3.1
SKIZOFRENIA
3.1.1 Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizen” yang berarti “terpisah” atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu sindrom psikotik kronis yang ditandai oleh gangguan pikiran dan persepsi, afek tumpul, anhedonia, deteriorasi, serta dapat ditemukan uji kognitif yang buruk. 1 Skizofrenia adalah istilah psikosis yang menggambarkan mispersepsi pikiran dan persepsi yang timbul dari pikiran/imajinasi pasien sebagai s ebagai kenyataan, ken yataan, dan mencakup waham dan halusinasi.2 Emil Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis, menurut gejala utama yang terdapat pada pasien, salah satunya adalah skizofrenia paranoid.9Skizofrenia paranoid merupakan subtipe yang paling umum (sering ditemui) dan paling stabil, dimana waham dan halusinasi auditorik jelas terlihat.1,2,3 Pada pasien skizofrenia paranoid, pasien mungkin tidak tampak sakit jiwa sampai muncul gejala-gejala paranoid. 4
3.1.2 Epidemiologi
Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka insidens serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia. Menurut DSM-IV-TR, insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografik.3Skizofrenia yang menyerang kurang lebih 1 persen populasi, biasanya bermula di bawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang dari semua kelas sosial.3,5 Skizofrenia terjadi pada 15 - 20/100.000 individu per tahun, dengan risiko morbiditas selama hidup 0,85% (pria/wanita) dan kejadian puncak pada akhir masa remaja atau awal dewasa.2Awitan skizofrenia di bawah usia 10 tahun atau di atas usia 60 tahun sangat jarang. Laki-laki memiliki onset skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Usia puncak onset untuk laki-laki adalah 15 sampai 25 tahun, dan untuk wanita usia puncak onsetnya adalah 25 sampai 35 tahun. 3,6 Sejumlah studi mengindikasikan bahwa pria lebih cenderung mengalami hendaya akibat gejala negatif daripada wanita dan bahwa wanita lebih cenderung memiliki kemampuan fungsi sosial yang lebih baik daripada pria sebelum awitan penyakit. Secara umum, hasil akhir pasin skizofrenia wanita lebih baik dibandingkan hasil akhir pasien skizofrenia pria.5
3.1.3 Etiologi
Sampai saat ini, belum ditemukan etiologi pasti penyebab skizofrenia. 1,3 Namun, skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh satu etiologi, melainkan gabungan antara berbagai faktor yang dapat mendorong munculnya gejala mulai dari faktor neurobiologis maupun faktor psikososial, diantaranya sebagai berikut: a. Faktor Neurobiologis
Faktor Genetika Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia adalah gangguan bersifat keluarga. 3 Penelitian tentang adanya pengaruh genetika atau keturunan terhadap terjadinya skizofrenia tersebut telah membuktikan bahwa terjadinya peningkatan risiko terjadinya skizofrenia bila terdapat anggota keluarga lainnya yang menderita skizofrenia, terutama bila hubungan keluarga tersebut dekat (semakin dekat hubungan kekerabatan, semakin tinggi risikonya).3 Diperkirakan bahwa sejumlah gen yang mempengaruhi perkembangan otak memperbesar kerentanan menderita skizofrenia.2 Pada penelitian anak kembar, terjadi peningkatan resiko seseorang menderita skizofrenia akan l ebih tinggi pada kembar identik atau monozigotik (mempunyai risiko 4-6 kali lebih sering dibandingkan kembar dizigotik). 3 Diperkirakan bahwa yang diturunkan adalah potensi untuk mendapatkan skizofrenia (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen resesif. 7 Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi manifestasi skizofrenia atau tidak. Angka presentasi terjadinya skizofrenia dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel 1. Risiko Terjadinya Skizofrenia Selama Kehidupan. Hubungan Populasi umum Kembar monozigotik Kembar dizigotik Saudara kandung skizofrenia Orang tua Anak dari salah satu orang tua skizofrenia Anak dari kedua orang tua skizofrenia
Presentasi Terjadinya Skizofrenia 1% 40 - 50 % 10 - 15 % 10 % 5% 10 - 15 %
30 - 40 %
Sumber :2At A Glance Psikiatri. Edisi 4. Gangguan Jiwa : Skizofrenia. Hal 19. 3Buku Ajar Psikiatri FK Universitas Indonesia. Edisi 2. Skizofrenia. Hal 180.
