsetelah tranfusi380cc PRC ketiga & keempat yaitu leukosit 5,48 ribu/mm 3, Hemoglobin (Hb) 6,2 g/dl, Hematokrit 20,9%, eritrosit 2,86 juta/mm 3, nilai MCV 73,1 fl, nilai MCH 21,7 pg, nilai MCHC 29,7 g/dl, trombosit 30 ribu/mm 3 Hasil pemeriksaan laboratorium kultur dahak spesimen SPS (sewaktu, pagi, sewaktu) hasilnya negatif (-). Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yaitu IVFD RL 1000cc/24 jam, po ciprofloksasin 2x500 mg, po ranitidin2x150mg tablet, livron B-plex 3x1 tablet, drip
8
venofer 1x1 dengan NaCl 100cc, pro transfusi PRC sampai Hb
8gr/dl,
pemeriksaan
darah lengkap/12jam. Pada pemeriksaan tanggal 24 April 2017 di RPDP, ditemukan keluhan tangan kanan bengkak.Dalam pemeriksaan fisik ditemukan keadaaan umum tampak sakit sedang, kesadarannya composmentis,pada tanda-tanda vital ditemukantekanan darah 130/60 mmHg, nadi 58x/menit, respirasi 28x/menit, suhu badan 36,7ºC, saturasi oksigen 98%. Pada pemeriksaan kepala leher, ditemukan konjungtiva anemis dan sklera ikterik pada kedua mata. Pemeriksaan abdomen, ditemukan pembesaran hepar 2 jari di bawah arkus costae lien sebesar hecket III schuffner III. pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan regio epigastrium, regio hipokondrium kiri dan regio lumbal kiri. Diagnosisyang diberikan yaitu Gastroenteritis akut, dengan Hepatosplenomegali et causa suspek sirosis hepatis,anemia gravis dan trombositopenia. Hasil pemeriksaan darah lengkap tanggal 24April 2017; 12.00 witsetelah tranfusi350cc PRC kelima & keenam yaitu leukosit 4,9 ribu/mm 3, Hemoglobin (Hb) 6,9 g/dl, Hematokrit 21,8%, eritrosit 2,91 juta/mm 3, nilai MCV 74,9 fl, nilai MCH 23,7 pg, nilai MCHC 31,7 g/dl, trombosit 49 ribu/mm 3 Penanganan yang dilakukan pada pasien ini yaitu aff infus, po ciprofloksasin 2x500 mg (No.X), po ranitidin2x150mg tablet (No.X), po livron B-plex 3x1 tablet (No.XV) BPL. RESUME
Pasien laki-laki rujukan dari PKM koya barat dengan keluhan utama diare kurang lebih 2 hari, disertai demam 2 hari yang lalu, nyeri perut, pusing, sakit kepala, rasa keram pada sendi, batuk yang lama, BAK normal BAB berampas, sedikit dan sering, berbau asam dan berlendir, tidak ada riwayat perdarahan. Pada pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium, ditemukan konjungtiva anemis dan sklera ikterik, nyeri tekan semua regio abdomen, pembesaran hepar teraba 2 jari BAC dan lien Sc III/ H III. Hasil Laboratorium pada saat MRS yaitu Hb 3,5g/dl, WBC 1,96.103/uL, PLT 26.103/uL, Diagnosa : Gastroenteritis akut dengan Hepatosplenomegali, anemia gravis dan trombositopenia.Terapi yang diberikan selama di RPDP yaitu IVFD RL 2000 cc per 24 jam, injeksi ciprofloksasin 2x400mg amp, injeksi ranitidine 2x50mg amp, drip venofer 1x1 vial, sulfas ferrous 3x400mg tab, livron B-plex 2x1 tab, 9
ciprofloxacin 2x500mg tab, ranitidin 2x150mg tab, livron B-plex 3x1 tab, pro transfusi prc sampe Hb
8gr/dl. Lama perawatan dari tanggal 19 April 2017 sampai
dengan 24 April 2017. Keadaan umum pada saat pasien pulang baik, dengan hasil lab; Hb 6,9 gr/dl, PLT 49.103/uL. Resep yang diberikan dokter sewaktu pulang yaitu, ciprofloxacin 2x500mg tab, ranitidin 2x150mg tab, livron B-plex 3x1 tab. Diharapkan pasien untuk dapat kembali melakukan kontrol kesehatan ke poli penyakit dalam.
