LAPORAN KASUS RADIOLOGI
CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
Oleh :
Fahlian Wisnu Al ma'arif
08711074
Pembimbing :
dr. Iwan Danardono, Sp.Rad
dr. Lesi Yalestiati, Sp. Rad
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan pola hidup menyebabkan pola penyakit berubah, dari penyakit infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit-penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung dan pembuluh darah yang paling tinggi prevalensinya dalam masyarakat umum dan berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas. Penyakit jantung dan pembuluh darah diperkirakan akan menjadi penyebab utama kematian secara menyeluruh dalam waktu lima belas tahun mendatang, meliputi Amerika, Eropa, dan sebagian besar Asia. Hal tersebut dimungkinkan dengan adanya peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler secara cepat di negara-negara berkembang dan Eropa Timur.
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gagal jantung menjadi penyakit yang terus meningkat kejadiannya terutama pada lansia. Gagal jantung kongestif (Congestive Heart Failure) adalah ketidak mampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Risiko CHF akan meningkat pada lansia karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung katup, kardiomiopati, penyakit jantung koroner, dan lain-lain.
Masalah kesehatan dengan gangguan system kardiovaskuler termasuk didalammya Congestive heart Failure (CHF) masih menduduki peringkat yang tinggi, menurut data WHO dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF. American Heart Association (AHA) tahun 2004 melaporkan 5,2 juta penduduk Amerika menderita gagal jantung, asuransi kesehatan Medicare USA paling banyak mengeluarkan biaya untuk diagnosis dan pengobatan gagal jantung dan diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung setiap tahunnya di seluruh dunia. Walaupun angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, tetapi dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah per tahunnya.
Dari radiologi sendiri, foto thorax merupakan elemen penting yang harus dipertimbangkan untuk dilakukan. Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari thorax untuk mendagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur di dekatnya. Foto thorax menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang digunakan pada orang dewasa unuk membentuk radiografer adalah sekitar 0,06 mSv. Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paru-paru, jantung, dan saluran-saluran yang besar.
Gagal jantung dan pneumonia sering terdiagnosis oleh foto thorax. CXR sering digunakan untuk skrining penyakit paru yang terkait dengan pekerjaan di industri-industri seperti pertambangan dimana para pekerja terpapar oleh debu. Secara umum kegunaan foto thorax adalah:
Untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)
Untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, hematothorax)
Untuk melihat adanya infeksi (umumnya TB)
Untuk memeriksa keadaan jantung
Untuk memeriksa keadaan paru-paru
Pada beberapa kondisi, CXR baik untuk skrining tetapi buruk untuk diagnosis. Pada saat adanya dugaan kelainan berdasarkan CXR, pemeriksaan imaging thorax tambahan dapat dilakukan untuk mendiagnosis kondisi secara pasti atau mendapatkan bukti-bukti yang mengarah pada pada diagnosis yang diperoleh dari CXR.
Gsmbsrsn ysng berbeda dari thorax dapat diperoleh dengan merubah orientasi relatif tubuh dan arah pancaran x-ray. Gambaran yang paling umum adalah posteroanterior (PA), anteroposterior (AP) dan lateral.
Posteroanterior (PA)
Pada PA, sumber x-ray diposisikan sehingga x-ray masuk melalui posterior dari thorax dan keluar dari anterior dimana x-ray tersebut terdeteksi.
Anteroposterior
Pada AP posisi sumber x-ray dan detector berkebalikan dengan PA. AP chest x-ray lebih sulit diintrepetasikan dibanding dengan PA dan oleh karena itu hanya dipakai jika pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur.
Lateral
Gambaran lateral didapatkan dengan cara yang sama dengan PA namun pada lateral pasien berdiri dengan kedua lengan naik dan sisi kiri dari thorax ditekan ke permukaan datar (flat).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jantung
2.1.1. Anatomi Jantung
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada dibawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Ukuran jantung lebih kurang sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-kira 250-300 gram.
2.1. anatomi jantung manusia
Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung. Dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh.
Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paru-paru. Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru.ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh.
Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miokardium dan lapisan terluar yang terdiri jaringan endotel disebut endokardium.