Faktor Neuroanatomi Struktural Sistem limbik, korteks frontalis, dan ganglia basalis merupakan tiga daerah yang saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya.6 Gangguan pada sistem limbik akan mengakibatkan gangguan pengendalian emosi. Gangguan pada ganglia basalis, akan mengakibatkan gangguan atau keanehan pada pergerakan (motorik), termasuk gaya berjalan, ekspresi wajah facial grimacing . Pada pasien skizofrenia dapat ditemukan gangguan organik berupa pelebaran ventrikel tiga dan lateral, atrofi bilateral lobus temporomedial dan girus parahipokampus, hipokampus, dan amigdala. 1,3
Faktor Neurokimia Ketidakseimbangan
yang
terjadi
pada
neurotransmitter
juga
diidentifikasi sebagai etiologi pada pasien skizofrenia. Hipotesis yang paling banyak yaitu gejala psikotik pada pasien skizofrenia timbul diperkirakan karena adanya gangguan neurotransmitter sentral, yaitu terjadinya peningkatan aktivitas
dopaminergik
atau
dopamin
sentral
(hipotesis
dopamin). 1,6
Peningkatan ini merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamin, terlalu banyak reseptor dopamin, atau hipersensitivitas reseptor dopamin.
b. Faktor Psikososial
Faktor Keluarga dan Lingkungan Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. 3 Pasien skizofrenia sering
tidak
“dibebaskan”
oleh
keluarganya.
Beberapa
peneliti
mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologi dan aneh pada keluargakeluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tak logis.3 Penderita skizofrenia pada keluarga dengan ekspresi emosi tinggi (expressed emotion [EE], keluarga yang berkomentar kasar dan mengkritik secara berlebihan) memiliki peluang yang lebih besar untuk kambuh.2,3
Faktor Stressor
Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-ekonomi dan kejadian hidup yang berlebihan pada tiga minggu sebelum onset gejala akut. 2
3.1.4 Manifestasi Klinis
Pada DSM-IV ( Diagnostic and statistical manual ) menyebutkan bahwa tipe paranoid ditandai oleh keasyikan (preokupasi) pada satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering, dan tidak ada perilaku spesifik lain yang mengarahkan pada tipe terdisorganisasi atau katatonik.6 Skizofrenia paranoid secara klasik ditandai oleh adanya waham persekutorik (waham kejar) atau waham kebesaran. Pada pasien skizofrenia tipe paranoid, menunjukkan regresi kemampuan mental, respons emosional, dan perilaku yang lebih ringan dibandingkan pasien skizofrenia tipe lain. 6 Pasien skizofrenia paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka sendiri secara adekuat di dalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.6 Pada ICD-10, gambaran klinis pada pasien skizofrenia paranoid (F20.0) didominasi oleh adanya gejala-gejala paranoid, seperti:4
Waham kejar ( presecution), seperti memercayai bahwa orang lain bersekutu melawan dia
Waham rujukan (reference), seperti bahwa orang asing atau televisi, radio atau koran terutama mengarah kepada pasien; bila tidak mencapai intensitas waham, isi pikiran tersebut dikenal sebagai ideas of reference
Waham merasa dirinya tinggi/istimewa (exalted birth), atau mempunyai misi khusus; misalnya, keyakinan bahwa dirinya dilahirkan sebagai Mesias
Waham perubahan tubuh
Waham cemburu
Suara-suara halusinasi yang bersifat mengancam atau memerintahkan pasien
Halusinasi pendengaran non-verbal, seperti tertawa, bersiul, dan bergumam
Halusinasi bentuk lainnya, seperti penghiduan, pengecapan, penglihatan, sensasi somatik seksual atau sensasi somatik lainnya.
