1
Diabetes mellitus (DM) adalah sekumpulan penyakit metabolism yang ditandai dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya dan hiperglikemia yang kronis akan menimbulkan kerusakan, disfungsi berbagai organ dalam jangka panjang. DM sering disertai berbagai komplikasi jangka pendek maupun panjang. Komplikasi tersebut menyebabkan meningkatnya angka morbiditas, mortalitas, dan penurunan kualitas hidup. Jumlah penderita DM di dunia tahun 1995 sebanyak 135 juta jiwa dan tahun 2005 diestimasikan menjadi 300 juta jiwa. j iwa. Kebanyakan kasus baru tersebut adalah DM tipe 2, dengan peningkatan jumlah kasus 42%, di Negara maju dan 170% di Negara sedang berkembang. Seiring dengan peningkatan jumlah penderita DM, maka komplikasi yang terjadi juga semakin meningkat, satu diantaranya adalah ulserasi yang mengenai tungkai bawah, dengan atau tanpa infeksi dan menyebabkan kerusakan jaringan di bawahnya yang selanjutnya disebut dengan kaki diabetes (KD). Diperkirakan sekitar 15% penderita diabetes melitus (DM) dalam perjalanan penyakitnya akan mengalami komplikasi ulkus diabetika terutama ulkus kaki diabetika. Sekitar 14-24% di antara penderita kaki diabetika tersebut memerlukan tindakan amputasi. Penatalaksanaan kaki diabetika terutama difokuskan untuk mencegah dan menghindari amputasi ekstremitas bawah. Sebelum dilakukan terapi, seorang dokter yang akan menangani pasien dengan ulkus kaki diabetik sebaiknya dapat melakukan penilaian kaki diabetik secara menyeluruh, melakukan identifikasi penyebab terjadinya ulkus dan faktor penyulit penyembuhan luka serta menilai ada tidaknya infeksi. Lebih dari 90% ulkus akan sembuh apabila diterapi secara komprehensif dan multidisipliner, melalui upaya; mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist), penanganan infeksi, debridemen,
2
revaskularisasi dan tindakan bedah elektif, profilaktik, kuratif atau emergensi sesuai dengan indikasi. Amputasi
Ulkus memberikan kontribusi 85% terhadap tindakan amputasi non traumatik pada ekstremitas bawah dan memiliki resiko amputasi 15-40 kali lebih sering daripada tanpa diabetes. Diperkirakan 15% penderita diabetes akan mengalami KD selama masa hidupnya dan 6 -20% diantaranya akan mengalami rawat inap rumah sakit setiap tahunnya. Ulkus yang telah sembuh ternyata 70% akan berulang kembali dalam tempo 5 tahun, dari 50% ulkus yang mengalami amputasi sebelumnya ternyata mempunyai resiko amputasi kembali dalam tempo 5 tahun. 1. 2.
3.
4.
5. 6.
Muha J melaporkan satu di antara 5 penderita ulkus DM memerlukan tindakan amputasi. Berdasarkan studi deskriptif dilaporkan bahwa 6 – 30% pasien yang pernah mengalami amputasi dikemudian hari akan mengalami risiko reamputasi dalam waktu 1-3 tahun kemudian setelah amputasi pertama. Ebskov B. melaporkan, sebanyak 23% pasien memerlukan re-amputasi ekstremitas ipsilateral dalam waktu 48 bulan setelah amputasi yang pertama. Risiko amputasi terjadi bila ada faktor; neuropati perifer, deformitas tulang, insufisiensi vaskular, riwayat ulkus/amputasi dan gangguan patologi kuku berat. Neuropati perifer mempunyai peranan yang sangat besar dalam terjadinya kaki diabetika akibat hilangnya proteksi sensasi nyeri terutama di kaki. Lebih dari 80% kaki DM dilator belakangi oleh neuropati. Perawatan ulkus baik konservatif maupun amputasi membutuhkan biaya yang sangat mahal. Rata-rata biaya untuk perawatan kaki diabetika dibutuhkan $2687/pasien/tahun atau
3
7.
$4595/ulkus/episode, 80% dari biaya tersebut digunakan untuk membiayai rawat inap. Manajemen kaki diabetika terutama difokuskan untuk mencegah dan menghindari amputasi ekstremitas bawah.