2.1.2. Siklus jantung
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik) dan relaksasi (diastolik). Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi dari ke-2 atrium terjadi secara serentak yang disebut sistolik atrial dan relaksasinya disebut diastolik atrial. Lama kontraksi ventrikel ±0,3 detik dan tahap relaksasinya selama 0,5 detik. Kontraksi kedua atrium pendek,sedangkan kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika tekanannya lebih rendah.
2.1.3. Curah jantung
Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel permenit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian akan terjadi penimbunan darah ditempat tertentu. Jumlah darah yang dipompakan pada setiap kali sistolik disebut volume sekuncup. Dengan demikian curah jantung = volume sekuncup x frekuensi denyut jantung per menit. Umumnya pada tiap sistolik ventrikel tidak terjadi pengosongan total ventrikel, hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan. Jumlah darah yang tertinggal ini dinamakan volume residu. Besar curah jantung seseorang tidak selalu sama, bergantung pada keaktifan tubuhnya. Curah jantung orang dewasa pada keadaan istirahat lebih kurang 5 liter dan dapat meningkat atau menurun dalam berbagai keadaan.
2.1.4. Denyut Jantung dan Daya pompa Jantung
Pada saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh system parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitar 60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup dan umur. Pada waktu banyak pergerakan, kebutuhan oksigen (O2) meningkat dan pengeluaran karbondioksida (CO2) juga meningkat sehingga kecepatan jantung bisa mencapai150 x/menit dengan daya pompa 20-25 liter/menit. Pada keadaan normal jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama sehingga tidak teradi penimbunan. Apabila pengembalian dari vena tidak seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung maka vena-vena dekat jantung jadi membengkak berisi darah sehingga tekanan dalam vena naik dalam jangkawaktu lama, bisamenjadi edema.
2.2. Definisi Gagal Jantung
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gangguan fungsi jantung ditinjau dari efek-efeknya terhadap perubahan 3 penentu utama darifungsi miokardium yaitu freeload (beban awal) yaitu derajat peregangan serabut miokardium pada akhir pengisian ventrikel atau diastolik. Afterload (beban akhir) yaitu besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai selama sistol untuk memompa darah. Kontraktilitas miokardium yaitu perubahan kekuatan kontraksi.
2.3. Patofisiologi gagal jantung
Bila jantung tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa yang mengakibatkan terjadinya gagal jantung. Pada kebanyakan penderita gagal jantung disfungsi sistolikdan disfungsi diastolik ditemukan bersama. Pada disfungsi sistolik kekuatan kontraksi ventrikel kiri terganggu sehingga ejeksi darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Pada disfungsi diastolik relaksasi dinding ventrikel terganggu sehingga pengisian darah berkurang menyebabkan curah jantung berkurang. Gangguan kemampuan jantung sebagai pompa tergantung pada bermacam-macam faktor yang saling terkait. Menurunnya kontraktilitas miokard memegang peran utama pada gagal jantung. Bila terjadi gangguan kontraktilitas miokard atau beban hemodinamik berlebih diberikan pada ventrikel normal, maka jantung akan mengadakan sejumlah mekanisme untuk meningkatkan kemampuan kerjannya sehingga curah jantung dan tekanan darah dapat dipertahankan. Adapun mekanisme kompensasi jantung yaitu:
2.3.1. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat secara maksimal untuk mempertahankan curah jantung. Selain itu terjadi vasokonstriksi arteri periferuntuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah metabolismenya (seperti kulit dan ginjal) agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam sirkulasi untuk mempertahankan kerja ventrikel.
2.3.2. Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron
Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) bertujuan untuk mempertahankan tekanan darah, keseimbangan cairan dan elektrolit. Renin merupakan suatu enzim yang sebagian besar berasal dari jaringan ginjal. Sekresi rennin akan menghasilkan angiotensin II (Ang II), yang mamiliki 2 efek utama yaitu sebagai vasokonstriktor kuat dan sebagai perangsang produksi aldosteron di korteks adrenal. Efek vasokonstriksi oleh aktivitas simpatis dan Ang II akan meningkatkan beban awal (preload) dan beban akhir (afterload) jantung, sedangkan aldosteron menyebabkan retensi air dan natrium yang akan menambah peningkatan preload jantung. Tekanan pengisian ventrikel (preload) yang meningkat akan meningkatkan curah jantung.
