STANDAR AUDIT SEKTOR PUBLIK
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Audit Keuangan Negara Lanjutan Angkatan III STAR BPKP Tahun 2015
Oleh :
NESVITA ZIKRA
( 1420532044)
OFNI WATI
(1420532045)
RAHMAT TASNIM
(1420532046)
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2015
0
STANDAR AUDIT SEKTOR PUBLIK PERKEMBANGAN STANDAR AUDIT SEKTOR PUBLIK Standar audit berbeda dengan prosedur audit, yaitu “prosedur” berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan “standar” berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut, dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur tersebut. Standar audit, yang berbeda dengan prosedur auditi, berkaitan dengan tidak hanya kualitas profesional auditor namun juga berkaitan dengan pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan auditnya dan dalam laporannya. Keberadaan sebuah standar pemeriksaan sangat penting karena menjadi patokan dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan. Patokan-patokan inilah yang akan mengarahkan pemeriksa di dalam setiap tahapan pemeriksaan, dan patokanpatokan ini pulalah yang menjadi penilai apakah sebuah pemeriksaan telah dijalankan dengan baik atau tidak. Apabila terjadi penyimpangan atau tahapan di dalam standar pemeriksaan tidak dijalankan maka secara otomatis proses pemeriksaan dinilai cacat atau tidak memenuhi standar yang berlaku. Perkembangan hubungan ekonomi dan perdagangan internasional yang diiringi dengan pesatnya investasi antar negara, pertumbuhan perusahaan internasional dan pertumbuhan profesi akuntansi serta pengaruhnya terhadap dunia usaha, pendidikan dan masyarakat luas, akhirnya mengarahkan perhatian ICA (International Congress cof Accounting) ke 10 di Sydney, Australia pada tahun 1972 untuk membentuk organisasi profesi akuntan international guna mengembangkan standar-standar akuntansi yang patut diterima secara universal. Kemudian, dibentuklah International Coordinator Committee Accounting Profession (ICCAP) dan International Accounting Standards Committee (IASC) pada tahun 1973; Pada bulan Agustus 1972, Badan Pembina Pasar Uang dan Modal membentuk Panitia Penghimpunan Bahan-Bahan dan Struktur Generally Accepted Accounting Principles and Generally Accepted Auditing Standards. Melalui kerjasama Panitia Penghimpunan Bahan-Bahan dan Struktur Generally Accepted Accountinç’ Principles and Generally Accepted Auditing Standards, dengan IAI dan para akuntan lainnya, kemudian dihasilkan konsep prinsip akuntansi Indonesia yang didasarkan pada tulisan Paul Grady yang berjudul
1
Inventory of Generally Accepted Accounting Research Study No. 7 (AICPA, 1965) dan norma pemeriksaan akuntan yang didasarkan pada Statement on Auditing Procedure No. 33 AICPA- 1963. Konsep ini secara resmi disahkan sebagai Prinsip Akuntansi Indonesia dan Norma Pemeriksaan Akuntan yang berlaku di seluruh Indonesia pada kongres IAI ketiga tanggal 2 Desember 1973. Seiring berjalannya waktu dan peristiwa yang terjadi, secara bertahap Prinsip Akuntansi Indonesia dan Norma Pemeriksaan Akuntan ditambah, disesuaikan, dan disempurnakan. Di Indonesia, pada masa sebelurnnya, standar pemeriksaan dikenal dengan narna SAP (Standar Audit Pemerintahan) 1995. Namun, seiring dengan perkembangan teori pemeriksaan, dinamika masyarakat yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas, serta kebutuhan akan hasil pemeriksaan yang bernilai tambah maka hal ini menuntut BPK untuk menyempurnakan Standar Audit Pemerintah (SAP) 1995. Pada awal tahun 2007, BPK berhasil menyelesaikan penyusunan standar pemeriksaan yang diberi nama ‘Standar Pemeriksaan Keuangan Negara’ atau disingkat dengan ‘SPKN’ yang dipayungi dengan peraturan BPK-R1 No. 1 Tahun 2007 sebagai pengganti standar pemeriksaan sebelumnya yaitu Standar Audit Pemerintah (SAP) 1995. SPKN ini mengikat BPK maupun pihak lain yang melaksanakan pemeriksaan keuangan negara untuk dan atas nama BPK. PeIaksanaan audit kinerja sektor publik menjadi suatu hal yang sangat penting demi rnewujudkan tuntutan masyarakat akan terciptanya pemerintahan yang baik, sebab hasil audit kinerja dibutuhkan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan maupun kegagalan organisasi sektor publik dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi secara keseluruhan. Indonesia telah meiniliki suatu standar dalarn pelaksanaan audit pemerintahan yakni Standar Audit Pemerintahan (SAP) yang telah dibuat oleh BPK-RI pada tahun 1995. Namun, SAP dirasa tidak dapat memenuhi tuntutan dinarnika masa kini, terutama sejak adanya reformasi konstitusi di bidang pemeriksaan yakni Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Perneriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara serta Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan perneriksa Keuangan Negara. Dengan adanya Undang-undang tersebut, maka BPK RI rnenyusun standar
2
pemeriksaan yang baru, yakni Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) pada awal tahun 2007. Penyusunan SAP maupun SPKN di Indonesia menggunakan banyak referensi, salah satunya dari standar audit yang dikeluarkan oleh United StatesGeneral Accounting Office (US-GAO) yakni Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS) 2003 Revision. STANDAR AUDIT SEKTOR PUBLIK Tata kelola sektor publik meliputi kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk mengarahkan kegiatan organisasi untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan terpenuhi dan bahwa operasi dilakukan dengan cara yang etis dan bertanggung jawab. Ini juga mencakup kegiatan yang menjamin kredibilitas organisasi sektor publik, membangun penyediaan pemerataan jasa, dan menjamin perilaku yang tepat dari pejabat organisasi sektor publik serta mengurangi risiko korupsi publik. Audit sektor publik merupakan landasan tata kelola sektor publik yang baik. Dengan menyediakan tujuan, penilaian tujuan apakah sumber daya publik secara bertanggung jawab dan efektif untuk mencapai hasil yang diharapkan, auditor membantu organisasi pemerintah mencapai akuntabilitas dan integritas, meningkatkan operasi, dan menanamkan kepercayaan antara warga dan pemangku kepentingan. Peran auditor publik mendukung tanggung jawab tata kelola pengawasan wawasan, dan pandangan ke depan. Pengawasan ditujukan untuk menjawab apakah entitas sektor publik melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan dan berfungsi untuk mendeteksi dan mencegah korupsi publik. Wawasan membantu pengambil keputusan dengan menyediakan penilaian independen terhadap program sektor publik, kebijakan, operasional dan hasil. Sedangkan tinjauan masa depan mengidentifikasi tren dan tantangan yang muncul. Auditor menggunakan alat-alat seperti audit keuangan, audit kinerja, dan investigasi dan jasa konsultasi untuk memenuhi masing-masing peran. Standar audit berkaitan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja audit, dan
3
berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan menggunakan prosedur yang ada. Pengawasan untuk memastikan pelaksanaan kerja organisasi sektor publik membutuhkan audit eksternal yang komprehensif dan kompeten yang didukung oleh standar internasional tentang audit. Lingkungan Supreme Audit institution (SAI) memerlukan pendekatan yang komprehensif untuk manajemen keuangan publik. Hal ini juga rnensyaratkan penyerahan laporan audit publik untuk memastikan dukungan publik untuk tindakan yang efektif. Semua persyaratan ini dipenuhi oleh INTOSAI dan standar audit IFAC. Dalam praktik di Indonesia, standar audit publik yang dikenal adalah Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Standar audit terdiri dari 10 yang dikelompokkan ke dalam 3 bagian, di antaranya standar umum, standar pckerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dalam banyak hal, standar-standar tersebut saling herhubungan dan saling bergantung satu dengan lainnya. “Materialitas” dan “risiko audit” melandasi penerapan semua standar audit, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Standar
Pemeriksaan
Keuangan
Negara
adalah
sebuah
standar
pemeriksaan yang memuat persyaratan profesional perneriksa, mutu pelaksanaan perneriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional. Pelaksanaan pemeriksaan yang didasarkan pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara diharapkan akan rneningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dan entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara objektif. Apabila pemeriksa melaksanakan pemeriksaan dengan cara ini dan melaporkan hasilnya sesuai dengan Standar Pemeriksaan maka hasil pemeriksaan tersebut akan dapat mendukung peningkatan mutu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta pengambilan keputusan Penyelenggara Negara. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara juga merupakan salah satu unsur penting dalarn rangka terciptanva akuntabilitas publik.
4
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ini disusun untuk memenuhi Pasal 5 Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang- Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Tujuan pembuatan standar pemeriksaan ini adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara terdiri dan standar umum, standar pemeriksaan keuangan, standar pemeriksaan kinerja, dan standar pemeriksaan untuk tujuan tertentu. Setiap standar digunakan untuk tujuan audit yang berbedabeda. Berikut disajikan standar yang ada dalarn Standar Pemeniksaan Keuangan Negara. (1) Standar Umum Standar umum ini berkaitan dengan ketentuan mendasar untuk menjamin kredibilitas hasil perneriksaan. Kredibilitas sangat diperlukan oleh sernua organisasi pemeriksa yang rnelaksanakan perneriksaan yang diandalkan oleh para pejabat entitas dan pengguna hasil pemeriksaan lainnya dalam mengambil keputusan, dan merupakan hal yang diharapkan oleh publik dari informasi yang disajikan oleh pemeriksa. Standar umum ini berkaitan dengan persyaratan kemampuan/keahlian
pemeriksa,
independensi
organisasi
pemeriksa
dan
perneriksa secara individual, pelaksanaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam pelaksanaan dan pelaporan hasil perneriksaan, serta pengendalian mutu hasil pemeniksaan. Standar urnurn ini memberikan kerangka dasar untuk dapat menerapkan standar pelaksanaan dan standar pelaporan secara efektif yang dijelaskan pada pernyataan standar berikutnya. Dengan demikian, standar umum ini harus diikuti oleh semua pemeriksa dan organisasi pemeriksa yang melakukan pemeriksaan berdasarkan Standar Pcmeriksaan.
5
Pernyataan standar umum yang pertama adalah tentang persyaratan kemampuan atau keahlian, yaitu “Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang rnemadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan” Pernyataan standar umum kedua adalah “Dalarn semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa harus bebas dalarn sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, eksternal, dan organisasi yang dapat memengaruhi independensinya”. Pernyataan standar umum ketiga adalah “Dalarn pelaksanaan pemeriksaan serta
penyusunan
laporan
hasil
pemeriksaan,
pemeriksa
wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama”. Pernyataan standar umum keempat adalah “Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan harus memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai, dan sistem pengendalian mutu tersebut harus di-review oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian mutu eksternal)”. (2) Standar Pemeriksaan Keuangan Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan Pernyataan standar mi mengatur standar pelaksanaan untuk pemeriksaan keuangan dan setiap standar pekerjaan lapangan audit keuangan dan Pernyataan Standar Audit (PSA) yang ditetapkan oleh IAI, kecuali ditentukan lain. Untuk pemeriksaan keuangan Standar Pemeriksaan memberlakukan tiga pernyataan standar pekerjaan lapangan SPAP yang ditetapkan IAI. (a) Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya. (b) Pemahaman yang memadai atas pengendalian internal harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
6
(c) Bukti audit yang kompeten harus diperoleh rnelalui inspeksi, pengamatan pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. Standar Pemeriksaan menetapkan standar pelaksanaan tambahan berikut. a. Komunikasi pemeriksa. Pernyataan standar pelaksanaan tambahan pertama adalah: “Pemeriksa harus mengomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, lingkup pengujian, pelaporan yang direncanakan, dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan.” Standar Pemeriksaan rnensyaratkan pemeriksa untuk memperoleh pemahaman mengenai entitas yang diperiksa dan melakukan komunikasi dengan entitas yang diperiksa. Standar Pemeriksaan memberi kesempatan untuk memperluas pihak yang akan diajak berkomunikasi tentang hal yang berkaitan dengan informasi tertentu selama perencanaan pemeriksaan, termasuk kemungkinan adanya pembatasan dalam pelaporan, untuk mengurangi risiko salah interpretasi atas laporan hasil pemeriksaan. Oleh karena itu, Pemeriksa diharapkan rnampu rnenggunakan pertimbangan profesionalnya untuk menentukan bentuk, isi, dan intensitas kornunikasi. Di dalam standar rnenyarankan agar melakukan komunikasi dalam bentuk tertulis. Pemeriksa dapat mengomunikasikan informasi yang dipandang perlu dengan rnemuatnya dalarn program perneriksaan dan komunikasi yang dilakukan pemeriksa harus didokurnentasikan. b. Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya. Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kedua adalah: “Pemeriksa harus mernpertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan.” Di dalam melakukan pemeriksaan (audit) Pemeriksa harus memperoleh
informasi
mengidentifikasi
dan
perneriksaan
entitas
yang
keuangan,
diperiksa
pemeriksaan
untuk kinerja,
pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau studi lain yang sebelurnnya
7
telah dilaksanakan dan berkaitan dengan tujuan perneriksaan yang sedang dilaksanakan. Hal mi dilakukan untuk mengidentifikasi langkah koreksi yang berkaitan dengan temuan dan rekomendasi signifikan.