Kaki Diabetes
Infeksi pada kaki penderita diabetes merupakan penyebab morbiditas terpenting yang sering dijumpai di klinik-klinik umum dan merupakan indikasi untuk rawatinap, karena penyembuhan luka tergantung pada perbaikan kadar sakar darahnya. Kaki adalah bagian tubuh yang tersering terkena trauma (seperti terantuk benda keras, terinjak benda tajam). Pada penderita diabetes trauma tersebut dapat disusul terjadinya luka dan menimbulkan komplikasi infeksi sulit sembuh, sehingga membutuhkan perawatan yang lama. Infeksi luka pada kaki penderita diabetes mellitus disebut sebagai kaki diabetes. Hasil penelitian retrospektif selama setahun (2001) menunjukkan angka jumlah penderita kaki diabetes yang dirawat inap di RSU Dr.Hasan Sadikin adalah sebanyak 66 orang atau 44,2% dari seluruh penderita diabetes mellitus yang dirawat inap (Nurul 2002). Sering luka pada kaki menjadi sulit sembuh dan bahkan akhirnya harus dilakukan tindakan operasi memotong (amputasi) bagian dari jari, kaki atau tungkai penderita, akibat dari kerusakan jaringan yang tidak dapat diselamatkan dan membahayakan nyawa penderita oleh adanya bakteri patogen dalam darah (sepsis) yang berasal dari infeksi kaki diabetes. Penderita diabetes memiliki risiko menderita ulkus yang terinfeksi jauh lebih tinggi dibandingkan pada penderita non-diabetes, dan diabetes merupakan penyebab dari 50% kasus amputasi kaki pada kelompok kasus nontrauma. Lebih dari 2/3 bagian dari seluruh kasus amputasi disebabkan oleh penyakit kaki diabetes (LoGerfo,1995). 2.Ciri diagnosis: Tanda-tanda diabetes mellitus. Infeksi pada ulkus pada kaki yang sukar sembuh.
4
Tanda-tanda iskhemi dan neropati.
3.Patogenesis: Akibat peninggian abnormal kadar gula darah yang khronik akan terjadi proses non-ensimatik glikosilasi ( nonatau yaitu enzymatic glycosylation glycation, penggabungan glukosa dengan protein dalam lingkungan kadar glukosa yang tinggi tanpa bantuan ensim) protein dalam bentuk advanced glycation end products (AGE). Proses tersebut akan menghasilkan radikal bebas yang selanjutnya akan menimbulkan dampak pada percepatan aterosklerosis (makroangiopati) dan mikroangiopati yang merupakan perubahan-perubahan patologis yang biasa ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus yang menimbulkan gangguan fungsi (disfungsi) sel endotel pembuluh darah (LoGerfo,1995; Bouskela, Bottino, Tavares 2003). Kecepatan pembentukan radikal bebas sangat tergantung pada kecepatan terjadinya proses glikosilasi protein. (Jennings and Belch 2000) Terdapat 3 gejala patologis yang bekerja saling berinteraksi bersama secara kompleks dan jarang sekali muncul sendirian, yaitu : (1) neuropati, (2) infeksi, (3) iskhemia.
5
Penyebab dari iskemia pada kaki diabetik adalah oklusi arteri akibat gangguan aterosklerosis. Proses terjadinya gangguan aterosklerosis lebih cepat dan lebih berat pada penderita diabetes dibandingkan dengan penderita aterosklerosis non-diabetes. Infark miokardium yang disebabkan aterosklerosis pada arteri Coronaria merupakan penyebab kematian yang tersering. Gangren pada kaki lebih sering timbul hampir 100 kali dibandingkan pada populasi penderita non-diabetes. Dijumpai peningkatan adesi trombosit kepada lapisan endotel pembuluh arteri, yang mungkin disebabkan oleh peningkatan sintesa tromboxan-A2 dan penurunan produksi prostasiklin ( prostacycline). Selain bahwa hipertensi, yang sering dijumpai pada penderita diabetes, merupakan faktor risiko
6
aterosklerosis. Semua jenis ukuran arteri akan dikenai oleh proses aterosklerosis tersebut. Lokasi anatomik oklusi arteri pada diabetes menurut hasil penelitian prospektif dari Strandness dan Conrad adalah biasanya menyangkut arteri bagian distal dari arteri Poplitea dan arteri Tibialis. Selain itu hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa walaupun sering dijumpai oklusi pada arteri Tibialis dan arteri Peroneus , tetapi lebih jarang dijumpai oklusi arteri pada kaki terutama arteri dorsalis pedis sebagai outflow (atau disebut distal run-off , yaitu pembuluh darah yang menerima aliran darah dari protesa pembuluh) untuk operasi bedah pintas ( by pass) . Hasil-hasil tersebut diperkuat oleh hasil penelitian arteriografi dari Menzoian pada tahun 1989. Pada penderita diabetes, terutama yang bukan perokok sering dijumpai arteri Femoralis superfisialis atau arteri Poplitea yang tidak tersumbat, sehingga arteri tersebut dapat digunakan sebagai inflow (arteri proksimal) yang mengalirkan darah ke distal (outflow) melalui pembuluh darah pengganti ( graft , dapat berupa vena Saphena magna atau sejenisnya atau pembuluh darah buatan) pada tindakan operasi rekonstruksi arteri. Pada percabangan arteri Tibialis, termasuk pembuluh arteri arkus pedis dan metatarsal, umumnya dijumpai peningkatan kalsifikasi disekitar lamina elastika interna, tetapi keadaan ini seringkali tidak menimbulkan oklusi (LoGerfo,1995). 4.Mikrosirkulasi: Penyakit arteri perifer pada pasien DM kejadiannya 4 kali lebih sering dibandingkan pasien non DM. Faktor risiko lain selain DM yang memudahkan terjadinya penyakit arteri perifer oklusif adalah merokok, hipertensi dan hiperlipidemia. Arteri perifer yang sering terganggu adalah arteri tibialis dan arteri peroneal terutama daerah antara lutut dan sendi kaki. Adanya obstruksi arteri tungkai bawah ditandai dengan keluhan nyeri saat berjalan dan berkurang saat istirahat (claudication), kulit membiru, dingin, ulkus dan gangren. Iskemi menyebabkan
7
terganggunya distribusi oksigen dan nutrisi sehingga ulkus sulit sembuh. Secara klinis adanya oklusi dapat dinilai melalui perabaan nadi arteri poplitea, tibialis dan dorsalis pedis.
