CARA MENILAI KESADARAN GCS (GLASGOW COMA SCALE)
CARA PENILAIAN no 1
2
3
Jenis pemeriksaan Eye (mata) a. spontan b. rangsangan suara
Nilai Respon 4 3
c. rangsangan nyeri
2
d. tidak ada
1
Respon verbal a. orientasi baik b. bingung c. mengucapkan kata” yang tidak tepat
5 4 3
Mata terbuka secara spontan Mata terbuka terhadap perintah verbal Mata terbuka terhadap rangsangan nyeri Tidak membuka mata terhadap rangsangan apapun
d. mengucapkan kata-kata yang tidak jelas e. tidak ada Respon motorik a. mematuhi perintah b. melokalisasi
2
Orientasi baik dan mampu berbicara Disorientasi dan bingung Mengulang kata-kata yang tidak tepat secara acak Mengeram atau merintih
1
Tidak ada respon
6 5
c. menarik
4
d. fleksi abnormal
3
e. ekstensi abnormal
2
f. tidak ada
1
Dapat bergerak mengikuti perintah Dapat melokalisasi nyeri (gerakan terarah dan bertujuan ke arah rangsang nyeri) Fleksi atau menarik saat di rangsang nyeri contoh: menarik tangan saat kuku di tekan Membentuk posisi dekortikasi. Contoh: fleksi pergelangan tangan Membentuk posisi deserebrasi.contoh : ekstensi pergelangan tangan Tidak ada respon, hanya berbaring lemah, saat di rangsang apapun
INTERPRETASI Masing-masing pemeriksaan E,V,M dijumlahkan, dan di masukan dalam kriteria cidera otak berikut: 1. berat, dengan GCS ≤8 2. sedang, GCS 9-12 3. ringan ≥ 13 DAFTAR PUSTAKA Weinstock, doris (2010). Rujukan cepat di ruang ICU/ CCU.Jakarta:EGC
PEDOMAN TATALAKSANA CEDERA KEPALA Riwayat Penyakit 1. I. 1. Anamnesis : Hampir selalu ditemukan riwayat trauma oleh karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja atau trauma lainnya. Pada orang tua dengan kecelakaan yang terjadi di rumah perlu dipikirkan kemungkinan gangguan pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga kadangkadang tak mengetahui pasti urutan kejadiannya, apakah jatuh kemudian tidak sadar atau kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum jatuh. Anamnesis yang lebih terperinci meliputi sifat kecelakaan atau sebab-sebab trauma untuk estimasi berat ringannya benturan, saat terjadi beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit, ada tidaknya benturan kepala langsung dan keadaan penderita saat kecelakaan misalnya kejang, kelemahan motorik, gangguan bicara dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa serta adanya nyeri kepala, mual muntah. Bila si pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwa sejak sebelum terjadinya kecelakaan, sampai saat tiba di rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya amnesia retrograd. Muntah dapat disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial. Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang/turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan bingung/disorientasi (kesadaran berubah).
1. Riwayat Penyakit Sebelumya: perlu dianamnesis lebih jauh tentang riwayat penyakit sebelum cedera kepala. 1. Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan di instalasi gawat darurat mengunakan pendekatan survei primer dengan menilai jalan napas, pernapasan dan sirkulasi kemudian segera melakukan tindakan life saving. 1. II. Penemuan Klinis Kesan Umum : Pasien bisa compos mentis atau terdapat penurunan kesadaran sampai dengan koma (kriteria kesadaran Alert Verbal Pain Unresponsiveness )
Survei primer dilakukan menilai ada tidaknya gangguan jalan napas dan stabilisasi servikal, pernapasan dan sirkulasi kemudian segera melakukan tindakan resusitasi jika diperlukan.