Perneriksa
profesionalnya
untuk
harus
mempergunakan
menentukan
(1)
periode
pertimbangan yang
harus
diperhitungkan, (2) lingkup pekerjaan pemeriksaan yang diperlukan untuk memahami tindak lanjut temuan signifikan yang memengaruhi pemeriksaan, dan (3) pengaruhnya terhadap penilaian risiko dan prosedur pemeriksaan dalam perencanaan pemeriksaan. c. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse). Pernyataan standar pelaksanaan tambahan ketiga adalah: Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendèteksi salah saji material yang
disebabkan oleh ketidakpatuhan
terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan. Jika informasi tertentu menjadi perhatian pemeriksa, diantaranya informasi tersebut memberikan bukti yang berkaitan dengan penyimpangan dari
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
yang berpengaruh material tetapi tidak langsung berpengaruh terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus rnenerapkan prosedur pemeriksaan tambahan untuk mernastikan bahwa penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan telah atau akan terjadi. Pemeriksa harus waspada pada kernungkinan adanya situasi dan/atau peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/atau ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi tersebut serta berpengaruh signifikan terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan
8
tambahan
untuk memastikan
bahwa kecurangan dan/atau
ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan. d. Pengembangan temuan pemeriksaan. Pernyataan standar pelaksanaan tambahan keempat adalah: “Pemeriksa harus merencanakan dan melaksanakan prosedur pemeriksaan untuk mengembangkan unsur-unsur temuan pemeriksaan.” Temuan pemeriksaan, seperti kurang rnemadainya pengendalian internal, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan, serta ketidakpatutan biasanya terdiri dari unsur kondisi, kriteria, akibat dan sebab. Namun demikian, unsur yang dibutuhkan untuk sebuah temuan perneriksaan seluruhnya bergantung pada tujuan pemeriksaan tersebut. Jadi, sebuah temuan atau sekelompok temuan pemeriksaan disebut lengkap sepanjang tujuan perneriksaannya telah dipenuhi dan laporannya secara jelas rnengaitkan tujuan tersebut dengan unsur temuan pemeriksaan. Pemeriksa perlu melakukan pembahasan dengan manajernen entitas yang diperiksa untuk mengembangkan temuan pemeriksaan. Dokumentasi Pemeriksaan Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kelima adalah: “Pemeriksa harus menpersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman, tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung pertimbangan dan sirnpulan pemeriksa. Dokumentasi pemeriksaan harus mendukung opini, temuan, simpulan dan rekomendasi pemeriksaan.” Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan Untuk pemeriksaan keuangan, Standar Pemeriksaan memberlakukan empat standar pelaporan SPAP yang ditetapkan IAI.
9
(1) “Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia atau prinsip akuntansi yang lain yang berlaku secara komprehensif” Istilah prinsip akuntansi yang berlaku umum yang dimaksud di atas meliputj prinsip akuntansi, praktik akuntansi, dan metode penerapan prinsip akuntansi. Berdasarkan standar tersebut, auditor tidak harus menyatakan mengenai fakta. Auditor harus menyatakan pendapat mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Berkaitan dengan keadaan di mana terdapat penyusunan laporan keuangan yang disusun tidak berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, auditor tetap harus memenuhi standar pertama. Dalam hal ini, auditor dapat mengungkapkan dalam laporan audit bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai dengan basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan menyatakan pendapat apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan basis akuntansi komprehensif yang digunakan. Prinsip akuntansi yang berlaku urnum digunakan sebagai tolok ukur untuk mengukur penyajian keuangan. Frase prinsip akuntansi yang berlaku umum merupakan suatu istilah teknis akuntansi yang mencakup konvensi, aturan, dan prosedur yang diperlukan untuk merumuskan praktik akuntansi yang berlaku urnum saat tertentu. Prinsip akuntansi yang berlaku umum meliputi pedornan umum, praktik dan prosedur yang rinci. Pertimbangan auditor rnengenai kewajaran atas penyajian laporan keuangan harus dilakukan dalam kerangka prinsip akuntansi yang berlaku umum. Hal ini dimaksudkan untuk rnenghasilkan pedoman seragam untuk menilai penyajian posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas dalam laporan keuangan. Pemberian pendapat auditor wajar tanpa pengecualian sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum harus didasarkan pada pertimbangan auditor, apakah:
10
a. Prinsip akuntansi yang dipilih dan diterapkan telah berlaku secara umum. b. Prinsip
akuntansi
yang
dipilih
tepat
untuk
keadaan
yang
bersangkutan. c. Laporan
keuangan
beserta
catatan
atas
laporan
keuangan
memberikan informasi yang memadai yang dapat memengaruhi penggunaan, pemaharnan, dan penafsirannya. d. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan diklasifikasikan dan diikhtisarkan dengan semestinya, tidak terlalu rinci maupun ringkas. Laporan
keuangan
mencerminkan
peristiwa
dan
transaksi
yang
mendasarinya dalam suatu cara penyajian posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas dalam batas-batas yang rasional dan praktis untuk dicapai dalarn laporan keuangan. (2) Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalarn periode sebelumnya.” Konsistensi merupakan konsep didalam akuntansi yang menuntut penerapan standar secara terus menerus, dan tidak diubah-ubah, kecuali dengan alasan yang dapat dibenarkan. Perubahan kadang dirnungkinkan dan dibenarkan agar laporan keuangan dapat menyajikan posisi keuangan organisasi yang sebenarnya dan untuk menghindari informasi yang menyesatkan. Tujuan standar konsistensi adalah memberikan jaminan bahwa jika daya banding laporan keuangan diantara dua periode dipengaruhi secara material oleh perubahan prinsip akuntansi, auditor akan mengungkapkan perubahan tersehut dalam laporan. audit. Konsistensi sangat diperlukan untuk mendukung komparabilitas laporan keuangan dan suatu periode ke periode berikutnya. Apabila laporan keuangan telah rnenerapkan konsistensi sebagaimana mestinya, maka laporan keuangan audit tidak perlu rncnyebutkan frase konsistensi ini.