Nekrosis kulit terjadi akibat penurunan perfusi jaringan yang bersifat lokal maupun sistemis akibat trauma tekanan (claw foot) sebagai konsekwensi dari gangguan sensibilitas dan berkurangnya reaksi aktivitas bakterisidal lekosit terhadap inflamasi akibat peninggian kadar gula darah, mikrosirkulasi yang terganggu pada daerah tekanan. Keadaan tersebut memperburuk daya pertahanan tubuh penderita kaki diabetes. Pada daerah yang tidak mengalami neropati tekanan oksigen ( transcutaneous PO2 diperiksa dengan cara menempelkan transducer khusus pada permukaan kulit ) pada kapilar kulit lebih tinggi pada penderita diabetes mellitus dibandingkan dengan penderita non-diabetes. Ulkus yang letaknya superfisial pada penderita kaki diabetes akan sembuh bila tekanan O2 kapilar paling sedikit sama dengan orang non-diabetes. Sebaliknya pada ulkus yang dalam dan mencapai tulang disertai infeksi, biasanya keadaan mekanisme pertahanan tubuhnya rendah,
8
membutuhkan perbaikkan perfusi jaringan melalui operasi rekonstruksi arteri untuk penyembuhannya.
Hasil penelitian prospektif dengan menggunakan mikroskop elektron , pengukuran tahanan pembuluh kapilar (vascular resistance) , dan pengukuran menggunakan alat pletismograf ( plethysmograph, alat yang dapat mengukur perubahan volume suatu organ), ternyata tidak dijumpai adanya proses oklusi pada arteriola atau kapilar. Pengertian adanya oklusi ditingkat mikrosirkulasi pada penderita diabetes akan berdampak menurunkan usaha untuk melakukan tindakan rekonstruksi arteri. Mikroangiopati pada penderita diabetes mellitus adalah adanya penebalan yang difus pada membrana basalis pembuluh kapilar yang antara lain ditemukan pada kapilar kulit, kapilar otot skelet, kapilar retina dan kapilar glomeruli dan medula ginjal. Tetapi penebalan tersebut tidak menimbulkan penyempitan (stenosis) lumen. Walaupun terjadi penebalan membrana basalis, kapilar penderita diabetes lebih mudah mengalami kebocoran albumin plasma, meski tidak terbukti kebocoran protein plasma tersebut mengakibatkan gangguan nutrisi. Penebalan membrana basalis tersebut tampak dibawah mikroskop dengan ditandai oleh penebalan lapisan hialin. Gangguan pengangkutan oksigen barulah terjadi bila terdapat pertumbuhan hipertrofi lapisan sel endotel yang akan menimbulkan penyempitan lumen arteri sehingga
9
menghambat aliran darah ke distal(Crawford dan Cotran 1999). Untuk menentukan patensi vaskuler dapat digunakan beberapa pemeriksaan non invasif seperti; ( ankle brachial index / ABI), transcutaneous oxygen tension (TcP02), USG color Doppler atau menggunakan pemeriksaan invasif seperti; digital subtraction angiography (DSA), magnetic resonance angiografi (MRA) atau computed tomography angigraphy (CTA). Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non invasive. Pemeriksaan Neuropati Vaskular Kulit Teraba normal - Refleks ankle Refleks menurun / tak ada Normal Sensitivitas lokal Menurun Normal Deformitas kaki Clawed toe Biasanya tidak ada Otot kaki atrofi
Calus -
Lokalisasi ulkus Sisi plantar kaki Jari kaki Karakter ulkus Nyeri, dengan area nekrotik Ankle branchial index (ABI) Normal (>1) <0,7 – 0,9 (iskemia ringan) <0,4 (iskemia berat) Normal (>40 mmHg) <40 mmHg Kulit hangat, kering, warna kulit normal Kulit dingin, sianotik, hitam (gangren) Pulsus di tungkai (arteri dorsalis pedis, tibialis posterior) Tidak teraba atau teraba lemah Luka punched out di area yang mengalami hiperkeratotik Transcutaneous oxygen tension (TcP02)
5.Neropat i: Komplikasi tersering adalah polineropati pada sistim persarafan otonom dan somatis. Adanya gangguan persarafan otonom akan menimbulkan aliran darah melalui hubungan langsung antara arteriola dan venula ( arteriovenous shunt atau hubungan pendek dari arteriola ke venula
10
menyebabkan aliran darah tidak memasuki kapilar), mengakibatkan gangguan perfusi jaringan menjadi tidak efisien. Neropati dapat terjadi bersama-sama dengan iskhemi. Tindakan operasi rekonstruksi arteri yang tersumbat harus dilakukan untuk memperbaiki perfusi jaringan bagian distal yang mengalami iskhemi, walaupun mungkin tidak dapat memperbaiki neropati yang sudah terjadi (kerusakan sel saraf tepi yang permanen), tetapi dapat membantu memberikan kesembuhan pada jaringan yang iskhemik. Penyebab kerusakan persarafan tepi diduga disebabkan oleh penyumbatan (oklusi) vasa vasorum yang mengurus serabut saraf, sehingga dapat mengganggu saraf sensorik (sensorik lebih dahulu menderita gangguan) maupun motorik. Pada serabut saraf tepi yang terganggu akan terjadi keadaan bahwa semakin kearah distal tungkai semakin berat kerusakannya, yaitu berupa proses demielinisasi segmental yang terjadi akibat terganggunya metabolisme sel Schwann. Keadaan tersebut menimbulkan melambatnya kecepatan konduksi pada saraf. Gangguan neropati yang terjadi biasanya berkembang lambat dengan diawali gejala kejang otot pada malam hari dan parestesia, kemudian berlanjut dengan gangguan sensasi getar, gangguan persepsi perabaan halus dan nyeri, dan akhirnya kehilangan refleks tendon.
