Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Tutorial Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
Gastro Enteritis Akut (GEA) dengan Dehidrasi Ringan-Sedang
Oleh: Rima Khairunnisa Jamal
1610029030
Syifa Qonita Abdillah
1610029024
Pembimbing: dr. Tony, Sp.A
LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNMUL – RSUD A. W. SJAHRANIE SAMARINDA 2016
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Gastroenteritis akut adalah suatu sindroma akut berupa diare dan atau muntah atau kembung, sering disertai panas, keadaan umum yang terganggu, dan biasanya disebabkan oleh infeksi. Diare dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Penyebab diare terbanyak adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri dan parasit.1,2,3 Diare akut ditandai oleh bertambahnya frekuensi buang air besar, bentuk, dan konsistensi tinja yang lain dari biasanya, dengan atau tanpa adanya dehidrasi. Diare akut umumnya diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14 hari, sedangkan diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Neonatus dinyatakan diare bila buang air besar encer dengan frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak bila frekuensinya lebih dari 3 kali.4 Diare masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi di Indonesia sampai saat ini. Menurut survey pemberantasan penyakit diare tahun 2000 bahwa angka kesakitan atau insiden diare terdapat 301 per 1000 penduduk di Indonesia. Angka kesakitan diare pada balita adalah 1,0-1,5 kali per tahun. Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) DepKes RI tahun 2000, bahwa 10% penyebab kematian bayi adalah diare. Data statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare menyerang 50 juta penduduk Indonesia dan dua pertiganya adalah bayi dengan korban meninggal sekitar 600.000 jiwa.5 Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.6 Diare akut yang diderita anak balita di negara berkembang dapat berlanjut dan menetap menjadi diare persisten. Di Indonesia, diperkirakan 1-9 % pasien diare akut akan berkembang menjadi diare persisten.6,7
2
Banyak hasil diperoleh di bidang penanggulangan diare, namun hingga kini diare masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada bayi dan balita di negara sedang berkembang. Episode diare setiap tahun di Indonesia masih berkisar sekitar 60 juta dengan kematiannya sebanyak 200.000-250.000. Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 1986 angka kematian karena diare merupakan 12% diantara seluruh angka kematian kasar yang besarnya 7/1000 penduduk. Angka ini merupakan angka tertinggi diantara semua penyebab kematian. Sekitar 15% penyebab kematian bayi dan 26% penyebab kematian anak balita disebabkan oleh diare. Dari data-data diatas menunjukkan bahwa diare pada anak
masih
merupakan
masalah
yang
memerlukan
penanganan
yang
komprehensif dan rasional.6 1.2 TUJUAN Tujuan pembuatan refleksi kasus ini adalah : 1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan. 2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang terdapat pada kasus. 3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang didapat.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
GASTROENTERITIS AKUT 2.1
Definisi Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Diare merupakan buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah (IDAI, 2011). Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang meminum ASI frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 – 4 kali per hari, keadaan ini tidak bisa disebut diare tetapi masih bersifat fisiologis. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa karena saluran cerna belum berkembang dengan baik (IDAI, 2011). Diare akut menurut Cohen adalah keluarnya buang air besar sekali atau lebih yang berbentuk cair dalam satu hari dan berlangsung kurang 14 hari. Sedangkan American Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan karakteristik peningkatan frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat disertai atau tanpa gejala dan tanda seperti mual, muntah, demam atau sakit perut yang berlangsung selama 3 – 7 hari. 2.2
Epidemiologi Diare
masih menjadi
masalah
kesehatan
masyarakat
di
negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal setiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi terbanyak yaitu 42% dibandingkan pnemonia 24%,
4
untuk golongan usia 1 – 4 tahun penyebab kematian karena diare 25% dibandingkan pnemonia (IDAI, 2011). 2.3
Etiologi Diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorbsi (gangguan penyerapan
zat gizi), makanan, dan faktor psikologis. a. Faktor infeksi Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis – jenis infeksi yang menyerang antara lain: 1. Infeksi oleh bakteri seperti Eschericia coli, Salmonella, Vibrio cholera, Shigella, dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik seperti pseudomonas, 2. Infeksi basil (disentri), 3. Infeksi virus rotavirus, 4. Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides) 5. Infeksi amoeba (amebiasis) 6. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan, dan 7. Keracunan makanan b. Faktor malabsorpsi Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak.Pada bayi malabsorbsi karbohidrat dapat terjadi karena kepekaan terhadap lactoglobulis
dalam
susu
formula
dapat
menyebabkan
diare.