2.3.3. Hipertropi Miokardium dan Dilatasi Ventrikel
Jika ventrikel tidak mampu memompakan darah keseluruh tubuh maka darah yang tinggal dalam ventrikel kiri akan lebih banyak pada akhir diastole. Oleh karena itu kekuatan untuk memompa darah pada denyut berikutnya akan lebih besar. Jantung akan melakukan kompensasi untuk meningkatkan curah jantung yang berkurang berupa hipertropi miokardium yaitu pembesaran otot-otot jantung sehingga dapat membuat kontraksi lebih kuat dan dilatasi atau peningkatan volume ventrikel untuk meningkatkan tekanan dinding ventrikel. Jika penyakit jantung berlanjut, maka diperlukan peningkatan kompensasi untuk menghasilkan energi dalam memompa darah, hingga pada suatu saat kompensasi tidak lagi efektif untuk menghasilkan kontraksi yang lebih baik dan jantung akan gagal melakukan fungsinya.
2.4. Klasifikasi Gagal Jantung
2.4.1. Gagal Jantung Berdasarkan Manisfetasi Klinis
a. Gagal Jantung Kiri dan Gagal Jantung Kanan
Gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan dapat terjadi secara tersendiri karena pemompaan ventrikel yang terpisah satu dengan yang lain. Gagal jantung kiri dapat terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri yang tidak mampu memompakan darah. Peningkatan tekanan atrium kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis sehingga menyebabkan edema paru yang pada akhirnya dapat mengakibatkan sesak napas, batuk, dan kadang hemoptisis. Gagal jantung kanan terjadi akibat disfungsi ventrikel kanan yang tidak mampu menangani pengembalian darah dari sirkulasi sistemik dan pada akhirnya dapat mengakibatkan edema perifer karena darah terbendung dan kembali ke dalam sirkulasi sistematis. Gangguan pada salah satu fungsi ventrikel dapat menghambat fungsi ventrikel yang lain dimana volume darah yang dipompa dari masing-masing ventrikel bergantung pada volume darah yang diterima oleh ventrikel tersebut.
b. Gagal Jantung High Output dan Low Autput
Apabila curah jantung normal atau melebihi normal tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan metabolik tubuh akan darah teroksigenasi disebut gagal jantung high output. Tanda khas dari gagal jantung high output adalah mudah lelah dan lemah. Apabila curah jantung menurun di bawah nilai normal disebut gagal jantung low output. Tanda khas dari gagal jantung low output adalah edema karena terjadi aliran balik darah akibat gagal ventrikel.
c. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Gagal jantung akut disebabkan bila pasien secara mendadak mengalami penurunan curah jantung dengan gambaran klinis dispnea, takikardia serta cemas, pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Sedangkan gagal jantung kronik terjadi jika terdapat kerusakan jantung yang disebabkan oleh iskemia atau infark miokard, hipertensi, penyakit jantung katup dan kardiomiopati sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung secara bertahap.
d. Gagal jantung Forward dan backward
Gagal jantung forward terjadi oleh karena suplai darah tidak cukup ke aorta. Rasa lelah terutama sewaktu melakukan pekerjaan adalah gejala yang khas pada gagal jantung forward. Gagal jantung backward terjadi apabila ventrikel kiri tidak mampu memompakan darah yang datang dari vena vulmonalis dan atrium kiri sehingga terjadi pengisian yang berlebihan di paru-paru. Gagal jantung backward biasanya mangakibatkan edema paru.
2.4.2. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kemampuan fungsional
Gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA) diklasifikasikan menjadi:
Kelas I
Penderita gagal jantung yang tidak ada pembatasan aktivitas fisik.
Kelas II
Penderita gagal jantung yang dikategorikan ringan dengan sedikit batasan aktivitas fisik karena akan timbul gejala pada saat melakukan aktivitas tetapi nyaman pada saat istrahat.
Kelas III
Penderita gagal jantung yang dikategorikan sedang dengan adanya batasan aktivitas fisik bermakna karena akan timbul gejala pada saat melakukan aktivitas ringan.
Kelas IV
Penderita gagal jantung yang dikategorikan berat dimana penderita tidak mampu melakukan aktivitas fisik karena gejala sudah dirasakan pada saat istrahat.
2.5. Gejala Gagal Jantung
Beberapa gejala atau keluhan yang sering ditemukan pada penderita gagal jantung adalah:
Dispnea
Dispnea atau perasaan sulit bernapas pada saat beraktivitas merupakan manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea diakibatkan karena terganggunya pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam alveoli serta meningkatnya tahanan aliran udara.