Survei sekunder dilakukan pemeriksaan lengkap mulai ujung kepala sampai ujung kaki melakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik lengkap meliputi:1) tanda vital, 2) tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale atau Pediatric Coma Scale, 3) ada tidaknya cedera luar yang terlihat: cedera pada kulit kepala, perdarahan hidung ataupun telinga, hematom periorbital dan retroaurikuler, 4) tanda-tanda neurologis fokal seperti ukuran pupil dan reaksi cahaya, gerakan mata, pola aktivitas motorik dan fungsi batang otak, 5) reflek tendon, 6) fungsi sensorik dan serebeler perlu diperiksa jika pasien sadar. Kriteria Diagnosis
Cedera kepala ringan (CKR dengan GCS 13-15); Cedera kepala sedang (CKS dengan GCS 912); Cedera kepala berat (CKB dengan GCS <= 8). Diagnosis morfologi: fraktur cranium,
perdarahan EDH; SDH; ICH, lesi intrakranial difus komosio ringan; komosio klasik;diffuse axonal injury. Pemeriksaan Penunjang 1. III. 1. Rontgen foto tengkorak 3 posisi: menilai ada tidaknya fraktur 2. CT Scan kepala: menilai ada tidaknya perdarahan, edema serebri dan kelainan morfologi lain (bila memungkinkan) 3. Darah rutin dan pemeriksaan lain sesuai indikasi 1. IV. Diagnosis 1. Masalah Aktif 2. Cedera kepala ringan 3. Cedera kepala sedang 4. Cedera kepala berat 5. Suspek fraktur basis craniii/fraktur……. 2. Diagnosis Kerja Epidural hematom, subdural hematom, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intracranial atau hematoma jaringan lunak 1. Diagnosis Banding Stroke, tumor otak 1. Diagnosis Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler (penurunan kesadaran) 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/hiperventilasi/disfungsi neuromuskuler (penurunan kesadaran)/cedera spinal. 3. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral: trauma kepala 4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik 1. V. Standar Pengelolaan 1. Standar Terapi Penatalaksanaan cedera kepala secara umum dengan memperbaiki jalan napas (airway), pernapasan (breathing) dan sirkulasi pasien, mencegah tidak sampai terjadi hipoventilasi dan hipovolemia yang dapat menyebabkan secondary brain damage. PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN (GCS 13 – 15) 1. Observasi atau dirawat di rumah sakit bila CT Scan tidak ada atau hasil CT Scan abnormal, semua cedera tembus, riwayat hilang kesadaran, sakit kepala sedang – berat, pasien dengan intoksikasi alkohol/obat-obatan, fraktur tengkorak, rinorea-otorea, cedera penyerta yang bermakna, tidak ada keluarga yang di rumah, tidak mungkin kembali ke rumah sakit dengan segera, dan adanya amnesia. Bila tidak memenuhi kriteria rawat maka pasien dipulangkan dengan diberikan pengertian kemungkinan kembali ke rumah sakit bila dijumpai tanda-tanda perburukan. 2. Observasi tanda vital serta pemeriksaan neurologis secara periodik setiap ½- 2 jam. 3. Pemeriksaan CT Scan kepala sangat ideal pada penderita CKR kecuali memang sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal. PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA SEDANG (GCS 9-12) 1. Dirawat di rumah sakit untuk observasi, pemeriksaan neurologis secara periodik. 2. Bila kondisi membaik, pasien dipulangkan dan kontrol kembali, bila kondisi memburuk dilakukan CT Scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera kepala berat.
PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA BERAT (GCS <= 8) 1. Pastikan jalan nafas korban clear (pasang ET), berikan oksigenasi 100% dan jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera cervical dapat disingkirkan. 2. Berikan cairan secukupnya (ringer laktat/ringer asetat) untuk resusitasi korban agar tetap normovolemia, atasi hipotensi yang terjadi dan berikan transfusi darah jika Hb kurang dari 10 gr/dl. 3. Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS dan pemeriksaan batang otak secara periodik. 4. Berikan manitol iv dengan dosis 1 gr/kgBB diberikan secepat mungkin pada penderita dengan ancaman herniasi dan peningkatan TIK yang mencolok. 5. Berikan anti edema cerebri: kortikosteroid deksametason 0,5 mg 3×1, furosemide diuretik 1 mg/kg BB tiap 6-12 jam bila ada edema cerebri, berikan anti perdarahan. 6. Berikan obat-obatan neurotonik sebagai obat lini kedua, berikan anti kejang jika penderita kejang, berikan antibiotik dosis tinggi pada cedera kepala terbuka, rhinorea, otorea. 7. Berikan antagonis H2 simetidin, ranitidin iv untuk mencegah perdarahan gastrointestinal. 8. Koreksi asidodis laktat dengan natrium bikarbonat. 9. Operasi cito pada perkembangan ke arah indikasi operasi. 10. Fisioterapi dan rehabilitasi. 1. Standar Tindakan Bila perlu dilakukan pembedahan (craniotomy), bila terjadi kegawatan dilakukan resusitasi sesuai SOP resusitasi jantung paru. 1. Standar Edukasi dan Rehabilitasi 2. Edukasi: 1. Terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan 2. Dipuasakan dulu bila perlu. 1. Standar Asuhan Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi neuromuskuler (penurunan kesadaran) Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai kondisi pasien (maksimal dua jam) seperti berikut, maka bersihan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil suara nafas bersih atau tidak ada suara tambahan.