11
Penerapan semestinya standar kedua ini menuntut auditor untuk memahami hubungan
antara
konsistensi
dengan
daya
banding
laporan
keuangan.
Perbandingan laporan keuangan di antara beberapa periode dapat dipengaruhi oleh: a. Perubahan akuntansi. Perubahan dalarn prinsip akuntansi meliputi perubahan dalam:
Prinsip akuntansi.
Estimasi akuntansi.
Satuan usaha yang membuat laporan keuangan.
Perubahan akuntansi dapat memengaruhi konsistensi dan sebaliknya. Perubahan akuntansi yang dapat rnemengaruhi konsistensi, meliputi:
Perubahan dalam prinsip akuntansi.
Perubahan dalarn satuan usaha yang membuat laporan.
Laporan setelah terjadi penggabungan kepentingan.
Koreksi kesalahan penerapan dalam prinsip.
Perubahan dalam prinsip yang tidak dapat dipisahkan dari perubahan dalam estimasi akuntansi
Perubahan dalam prinsip yang tidak dapat dipisahkan dari perubahan dalam penyajian arus kas.
Perubahan akuntansi yang tidak memengaruhi konsistensi meliputi:
Perubahan dalarn klasifikasi dan reklasifikasi.
Koreksi kesalahan yang tidak rnelibatkan pninsip akuntansi. Perubahan akuntansi yang tidak memengaruhi konsistensi, tetapi memerlukan pengungkapan dalam catatan atas laporan keuangan meliputi:
Perubahan dalarn estimasi akuntansi.
Transaksi atau kejadian yang sangat berbeda.
Perubahan akuntansi yang diperkirakan baru berdampak material di masa yang akan datang.
12
b. Kesalahan dalam laporan keuangan yang diterbitkan dalam periode sebelumnya. c. Perubahan penggolongan atau reklasifikasi. d. Ketidaktepatan estimasi tahun-tahun sebelumnya dengan peristiwa dan kejadian dalam tahun berjalan. (3) “Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit.” Standar ini berkaitan erat dengan informasi tambahan sebagai pendukung dan pelengkap laporan keuangan. Informasi tambahan tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk catatan atas laporan keuangan maupun dalam bentuk pengungkapan lainnya. Laporan audit tidak perlu menyatakan hal ini, apabila pengungkapan informasi sudah memadai. Penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, meliputi pcngungkapan informasi yang memadai atas berbagai hal yang material. Hal-hal tersebut meliputi bentuk, susunan, dan isi laporan keuangan serta catatan alas laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan meliputi istilah yang digunakan, rincian yang dibuat, penggolongan elemen
laporan keuangan, dan dasar-dasar yang
digunakan untuk
menghasilkan jumlah yang tercantum dalarn laporan keuangan. Apabila pengelola tidak mengungkapkan informasi yang semestinya diungkapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, maka auditor harus rnengeluarkan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar. Dalam hal ini, auditor harus mengemukakan alasan dan memberikan informasi yang memadai dalam laporan audit. Dalam
mempertimbangkan
kecukupan
pengungkapan,
auditor
rnenggunakan informasi yang diperoleh dan klien berdasarkan kepercayaan klien bahwa auditor akan rnerahasiakan informasi tersebut. Tanpa kepercayaan tersebut, auditor akan sulit memperoleh informasi yang diperlukan. Oleh karena itu, auditor tidak boleh rnengungkapkan informasi yang tidak diharuskan untuk diungkapkan tanpa seizin klien.
13
(4) “Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai Iaporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggungjawab yang dipikul auditor:” Standar pelaporan keempat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya salah tafsir tentang tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor bila narnanya dikaitkan dengan laporan keuangan. Auditor harus menyatakan bahwa tidak dapat mernberikan pendapatnya atas laporan keuangan yang tidak diaudit tetapi namanya dikaitkan dengan laporan keuangan tersebut. Auditor juga harus menyatakan bahwa ia tidak dapat memberikan pendapatnya meskipun melakukan beberapa prosedur audit, tetapi ia tidak independen terhadap klien. Seorang auditor dikaitkan namanya dengan laporan keuangan apabila ia mengizinkan namanya dicanturnkan dalam suatu laporan, dokurnen, atau komunikasi tertulis yang berisi laporan keuangan tersebut. Pengkaitan narna auditor dengan laporan keuangan juga mencakup penyerahan laporan keuangan yang disusun atau yang dibantu penyusunannya kepada klien atau pihak lain meski namanya tidak dicantumkan. Apabila auditor dikaitkan namanya dengan suatu laporan keuangan, namun belurn mengaudit atau menelaahnya, auditor yang menerbitkan laporan keuangan yang menyatakan bahwa ia tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan tersebut. Hal ini perlu ditempuh auditor untuk mematuhi standar pelaporan keempat. Di samping itu, setiap halaman laporan keuangan harus jelas diberi tanda “tidak diaudit (unaudited)”. Auditor tidak wajib melaksanakan prosedur apapun, apabila akuntan menerbitkan bentuk pernyataan tidak memberikan pendapat semacam itu. Auditor hanya perlu membaca laporan keuangan tersebut untuk menemukan salah saji yang material.