11
Keadaan tersebut akan menimbulkan kelemahan mekanisme pertahanan tubuh, yaitu menghilangnya reaksi terhadap rangsang nyeri, trauma tekanan dan trauma minor lainnya. Sehingga karena tubuh tidak mengenal rangsang dari trauma tersebut akan memudahkan timbulnya ulkus dan infeksi tanpa disadari penderita. Neropati motorik akan menimbulkan gangguan fungsi otot-otot intrinsik kaki, selanjutnya akan melemahkan reaksi terhadap rangsang tekanan pada telapak kaki, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan fungsi fleksi metatarsal ( claw position, yaitu akibat dari persendian tulang-tulang kecil pada kaki yang menjadi kaku dan otot-otot kaki yang mengecil dan berkerut, sehingga telapak kaki menjadi melengkung) dan fungsi fleksi dan ekstensi jari kaki menjadi kaku, sehingga memudahkan timbul ulkus. Pada tingkat lebih lanjut, akan terjadi kegagalan fungsi sendi antara tulang metatarsalia dan tarsalia, akhirnya menimbulkan kerusakan tulang pergelangan kaki ( ankle) yang terjadi tanpa luka. Kondisi kaki tersebut dinamai sebagai kaki Charcot (Charcot osteoarthropathy). 6.Infeksi Infeksi merupakan ancaman utama amputasi pada penderita kaki diabetik . Infeksi superfisial di kulit apabila tidak segera di atas dapat berkembang menembus jaringan di bawah kulit, seperti otot, tendon, sendi dan tulang, atau bahkan menjadi infeksi sistemik. Tidak semua ulkus mengalami infeksi. Adanya infeksi perlu dicurigai apabila dijumpai peradangan lokal, cairan purulen, sinus atau krepitasi. Menegakkan adanya infeksi pada penderita DM tidaklah mudah. Respons inflamasi pada penderita DM menurun karena adanya penurunan fungsi lekosit, gangguan neuropati dan vaskular. Demam, menggigil dan lekositosis tidak dijumpai pada 2/3 pasien dengan infeksi yang mengancam tungkai.Menentukan ada/tidak infeksi dan derajat infeksi merupakan hal penting dalam perawatan ulkus DM. Elemen kunci dalam klasifikasi klinis infeksi ulkus DM disingkat menjami PEDIS (perfusion, extent/size, depth/tissue loss, infection,
12
and sensation). Infeksi dikatagorikan sebagai derajat 1
(tanpa infeksi), derajat 2 (infeksi ringan: melibatkan jaringan kulit dan subkutis), derajat 3 (infeksi sedang: terjadi selulitis luas atau infeksi lebih dalam) dan derajat 4 (infeksi berat: dijumpai adanya sepsis). Secara praktis derajat infeksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu infeksi yang tidak mengancam kaki/ non – limb-threatening infections (derajat 1 dan 2), dan infeksi yang mengancam kaki/ limb-threatening infections (derajat 3 dan 4). Pada ulkus kaki terinfeksi dan kaki diabetik terinfeksi (tanpa ulkus) harus dilakukan kultur dan sensitifitas kuman. Metode yang dipilih dalam melakukan kultur adalah aspirasi pus/cairan. Namun standar kultur adalah dari debridemen jaringan nekrotik. Kuman pada infeksi kaki diabetik bersifat polimikrobial. Staphylococcus dan Streptococcus merupakan patogen dominan. Hampir 2/3 pasien dengan ulkus kaki diabetik memberikan komplikasi osteomielitis. Osteomielitis yang tidak terdeteksi akan mempersulit penyembuhan ulkus. Oleh sebab itu setiap terjadi ulkus perlu dipikirkan kemungkinan adanya osteomielitis. Diagnosis osteomielitis tidak mudah ditegakkan. Secara klinis bila ulkus sudah berlangsung >2 minggu, ulkus luas dan dalam serta lokasi ulkus pada tulang yang menonjol harus dicurigai adanya osteomielitis. Spesifisitas dan sensitivitas pemeriksaan rontgen tulang hanya 66% dan 60%, terlebih bila pemeriksaan dilakukan sebelum 10 – 21 hari gambaran kelainan tulang belum jelas. Seandainya terjadi gangguan tulang hal ini masih sering sulit dibedakan antara gambaran osteomielitis atau artropati neuropati. Pemeriksaan radiologi perlu dilakukan karena di samping dapat mendeteksi adanya osteomielitis juga dapat memberikan informasi adanya osteolisis, fraktur dan dislokasi, gas gangren, deformitas kaki. Uji probe to bone menggunakan probe logam steril dapat membantu
13