Sedangkan malabsorbsi lemak terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut trigliserida. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik. c. Faktor makanan Makanan yang menyebabkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah, dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak. d. Faktor psikologis
5
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita umumnya terjadi pada anak yang lebih besar (Widjaja, 2002). 2.4
Klasifikasi Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang
dibagi lagi atas infeksi dan non infeksi. Diare non radang bisa karena hormonal, anatomis, obat-obatan dan lain-lain. Penyebab diare infeksi bisa virus, bakteri, parasit dan jamur, sedangkan diare non infeksi karena alergi, radiasi. Berdasarkan patomekanismenya diare dibedakan menjadi diare osmotic dan sekretorik. Diare juga dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat dehidrasinya yaitu diare dengan dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidrasi berat. 2.5
Patogenesis Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme
sebagai berikut: 1). Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotic; 2). Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik; 3). Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak; 4). Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit; 5). Motilitas dan waktu transit usus abnormal; 6). Gangguan permeabilitas usus; 7). Inflamasi dinding usus, disebut diare imflamatorik; 8). Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi. Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (a.l. MgSO4, Mg(OH)2, malabsorbsi umum dan efek dalam absorbsi mukosa usus missal pada defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa/galaktosa. Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya basorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe 6
ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormone (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorbs garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl sodium sulfosuksinat dll). Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati. Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+K+ATP ase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal. Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorbsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid. Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membrane epitel spesifik pada usus halus. Inflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (colitis ulseratif dan penyakit crohn). Diare infeksi: infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelaianan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) dan invasive (merusak mukosa). Bakteri noninvasive menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.l. kolera. Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/eltor merupakan protein yang dapat menempel
7
pada epitel usus, lalu membentuk adenosisn monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ino klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi eleh mneingginya absorsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus. Yang berperan pada pathogenesis diare akut terutama karena infeksi yaitu factor kausal (agent) dan factor pejamu (host). Factor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diri terhadap organism yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari factorfkator daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna a.l keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan mikroflora usus. Faktro kausal yaitu daya penetrasi yang dapat masuk sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang memperngaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman.
Perbedaan diare Osmotik dengan diare Sekretorik Diare Osmotik
Diare Sekretorik
8
Jumlah tinja sedikit
Jumlah tinja banyak >200ml
PH <5
PH Normal
Bereaksi + terhadap substansi reduksi
Konsistensi Tinja sangat cair
Diare berhenti jika pasien dipuasakan
Diare
tidak
berhenti
jika
pasien
dipuaskan
2.6
Manifestasi Klinis Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian mengakibatkan
karena
kekurangan
renjatan hipovolemik
atau
cairan
karena
di
badan
gangguan
yang
biokimiawi
berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Selain itu, gejala bisa berupa tinja bayi encer, berlendir atau berdarah, warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu, dan lecet pada anus (IDAI, 2011). Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan kurang dari 5%,dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-10% dan dehidrasi berat bila penurunan lebih dari 10%. Derajat Dehidrasi Gejala &
Keadaan
Tanda
Umum
Mata
Tanpa
Baik,
Dehidrasi
Sadar
Normal
Mulut/ Lidah Basah
Rasa Haus
Kulit
Minum
Turgor
Normal,
baik
BB % <5
Estimasi def. cairan 50 %
9
Tidak Haus Dehidrasi
Gelisah
Ringan –
Rewel
Cekung
Kering
Tampak
Turgor
Kehausan
lambat
5 – 10 50-100 %
Sedang Dehidrasi
Letargik,
Sangat
Sangat
Sulit,
tidak Turgor
Berat
Kesadaran
cekung
kering
bisa minum
Menurun
dan
>10
>100 %
sangat lambat
kering
2.7
Diagnosis
Anamnesis Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tatalaksana anak dengan diare. Tanyakan juga hal-hal berikut:
Diare o
frekuensi buang air besar (BAB) anak
o
lamanya diare terjadi (berapa hari)
o
apakah ada darah dalam tinja
o
apakah ada muntah
Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera
Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya
Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi).