14
Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul auditor. Standar perneriksaan menetapkan standar pelaporan tambahan berikut: a. Pernyataan Kepatuhan terhadap Standar Pemeriksaan. Pernyataan standar pelaporan tambahan pertama adalah: “Laporan hasil pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan.” Pernyataan standar mi mengacu kepada standar pemeriksaan yang berlaku yang harus diikuti oleh pemeriksa selama melakukan pemeriksaan Jika perneriksa tidak dapat mengikuti Standar Pemeriksaan, pemeriksa dilarang untuk menyatakan demikian Dalam situasi demikian pemeriksa harus rnengungkapkan alasan tidak dapat diikutinya standar pemeriksaan tersebut dan darnpaknya terhadap hasil pemeriksaan. Standar pemeriksaan memberlakukan standar audit yang ditetapkan oleh IAI dengan beberapa penyesuaian. Pernyataan standar yang tercantum dalam
Standar
pemeriksaan
merupakan
tambahan
Apabila
suatu
pemeriksaan dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan maka pemeriksaan tersebut dengan sendirinya telah memenuhi standar audit yang ditetapkan oleh IAI. Suatu entitas yang diperiksa berdasarkan standar pemeriksaan mungkin juga rnembutuhkan pemeriksa untuk rnenerbitkan laporan pemeriksaan keuangan untuk tujuan lain, misalnya, entitas yang diperiksa membutuhkan laporan keuangan yang telah diperiksa untuk menerbitkan obligasi atau untuk tujuan lainnya. Standar pemeriksaan mi tidak melarang pemeriksa untuk menerbitkan laporan lain yang terpisah.
15
b. Pelaporan
tentang
Kepatuhan
terhadap
Ketentuan
Peraturan
Perundang-Undangan. Pernyataan standar pelaporan tambahan kedua adalah: “Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus mengungkapkan bahwa pemeriksa telah melakukan pengujian atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material terhadap penyajian laporan keuangan.” Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditemukan dalam pemeriksaan keuangan, dimuat dalam laporan atas kepatuhan. Apabila pemeriksa tidak menernukan ketidakpatuhan dalam pengujian kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, pemeriksa tidak menerbitkan laporan atas kepatuhan. Apabila pemeriksa menerbitkan laporan atas kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan harus memuat suatu paragraf yang merujuk kepada laporan tersebut. Laporan atas kepatuhan mengungkapkan: (1) ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang—undangan termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata, maupun penyimpangan
yang
mengandung
unsur
tindak
pidana,
dan
(2)
ketidakpatutan yang signifikan. c. Pelaporan tentang Pengendalian Internal Pernyataan standar pelaporan tambahan ketiga, adalah: Laporan atas pengendalian internal harus mengungkapkan kelemahan dalam pengendalian internal atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai “kondisi yang dapat dilaporkan”. Pelaporan tentang Kelemahan Pengendalian Internal Pemeriksa (auditor) harus melaporkan kelemahan pengendalian internal atas pelaporan keuangan yang dianggap sebagai “ kondisi yang dapat dilaporkan’ Beberapa contoh “kondisi mengenai kelemahan pengendalian internal yang dapat dilaporkan” seperti yang dirumuskan dalam SPAP sebagai berikut.
16
(a) Tidak ada pemisahan tugas yang memadai sesuai dengan tujuan pengendalian yang layak. (b) Tidak ada review dan persetujuan yang memadai untuk transaksi, pencatatan akuntansi atau output dan suatu sistem. (c) Tidak memadainya berbagai persyaratan untuk pengamanan aktiva. (d) Bukti kelalaian yang menakibatkan kerugian, kerusakan atau penggelapan aktiva. (e) Bukti bahwa suatu sistem gagal menghasilkan output yang lengkap dan cermat sesuai dengan tujuan pengendalian yang ditentukan oleh entitas yang diperiksa, karena kesalahan penerapan prosedur pengendalian. (f) Bukti adanya kesengajaan mengabaikan pengendalian internal oleh orang-orang yang mempunyai wewenang, sehingga menyebabkan kegagalan tujuan menyeluruh sistem tersebut. (g) Bukti kegagalan untuk menjalankan tugas yang menjadi bagian dan pengendalian internal, seperti tidak dibuatnya rekonsiliasi atau pembuatan rekonsiliasi tidak tepat waktu. (h) Kelemahan dalam lingkungan pengendalian seperti tidak adanya tingkat kesadaran yang mernadai tentang pengendalian dalam organisasi tersebut. (i) Kelemahan yang signifikan dalam desain atau pelaksanaan pengendalian internal yang dapat rnengakibatkan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan yang berdampak langsung dan material atas laporan keuangan. (j) Kegagalan untuk melakukan tindak lanjut dan membentuk sistem informasi pernantauan tindak lanjut untuk secara sistematis dan tepat waktu memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pengendalian internal yang sebelumnya telah diketahui. Dalam melaporkan kelemahan pengendalian internal atas pelaporan keuangan. pemeriksa harus mengidentifikasi “kondisi yang dapat dilaporkan” yang secara sendiri-sendiri atau secara kumulatif merupakan
17
kelemahan yang material. Pemeriksa harus menempatkan temuan tersebut dalam perspektif yang wajar. Untuk memberikan dasar bagi pengguna laporan hasil pemeriksaan dalarn rnempertirnbangkan kejadian dan konsekuensi
kondisi
tersebut,
hal-hal
yang
diidentifikasi
harus
dihubungkan dengan hasil pemeriksaan secara keseluruhan. Sejauh memungkinkan,
dalam
menyajikan
temuan
mengenai
kelemahan
pengendalian internal atas pelaporan keuangan, pemeriksa harus mengembangkan unsur-unsur kondisi, kriteria, akibat, dan sebab untuk membantu manajemen entitas yang diperiksa atau pihak berwenang dalam memaharni perlunya mengambil tindakan perbaikan. Apabila pemeriksa dapat mengembangkan secara memadai temuan-ternuan tersebut, emeriksa harus membuat rekomendasi guna tindakan perbaikan. Berikut mi adalah pedoman dalam melaporkan unsur-unsur temuan: (a) Kondisi; memberikan bukti mengenai hal-hal yang ditemukan pemeriksa di lapangan. Pelaporan lingkup atau kedalaman dan kondisi dapat membantu pengguna laporan dalam memperoleh perspektif yang wajar. (b) Kriteria; memberikan informasi yang dapat digunakan oleh pengguna laporan hasil pemeriksaan untuk menentukan keadaan seperti apa yang diharapkan. Kriteria akan mudah dipahami apabila dinyatakan secara wajar, eksplisit, dan lengkap, dan sumber dan kriteria dinyatakan dalam laporan hasil pemeriksaan. Akibat; memberikan hubungan yang jelas dan logis untuk menjelaskan pengaruh dan perbedaan antara apa yang ditemukan pemeriksa (kondisi) dan apa yang seharusnya (kriteria). (c) Akibat lebih rnudah dipahami bila dinyatakan secara jelas, terinci, dan apabila memungkinkan, dinyatakan dalam angka. Signifikansi dan akibat yang dilaporkan ditunjukkan oleh bukti yang meyakinkan.