Ortopnea
Yaitu kesulitan bernafas apabila berbaring telentang. Ortopnea disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh ke jantung dan paru-paru. Penurunan kapasitas vital paru-paru merupakan suatu faktor penyebab yang penting.
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
Yaitu dispnea yang timbul secara tiba-tiba pada saat tidur. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) terjadi karena akumulasi cairan dalam paru ketika sedang tidur dan merupakan manifestasi spesifik dari gagal jantung kiri.
Batuk
Penderita gagal jantung dapat mengalami keluhan batuk pada malam hari, yang diakibatkan bendungan pada paru-paru, terutama pada posisi berbaring. Batuk yang terjadi dapat produktif, tetapi biasanya kering dan pendek. Hal ini bisa terjadi karena bendungan mukosa bronkial dan berhubungan dengan adanya peningkatan produksi mukus.
Rasa mudah lelah
Penderita gagal jantung akan merasa lelah melakukan kegiatan yang biasanya tidak membuatnya lelah. Gejala mudah lelah disebabkan kurangnya perfusi pada otot rangka karena menurunya curah jantung. Kurangnya oksigen membuat produksi adenisin tripospat (ATP) sebagai sumber energi untuk kontaksi otot berkurang. Gejala dapat diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sehingga dapat disertai kegelisahan dan kebingungan.
Gangguan pencernaan
Gagal jantung dapat menimbulkan gejala-gejala berupa gangguan pada pencernaan seperti kehilangan napsu makan (anoreksia), perut kembung, mual dan nyeri abdomen yang disebabkan oleh kongesti pada hati dan usus. Gejala ini bisa diperburuk oleh edema organ intestinal, yang bisa menyertai peningkatan menahun dalam tekanan vena sistemik.
Edema (pembengkakan)
Pada penderita gagal jantung dapat ditemukan edema, misalnya pada pergelangan kaki. Edema kaki dapat terjadi pada venderuta yang mengalami kegagalan ventrikel kanan. Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan protein dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah melalui saluran limfe. Pergerakan cairan tersebut memenuhi hukum Starling sebagai berikut ( Flick, 2000; Alpert 2002) :
Jv = LpS ( Pc – Pi ) - d ( c - I )
Jv = fluid filtration rate ( volume flow ) across the
microvascular barier
Lp = hydraulic conductivity ( permeability)
S = surface area of the barier
Pc = microvascular hydrostatic pressure
Pi = peri microvascular hydrostatic pressure
c = microvascular plasma colloidosmotic /
oncotic pressure
i = peri microvascular plasma colloidosmotic /
oncotic pressure
d = average osmotic reflection coefficient of the
barier
Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah :
- Tekanan onkotik plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru.
- Jaringan konektif dan barier seluler relatif tidak permeabel terhadap protein plasma.
- Adanya sistem limfatik yang secara ekstensif mengeluarkan cairan dari jaringan interstisial.
Pada individu normal tekanan kapiler pulmonal ("wedge" pressure) adalah sekitar 7 dan 12 mm Hg. Karena tekanan onkotik plasma berkisar antara 25 mmHg, maka tekanan ini akan mendorong cairan kembali ke dalam kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati jaringan konektif dan barier seluler, yang dalam keadaan normal bersifat relatif tidak permeabel terhadap protein plasma. Paru mempunyai sistem limfatik yang secara ekstensif dapat meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi kelebihan air di dalam jaringan interstisial paru. Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal untuk menjaga paru tetap kering terganggu seperti tersebut di bawah ini (Flick, 2000; Alpert 2002) :
- permeabilitas membran yang berubah.
- tekanan hidrostatik mikrovaskuler yang meningkat.
- tekanan peri mikrovaskuler yang menurun.
- tekanan osmotik / onkotik mikrovaskuler yang menurun.
- tekanan osmotik / onkotik peri mikrovaskuler yang meningkat.
- gangguan saluran limfe.