Pemeriksaan fisik Cari:
Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat: o
rewel atau gelisah
o
letargis/kesadaran berkurang
o
mata cekung
o
cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
o
haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum.
Darah dalam tinja
Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah) 10
Tanda-tanda gizi buruk
Perut kembung.
Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan darah tepi lengkap: hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit, kadar elektrolit serum, 2) Ureum dan Creatinin: memeriksa adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh. 3) Pemeriksaan tinja: melihat adanya leukosit pada tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit dewasa. 4) Pemeriksaan ELISA (enzim-linked immunosorbent assay): mendeteksi giardiasis dan tes serologic amebiasis 5) Foto x-ray abdomen Pasien dengan diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri yang invasif ke mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. Untuk mengetahui mikroorganisme penyebab diare akut dilakukan pemeriksaan feses rutin dan pada keadaan dimana feses rutin tidak menunjukkan adanya miroorganisme atau ova, maka diperlukan pemeriksaan kultur feses dengan medium tertentu sesuai dengan mikroorganisme yang dicurigai secara klinis dan pemeriksaan laboratorium rutin
Diagnosis Banding DIAGNOSIS Diare cair akut
DIDASARKAN PADA KEADAAN
Diare lebih dari 3 kali sehari berlangsung kurang dari 14 hari
Tidak mengandung darah
11
Kolera
Diare air cucian beras yang sering dan banyak dan cepat menimbulkan dehidrasi berat, atau
Diare dengan dehidrasi berat selama terjadi KLB kolera, atau
Diare dengan hasil kultur tinja positif untuk V. cholerae
Disenteri
Diare berdarah (terlihat atau dilaporkan)
Diare persisten
Diare berlangsung selama 14 hari atau lebih
Diare dengan gizi buruk
Diare jenis apapun yang disertai tanda gizi buruk
Diare terkait antibiotik
Mendapat pengobatan antibiotik oral spektrum luas
Invaginasi
Dominan darah dan lendir dalam tinja
Massa intra abdominal (abdominal mass)
Tangisan keras dan kepucatan pada bayi.
2.8
Penatalaksanaan Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang
melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain. Dasar pengobatan diare adalah pemberian cairan (rehidrasi), dietetik, dan obat-obatan (Nelson, 2010). Cara penanganan diare menurut Depkes adalah: Lima langkah tuntaskan diare (LINTAS DIARE): a. Berikan oralit b. Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut c. Teruskan ASI – makan d. Berikan antibiotik secara selektif e. Berikan nasehat pada ibu dan keluarga (Depkes RI, 2011) Dehidrasi Ringan – Sedang Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak : 75 ml/kg bb/3jam. Pemberian cairan oral 12
dapat dilakukan setelah anak dapat minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap diare atau muntah. Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu : a.
Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral )
b.
Cairan hipotonik
c.
Rehidrasi oral cepat 3 – 4 jam
d.
Realiminasi cepat dengan makanan normal
e.
Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
f.
Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
g.
ASI diteruskan
h.
Suplemen dnegan CRO ( CRO rumatan )
i.
Anti diare tidak diperlukan
Dehidrasi Berat Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut: Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2½ jam Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya. Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang
13
tidak memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan. Komplikasi Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti: 1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik) 2. Renjatan hipovolemik 3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram) 4. Hipoglikemia 5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus. 6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik 7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita mengalami kelaparan 8. Hiponatremi 9. Syok hipovolemik 10. Asidosis
2.9
Prognosis Diare akut dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi yang mengancam nyawa
dan penurunan berat badan. Prognosis akan semakin buruk jika diare akut melanjut menjadi diare persisten sebab menimbulkan malabsorpsi, malnutrisi hingga gangguan pertumbuhan.