3.1.5 Patofisiologi
Ketidakseimbangan yang terjadi pada neurotransmiter juga diidentifikasi sebagai penyebab skizofrenia. Ketidakseimbangan terjadi antara lain pada dopamin yang mengalami
peningkatan dalam aktivitasnya. Selain itu, terjadi juga penurunan pada serotonin, norepinefrin, dan asam amio gamma-aminobutyric acid (GABA) yang pada akhirnya juga mengakibatkan peningkatkan dopaminergik. Neuroanatomi dari jalur neuronal dopamin pada otak dapat menjelaskan gejala-gejala skizofrenia.
Gambar 3. Lima jalur dopamin pada otak. 8
Sumber : Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3 rd Edition. Page 26.
Terdapat lima jalur dopamin dalam otak, yaitu: 8 a.
Jalur Mesolimbik : berproyeksi dari area midbrain ventral tegmental ke batang otak
menuju nucleus akumbens di ventral striatum. Jalur ini memiliki fungsi berhubungan dengan memori, indera pembau, efek viseral automatis, dan perilaku emosional. Hiperaktivitas pada jalur mesolimbik akan menyebabkan gangguan berupa gejala positif seperti waham dan halusinasi;
Gambar 4. Jalur mesolimbik dopamin pada otak yang menyebabkan gejala positif. Sumber :8Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3 rd Edition. Page 27.
b.
Jalur Mesokortikal : berproyeksi dari daerah tegmental ventral ke korteks
prefrontal. Berfungsi pada insight , penilaian, kesadaran sosial, menahan diri, dan aktifitas kognisi. Hipofungsi pada jalur mesokortikal akan menyebabkan gangguan berupa gejala negatif dan kognitif pada skizofrenia. Jalur mesokortikal terdiri dari mediasi gejala kognitif (dorsolateral prefrontal cortex / DLPFC ) dan gejala afektif (ventromedial prefrontal cortex / VMPFC) skizofrenia. 8
Gambar 5. Jalur mesokortical dopamin pada otak Sumber :8 Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3 rd Edition. Page 29.
c.
Jalur Nigrostriatal : sistem nigrostriatal mengandung sekitar 80% dari dopamin
otak. Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra ke basal ganglia atau striatum ( kauda dan putamen). Jalur ini berfungsi menginervasi sistem motorik dan ekstrapiramidal. Dopamin
pada
jalur
nigrostriatal
berhubungan
dengan
efek
neurologis
(Ekstrapiramidal / EPS) yang disebabkan oleh obat-obatan antipsikotik tipikal / APG-I (Dopamin D2 antagonis).
Gambar 6. Jalur nigrostriatal dopamin pada otak. 8 Sumber :8Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3 rd Edition. Page 32.
d.
Jalur Tuberoinfundibular: organisasi dalam hipotalamus dan memproyeksikan
pada anterior glandula pituitari. Fungsi dopamin disini mengambil andil dalam fungsi endokrin, menimbulkan rasa lapar, haus, fungsi metabolisme, kontrol temperatur, pencernaan, gairah seksual, dan ritme sirkardian. Obat- obat antipsikotik mempunyai efek samping pada fungsi ini dimana terdapat gangguan endokrin.
Gambar 7. Jalur tuberoinfundibular dopamin pada otak. 8 Sumber :8Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3 rd Edition. Page 32.
e.
Jalur Thalamus :Jalur kelima berasal dari berbagai tempat, termasuk periaqueductal
gray, ventral mesencephalon, hypothalamus nukleus, nukleus parabrachial lateral, yang berproyeksi ke thalamus. Namun, fungsinya masih belum diketahui. 8
Rumusan yang paling sederhana untuk mengungkapkan patofisiologi dari skizofrenia adalah hipotesa dopamin. Hipotesa ini secara sederhana menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Hipotesis ini disokong dari hasil observasi pada beberapa obat antipsikotik yang digunakan untuk mengobati skizofrenia dimana berhubungan dengan kemampuannya menghambat dopamin (D 2) reseptor.
Gambar 8. Hipotesis dopamin pada skizofrenia. 8 Sumber :8Psychosis and Schizophrenia. Antipsychotics and Mood Stabilizers : Stahl’s Essential Psychopharmacology. 3 rd Edition. Page 34.