2.6. Faktor resiko
Umur
Umur berpengaruh terhadap kejadian gagal jantung walaupun gagal jantung dapat dialami orang dari berbagai golongan umur tetapi semakin tua seseorang maka akan semakin besar kemungkinan menderita gagal jantung karena kekuatan pembuluh darah tidak seelastis saat muda dan juga timbulnya penyakit jantung yang lain pada usia lanjut yang merupakan faktor resiko gagal jantung. Menurut penelitian Siagian di Rumah Sakit Haji Adam Malik (2009) proporsi penderita gagal jantung semakin meningkat sesuai dengan bertambahnya usia yaitu 9,6% pada usia 15tahun, 14,8% pada usia 16-40 tahun dan 75,6% pada usia > 40 tahun.
Jenis kelamin
Pada umumnya laki-laki lebih beresiko terkena gagal jantung daripada perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan mempunyai hormon estrogen yang berpengaruh terhadap bagaimana tubuh menghadapi lemak dan kolesterol. Menurut menurut panelitian Whelton dkk di Amerika (2001) laki-laki memiliki resiko relatif sebesar 1,24 kali (P=0,001) dibandingkan dengan perempuan untuk terjadinya gagal jantung.
Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner dalam Framingham study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung 46% pada laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung. Menurut Whelton dkk di amerika (2001) penyakit jantung koroner memiliki resiko reatif sebesar 8,11 (P=0,001) untuk terjadinya gagal jantung.
Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan tekanan darah yang tinggi terus-menerus. Ketika tekanan darah terus di atas 140/80, jantung akan semakin kesulitan memompa darah dengan efektif dan setelah waktu yang lama, risiko berkembangnya penyakit jantung meningkat. Penurunan berat badan, pembatasan konsumsi garam, dan pengurangan alkohol dapat membantu memperoleh tekanan darah yang menyehatkan. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kirisistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung. Menurut Whelton dkk di amerika (2001) hipertensi memiliki resiko reatif sebesar 1,4 (P=0,001) untuk terjadinya gagal jantung.
Penyakit katup jantung
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regurgitasi mitral dan regurgitasi aorta menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload). Menurut Whelton dkk di amerika (2001) penyakit katup jantung memiliki risiko relatif sebesar 1,46 (P=0,001) untuk terjadinya gagal jantung.
Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosis sebelum kelahiran atau sesaat setelah lahir, selama masa anak-anak, atau setelah dewasa. Penyakit jantung bawaan dengan adanya kelainan otot jantung akan mengarah pada gagal jantung.
Penyakit Jantung Rematik
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan, atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa dari Demam Rematik. Demam rematik akut dapat mneyebabkan peradangan pada semua lapisan jantung. Peradangan endokardium biasanya mengenai endotel katup, dan erosi pinggir daun katup bila miokardium terserang akan timbul nodular yang khas pada dinding jantung sehingga dapat menyebabkan pembasaran jantung yang berakhir pada gagal jantung.
Aritmia
Aritmia adalah berkurangnya efisiensi jantung yang terjadi bila kontraksi atrium hilang (fibrilasi atrium,AF). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi.
Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung kongenital, ataupun penyakit katup jantung. Kardiomiopati ditandai dengan kekakuan otot jantung dan tidak membesar sehingga terjadi kelainan fungsi diastolik (relaksasi) dan menghambat fungsi ventrikel.
Merokok dan Konsumsi Alkohol
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko penyakit jantung. Merokok mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan jantung dalam membawa dan mengirimkan oksigen, menurunkan level HDL-C (kolesterol baik) di dalam darah, serta menyebabkan pengaktifan platelet, yaitu sel-sel penggumpalan darah. Pengumpalan cenderung terjadi pada arteri jantung, terutama jika sudah ada endapan kolesterol di dalam arteri. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi).
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat-obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.
2.7 Pencegahan gagal jantung
2.7.1. Pencegahan primordial
Pencegahan primordial ditujukan pada masyarakat dimana belum tampak adanya resiko gagal jantung. upaya ini bertujuan memelihara kesehatan setiap orang yang sehat agar tetap sehat dan terhindar dari segala jenis penyakit termasuk penyakit jantung. cara hidup sehat merupakan dasar pencegahan primordial penyakit gagal jantung seperti mengkomsumsi makanan sehat, tidak merokok, berolah raga secara teratur, meghindari stress, seta memelihara lingkungan hidup yang sehat.
2.7.2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer ditujukan pada masyarakat yang sudah menunjukkan adanya faktor risiko gagal jantung. Upaya ini dapat dilakukan dengan membatasi komsumsi makanan yang mengandung kadar garam tinggi, mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi, mengontrol berat badan dengan membatasi kalori dalam makanan sehari-hari serta menghindari rokok dan alkohol.