14
BAB III RESUME KASUS
3.1 Identitas Nama
: An. YPC
Usia
: 5 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Berat Badan
: 8,5 kilogram
Tinggi Badan
: 61 centimeter
Anak ke
: dua dari dua bersaudara
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Wolter Monginsidi No.22 Balikpapan
Nama Ayah
: Tn. C
Usia
: 31 Tahun
Pekerjaan
: Swasta
Nama Ibu
: Ny. R
Usia
: 32 tahun
Pekerjaan
: IRT
MRS tanggal 1 November 2016 Pukul 13.57 WITA
3.2 Anamnesa Anamnesa dilakukan pada tanggal 1 November 2016 WITA, di IRD dan di ruang Flamboyan C RS Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan. Alloanamnesa oleh ibu kandung pasien. 3.2.1 Keluhan Utama BAB (buang air besar) cair > 10x sejak 1 hari yang lalu 3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan dialami pasien sudah menginjak hari ke-2, kotoran anak berwarna kuning, encer, tanpa lendir dan darah. Dalam satu hari anak bisa mengalami BAB
15
cair lebih dari 10x, tidak terlalu banyak sekitar setengah gelas setiap BAB. Keluhan BAB cair disertai dengan demam dan muntah lebih dari 10x. Demam sudah memasuki hari ke-2, menetap tidak naik turun, tidak disertai rasa menggigil, mengigau, kejang dan keringat dingin. Muntah baru dirasakan anak sejak 1 hari yang lalu sebelum MRS, sebanyak lebih dari 10 kali berisi cairan seperti susu tidak menyembur. 3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat trauma, penyakit asma maupun alergi obat. 3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga Saudara kandung anak pernah mengalami keluhan yang sama beberapa minggu sebelumnya namun sudah sembuh. 3.2.5
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Berat badan lahir
: 3690 gr
Panjang badan lahir
: 53 cm
Berat badan sekarang : 8.5 kg Tinggi badan sekarang Gigi keluar
:-
Tersenyum
: 1 bulan
Miring
:-
Tengkurap
:-
Duduk
:-
Merangkak
:-
Berdiri
:-
Berjalan
:-
Berbicara
:-
: 61 cm
3.2.6 Makan dan Minum Anak ASI
: Tidak
Dihentikan
: Asi tidak keluar
Susu formula : 0 bulan – sekarang Buah : Bubur susu
:-
16
Tim saring
:-
Makan padat dan lauknya
:-
3.2.7 Pemeriksaan Prenatal Periksa di
: Dokter spesialis kandungan
Penyakit kehamilan
:-
Obat-obat yang sering diminum : Vitamin 3.2.8 Riwayat Kelahiran Lahir di
: Rumah Sakit
Ditolong oleh
: dokter spesialis kandungan
Usia dalam kandungan
: Aterm
Jenis partus
: SC atas indikasi pre-eklampsia
Riwayat kelahiran
:Pasien lahir di rumah sakit bersalin sayang ibu
ditolong
oleh
dokter
spesialis
kandungan. Lahir pada usia kehamilan 9 bulan 10 hari (cukup bulan) secara caesar. 2.2.9 Pemeliharaan Postnatal Periksa di
: Puskesmas, Posyandu
Keadaan anak
: Sehat
2.3.0 Keluarga Berencana Keluarga Berencana
: Ya
Memakai sistem
: Spiral
2.3.1 Jadwal Imunisasi Imunisasi
Usia saat imunisasi I
II
III
IV
Booster I
Booster II
BCG
+
////////////
////////////
////////////
////////////
////////////
Polio
+
+
+
+
-
-