NIC : Suction jalan nafas
Pastikan kebutuhan suction mulut/trakea, auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suksion, informasikan pada klien dan keluarga tentang suksion, berikan oksigen dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal, lakukan suction, monitor status oksigen pasien, hentikan suksion dan berikan oksi gen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi oksigen.
NIC : Manajemen jalan nafas
Buka jalan nafas gunakan teknik manuver chin lift atau jaw thrust bila perlu, posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan, pasang mayo bila perlu, berikan bronkodilator bila perlu, monitor saturasi oksigen.
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi/hiperventilasi/disfungsi neuromuskuler (penurunan kesadaran)/cedera spinal. Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai kondisi pasien (maksimal 2 jam), pola nafas efektif dengan kriteria hasil: frekuensi nafas dalam batas normal, kedalaman inspirasi dan ekspansi paru simetris, tidak tampak adanya penggunaan otot pernafasan tambahan, tidak tampak adanya retraksi dinding dada, tidak tampak adanya nafas melalui mulut.
NIC : Terapi Oksigen
Atur peralatan oksigenasi, monitor aliran oksigen, pertahankan posisi pasien, berikan oksigen sesuai dengan yang diresepkan, observasi adanya. tanda tanda hipoventilasi/hiperventilasi.
NIC : Monitor Tanda-tanda Vital
Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi nafas, catat adanya fluktuasi t ekanan darah, monitor pola pemapasan abnormal, monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit, monitor sianosis perifer, monitor adanya cushing triad (tekanan nadi melebar, bradi kardi, peningkatan sistolik).
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral: trauma kepala Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai keadaan pasien maksimal dua jam, perfusi jaringan serebral efektif dengan kriteria hasil: tingkat kesadaran membaik, tidak ada tandatanda peningkatan TIK (edema papil, muntah proyektil)
NIC : Cerebral Perfussion Promotion Kolaborasi dengan dokter untuk menentukan parameter hemodinamik yang diperlukan, pertahankan posisi kepala pasien lebih tinggi 15 derajat, hindari aktivitas secara tiba-tiba, pertahankan serum glukosa pada rentang normal, monitor tanda-tanda perdarahan, monitor status neurologi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan sesuai dengan kondisi pasien maksimal 2 jam, nyeri teratasi dengan criteria hasil : mampu mengontrol nyeri, mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
NIC : Manajemen Nyeri
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi, observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan, kurangi faktor presipitasi nyeri, kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.
PROTAP PENANGANAN CEDERA KEPALA
PENGERTIAN
: Penanganan yang dilakukan pada kasus cedera kepala
TUJUAN
:Sebagai pedoman kerja bagi petugas medis/paramedis dalam memberikan pertolongan pertama.
PROSEDUR
:
1. Periksa cepat adanya kelainan A-B-C, lalu tangani segera 2. Lakukan tindakan resusitasi a. A : Air Way (saluran nafas) Bebaskan saluran nafas dengan posisi, buka mulut, bersihkan muntahan, lendir, benda asing. Perhatikan tulang leher, immobilisasi, cegah gerakan hiperekstensi, hiperlefleksi, rotasi. Semua penderita tidak sadar harus dianggap ada cedera tulang leher b. B : Breathing (pernafasan) Suara nafas bersih, hembusan nafas baik, gerakan nafas dada baik, bila tidak baik lakukan nafas buatan (mulut ke mulut atau pakai alat). Beri masker oksigen/nasal c. C : Circulation (peredaran darah) Denyut jantung negatif mungkin cardiac arrest maka lakukan resusitasi ja ntung Bila syok (tensi < 90 mmHg dan nadi > 100 x/menit atasi dengan infus cairan Ringer Laktat (RL), cari sumber perdarahan (tulang, thorak, abdomen, pelvis). Ingat luka di kepala orang dewasa hampir tidak pernah menyebabkan syok. Bila tensi < 90 mmHg nadi juga < 90 x/menit pikirkan kemungkinan spinal syok,batasi cairan. Hentiksn perdarahan dari luka terbuka d. D : Disability (kelainan neurologis dan lain-lain) Periksa kesadaran : memakai score dari Glasglow Coma Scale Pupil : bentuk /besarnya, reaksi cahaya Periksa bagian tubuh lain secara cepat antara lain : nyeri/jejas di dada, perut, tungkai, panggul, leher. 3.
Posisi tidur
Cegah head down ( kepala lebih rendah dari tubuh) karena dapat menyebabkan bendungan vena di kepala dan menaikkan tekanan intrakranial. Posisi yang baik ialah miring (badan menumpu pada bahu, panggul, dan lutut pada satu sisi), kecuali bila ada fraktur servical.