menegakkan osteomielitis karena memiliki nilai prediksi positif sebesar 89%. Untuk lebih memastikan osteomielitis pemeriksaan MRI sangat membantu karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%. Namun diagnosis pasti osteomielitis tetap didasarkan pada pemeriksaan kultur tulang. 6.1.Infeksi jaringan lunak. Bakteri yang berkembang pada infeksi kaki diabetes sering bersifat polimikrobial. Seperti yang telah dijelaskan dimuka bahwa trauma yang terjadi tidak menimbulkan rasa nyeri, karena kehilangan refleks nyeri, reaksi inflamasi (nyeri, eritema, indurasi, pembengkakan) menjadi tumpul, akibat proses neropati. Akibat infeksi yang terlambat ditangani akan menimbulkan kerusakan jaringan yang berat, sehingga sering harus dilakukan amputasi jari kaki. Kultur bakteri yang berasal dari cairan nanah pada luka infeksi harus dilakukan disertai pemeriksaan kepekaan bakteri terhadap antibiotika. Sebelum dilakukan kultur, antibiotika yang berspektrum luas harus diberikan sejak awal, dan selanjutnya berdasarkan hasil kultur dan tes resistensi. 6.2.Osteomielitis. Penderita diabetes mellitus terancam infeksi tulang oleh bakteri yang masuk melalui luka pada kulit atau ulkus. Infeksi pada tulang dapat diawali oleh infeksi pada permukaan kartilago sendi yang avaskular atau pada tulang-tulang sesamoid. Diagnosis osteomielitis dilakukan dengan foto sinar X.
Diagnosis
Gambaran klinis dapat berupa klaudikasio intermiten, kaki yang dingin, nyeri nocturnal, nyeri menetap waktu istirahat dan berkurang bila tungkai terjungkai, tak teraba denyut arteri, terlambatnya pengisian vena setelah elevasi tungkai. Faktor resiko selain DM, yang
14
merupakan factor resiko utama adalah hipertensi, merokok, dislipidemia, usia, dan genetik. Berdasarkan gejala dan tanda-tanda penyakit pembuluh darah periferal dapat dibagi menjadi 4 stadium, yaitu L stadium I : asimtomatik, stadium II : klaudikasio intermiten, stadium III : nyeri waktu istirahat, dan stadium IV : gangren. Diagnosa penyakit pembuluh darah periferal dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik kaki, maupun melalui pemeriksaan khusus. 1. Pemeriksaan fisik kaki Perubahan bentuk kaki, edema, kulit kaki yang menipis, berkilat dingin, hilangnya bulu terutama pada tungkai dan punggung kaki, jaringan subkutaneus yang atrofi, kuku menebal, denyutan arteri tibialis posterior dan arteri dorsalis pedis melemah atau menghilang, dijumpai tanda-tanda infeksi. Pada yang lebih berat dijumpai ulserasi, gangren, dan osteomyelitis. Terdapat 3 tanda yang signifikan yang menunjukkan telah terjadi insufisiensi vaskuler yaitu pertama, bila posisi tungkai menggantung terjadi warna merah (dependent rubor), kedua, terjadi perubahan warna kaki menjadi pucat bila posisi kaki ditinggikan (pallor on elevation). Ketiga, adanya pemanjangan masa pengisian vena dan kapiler. Pemeriksaan tungkai dilakukan dengan posisi penderita terlentang, kaki dinaikkan 45 o dan dipertahankan sampai dengan salah satu kaki berubah warna menjadi pucat, kemudian penderita didudukan lurus dengan posisi kedua kaki dalam keadaan tergantung, lalu dilakukan pengukuran pengisian vena dan
15
kapiler. Normal 15-25 detik, iskemik berat 25-40 detik sangat berat lebih dari 40 detik. 2.
Pemeriksaan Khusus
Terdapat beberapa jenis pemeriksaan diantaranya, Angiografi, Doppler Ultrasonik, Platismografi (pulse volume recording), Oksimetri ranskutan, Doppler Laser, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). 2.1. Angiografi Merupajan pemeriksaan standar baku emas yang bersifat invasive untuk mengetahui adanya oklusi, posisi dan luasnya oklusi serta mempermudah tindakan bedah vaskuler yang dilakukan. Tindakan invasive ini mudah terjadi thrombus sehingga tidak dilakukan sebagai pemeriksaan diagnostik rutin. 2.2. Doppler Ultrasonik Pemeriksaan dengan mengirimkan gelombang ultrasonic ke pembuluh darah yang diperiksa. Apabila gelombang melanggar objek yang bergerak seperti eritrosit, gelombang akan dipantulkan kembali ke Doppler dengan frekwensi yang berbeda sesuai dengan efek Doppler. Alat Doppler dipakai juga untuk pemeriksaan Ankle Brachial Pressure Index (ABPI), yaitu rasio tekanan darah sistolik di pergelangan kaki dengan tekanan sistolik di pergelangan tangan. Nilai ABPI normal 0,9-1,1. Diagnpsa PVP tegak bila nilainya 0,5-0,9, dikatakan berat jika nilainya < 0,5. Bila tekanan pergelangan kaki < 50 mmHg, ABPI < 0,26 merupakan resiko besar untuk kehilangan kaki.