PEMBAHASAN
GASTROENTERITIS didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran pencernaan yaitu di lambung dan usus halus akibat invasi bakteri. Gastroenteritis ditandai dengan gejala utamanya diare yaitu buang air besar lembek atau cair, dapat bercampur darah atau lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam, dan disertai dengan atau tanpa muntah, mual, demam, rasa tidak enak di perut dan menurunnya nafsu makan. Diare yang berlangsung < 14 hari disebut diare akut, apabila diare > 2 minggu disebut kronis. 1 Diare akut yang terkait dengan infeksi dapat disebabkan oleh, bakteri (non invasif: vibrio cholera, enterotoxigenic E.coli, enterophatogenic E.coli, campylobacter jejuni, invasif: salmonella sp, shigella sp, yersinia enterocolitica, enteroinvasive E.coli, enterohemoragic
E.coli,clostridium
difficile),virus
(rotavirus,
norwalk
virus,
cytomegalovirus, echo virus, adenovirus, astraovirus), parasit (cryptosporidium parvum, balantidium coli, cyclospora, microsporidia, entamoeba histolytica, giardia lambia), cacing (A. lumbricoides,ancylostoma duodenale), sedangkan
yang
disebabkan oleh non infeksi (irritable bowel syndrome, imunodefisiensi, malabsorpsi, fase akut inflammatory bowel disease, kolitis iskemik, terapi obat antibiotik, kemoterapi, keracunan makanan).2 Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear. 3 Pada pasien ditemukan keluhan utama yaitu diare, yang merupakan salah satu gejala yang timbul pada saat bakteri mulai menginvasi saluran pencernaan didalam tubuh manusia. 10
Pada
diare
non
inflamasi,
diare
disebabkan
oleh
enterotoksin
yang
mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. 3 Mekanisme terjadinya diare dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intra lumen dari usus halus bila ada bahan yang tidak dapat diserap sehingga menarik cairan plasma ke lumen, jumlah cairan bertambah melebihi kemampuan reabsorbsi kolon menyebabkan diare cair yang akan berhenti jika pasien puasa.3 Diare sekretorik disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus dan menurunya absorpsi karena hambatan mekanisme transport aktif Na+ K+ ATP ase di enterosit dan absorbsi Na+ dan air yang abnormal, karakteristiknya feses cair, banyak, tidak nyeri, tidak ada mukus maupun darah dan diare tetap berlangsung meski pasien puasa. 3 Diare eksudatif/inflamatorikdisebabkan inflamasi dan kerusakan mukosa usus. Diare dapat disertai malabsorpsi lemak, cairan dan elektrolit serta hipersekresi dan hipermotilitas akibat pelepasan sitokin pro inflamasi. Karakteristiknya berupa feses dengan pus, mukus atau darah karena kerusakan mukosa. Analisis feses menunjukan leukosit, fecal lactofferin dan calciprotetin positif, gejala biasa disertai dengan tenesmus, nyeri dan demam. Berdasarkan keluhan utama diare yang ada pada pasien maka
dapat
disebut
sifat
diare
yang
dialami
pasien
adalah
tipe
eksudatif/inflamatorik. Diare dismotilitas disebabkan dismotilitas usus sehingga waktu transit di usus memendek dan absorbsi berkurang. Karakteristiknya mirip diare sekretorik namun dapat disertai steatorrhea ringan. 3 Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. 3
11
Adhesi : Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC). Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC. Invasi : Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella. Sitotoksin : Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V. Parahemolyticus. Enterotoksin : Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, 12
fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.Peranan Enteric Nervous System (ENS). Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mienterikus, neuron nitrergik serta neuron sekretori VIPergik.Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Selain manifestasi klinis diatas tanyakan faktor resiko:Kontak terakhir dengan seseorang yang mengalami diare akut dan/atau muntah, Pajanan terhadap sumber infeksi enterik yang diketahui (mungkin dari makanan atau air yang terkontaminasi), riwayat perjalanan atau bepergian. 3 Pada pemeriksaan fisik status volume dinilai dengan menilai perubahan tanda vital (tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas), keberadaan bercak pada kulit, ulserasi mulut, pembesaran tiroid, mengi, artritis, asites, massa abdomen, tenderness, defens muskular abdomen, bising usus dan derajat dehidrasi untuk membantu menegakan diagnosis dan menilai adanya komplikasi. Bila tidak yakin ada darah di feses atau diare berdarah pada pasien >50 tahun, lakukan pemeriksaan colok dubur. 3 Pemeriksaan penunjang dilakukan analisis feses rutin pada diare inflamatorik akan menunjukan peningkatan jumlah leukosit feses, tes darah samar tinja positif, lactoferin dan calciprotein positif. Pemeriksaan telur dan parasit diindikasikan pada diare . 14 hari, refrakter terhadapa terapi antibiotik atau pasien imunokompromais. Kultur feses perlu dilakukan pada pasien dengan dehidrasi, demam >38,5ºC, diare berdarah, nyeri abdomen pada pasien usia >50 tahun, pasien usia >70 tahun, imunodefisiensi, atau setelah 3 hari pengobatan tidak terjadi perbaikan klinis.