Campak
-
////////////
////////////
////////////
////////////
////////////
DPT
+
-
-
////////////
-
-
Hepatitis B
-
-
-
//////////
-
-
3.3 Pemeriksaan Fisik 17
Dilakukan pada tanggal 1 November 2016 pukul 18.15 WITA Keadaan Umum
: Sakit sedang, tampak rewel
Kesadaran
: Composmentis
Berat Badan
: 8500 gram
Panjang Badan
: 61 cm
Lingkar Kepala
: 36 cm
Lingkar Lengan Atas
: 12,5 cm
Tanda Vital
: Nadi 143 x/menit, regular, kuat angkat Pernafasan 38 x/menit Temperatur axila 37.5o C
Kepala/leher Rambut
: Warna hitam, tidak mudah dicabut, ubun-ubun cekung (-)
Mata
: Konjungtiva anemis (-/-),sclera ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 3mm/3mm, reflex cahaya (+/+), mata cowong (+/+)
Hidung
: Sekret hidung (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut
: Mukosa bibir tampak basah, sianosis (-), perdarahan (-)
Leher
: Kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thorax Paru:
Inspeksi
: Tampak simetris, pergerakan simetris, retraksi ICS (-)
Jantung:
Palpasi
: Pelebaran ICS (-), fremitus raba D=S
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
: Bronkovesikuler,rhonki(-/-),wheezing (-/-)
Inspeksi
:Ictus
cordis
tampak
pada
ICS
5
pada
ICS
5
midclavicularis sinistra Palpasi
:Ictus
cordis
teraba
midclavicularis sinistra Perkusi
: Normal pada batas jantung
Auskultasi
: S1S2 tunggal, regular,murmur (-),gallop (-)
Abdomen Inspeksi
: Flat, scar (-)
18
Palpasi
: Soefl, nyeri tekan (-), organomegali (-), turgor kembali cepat
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas Ekstremitas superior
: Akral hangat, pucat (-/-), edem (-/-)
Ekstremitas inferior
: Akral hangat, pucat (-/-), edem (-/-)
3.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap Hasil Pemeriksaan Leukosit Hb HCT Trombosit Gula Darah Sewaktu
1 November 2016 17.870 /mm3 11,9 g/dl 36,6 % 368.000 / mm3 84
Lembar Follow Up Tanggal 1 November 2016
Pemeriksaan S: BAB cair (+), lebih 10 kali/hari. Muntah tiap habis minum susu, isi susu Sesak (-), batuk (-) O: CM, N:143x/i, reguler, kuat angkat. RR:38x/I, T:360C Wh (-/-), rh (-/-), BU (+) dbn Diuresis : 8,2cc/KgBB = 450 cc, jernih A : GEA dehidrasi ringansedang
Terapi P: - IVFD RL 70 cc/kgBB dalam 5 jam - Pasang kateter urin, monitoring diuresis, apabila sebelum 5 jam diuresis telah mencapai 1cc/kgBB/jam dan jernih maka cairan dilanjutkan maintanace - Cairan maintanance 100cc/kgBB/24 jam = 850cc/24 jam = 35cc/jam - Zinc syr 1 x 1 cth - Inj metoclopramid 3 x 0,8 mg IV - Inj cefotaxime 100 mg/KgBB/3 dosis = 283
19
mg 2 x 280 mg IV 2 November 2016
3 November 2016
4 November 2016
5 November 2016