3.1.6
Diagnosis
Kriteria diagnosis Skizofrenia berdasarkan PPDGJ-III9 Memenuhi salah satu perangkat gejala di bawah ini, yang berlangsung selama setidaknya satu bulan (tidak termasuk gejala prodormal) dan mengakibatkan penurunan kualitas hidup secara bermakna Gejala Kuat (Sedikitnya satu)
Thought echo, thought insertion, thought withdrawal, atau thought broadcast Delusion of control, delusion of influence, delusion of passivity, atau delusional perception Halusinasi komentar, halusinasi diskusi, atau halusinasi dari anggota tubuh Waham yang bizar
Gejala Lemah (Sedikitnya dua)
Halusinasi menetap lama, atau bila ditemani oleh waham atau overvalued idea Arus pikiran yang terputus, mengalami sisipan, inkoherensi, atau neologisme Perilaku katatonik Gejala negatif, sikap apatis, bicara jarang, atau respon emosi yang menumpul atau tidak wajar
Kriteria diagnosis skizofrenia berdasarkan DSM-IV-TR Dua atau lebih gejala berikut yang muncul dalam satu bulan Waham (cukup satu bila waham bizar) Halusinasi (cukup satu bila halusinasi komentar atau diskusi) Bicara terdisorganisasi (kacau) Perilaku terdisorganisasi (kacau) atau katatonik Gejala negatif Terdapat penurunan yang jelas dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau mengurus diri
Lama gangguan setidaknya enam bulan, dengan satu bulan menunjukkan gejala yang jelas Kriteria untuk gangguan mood, gangguan mental organik, dan gangguan akibat zat tidak dipenuhi
Kriteria diagnosis skizofrenia berdasarkan Kriteria Bleurer Seperangkat gejala utama yang harus ada
Gangguan asosiasi berupa asosiasi longgar, inkoherensi, atau neologisme Gangguan afek berupa afek tumpul, datar, atau tidak sesuai (inappropriate) Autisme berupa penarikan diri dari kehidupan nyata Ambivalensi pada emosi, keinginan, atau pikiran
Seperangkat gejala pendukung yang bisa ada
Halusinasi Waham Ilusi Gejala katatonik Perilaku abnormal lainnya
Kriteria Diagnosis Skizofrenia Paranoid Berdasarkan PPDGJ-III
Kriteria diagnosis skizofrenia harus terpenuhi terlebih dahulu Waham atau halusinasi merupakan gejala yang paling menonjol:
Berdasarkan DSM-IV-TR
Preokupasi dengan waham atau halusinasi auditorik yang menetap Bicara kacau, perilaku kacau atau katatonik, afek datar atau tidak sesuai tidak menonjol
a)
Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing); b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol; c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol
3.1.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada pasien skizofrenia paranoid adalah gangguan psikotik lain, dapat berupa gangguan skizofreniform dan gangguan skizoafektif. Pada gangguan skizofreniform, gejalanya sama dengan skizofrenia, namun berlangsung sekurang-kurangnya 1 bulan, tetapi kurang dari 6 bulan. 3 Pada pasien dengan skizofreniform, akan kembali ke fungsi normal ketika gangguan hilang. Bila suatu sindrom manik atau depresif terjadi bersamaan dengan gejala utama skizofrenia, maka hal itu adalah gangguan skizoafektif, yang mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan afektif (gangguan mood). 5
3.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah didiagnosis, sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan penatalaksanaan yang efektif, dapat
berdampak lebih buruk (kemunduran mental). 2,7 Pasien skizofrenia mungkin tidak sembuh sempurna, tetapi dengan pengobatan dan bimbingan yang baik, penderita dapat ditolong untuk dapat berfungsi terus, bekerja sederhana di rumah atau pun di luar rumah. 7 Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien skizofrenia paranoid dapat berupa penatalaksanaan nonfarmakologis dan farmakologis. PENATALAKSANAAN NON-FARMAKOLOGIS
Rawat Inap / Hospitalisasi Pasien yang mengalami gejala-gejala skizofrenia akut harus dirawat di rumah sakit.6 Perawatan di rumah sakit menurunkan stress pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan.4 Rawat inap diindikasikan terutama untuk : 1,5 1.
Tujuan diagnostik
2.
Stabilisasi pengobatan
3.
Keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri atau pembunuhan, maupun mengancam lingkungan sekitar
4.
Untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak pada tempatnya, termasuk, ketidakmampuan mengurus kebutuhan dasar, seperti pangan, sandang dan papan
5.
Tidak adanya dukungan dan motivasi sembuh dari keluarga maupun lingkungan
6.
Timbulnya efek samping obat yang membahayakan jiwa
Membangun hubungan yang efektif antara pasien dan sistem pendukung komunitas merupakan tujuan utama rawat inap.5 Rawat inap dan layanan rehabilitasi masyarakat juga bertujuan untuk memaksimalkan kemandirian pasien (contohnya dengan melatih keterampilan hidup sehari-hari), karena pada pasien dengan gejala sisa (contohnya gejala negatif dan kognitif) mungkin tidak dapat hidup mandiri. 2 Setelah keluar dari rumah sakit, pasien tersebut perlu di follow-up teratur oleh ahli psikiatri.4
Terapi Psikologis (Psikoterapi) dan Dukungan Sosial (Sosioterapi) Terapi yang dapat membantu penderita skizofrenia adalah psikoterapi suportif individual atau kelompok, serta bimbingan yang praktis dengan maksud
mengembalikan penderita ke masyarakat.7 Terapi perilaku kognitif (cognitive behavioural therapy, CBT) seringkali bermanfaat dalam membantu pasien mengatasi waham dan halusinasi yang menetap. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan, dan tidak secara langsung menghilangkan gejala. Terapi keluarga dapat membantu mereka megurangi ekspresi emosi yang berlebihan dan terbukti efektif mencegah kekambuhan. 2 Terapi kerja adalah baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. 7 Hal ini dimaksudkan agar pasien tidak mengasingkan diri dan terapi ini sangat penting dalam menjaga kepercayaan diri dan kualitas hidupnya.2 Penting sekali untuk menjaga komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga.1 PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS
Pemberian obat-obat anti-psikosis Pemberian obat anti-psikosis pada pasien skizofrenia (sindrom psikosis fungsional) merupakan penatalaksanaan yang utama. Pengobatan anti-psikosis diperkenalkan
awal
tahun
1950-an. 5 Pemilihan
jenis
obat
anti-psikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan (fase akut atau kronis) dan efek samping obat.7,10 Fase akut biasanya ditandai oleh gejala psikotik (yang baru dialami atau yang kambuh) yang perlu segera diatasi. Obat anti-psikosis tidak bersifat menyembuhkan, namun bersifat pengobatan simtomatik.11 Obat anti- psikosis efektif mengobati “gejala positif” pada episode akut (misalnya halusinasi, waham, fenomena passivity) dan mencegah kekambuhan. 2,7 Obat-obat ini hanya mengatasi gejala gangguan dan tidak menyembuhkan skizofrenia.5 Pengobatan dapat diberikan secara oral, intramuscular, atau dengan injeksi depot jangka panjang. 2 Untuk pasien yang baru pertama kali mengalami episode skizofrenia, pemberian obat harus diupayakan agar tidak terlalu memberikan efek samping, karena pengalaman yang buruk dengan pengobatan akan mengurangi ketaatanberobatan (compliance) atau kesetiaberobatan (adherence). Dianjurkan untuk menggunakan antipsikosis atipikal atau antipsikosis tipikal, tetapi dengan dosis yang rendah.7
Gambar 9. Sifat obat antipsikotik konvensional adalah kemampuan mereka untuk memblokir reseptor dopamin D2 khususnya di jalur dopamin mesolimbik. Sehingga akan mengurangi hiperaktivitas pada jalur dopamin mesolimbik dan mengurangi gejala positif. Sumber : 11Antipsychotic Agents. Stahl’s Essential Psychopharmacology. 4 th Edition. http://stahlonline.cambridge.org/essential_4th_chapter.jsf
Mekanisme kerja obat anti-psikosis berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter dopamine yang meningkat (Hiperaktivitas sistem dopaminergik sentral).10 Pada umumnya, pemberian obat anti-psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun, setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Efek obat anti-psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir masih mempunyai efek klinis. 10 Obat anti psikosis dibagi dalam dua kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu: 3,4,6 a.