3
Kolonoscopi/sigmoidoskopi harus dilakukan pada pasien diare berdarah jika analisis dan kultur feses tidak berhasil menemukan penyebab. 3 Pasien dengan dehidrasi juga perlu pemeriksaan darah, urin, kimia darah seperti ureum, kreatini, elektrolit, gula darah, serum transaminase dan bila perlu 13
analisa gas darah. Anemia mungkin disebabkan perdarahan akut, kronis, atau malapsorbsi besi, folat atau vitamin B12 dan leukositosis jika ada tanda inflamasi. Komplikasi diare akut yaitu dehidrasi (ringan, sedang, berat), gagal ginjal dengan/tanpa asidosis metabolik, sepsis dan ileus paralitik. Penatalaksanaan yang kita lakukan pada pasien dewasa berdasarkan WGO Guideline (2012), yaitu : 1. Melakukan penilaian awal 2. Tangani dehidrasi 3. Cegah dehidrasi pada pasien yang tidak terdapat gejala dehidrasi menggunakan cairan rehidrasi oral, menggunakan cairan yang dibuat sendiri atau larutan oralit. 4. Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan oralit, dan pasien dengan dehidrasi berat dengan terapi cairan intravena yang sesuai 5. Pertahankan hidrasi dengan larutan rehidrasi oral 6. Atasi gejala-gejala lain 7. Lakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk analisis 8. Pertimbangkan terapi antimikroba untuk patogen spesifik Tata laksana diare akut terdiri atas rehidrasi, nutrisi, terapi simtomatik dan terapi terhadap etiologi. 1. Rehidrasi, pemberian cairan bergantung pada derajat dehidrasi pasien
Gejala
Status mental
Minimal
Ringan-sedang
Berat
(BB turun <3%)
(BB turun 3-9%)
(BB turun >9%)
Normal, lemas atau
Apatis, letargik, tidak
gelisah, iritabel
sadar
Baik, sadar penuh Minum normal,
Rasa haus
mungkin menolak minum
Denyut jantung
Normal
Sangat haus, sangat ingin minum
Tidak dapat minum
Normal sampai
Takikardia, kasus
meningkat
berat bradikardi
14
Normal sampai
Lemah atau tidak
menurun
teraba
Normal
Normal atau cepat
Cepat dan dalam
Mata
Normal
Sedikit cekung
Sangat cekung
Air mata
Ada
Menurun
Tidak ada
Mukosa mulut dan lidah
Basah
Kering
Pecah-pecah
Turgor kulit
Baik
<2 detik
>2 detik
CRT
Normal
Memanjang
Memanjang
Ekstremitas
Hangat
Dingin
Dingin, sianosis
Menurun
Sangat minimal
Kualitas denyut nadi
Normal
Pernapasan
Output urin
Normal sampai menurun
Metode pemberian terapi rehidrasi Oral: diberikan pada pasien diare akut tanpa komplikasi atau dehidrasi ringan dan bisa minum, menggunakan larutan rehidrasi oral atau oralit yang direkomendasikan WHO Enteral: pada pasien yang terus menerus muntah dan tidak dapat mentoleransi pemberian cairan per oral, cairan diberikan secara enteral mengunakan pipa nasogastrik. Parenteral: diberikan pada diare akut dengan dehidrasi sedang-berat atau komplikasi lain. Menghitung jumlah cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat menggunakan beberapa metode:3 -
Berdasarkan derajat dehidrasi a. Dehidrasi minimal, kebutuhan cairan (mL): 103% x 30-40cc/KgBB/hari Berdasarkan pemeriksaan fisik maka pasien dapat dikategorikan dehidrasi minimal, perhitunganya kebutuhan cairan (mL) 103% x 30-40cc/56 Kg/hari maka kebutuhan cairan pasien ini adalah 1.680-2.240 mL b. Dehidrasi
ringan-sedang,
kebutuhan
cairan
(mL):
109%
x
30-