16
2.3. Pletismografi / Pulse volume recording Dilakukan bila tekanan ABPI tingi diatas nilai normal atau terdapat kesulitan mendapatkan pulsasi arteri di dorsalis pedis dengan Doppler. Dengan alat ini akan direkam perubahan-perubahan volume darah yang diukur segmen persegmen. Oklusi dalam pembuluh darah akan memberikan gambaran gelombang yang khas pada segmen yang diukur. 2.4. Oksimetri Transkutan Dasar pemeriksaannya adalah dijumpainya perbedaan pada partial oksigen transkutan di tungkai dan di daerah badan, dapat mengetahui perfusi ke secara kuantitatif.
dengan tekanan daerah alat ini tungkai
2.5. Doppler Laser Mengukur secara kuantitatif kecepatan aliran di pembuluh-[embuluh darah kulit pada tungkai. 2.6. Magnetic Resonance Imaging Digunakan untuk menilai pembuluh darah, mengevaluasi pembedahan arteri dan morfologi dinding pembulh darah.
Tabel 1.Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetes. Deraj at 0 1 2
Luka Permukaa n. Dalam:
Abse s -
Selulit is -
osteomieli tis -
gangre n -
17
3 4 5
mencapai tendo atau tulang. Dalam Dalam Gangren
+ + atau
+ atau
–
–
–
+ atau -
+ atau -
+ atau
+ atau – + atau – + atau -
_ Jari kaki. Seluru h kaki.
Tabel 2 . Pembagian gejala iskemi menurut Fountaine. Fountaine I : gejala tidak khas:terasa dingin terutama pagi hari (sindroma Raynaud), pegal, linu. Fountaine II : claudicatio intermittent (nyeri atau kram pada otot betis setelah berjalan beberapa meter). Fountaine III : rest pain (nyeri yang terasa terus-menerus walaupun pada saat istirahat). Fountaine IV : terdapat ulkus atau gangren pada ujung jari kaki atau pada bagian kaki lainnya.
18
Sistem Klasifikasi Derajat Luka Pada KD
Sistem klasifikasi derajat luka yang baik dan sering digunakan, telah dipakai luas dan mudah penggunaannya yang dapat memberikan gambaran rinci mengenai suatu ulkus kaki yang akan membantu dalam merencanakan strategi perawatan, dan juga dapat memprediksikan hasil dalam hal penyembuhan ataupun tindakan amputasi anggota gerak bawah. Beberapa system klasifikasi telah digunakan untuk menggambarkan karakteristik pada KD yaitu tentang daerah luka, kedalaman luka, apakah ada neuropati, infeksi atau iskemia. Terdapat dua sistem klasifikasi yang sering digunakan yaitu system klasifikasi Wagner dan system klasifikasi Texas, seperti yang tersebut pada tabel-2,3 di bawah ini.
19
Tabel-2 Kategori derajat luka berdasarkan klasifikasi Wagner Grade Lesi 0 Tidak ada luka terbuka, kulit utuh dan mungkin terdapat deformitas kaki seperti : claw, kalus, hallux, valgus, dll 1 Ulkus superficial dan terbatas di kulit 2 Ulkus dalam, tembus kulit sampai ke tendon, ligament, kapsul sendi, atau fasia bagian dalam tanpa abses atau osteomielitis 3 Ulkus dalam dengan atau abses, osteomielitis, sepsis sendi 4 Gangrene terbatas pada jari kaki/kaki bagian distal dengan atau tanpa selulitis 5 Gangrene luas seluruh kaki Tabel-3 Kategori derajat luka berdasarkan klasifikasi Texas GRADE 0 S T A G E
1
II
III
A
Tidak ada luka
Luka superfisial
Luka sampai tendon, kapsul sendi atau tulang
B
infeksi
infeksi
Infeksi
Luka dengan abses, selulitis, atau sepsis sendi infeksi
C
iskemik
iskemi
iskemik
iskemik
D
Infeksi dan iskemik
Infeksi dan iskemik
Infeksi dan iskemik
Infeksi dan iskemik
20
8.Terapi:
Perfusi jaringan perlu diperbaiki melalui tindakan operasi rekonstruksi arteri. Seringkali dilakukan operasi bedah pintas dengan menggunakan vena Saphena magna (berasal dari tungkai sisi lainnya yang tidak menderita infeksi) yang menghubungkan antara arteri Femoralis superfisialis (sebagai inflow) ke segmen arteri Poplitea (berlaku sebagai outflow atau distal run-off ), atau dapat pula ke arteri Tibialis atau ke arteri Dorsum pedis sesuai dengan data hasil pemeriksaan arteriografi. Perbaikan perfusi jaringan dapat memperbaiki nyeri menetap pada waktu istirahat (rest pain), menyembuhkan ulkus superfisialis yang belum kerusakan pada tulang, sendi atau tendon. Penelitian menunjukkan bahwa hasil bedah pintas ke arteri dorsalis pedis (femoro-dorsalis pedis by pass) memiliki angka keberhasilan ( patency and limb salvage rate) yang sama dengan bila disambungkan ke arteri Poplitea atau ke arteri Tibialis (femoro-poplitea atau femoro-tibialis by pass). Angka keberhasilan operasi rekonstruksi arteri dan angka mortalitas pada penderita diabetes adalah sama atau dapat lebih baik dibandingkan pada penderita non-diabetes. Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus KD adalah agar terjadi penutupan dan penyembuhan luka dengan sempurna maupun mencegah ulkus berulang. Beberapa tindakan yang dilakukan adalah dengan melakukan perawatan konservatif, tindakan pencegahan dan intervensi bedah. 1. Konservatif Penatalaksanaan konservatif ditentukan oleh tingkat keparahan (grade), vaskularitas dan adanya infeksi. 1.1 Grade 1 dan 2 Sebaiknya pasien dirawat di rumah sakit Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah : Kultur ous dengan swab, kuretage, debridement dan irigasi. Disebutkan