Dopamine Receptor Antagonist (DRA) atau anti-psikosis generasi I (APG-I) Obat APG-I disebut juga obat anti-psikosis konvensional atau tipikal. Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam mem-blokade atau menghambat pengikatan dopamin pada reseptor pasca-sinaptik neuron di o tak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal ( Dopamine D2 receptor antagonist ), hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yang kuat. 13 Oleh karena kinerja obat APG-I, maka obat ini lebih efektif untuk gejala positif, contohnya gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikir yang tidak wajar (waham), gangguan persepsi (halusinasi) dibandingkan untuk terapi gejala negatif. 1,10 Obat antipsikosis tipikal (APG-I) memiliki dua kekurangan utama, yaitu :
-
Hanya sejumlah kecil pasien (kemungkinan 25 persen) yang cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal
-
Antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Efek menganggu yang paling utama adalah akatisia dan gejala mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor.
Sebagian besar antagonis reseptor dopamin dapat diberikan dalam satu dosis oral harian ketika orang tersebut berada dalam kondisi yang stabil dan telah menyesuaikan dengan efek samping apa pun. 12 Prototip kelompok obat APG-I adalah klorpromazin (CPZ), hal ini dikarenakan obat ini sampai sekarang masih tetap digunakan sebagai antipsikosis, karena ketersediannya dan harganya murah. 11 Obat CPZ merupakan golongan derivate phenothiazine yang mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek esktrapiramidal / EPS).11 Semua obat APG-I dapat menimbulkan efek samping EPS (ekstrapiramidal) , seperti distonia akut, akathisia, sindrom Parkinson (tremor, bradikinesia, rigiditas).10 Efek samping ini dibagi menjadi efek akut, yaitu efek yang terjadi pada hari-hari atau minggu-minggu awal pertama pemberian obat, sedangkan efek kronik yaitu efek yang terjadi setelah berbulan bulan atau bertahun-tahun menggunakan obat. 3 Oleh karena itu, setiap pemberian obat APG-I, maka harus disertakan obat trihexyphenidyl 2 mg selama 2 minggu sebagai obat antidotum. b.
Serotonin-dopamine Antagonist (SDA) atau anti-psikosis generasi II (APG-II) Pada tahun 1990, ditemukan klozapin yang dikenal sebagai generasi pertama antipsikotik golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan obat ini sedikit menyebabkan reaksi ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal symptom).11 Obat APG-II disebut juga obat anti-psikosis baru atau atipikal. Standar emas terbaru untuk pemberian obat anti-psikosis bagi pasien skizofrenia adalah APG-II. Obat APG-II memiliki efek samping neurologis yang lebih sedikit dibandingkan dengan antagonis reseptor dopamin dan efektif terhadap kisaran geja la psikotik yang lebih luas. 12 Mekanisme kerja obat anti-psikosis atipikal adalah berafinitas terhadap “ Dopamine D2 Receptors”(sama seperti APG-I) dan juga berafinitas terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors” (Serotonin-dopamine antagonist ), sehingga efektif terhadap gejala positif (waham, halusinasi, inkoherensi) maupun gejala negatif (afek tumpul, proses pikir lambat, apatis, menarik diri). 1,10
Umumnya obat-obatan antipsikotik memiliki “waktu paruh” berkisar antara 12-24 jam sehingga dosis obat dapat diberikan dalam 1-2 dosis per hari. Apabila pada pasie n skizofrenia, gejala negatif (afek tumpul, penarikan diri, isi pikir miskin) lebih menonjol dari gejala positif (waham, halusinasi, bicara kacau), maka obat anti- psikosis atipikal perlu dipertimbangkan.10
3.10 Prognosis
Dahulu, bila diagnosis skizofrenia telah dibuat, maka ini berarti bahwa sudah tidak ada harapan lagi bagi orang yang bersangkutan, bahwa kepribadiannya selalu akan menuju ke kemunduran mental (deteriorasi mental).7 Sekarang dengan pengobatan modern, ternyata bila penderita itu datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka akan sembuh sama sekali ( full remission atau recovery). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun masih didapati cacat sedikit yang mereka masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya ( social recovery).7 Skizofrenia bersifat kronis dan membutuhkan waktu yang lama untuk menghilangkan gejala.1,7 Sekitar 90% dengan episode psikotik pertama, sehat dalam waktu satu tahun, 80% mengalami episode selanjutnya dalam lima tahun, dan 10% meninggal karena bunuh diri. 2 Kira-kira 50 persen dari semua pasien dengan skizofrenia mencoba bunuh diri sekurang satu kali selama hidupnya, dan 10 sampai 15 persen pasien skizofrenik meninggal karena bunuh diri selama periode follow-up 20 tahun.6 Pasien skizofrenik laki-laki dan wanita sama-sama mungkin untuk melakukan bunuh diri.