18
(d) Sebab; memberikan bukti yang meyakinkan mengenai faktor yang menjadi sumber perbedaan antara kondisi dan kriteria. Dalam melaporkan sebab, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah bukti yang ada dapat memberikan argumen yang meyakinkan dan masuk akal bahwa sebab yang diungkapkan merupakan faktor utama terjadinya perbedaan. Pemeriksa juga perlu mempertimbangkan apakah sebab yang diungkapkan dapat menjadi dasar pemberian rekomendasi. Dalam situasi ternuan terkait dengan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di mana tidak dapat ditetapkan dengan logis penyebab temuan tersebut, pemeriksa tidak diharuskan untuk mengungkapkan unsur sebab ini. Apabila pemeriksa mendeteksi adanya kelemahan dalam pengendalian internal atas pelaopran keuangan yang merupakan “kondisi yang dapat dilaporkan”,
pemeriksa
harus
mengomunikasikan
secara
tertulis
kelemahan tersebut kepada entitas yang diperiksa melalui laporan tentang pengendalian internal. d. Pelaporan Tanggapan dari Pejabat yang Bertanggung Jawab. Pernyaaan standar pelaporan tambahan keempat adalah: “Laporan hasil pemeriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian internal, kecurangan, penyimpangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggungjawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan.” Cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu laporan hasil pemeriksaan telah dibuat secara wajar, lengkap dan objektif adalah dengan rnendapatkan review dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab pada entitas yang diperiksa. Tanggapan atau pendapat dari pejabat yang bertanggung jawab tidak hanya mencakup kelemahan dalam pengendalian
19
internal, kecurangan, penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan, atau ketidakpatutan yang dilaporkan oIeh perneriksa, tetapi juga tindakan perbaikan yang direncanakan. Pemeriksa harus memuat komentar pejabat tersebut dalam laporan hasil pemeriksaannya. Pemeriksa harus meminta pejabat yang bertanggung jawab untuk membenikan tanggapan tertulis terhadap temuan, simpulan dan rekornendasi, termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh manajemen entitas yang diperiksa. Tanggapan yang diperoleh harus dievaluasi secara seimbang dan objektif. Tanggapan yang berupa suatu janji atau rencana untuk tindakan perbaikan tidak boleh diterirna sebagai alasan untuk menghilangkan temuan yang signifikan atau rekomendasi yang berkaitan. Apabila tanggapan dan entitas yang diperiksa bertentangan dengan temuan, simpulan atau rekomendasi dalarn laporan hasil pemeriksaan dan menurut pemeriksa, tanggapan tersebut tidak benar atau apabila rencana tindakan perbaikannya tidak sesuai dengan rekomendasi, maka pemeriksa harus menyampaikan ketidaksetujuannya atas tanggapan dan rencana tindakan perbaikan tersebut beserta alasannya. Ketidaksetujuan tersebut harus disampaikan secara seimbang dan objektif. Sebaliknya, pemeriksa harus memperbaiki laporannya apabila perneriksa berpendapat bahwa tanggapan tersebut benar. e. Pelaporan Informasi Rahasia. Pernyataan standar pelaporan tambahan kelirna adalah; “Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundangundangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut.” Informasi tertentu dapat dilarang untuk diungkapkan kepada urnum oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Informasi tersebut mungkin hanya dapat diberikan kepada pihak yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan rnempunyai kewenangan untuk mengetahuinya. Situasi lain yang berkaitan dengan keamanan publik dapat juga rnengakibatkan informasi tersebut dilarang untuk diungkapkan dalam laporan hasil
20
pemeriksaan. Sebagai contoh, informasi rinci tentang pengamanan komputer untuk suatu program dapat dikeluarkan dari pelaporan publik guna mencegah penyalahgunaan informasi tersebut. Dalarn situasi tersebut, BPK dapat menerbitkan satu laporan resmi yang berisi informasi di atas dan mendistribusikannya kepada pihak yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Apabila
mernungkinkan, BPK dapat berkonsultasi dengan konsultan hukum rnengenai ketentuan,
perrnintaan
atau
keadaan
yang
menyebabkan
tidak
diungkapkannya informasi tertentu dalam laporan hasil pemeriksaan. Pertimbangan Pemeriksa mengenai tidak diungkapkannya inforrnasi tertentu tersebut harus mengacu kepada kepentingan publik. Jika situasi mengharuskan
penghilangan
informasi
tertentu,
pemeriksa
harus
rnernpertimbangkan apakah penghilangan tersebut dapat mengganggu hasil pemeriksaan atau melanggar hukurn. Jika pemeriksa memutuskan untuk menghilangkan informasi tertentu, pemeriksa harus menyatakan sifat informasi yang dihilangkan dan alasan penghilangan tersebut. f. Penerbitan dan Pendistribusian Laporan Hasil Pemeriksaan Pernyataan standar pelaporan tambahan keenarn adalah: “Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan entitas yang dipcriksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut hasil perneriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Laporan hasil perneriksaan harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun, dalam hal yang diperiksa merupakan rahasia negara maka untuk tujuan keamanan atau dilarang disampaikan kepada pihak-pihak tertentu atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemeriksa dapat membatasi pendistribusian laporan hasil pemeriksaan tersebut. Apabila akuntan publik atau pihak lain yang ditugasi untuk melakukan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan, akuntan publik atau pihak lain tersebut
21