21
dengan kultur pus dapat mengkonfirmasi infeksi mencapai 95% Debridement ulkus merupakan hal yang sangat penting yang bertujuan untuk menghilangkan benda asingm jaringan nekrosis, menurunkan bacterial load, membersihkan luka dan meningkatkan thrombosis atau growth factor dipinggir luka yang berguna sebagai langkah awal dari penyembuhan luka. Penderita dianjurkan untuk membersihkan untuk membersihkan luka di rumah minimal 2 kali perhari, pertahankan kaki lebih tinggi dan cegah berjalan yang tidak perlu. Luka yang terbuka ditutupi dengan pembalut steril, tidak lengket dan kering Pasien dikontrol oleh perawat setiap 3-7 hari, untuk evaluasi luka. Pada umumnya ulkus 75% akan menutup selama 2 minggu dan hanya sekitar 15% yang memerlukan tambahan pengobatan.
1.2 Grade 3 Pasien harus dirawat dirumah sakit, dilakukan debridement, kultur pus, penting evaluasi keterlibatan pembuluh darah perifer dan biopsy tulang membantu pemilihan pengobatan. Terapi standar dengan pemberian antibiotic iv selama 10-12 minggu. Intervensi bedah dilakukan bila infeksi telah mengenai tulang dan tidak terjadi penyembuhan luka. 1.3 Grade 4 dan 5 Pada grade ini pasien harus dirawat di rumah sakit, dilakukan tindakan bedah ataupun amputasi.
22
2.
Pencegahan Pencegahan terjadinya ulkus KD adalah dengan melakukan pengontrolan kadar gula darah ketingkat kadar gula darah yang normal dirumah. Termasuk keterampilan mengatur diet penggunaan obat-obatan.
2.1 Perawatan ke ahli Podiatri Kunjungan regular, pemeriksaan dan perawatan kaki secara dini Penilaian faktor resiko Deteksi dini dan terapi yang agresif pada lesi yang baru 2.2 Pemeriksaan denyut nadi Evaluasi denyut nadi Menilai pulsasi kaki, tes vaskular noninvasive jika ada indikasi 2.3 Sepatu proteksi Memiliki ruangan yang adekuat, berperan sebagai protektif terhadap cidera, sepatu karet, sepatu yang dalam dan lebar. Modifikasi khusus jika perlu 2.4 Mengurangi tekanan Sepatu tempahan Memiliki bantalan yang lembut 2.5 Pembedahan propilaksis Memperbaiki deformitas : Hammer toe, Charcots foot Mencegah ulkus berulang 2.6 Edukasi Hindari rokok, berjalan menggunakan alas kaki, mencuci kaki dengan air hangat. Perawatan kuku Pemeriksaan tapak kaki regular setiap hari, antara jari kaki
23
Kaki dibersihkan setiap hari, mempergunakan sabun yang lembut dan mempergunakan krem atau losion. Pendekatan baru Pada ulkus KD walaupun telah dilakukan perawatan yang adekuat, ternyata sebahagian dari ulkus tersebut tidak mengalami penyembuhan sempurna. Untuk menanggulangi hal tersebut dapat dilakukan pendekatan baru dengan pemberian ; hyperbaric oxygen theraphy (HBOT), recombinant platelet derivate growth factor (PDGF) atau kultur dermis.
Penatalaksanaan Debridemen Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridement bedah. Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser , dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan menghancurkan residu residu protein. Contohnya, kolagenasi
24
akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridement yang sering dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin. Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang dapat menghancurkan jaringan nekrotik. Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk : 1. mengevakuasi bakteri kontaminasi, 2. mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat penyembuhan, 3. Menghilangkan jaringan kalus, 4. mengurangi risiko infeksi lokal. Mengurangi beban tekanan (off loading)
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar. Pada penderita DM yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki mudah mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan. Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan adalah: mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu
25
boot ambulatory.Total contact cast merupakan metode off loading yang paling efektif dibandingkan metode yang lain.
Berdasarkan penelitian Amstrong TCC dapat mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan memberikian kesembuhan antara 73%100%. TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang agar tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah diganjal dengan karet sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan belakang (tumit).