Prognosis Baik
Prognosis Buruk
Onset lambat
Onset muda
Faktor pencetus yang jelas
Tidak ada faktor pencetus
Onset akut
Onset tidak jelas
Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan pramorbid
Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan pramorbid
yang baik
yang buruk
Gejala gangguan mood (terutama gangguan
Perilaku menarik diri, autistik
depresif) Menikah dan telah berkeluarga
Tidak menikah, bercerai, atau janda/duda
Riwayat keluarga gangguan mood (tidak ada
Riwayat keluarga skizofrenia
keluarga yang menderita skizofrenia) Sistem pendukung yang baik (terutama dari
Sistem pendukung yang buruk untuk
keluarga) untuk kesembuhan pasien
kesembuhan pasien
Gejala positif
Gejala negative
Jenis kelamin perempuan
Tanda dan gejala neurologis Riwayat trauma perinatal Tidak ada remisi dalam tiga tahun Sering timbul relaps Riwayat penyerangan
Tabel 4. Menunjukkan Prognosis Baik dan Buruk dalam Skizofrenia. Sumber :5Skizofrenia. Kaplan & Sadock - Buku Ajar Psikiatri Klinis. E disi 2. Hal 156.
3.2
Terapi Pasangan (Perkawinan)
Terapi pasangan atau perkawinan adalah suatu bentuk psikoterapi yang dirancang untuk memodifikasi interaksi dua orang yang psikologis sedang saling memiliki konflik pada satu para meter atau berbagai parameter sosial, emosional, atau ekonomik. Di dalam terapi pasangan, orang yang terlatih menegakkan suatu kontrak terapeutik dengan pasangan pasiennya, dan melalui jenis pasti komunikasi, berupaya untuk memperbaiki
gangguan,
untuk
membalikkan
atau
mengubah
pola
perilaku
maladaptive, dan untuk mendorong penumbuhan dan perkembangan kepribadian. 13 Konseling perkawinan dapat dianggap lebih terbatas lingkupnya dibandingkan dengan terapi perkawinan: Hanya konflik keluarga tertentu yang didiskusikan, dan konseling terutama berorientasi tugas diarahkan untuk menyelesaikan masalah khusus seperti pengasuhan unak. Sebaliknya, terapi perkawinan menekankan untuk membangun kembali interaksi pasangan dan kadang-kadang menggali psikodinamik masing-masing pasangan. Terapi dan konseling menekankan untuk membantu pasangan perkawinan menghadapi masalah mereka dengan efektif. Hal yang paling penting adalah definisi dan tujuan yang sesuai dan realistik, yang dapat meliputi pembangunan ulang dengan ekstensif atau pendekatan penyelesaian masalah atau kombinasi keduanya. 13 3.2.1 Jenis Terapi 3.2.1.1 Terapi individu
Di dalam terapi individu, pasangan dapat berkonsultasi dengan terapis yang berbeda, yang tidak harus saling berkomunikasi dan bahkan tidak saling kenal. Tujuan terapi adalah untuk menguatkan kapasitas adaptif masing-masing pasangan. Terkadang, hanya salah satu pasangan yang menjalani terapi, dan pada kasus tersebut, orang yang tidak menjalani terapi datang menemui sering dapat membantu. Pasangan yang mengunjungi terapis dapat memberikan terapis data pasien mungkin terlewatkan. Ansietas yang tampak atau tidak tampak pada pasangan ini sebagai akibat perubahan
pasien dapat diidentifikasi dan dihadapi, keyakinan yang tidak rasional mengenai peristiwa terapi dapat diperbaiki, dan upaya disadari maupun tidak disadari oleh pasangan untuk menyabotase terapi dapat diperiksa.13
3.2.1.2 Terapi Pasangan Individual
Pada terapi ini masing-masing pasangan menjalani terapi, yang dapat bersamaan dengan terapis yang sama, atau kolaboratif, dengan masing-masing pasangan menemui terapis yang berbeda.13