2.7.3. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada orang yang sudah terkena gagal jantungbertujuan untuk mencegah gagal jantung berlanjut ke stadium yang lebih berat. Pada tahap ini dapat dilakukan dengan diagnosa gagal jantung, tindakan pengobatan dengan tetap mempertahankan gaya hidup dan mengindari faktor resiko gagal jantung.
Diagnosis gagal jantung
Anamnesis
Anamnesis merupakan cara untuk mendapatkan keterangan dan data klinis tentang keadaan penyakit pasien melalui tanya jawab. Keluhan pasien merupakan gejala awal gagal jantung. Pengambilan anamnese secara teliti penting untuk mendeteksi gagal jantung.
Rontgen toraks
Rontgen toraks dapat menunjukkan adanya pembesaran ukuran jantung (kardiomegali) yang ditandai dengan peningkatan diameter tranversal lebih dari 15,5 cm pada pria dan lebih 14,5 cm pada wanita, hipertensi vena, atau edema paru.
Cara pengukurannya adalah sebagai berikut, ditarik garis M yang berjalan di tengah-tengah kolumna vertebrae torakalis. Garis A adalah jark antara M dengan batas jantung sisi kanan yang terjauh. Garis B adalah jarak antara M dengan batas kiri jantung yang terjauh. Garis transversal C ditarik dari dinding toraks sisi kanan ke dinding toraks sisi kiri. Garis ini melalui sinus kardiofrenikus kanan. Bila sinus-sinus kardiofrenikus ini tidak sama tingginya. Maka garis C ditarik melalui pertengahan antara kedua sinus itu. Ada pula yang menarik garis C ini dari sinus kostofrenikus kanan ke sinus kostofrenikus kiri. Perbedaan kedua cara ini tidak begitu besar, sehingga dapat dipakai semuanya.
Kardio toraks rasio = A + B x 100%
C
Rata-rata pada orang dewasa dengan bentuk tubuh yang normal, rasio itu berkisar antara 45-50%. Rasio ini tidak selalu bermakna patologik, seseorang dengan rasio yang normal masih ada kemungkinan menderita penyakit jantung. Rasio yang lebih dari 50% sering dijumpai pada orang yang gemuk dan pendek, karena letak jantung mendatar (horizontal), tanpa ada kelainan pada jantungnya.
Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan foto thorax. Radiograph (foto thorax) yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada. Foto thorax yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary edema, namun mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang mungkin mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
Kranialisasi vaskuler
Hilus suram (batas tidak jelas)
Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)
Terapi non-farmakologik meliputi:
Diet
Pasien gagal jantung dengan obesitas harus diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah darah dan berat badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 gr/ hari untuk gagal jantung ringan atau < 2 gr/hari untuk gagal jantung berat.
Merokok harus dihentikan.
Aktifitas Fisik
Olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kleas II-III) dengan intensitas yang nyaman bagi pasien.
Istirahat
Istirahat dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil (NYHA kelas IV).
Terapi Farmakologi atau Pengobatan
Diuretik digunakan untuk mengendalikan retensi natrium dan air. Furosemid 40 mg/hari atau bumetamid 1 mg/hari biasanya efektif.
Inhibitor ACE dapat menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
Bloker β seperti bisoprolol, karvedilol yang dimulai dari dosis yang sangat rendah dan bisa ditambahkan untu k menurunkan aktivitas simpatis yang berlebihan dan mendorong remodeling otot jantung.
Digoksin diindikasikan untk mengendalikan fibrilasi atrium yang terjadi bersamaan.