40cc/KgBB/hari c. Dehidrasi berat, kebutuhan cairan (mL): 112% x 30-40cc/KgBB/hari
-
Berdasarkan jumlah cairan yang hilang
15
a. Bila jumlah (volume) feses yang keluar dapat dikuantifikasikan, pemberian cairan rehidrasi dapat menggunakan rumus: Kebutuhan cairan (mL) = pengeluaran (jumlah feses + insensible water loss (10%BB)) + 30-40cc/KgBB/hari b. Menggunakan berat jenis plasma Kebutuhan cairan = (BJ plasma- 1,0250)/0,001 x berat badan (kg) x 4 mL 2. Nutrisi Pemberian makanan harus langsung dimulai 4 jam setelah rehidrasi. Makanan diberikan dalam bentuk small and frequent feeding dibagi menjadi 6x makan sehari. Diet terdiri dari menu tinggi kalori dan mikronutrien, seperti nasi, gandum, daging, buah dan sayur. Susu sapi, kafein, alkohol dan buah-buah kaleng sebaiknya dihindari dulu karena dapat memicu diare 3. Simtomatik a. Antimotilitas: loperamid 4 mg dosis awal, dilanjutkan 2 mg tiap diare maksimal 16 mg/24 jam. Kontraindikasi diare berdarah atau curiga diare inflamatorik b. Antisekretorik: bismuth subsalisilat c. Antispasmodik: hyoscien-n-butilbromid 10 mg, 2-3x sehari, maksimum 100mg/hari, ekstrat belladona 5-10mg, 3x sehari, papaverin 30-60mg, 3x sehari, tidak boleh digunakan pada ileus paralitik d. Pengeras feses: atalpugit 2 tablet @630mg tiap diare, maksimal 12 tablet/hari, smektit 9g/24jam dibagi dalam 3 dosis, kaolin-pektin 2,5 tablet @550mg/20mg tiap diare, maksimal 15 tablet/24 jam 4. Terapi definitif -
Lini pertama pada orang dewasa adalah golongan kuinolon misalnya, ciprofloksasin 2x500mg selama 5-7hari Terapi lini pertama yang diberikan pada pasien ini
-
Lini kedua kotrimoxazole 2x160/180mg selama 5-7 hari
-
Bila curiga infeksi parasit, metronidazole 3x250-500mg selama 7-14 hari
ANEMIA Adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya penurunan hematocrit, hemoglobin dan jumlah eritrosit dalam dalam.Anemia terjadi melalui mekanisme sebagai berikut, perdarahan, pemecahan erittrosit yang berlebihan (hemolysis), pembentukkan eristrosit yang berkurang.Gejala klinis yang timbul ialah 16
anoksia dari jaringan target organ, anemia menimbulkan keluhan apabila kadar hemoglobin lebih kecil atau sama dengan 7,0 g/dl, sesuai dengan target organ.Gejala dari sistim kardiorespisasi palpitasi, takikardi, denyutan jantung yang bertambah lebih cepat.Gejala dari sistim saraf yaitu sakit kepala, pusing-pusing, badan terasa ringan, perasaan dingin, telinga berdenging mata berkunang-kunang, kelemahan otot, lekas capai dan iritabel.Gejala yang terjadi pada sistim percernanaan makanan anoksia, mual-muntah,flatulensi,perasaan tidak enak pada bagian perut kanan atas, obstipasi, dan diare.Gejala dari sistem urogenitalis dapat timbul gangguan haid, kadang-kadang hipermenorrhoe dan libido berkurang. Gejala pada jaringan epitel mukosa punya kelopak mata, mulut yang mudah dilihat pada dan kuku, elastisitas kulit berkurang, rambut tipis.2Pada anamnesis pertama kali ditanyakan adalah keluhan-keluhan anemia berupa lemah,letih, lesu, lelah, kesemutan, sakit kepala, dan pusing. Dugaan infeksi berulang perlu dipikirkan untuk mengetehui penyebab anemia.Pada pemeriksaan fisik dicari tanda anemia, ikterus, petekien, purpura, dan eritema.Adanya anemia dengan icterus perlu dicurigai suatu anemia hemolitik sedangkan penderita anemia disertai dengan perdarahan-perdarahan dibawah kulit perlu dicurigai anemia aplastic, leukemia atau ITP.Pemeriksaan fisik lebih yang penting adalah menentukan pembesaran kelenjar getah bening, hati, dan limpa. 