harus memastikan bahwa laporan hasil pemeriksaan didistribusikan secara memadai. Jika akuntan publik tersebut ditugasi untuk mendistribusikan laporan hasil pemeriksaannya, maka perikatan/penugasan tersebut harus menyebutkan pihak yang harus menerima laporan hasil pemeriksaan tersebut. Apabila suatu pemeriksaan dihentikan sebelum berakhir, namun pemeriksa tidak mengeluarkan laporan hasil pemeriksaan maka pemeriksa harus membuat catatan yang mengikhtisarkan hasil pekerjaannya sampai tanggal penghentian dan menjelaskan alasan penghentian pemeriksaan. Pemeriksa juga harus mengornunikasikan secara tertulis alasan penghentian pemeriksaan tersebut kepada manajernen entitas yang diperiksa, entitas yang meminta pemeriksaan tersebut, atau pejabat lain yang berwenang. (3) Standar Pemeriksaan Kinerja Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja a. Perencanaan Pernyataan standar pelaksanaan pertama adalah “Pekerjaan harus direncanakan secara memadai”. Dalam merncanakan pemeriksaan, pemeriksa (auditor) terlebih dahulu harus mendefinisikan tujuan pemeriksaan dan lingkup serta metodologi pemeriksaan untuk mencapai tujuan pemerikaan tersebut. Perencanaan merupakan proses yang berkesinambungan selama pemeriksaan. Oleh karena itu pemeriksaan harus mempertimbangkan untuk membuat penyesuain pada tujuan, lingkup dan metodologi pemeriksaan selama pemeriksaan dilakukan. Tujuan pemeriksaan adalah mengungkapkan apa yang ingin dicapai dari pemeriksaan tersebut. Tujuan pemeriksaan mengidentifikasikan objek pemeriksaan dan aspek kinerja yang harus dipertimbangkan, termasuk temuan pemeriksaan yang potensial dan unsur pelaporan yang diharapkan bisa dikembangkan oleh pemeriksa. Tujuan pemeriksaan dapat dianggap sebagai pertanyaan mengenai program-program yang diperiksa dan pemeriksa harus mencari jawabannya. Lingkup pemeriksaan adalah batas pemeriksaan dan harus terkait langsung dengan tujuan pemeriksaan. Misalnya lingkup pemeriksaan menetapkan parameter pemeriksaan seperti
22
periode yang di-review, ketersediaan dokumen atau catatan yang diperlukan, dan lokasi pemeriksaan dilapangan yang akan dilakukan. Pemeriksa harus merancang metodologi pemeriksaan utnuk memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup, kompeten dan relevan dalam rangka mencapai tujuan pemeriksaan. Metodologi pemeriksaan mencakup jenis dan perluasan prosedur pemeriksaan yang digunakan untuk mencapai tujuan pemeriksaan. Prosedur pemeriksaan adalah langkah-langkah pemeriksaan dan cara-cara pengujian yang akan dilaksanakan oleh pemeriksa untuk mencapai tujuan pemeriksaan. Dalam merencanakan suatu pemeriksaan kinerja, pemeriksa (auditor) harus : - Mempertimbangkan signifikansi masalah dan kebutuhan potensial -
pengguna laporan hasil pemeriksaan Memperoleh suatu pemahaman mengenai program yang diperiksa Mempertimbangkan pengendalian internal Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud) dan
-
ketidakpatutan (abuse) Mengidentifikasikan kriteria yang diperlukan untuk mengevaluasi hal-
-
hal yang harus diperiksa. Mengidentifikasikan temuan pemeriksaan dan rekomendasi yang signifikan dari pemeriksaan terdahulu yang dapat mempengaruhi tujuan pemeriksaan. Pemeriksa harus menentukan apakah manajemen sudah memperbaiki kondisi yang menyebabkan temuan tersebut dan
-
sudah melaksanakan rekomendasinya. Mempertimbangkan apakah pekerjaan pemeriksa lain dan ahli lainnya dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan pemeriksan yang
-
telah ditetapkan. Menyediakan pegawai atau staf yang cukup dan sumber daya lain
-
untuk melaksanakan pemeriksaan Mengkomunikasikan informasi mengenai tujuan pemeriksaan serta informasi umum lainnya yang berkaitan dengan rencana dan pelaksanaan pemeriksaan tersebut kepada manajemen dan pihak-pihak
-
lain yang terkait Mempersiapkan suatu rencana pemeriksaan secara tertulis
23
b. Supervisi Pernyataan standar pelaksanaan kedua adalah “Staf harus disupervisi dengan baik”. Supervisi mencakup engarahan kegiatan pemeriksa dan pihak lain (seperti tenaga ahli yang terlibat dalam pemeriksaan) agar tujuan pemeriksaan dapat dicapai. Unsur supervisi meliputi pemberian intruksi kepada staf, pemberian informasi mutakhir tentang masalah signifikan yang dihadapi, pelaksanaan review atas pekerjaan yang dilakukan, dan pemberian pelatihan kerja lapangan (on the job training) yang efektif. c. Bukti Pernyataan standar pelaksanaan ketiga adalah “Bukti yang cukup, kompeten dan relevan harus diperoleh untuk menjadi dasar yang memadai bagi temuan dan rekomendasi pemeriksa”. Dalam mengidentifikasi sumber-sumber data potensial yang dapat digunakan sebagai bukti pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan validitas dan keandalan data tersebut, termasuk data yang dikumpulkan oleh entitas yang diperiksa, data yang disusun oleh pemeriksa atau data yang diberikan oleh pihak ketiga. Demikian juga halnya dengan kecukupan dan relevansi bukti-bukti tersebut. d. Dokumentasi Pemeriksaan Pernyataan standar pelaksanaan keempat adalah “Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumen pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumen pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi
yang
cukup
untuk
memungkinkan
pemeriksa
yang
berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungandengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumen pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung temuan, simpulan dan rekomendasi pemeriksa”. Dokumen pemeriksaan memberikan tiga manfaat, yaitu : - Memberikan dukungan utama terhadap laporan hasil pemeriksaan - Membantu peperiksa dlam melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan -
pemeriksaan. Memungkinkan orang lain untuk me-review kualitas pemeriksaan.