3.2.1.3 Terapi Gabungan
Terapi gabungan adalah metode terapi yang paling lazim di dalam terapi pasangan, salah satu atau kedua terapis menerapi pasangan dalam satu sesi gabungan. Terapi bersama dengan dengan terapis dengan dua jenis kelamin mencegah pasien tertentu merasa seperti diserang ketika dikonfrontasi oleh kedua anggota dari jenis kelamin yang berbeda. 13
3.2.1.4 Sesi Empat Arah
Di dalam sesi empat arah, masing-masing pasangan ditemui oleh terapis yang berbeda, dengan sesi gabungan yang teratur dengan keempat orang berpartisipasi. Suatu variasi sesi empat arah adalah wawancara meja bundar, yang dikembangkan oleh William Masters dan Virginia Jobnson untuk terapi cepat pasangan dengan disfungsi seksual. Dua pasien dan dua terapis dengan jenis kelamin berbeda bertemu secara teratur.13
3.2.1.5 Psikoterapi kelompok
Terapi kelompok untuk pasangan memungkinkan berbagai dinamika kelompok memengaruhi partisipan. Kelompok biasanya terdiri atas tiga sampai empat pasangan dengan satu atau dua terapis. Pasangan saling mengidentifikasi dan mengenali bahwa pasangan lain memiliki masalah yang serupa, masing-masing mendapatkan dukungan dan empati dari anggota kelompok dengan jenis kelamin sama atau berbeda, mereka menggali sikap seksual dan memiliki kesempatan untuk memperoleh informasi baru dari kelompok sebayanya, dan masing-masing memperoleh umpan balik tertentu mengenai perilakunya, baik negative atau positif yang mungkin lebih bermakna bila dan dimengerti dengan lebih baik, contohnya, datang dari anggota bukan pasangan
yang netral, bukan dari pasangan atau terapis. 13
3.2.1.6 Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi mengacu pada semua atau setiap te knik awal yang digunakan bersamaan atau dalam kombinasi. Dengan demikian, pasangan-pasien tertentu dapat memulai terapi dengan satu atau kedua pasangan di dalam psikoterapi individual, berlanjut dengan terapi gabungan dengan pasangan, dan mengakhiri terapi setelah rangkaian terapi kelompok pasangan yang telah menikah. Rasionalisasi terapi kombinasi adalah bahwa tidak ada satu pendekatan pun untuk masalah perkawinan yang terlihat mengungguli yang lain. Pemahaman mengenai berbagai pendekatan memungkinkan terapis suatu derajat fleksibilitas yang memberikan keuntungan maksimum untuk pasangan yang sedang dalam penderitaan. 13
3.2.2 Indikasi
Apapun teknik terapeutik spesifik, dimulainya terapi pasangan diindikasikan jika terapi individual gagal menyelesaikan masalah hubungan, ketika onset penderitaan pada salah satu atau kedua pasangan secara jelas merupakan masalah hubungan, dan ketika diminta oleh pasangan yang sedang berada di dalam konflik. Masalah-masalah komunikasi antara pasangan adalah indikasi utama terapi pasangan. Pada keadaan seperti itu, seorang pasangan dapat terintimidasi oleh pasangannya, dapat menjadi cemas ketika mencoba mengatakan kepada pasangannyamengenai pikiran dan perasaanna, atau dapat memproyeksikan harapan yang tidak disadari kepada orang lain. Terapi diarahkan untuk memungkinkan satu sama lain saling memandang dengan realistis.13 Konflik dalam satu atau beberapa area, seperti kehidupan seksual pasangan, juga merupakan indikasi terapi. Demikian juga, kesulitan menegakkan peran sosial, ekonomik, orang tua, atau emosional yang memuaskan menunjukkan bahwa pasangan tersebut butuh bantuan. 13