S: BAB cair (+) 4 kali/hari. Muntah (-) Sesak (-), batuk (-) Minum (+) BAK (+) O: CM, N:126x/i, reguler, kuat angkat. RR:34x/I, T:36,60C Wh (-/-), rh (-/-), BU (+) dbn A : GEA dehidrasi ringansedang S: BAB encer (+), lendir (+) ampas (+). Demam (-), Muntah (-) Sesak (-), batuk (-), minum (+), BAK (+) O: CM, N:126x/i, reguler, kuat angkat. RR:32x/I, T:36,20C Wh (-/-), rh (-/-), BU (+) dbn A : GEA dehidrasi ringansedang S: BAB encer (+) 2 x, lendir (+) ampas (+). Demam (-), Muntah (-) Sesak (-), batuk (-), minum (+), BAK (+) O: CM, N:124x/i, reguler, kuat angkat. RR:32x/I, T:36,80C Wh (-/-), rh (-/-), BU (+) dbn A : GEA dehidrasi ringansedang S: BAB encer (+) 2 x, ampas (+). Demam (-), Muntah (-) Sesak (-), batuk (-), minum (+), BAK (+) O:
P: - RL 9 Tpm makro - Cefixim syr 2 x 2,1 ml - Zinc Syr 1 x 1 cth - Metoclopramid 3 x 0,9 mg
P: - RL 9 Tpm makro - Cefixim syr 2 x 2,1 ml - Zinc Syr 1 x 1 cth - Metoclopramid 3 x 0,9 mg
P: - RL 9 Tpm makro - Cefixim syr 2 x 2,1 ml - Zinc Syr 1 x 1 cth - Metoclopramid 3 x 0,9 mg - Kateter dilepas
P: - RL 9 Tpm makro - Cefixim syr 2 x 2,1 ml - Zinc Syr 1 x 1 cth - Metoclopramid 3 x 0,9 mg
20
CM, N:124x/i, reguler, kuat angkat. RR:24x/I, T:370C Wh (-/-), rh (-/-), BU (+) dbn A : GEA dehidrasi ringansedang 3.5 Diagnosis Kerja GEA dehidrasi ringan-sedang 3.6 Penatalaksanaan -
-
IVFD RL 70 cc/kgBB dalam 5 jam Pasang kateter urin, monitoring diuresis, apabila sebelum 5 jam diuresis telah mencapai 1cc/kgBB/jam dan jernih maka cairan dilanjutkan maintanace Cairan maintanance 100cc/kgBB/24 jam = 850cc/24 jam = 35cc/jam Zinc syr 1 x I cth Inj metoclopramid 3 x 0,8 mg IV Inj cefotaxime 100 mg/KgBB/3 dosis = 283 mg 2 x 280 mg IV Cefixime syr 2 x 2,1 ml
21
BAB IV PEMBAHASAN Perbandingan antara teori dan data pasien: Teori
Data pasien
Anamnesis :
Anamnesis :
Gasteroenteritis
Pasien
mengalami
Buang air besar encer/cair >3x
sejak
dalam 24 jam dengan konsistensi
frekuensi >10x/hari, jumlah ±
cair dan berlangsung kurang dari 2
setengah gelas setiap BAB,
minggu
warna kuning, ampas (-), lendir
Dapat disertai lendir ataupun darah
(-), darah (-).
Panas
Mual dan muntah
sejak 1 hari sebelum masuk
Warna kuning kehijauan
rumah sakit. Panas dialaminya
1
hari
mencret
yang
lalu,
pasien mengalami panas (+)
Pemeriksaan fisik :
menetap tidak naik turun dan
Status gizi
tidak
Tanda–tanda dehidrasi :
mengigau,
KU
(lemas,
disertai
menggigil,
kejang,
maupun
keringat dingin.
gelisah,
mengantuk, syok)
Pemeriksaan fisik :
Mata cekung
Gizi Baik
Mulut kering
Pasien tampak rewel
Pernapasan 30->40x/menit
Mata cowong sedikit
Turgor kulit kurang
Mukosa mulut basah
Nadi 120 - >140x/menit
Frekuensi nadi 143 x/menit, regular, kuat angkat
Pemeriksaan penunjang : Gastroenteritis Akut
Pernafasan 38 x/menit
Temperatur axila 37.5o C
Turgor Kulit baik
Bising Usus (+) Meningkat
Pemeriksaan Penunjang:
Darah Lengkap : 22
Pemeriksaan darah tepi lengkap:
Leukosit : 17.870 /µl
hemoglobin, hematokrit, leukosit,
Hb : 11,9 gr/dl
hitung
Hematokrit :36,6%
Trombosit :368.000 /µl
Ureum dan Creatinin: memeriksa
Hitung jenis :
adanya kekurangan volume cairan
Eosinofil : 0,0 %
dan mineral tubuh.