BAB III
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Nama : Ny. M
Umur : 63 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Mirit, Kebumen
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Keluhan utama : penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RS dengan kiriman dari dokter dengan keluhan penurunan kesadaran, keluhan dirasakan sejak sore hari. Pasien susah dibangunkan, demam (+), mual (-), muntah (-), pasien sebelumnya mengeluh suka makan dan badan terasa lemas. Pasien sebelumnya juga mengeluh cepat lapar dan haus. Pasien juga sebelumnya kejang 2x.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa (+)
Riwayat DM (+)
Riwayat hipertensi (+)
Riwayat TB (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Keluhan serupa disangkal
Riwayat hipertensi di keluarga disangkal
Kebiasaan dan lingkungan :
Riwayat merokok dan minum alkohol di sangkal. Mengkonsumsi makanannya tidak teratur.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tidak sadar
Kesadaran : E1 M2 V1 koma
Vital sign :
Tekanan darah : 160/120 mmHg
Temperatur : 40,3 derajat celcius (axillar)
Nadi : 120 x/ menit, reguler
Respirasi : 32x/ menit, takipnue
Pemeriksaan per Regio
Kepala : mesochepal, simetris
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (2mm/2mm)
Leher : tidak ada pembesaran limfonodi
Jantung : suara jantung 1 dan 2 reguler, tidak ada bising
Paru : suara paru ronkhi (+/+), suara tambahan (+)
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), peristaltik normal, teraba massa(-), hepar tidak dan lien tidak teraba
Ektremitas : Atas : oedema(-/-)
Bawah : oedema (+/+)
Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap
Hasil
Nilai Normal
Hemoglobin
11.3 g/dl
11,7 – 15,5 g/dl
Leukosit
15.3/ μL
3.6 – 11.0/ μL
Hematokrit
33%
35 – 47 %
Eritrosit
3.7 / μL
3.80 – 5.20 / μL
Trombosit
310/ μL
150 - 400/ μL
MCV
93 fl
80 – 100 fl
MCH
31 pq
29 – 34 pq
MCHC
35 g/dl
32 – 36 g/dl
Lym
2.90%
22 – 40 %
Neutrofil
53.30 %
50 – 70 %
Glukosa Darah
Glukosa darah sewaktu 654 mg/dl (Nilai normal : 70-120mg dl)
Kimia klinik
Hasil
Kalium
2.5 mmol/L
Natrium
142 mmol/L
Chlorida
101 mmol/L
HBSAg
Hasil Negative
Foto Rontgen Thorax
Deskripsi
Corakan vaskular meningkat dan mengabur
Tampak opasitas inhomogen di kedua pulmo, terutama di dextra
Sinus costofrenicus dextra tumpul
CTR > 0,5
Tampak kalsifikasi di arcus aorta
Kesan
Cardiomegali
Edema pulmo
Bronchopneumonia bilateral, dextra lebih banyak
Efusi pleura dextra
Aortasklerosis
Diagnosis
Congestive Heart Failure
Prognosis
Malam
BAB IV
PEMBAHASAN DAN RADIOLOGI
Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Kemudian glukosa tidak mampu mensuplai ke sel-sel karena glukosa tetap berada dalam darah sehingga yang nantinya akan menyebabkan badan lemas. DM mempunyai beberapa komplikasi, diantaranya di jantung yang pada prosesnya akan merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat suplai darah yang kurang. Selain menyebabkan suplai darah ke otot jantung berkurang, penyempitan pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat, sehingga dapat mengakibatkan kematian mendadak.
Penderita DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang yang tidak menderita DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh darah. Hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Antara 35-75% komplikasi DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan hipertensi pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan pengapuran atau pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah.
Pada beberapa keterkaitan ini yang akan menyebabkan gambaran radiologi menjadi tidak normal, gambaran jantung menjadi besar atau cardiomegaly karena sudah sampai ke jantung komplikasinya dan ditemukan juga aortasklerosis yang mengindikasikan terjadi sumbatan di dalam aorta. Gambaran awal dari edema pulmo sendiri terlihat dengan corakan vaskulernya mulai mengabur karena ventrikel kiri sudah tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh, sebagai kompensasinya ventrikel kanan yang ke paru harus kerja berlebih sehingga dapat menyebabkan edema pulmo. Efusi pleura juga bisa terjadi akibat dari peningkatan tekanan vena pulmonalis yang terjadi pada gagal jantung kongestif, dalam hal ini berkaitan dengan keseimbangan kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah, pada gambaran radiologi terliat sinus costofrenicusnya tumpul, padahal seharusnya membentuk sudut lancip. Gambaran konsolidasi merupakan gambaran yang khas untuk menunjukkan adanya bronkhopneumonia.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, S. Kabo, P. 2002. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter Umum. Jakarta : Balai Penerbit UI
Purwohudoyo, S. 1984. Pemeriksaan Kelainan-Kelainan Kardiovaskular Dengan Radiografi Polos. Jakarta : UI Press
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta. EGC
Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi II. Jakarta : FK UI
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V, jilid I. Jakarta: FK UI