Referency : 1. Widodo, Sapto Kukuh. 2006. Cedera Kepala. SMF Bedah RSU Klungkung
Berperan pada hampir seluruh kematian akibat trauma. Di amerika merupakan penyebab kematian terbanyak pada kelompok usia 15 - 44 thn, laki-laki > wanita. Glasgow : 151 Otopsi PD.CK 91% Ikshemi Hasil akhir optimal.
Cepat dan sistematis --> Transportasi ke RS, UGD Perawatan intensif. Dokter dan perawat terlatih : Pengelolaan awal, Jal an napas, Hemodinamik, Status Neurologik
Langkah yang tentutanya harus diketahui untuk mengetahui tingkat kesadar an pasien adalah melakukan pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilaitingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan (3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata). (2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari) (1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik (4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu. (3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”) (2) : suara tanpa arti (mengerang) (1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah (5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas ata u tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri). (1) : tidak ada respon Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M… Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1. Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil : Berdasarkan Beratnya :
1. GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan) 2. GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang) 3. GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)
Berdasarkan Morfologi :
1. Fraktur tengkorak 2. Kalvaria Linear, Stelat, Depresi, NonDepresi, 3. Terbuka, Tertutup
PENATALAKSANAAN CKR (Cidera Kepala Ringan)
Definisi Pingsan
: Penderita sadar & berorientasi (GCS 14 – 15 ) CKR 80% UGD, Sadar, Amnesia,
sesaat pulih sempurna, Gejala sisa ringan. Anamnesa : Nama, Umur, Jenis kelamin, Ras, Pekerjaan, Mekanisme dan waktu cedera.
Sadar atau tidak sadar, Tingkat kewaspadaan,amnesia Antegrad / Retrograd, Sakit kepala.
Pemeriksaan umum : Tensi, Nadi, Respirasi, Luka-luka tempat lain. Pemeriksaan mini neurologik : GCS, Pupil, Reaksi cahaya, Motorik. Foto polos kepala : Jejas kepala CT-Scan kepala : Atas indikasi Indikasi rawat : Pingsan > 15 : PTA > Jam, Pada OBS. Penurunan kesadaran, SK >>, Fraktur, Otorhoe / Rinorhoe, Cedera penyerta, CT-Scan ABN, Tidak ada keluarga, Intoksikasi alkohol / Obat-obatan. Indikasi pulang : Tidak memenuhi kriteria rawat, Kontrol setelah satu minggu.
Pesan untuk penderita / keluarga :
Segera kembali ke Rumah Sakit bila dijumpai hal-hal sbb : Tidur / sulit dibangunkan tiap 2 jam, mual dan muntah >>, SK >>, Kejang kelemahan tungkai & lengan, Bingung / Perubahan tingkah laku, Pupil anisokor, Nadi naik / turun.
CKS (Cidera Kepala Sedang) Definisi : Penurunan kesadaran, Masih mampu mengikuti perintah sederhana ( GCS 9 – 13 ).
Pemeriksaan awal : Sama dengan CKR + Pem. Darah sederhana. Pem.CT-Scan kepala, Rawat untuk observasi. Setelah rawat : Pem. Tanda vital & Pem.Neurologik periodik, Pem. CT-Scan kepala ulang bila ada pemburukan. Bila membaik: Pulang, Kontrol poli setelah 1 minggu Bila memburuk : CT-Scan kepala ulang = CKB.
CKB (Cidera Kepala Berat) Definisi : Penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana OK. Kesadaran menurun ( GCS 3 – 8 )
Penatalaksanaan : ABC (AirWay, Breathing, Circulation). Cedera otak sekunder. 100 Penderita CKB, Hipoksemia ( PAO2 < 65mm HG ) 30 %, Hipotensi ( Sistolik < 95mm HG ) 13 % Anemia ( HT < 30 % ) 12 %. Hipotensi mati 2 X, Hipotensi + Hipoksia mati 75 % Pemeriksaan mini neurologik, Pemeriksaan CT-Scan kepala. Kepala lebih tinggi 10 - 30 derajat ( Head Up ) Intubasi, Pasang infus RL /NaCl 0,9 %, Pasang catheter
Obat – obatan : Manitol 20 % : 1 – 2 mg/ Kg.BB, 3 X Pemberian, Tetesan cepat : TD SIST, > 100 mmHg. Anti konvulsan, Hiperventilasi, pada kasus TTIK untuk mengeluarkan CO2.
KESIMPULAN : Pengelolaan pasen dgn cedera kepala secara tepat, cepat dan sistematis akan membawa hasil akhir yang baik.