Basofil : 0,1 %
Segmen : 19,7 %
yang
Limfosit 17,7 %
infeksi
Monosit : 8,5 %
bakteri, adanya telur cacing dan
GDS : 84
jenis
leukosit,
kadar
elektrolit serum
Pemeriksaan tinja: melihat adanya leukosit
pada
menunjukkan
tinja adanya
parasit dewasa. Pemeriksaan linked
Penatalaksanaan : ELISA
immunosorbent
mendeteksi
giardiasis
(enzimassay): dan
tes
serologic amebiasis Foto x-ray abdomen
Penatalaksanaan: Berikan oralit Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut Teruskan ASI – makan Berikan antibiotik secara selektif
IVFD RL 70 cc/kgBB dalam 5 jam Pasang kateter urin, monitoring diuresis, apabila sebelum 5 jam diuresis telah mencapai 1cc/kgBB/jam dan jernih maka cairan dilanjutkan maintanace Cairan maintanance 100cc/kgBB/24 jam = 850cc/24 jam = 35cc/jam Zinc syr 1 x I cth Inj metoclopramid 3 x 0,8 mg IV Inj cefotaxime 100 mg/KgBB/3 dosis = 283 mg 2 x 280 mg IV Cefixime syr 2 x 2,1 ml
Berikan nasehat pada ibu dan keluarga
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed. Philadelphia: Saunders. 2004. Page 1272-1276 2. Mansjoer Arif, dkk. Kapita Selekta Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta : Media Aesculapius. 2000. Hal 470. 3. SMF Penyakit Anak. Pedoman Diagnosa Terapi. Samarinda : RSUD AW Sjahranie Samarinda. 2001. Hal 48-52. 4. Staf Pengajar IKA. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. 1985. Hal 285310. 5. Puspitaningrum C, Rahayu YSE, dan Rusana. Perbedaan Frekuensi Diare Antara Bayi yang Diberi Asi Ekslusif dengan Bayi yang Diberi Susu Formula di Wilayah Kerja Puskesmas Gandrung Mangui Kabupaten Cilacap
Tahun
2006.
2006.
(Online).
(http://journal.lib.unair.ac.id/index.php, diakses pada tanggal 5 november 2016). 6. Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: Bagian IKA FKUI. 1999. Hal 448-468. 7. Lung E, Acute Diarrheal Diseases. In : Friedman SL, McQuaid KR, Grendell
JH,
editors.
Current
Diagnosis
and
Treatment
in
Gastroenterology. 2nd edition, New York: Lange Medical Books. 2003. Page 131-150. 8. Departemen Kesehatan, R.I. (2007). Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Penulis. 9. Pujiadi H. (2009). Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 10. Soedarmo, S.S., Garna, H., & Hadinegoro, S.R.S. (2012). Infeksi dan Penyakit Tropis. Jakarta: FKUI. 11. WHO. (2014). National Guidelines for Clinical Management of Dengue Fever.India 12. \WHO. (2011) Handbook for Clinical Management of Dengue.Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed.
24
13. SMF Penyakit Anak. Pedoman Diagnosa Terapi. Samarinda : RSUD AW Sjahranie Samarinda. 2001. Hal 48-52. 14. Staf Pengajar IKA. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. 1985. Hal 285310. 15. Puspitaningrum C, Rahayu YSE, dan Rusana. Perbedaan Frekuensi Diare Antara Bayi yang Diberi Asi Ekslusif dengan Bayi yang Diberi Susu Formula di Wilayah Kerja Puskesmas Gandrung Mangui Kabupaten Cilacap
Tahun
2006.
2006.
(Online).
(http://journal.lib.unair.ac.id/index.php, diakses pada tanggal 5 november 2016). 16. Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: Bagian IKA FKUI. 1999. Hal 448-468. 17. Lung E, Acute Diarrheal Diseases. In : Friedman SL, McQuaid KR, Grendell
JH,
editors.
Current
Diagnosis
and
Treatment
in
Gastroenterology. 2nd edition, New York: Lange Medical Books. 2003. Page 131-150. 18. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. 2005. (Online). (http://www.depkes.go.id/downloads/SK 121601.pdf, diakses pada tanggal 5 november 2016). 19. Rofiq A. Diare. 2008. (Online). (http://www.acf.hhs, diakses pada tanggal 25 April 2008). 20. Pusponegoro DH, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I 2004.
Jakarta
:
IDAI.
2005.
Hal
49-50.
Dikutip
dari
http://puskesmas.bantulkab.go.id/dlingo2/2012/12/15/tata-laksana-diaredengan-lintas-diare/ pada tanggal 5 November 2016.
25