2 Pada pasien ditemukan tandatanda dari adanya gejala klinis dari anemia yaitu seperti keluhan hb 3,5 g/dl, mual muntah, kelemahan otot, dmukosa pucat kelopak mata juga ditemukan, maka menurut literature pasien tersebut mengalami anemia berat. Terapi pada anemia, mencari penyebabnya dan terapi yang rasional.Hal yang paling penting
jangan
memberikan
pengobatan
anemia
tanpa
mengetahui
penyebabnya.Dasar pemberian pengobatan dari penderita anemia adalah memberikan bahan-bahan yang kurang untuk produksi eritrosit, menghambat pemecahan eritrosit dan menghentikan pengeluaran eritrosit yang berlebihan yang memberi manifestasi perdarahab gastrointestinal atau bentuk perdarahan lainnya. Bila anemia timbul sekunder akibat penyakit lain, dengan pengobatan penyakit dasarnya anemia akan membaik. Transfusi darah hanya diberikan pada perdarahan akut yang disertai dengan perubahan hemodinamik dan pada anemia yang kronik, progresif dan terdapat keluhan ( Packed Red Cell ).1 Pada pasien diberikan transfuse PRC sebanyak 1100cc selama 5 hari dikarenakan pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan kadar Hb 3,5 gr/dl, hal ini sesuai dengan yang terdapat di literature 17
HEPATOMEGALI merupakan Pembesaran Hati Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada Glissoni).
Pada
perjalanan penyakit
yang
selubung fibrosa lebih
lanjut,
hati
ukuran
(kapsula
hati
akan
berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).2
SPLENOMEGALI pada kondisi sirosis hepatis aliran darah vena porta mengalami obstruksi karena terjadi fibrosis hati. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan tekanan hidrostatik vena porta dan vena splenik, sehingga menyebabkan pembesaran limpa.3
TROMBOSITOPENIA penyebab menurunnya jumlah trombosit dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu: sumsum tulang tidak memproduksi trombosit dalam jumlah yang cukup, trombosit diproduksi dalam jumlah yang cukup namun dihancurkan oleh tubuh ganguan sistem imun Idiopatik Trombositopenia Purpura, limpa menyimpan trombosit dalam jumlah yang berlebihan (normalnya 1/3 dari jumlah total trombosit
dalam tubuh disimpan di limpa). Sehingga pada kasus
splenomegali dapat menyebabkan trombosit terperangkap dalam limpa dan mencegah trombosit untuk beredar dalam darah.3
18
DAFTAR PUSAKA
1. Peraturan Kementrian Kesehatan No 5 Tahun 2014 Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer 2. Tjokroprawiro Askandar, Poernomo Boedi Setiawan, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan pertama. Surabaya: Airlangga University Press. 2015 3. Setiati Siti, Alwi Idrus, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Cetakan pertama. Jakarta Pusat: Interna Publishing 2014 4. Soedarmo Sumarmo S Purwo, Herry Garna, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri tropis edisi II. Cetakan Pertama. Jakarta : IDAI 2010
19