Tehnik Dressing pada luka Diabetikum
Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode moist wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba, dan sebagainya. Ovington memberikan pedoman dalam memilih dressing yang tepat dalam menjaga keseimbangan kelembaban luka:
26
- Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab - Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka luka tertentu yang akan diobati - Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering selama sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab - Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak menyebabkan maserasi pada luka - Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak sering diganti - Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri. - Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat. Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus segera diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Antibiotika yang disarankan pada kaki diabetik terinfeksi. Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat broadspectrum, diberikan secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti: ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/ tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime + clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang bersifat life threatening infection dapat
27
diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam +aztreonam, piperacillin/tazobactam + vancomycin, vancomycin + metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. Pada infeksi berat pemberian antibitoika
diberikan selama 2 minggu atau lebih. Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris, melalui parenteral selama 6 minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya memerlukan waktu 2 minggu. Pengobatan Nyeri oleh karena neuropati termasuk ND dapat sangat menyakitkan dan lebih menyebabkan disabilitas dari penyakit primernya. Pengobatan untuk ND hanya bersifat sebagai terapi simtomatis, farmakoterapi yang dianjurkan adalah : 1. NSAID : khususnya untuk nyeri musculoskeletal dan neuropati 2. Antidepresn : amitriptilin, imipramin, sertralin 3. Antikonvulsan : gamapentin, karbamazepin 4. Antiaritmia : mexiletine 5. Topikal Capsaicin 3. Infeksi
Infeksi adalah masalah yang penting dan sangat sering terjadi sebagai komplikasi yang serius pada KD, perlu penanganan segera yang dimulai dari lesi yang minimal. Mudahnya terjadi infeksi pada penderita KD diakibatkan oleh adanya iskemia, mikrotrombus, sebelumnya hingga akhirnya terbentuk abses, gangren, sepsis, dan osteomielitis. Setiap penderita DM memiliki respon terhadap infeksi yang berbeda-beda. Tanda-tanda infeksi yang
28
umum dapat berupa demam, edema, eritema, pernanahan, atau berbau dan leukositosis. Penderita DM dengan infeksi kaki sekalipun berat tidak selalu diikuti dengan peningkatan temperature tubuh dan jumlah leukosit. Di samping itu sering sekali luasnya infeksi melebihi yang tampak secara klinis. Menurut Gibbons dan Eliopoulus, 1984 pada infeksi kaki yang berat pada 2/3 penderita DM tidak dijumpai tanda-tanda infeksi seperti temperature tubuh < 37,8 dan jumlah leukosit < 10,10 3 /mm3. Kuman penyebab infeksi meliputi polimikrobial yang bersifat aerob dan anaerob, gram negative dan gram positif. Leicher dkk, 1988 mendapatkan hasil pemeriksaan kultur bakteriologi dijumpai mikroorganisme yang tersering adalah gram positif 72% (Staphylococcus dan Streptococcus grup B) dan gram negative 49% (E. coli, Klebsiela species, Pseudomonas aeruginosa, Proteus species, Bacteriodes species, dan Peptostreptococcus). Peneliti lain mendapatkan kuman yang tersering adalah kokus gram positif aerobic 89% basil gram negative aerob 36% dan anaerob 17%. Penyebab tersering yang lain adalah jamur candida albicans dan trichopiton walaupun tidak bersifat sistemik. Pengobatan Pengobatan terhadap infeksi ditujukan kepada kuman penyebab yang bersifat polimikrobial dengan antibiotic yang bersifat polifarmasi. Antibiotik yang direkomendasi sebagai terapi empiris pada ulkus KD sebelum diperoleh hasil kultur dan uji resistensi dapat dilihat pada tabel-1. Tabel-1 Regimen antibiotic empiric pada Ulkus KD
Daftar Pustaka
Nurul EC.Gambaran kasus kaki diabetik dan pengelolaannya pada pasien rawat inap di rumah sakit dr.Hasan Sadikin Bandung periode 1 januari 2000 – 31 desember 2001.Skripsi, FK.Universitas Padjadjaran, Bandung.
29
Crawford JM and Cotran RS.The Pancreas.In: Robbins Pathologic Basis of Disease.6 th Ed.WB Saunders Co.Philadelphia.1999:922-3. Jennings PE and Belch JJF.Free radical scavenging activity of sulfonylureas:a clinical assessment of the effect of gliclazide.Metabolism,vol.49,no.2,Suppl 1 (February),2000:pp 23-26. LoGerfo,FW.The diabetic foot.In:Dean RH, Yao YST,Brewster DC.(Editors).Current Diagnosis & st Treatment in Vascular Surgery.1 Ed.Appleton & Lange, Connecticut.1995: 297-302. Bouskela E, Bottino DA, Tavares JC. Microvascular permeability in diabetes. In: Scmid-Schonbein GW, Granger DN. Molecular basis for microcirculatory disorders. Paris: Springer-Verlag France.2003:545-554. Wijanarko, Teknik Dressing Patofisiologi dan Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes, Junaidi M, Mardianto, Dharma Lindarto, dkk., Divisi Endokrinologi dan Metabolik Bagian Penyakit Dalam, FK-USU / RS Pringadi / RS. H. Adam Malik Medan
____________________
30
31
32