24
Tujuan yang ketiga ini pemting karena pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai dengan standar pemeriksaan ini akan di-review oleh pemeriksa lain. Dokumen pemeriksaan memungkinkan dilakukannya review atas kualitas pemeriksaan karena merupakan dokumentasi tertulis mengenai bukti yang mendukung temuan dan rekomendasi pemeriksa. Didalam dokumen pemeriksaan harus berisi : - Tujuan, lingkup dan metodologi pemeriksaan termasuk kriteria -
pengambilan uji petik (sampling) yang digunakan. Dokumentasi pekerjaan yang dilakukan digunakan untuk mendukung
-
pertimbangan profesional dan temuan pemeriksa. Bukti tentang review supervisi terhadap pekerjaanyang dilakukan. Penjelasn pemeriksa mengenai standar yang diterapkan, apabila ada, alasan dan akibatnya.
(4) Standar Pemeriksaan Kinerja a. Bentuk Pernyataan standar pelaporan pertama adalah “Pemeriksa harus membuat laporan hasil pemeriksaan untuk mengkomunikasikan setiap hasil pemeriksaan”. Laporan hasil pemeriksaan berfungsi untuk : - Mengkomunikasikan hasil pemeriksaan kepada pihak yang berwenang -
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Membuat hasil pemeriksaan terhindar dari kesalahpahaman. Membuat hasil pemeriksaan sebagai bahan untuk melakukan tindakan
-
perbaikan oleh instansi terkait Memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan. Kebutuhan untuk melakukan pertanggungjawaban atas program menghendaki bahwa
laporan hasil pemeriksaan disajikan dlam bentuk yang mudah diakses. b. Isi Laporan Pernyataan standar pelaporan kedua adalah : Laporan Pemeriksaan harus mencakup : 1. Pernyataan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan. Pernyataan standar ini mengacu pada standar pemeriksaan yang berlaku, yang harus diikuti oleh pemeriksa selama melakukan pemeriksaan. 2. Tujuan, Lingkup, dan Metodologi Pemeriksaan
25
Pemeriksa harus memuat tujuan, lingkup dan metodologi pemeriksaan dalam laporan hasil pemeriksaan. Informasi tersebut penting bagi pengguna laporan hasil pemeriksaan agar dapat memahami maksud dan jenis pemeriksaan, serta memberikan perspektif yang wajar terhadap apa yang dilaporkan. Dalam melaporkan tujuan pemeriksaan, pemeriksa harus menjelaskan mengapa pemeriksaan tersebut dilakukan dan menyatakan apa yang harus dimuat dalam laporan hasil pemeriksaan. 3. Hasil pemeriksaan berupa temuan pemeriksaan, simpulan dan rekomendasi Pemeriksa harus melaporkan temuan pemeriksaan untuk menjawab tujuan pemeriksaan. Dalam melaporkan tujuan pemeriksaan tersebut pemeriksa harus mengungkapkan informasi yang cukup, kompeten, dan relevan sehingga dapat dipahami. Pemeriksa juga harus melaporkan informasi mengenai latar belakang yag dibutuhkan oleh pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam memahami temuan pemeriksaan tersebut. 4. Tanggapan Pejabat yang Bertanggungjawab atas Hasil Pemeriksaan Pemeriksa harus meminta tanggapan/ pendapat secara tertulis dari pejabat yang bertanggungjawab terhadap temuan, simpulan dan rekomendasi termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh manajemen
entitas
yang
diperiksa.
Tanggapan
pejabat
yang
bertanggungjawab harus dievaluasi dan dipahami secara seimbang dan objektif, serta disajikan secara memadai dalam laporan hasil pemeriksaan. 5. Pelaporan Informasi Rahasia apabila ada Apabila informasi tertentu dilarang diungkapkan kepada umum, laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yangdihilangkan tersebut dan ketentuan ynag melarang pengungkapan informasi
tersebut.
diungkapakan
Beberapa
kepada
umum
informasi berdasarkan
tertentu
tidak
ketentuan
dapat
peraturan
perundang-undangan atau keadaan khusus lainnya yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan publik. Misalnya, temuan terinci
26
mengenai pengamanan aktiva maupun sistem informasi dapat dikecualikan dari laporan hasil pemeriksaan yang dapat diakses oleh publik karena berpotensi terjadinya penyalahgunaan informasi tersebut. c. Unsur-unsur Kualitas Laporan Pernyataan standar pelaporan ketiga adalah “Laporan Hasil pemeriksaan harus tepat waktu, lengkap, akurat, objejektif, meyakinkan, serta jelas dan seringkas mungkin”. 1. Tepat Waktu Laporan yang dibuat dengan hati-hati tetapi terlambat disampaiakan, nilainya menjadi kurang bagi pengguna laporan hasil pemeriksaan. Oleh karena itu pemeriksa harus merencanakan penerbitan laporan tersebut secara semestinya. 2. Lengkap Laporan hasil pemeriksaan harus memuat semua informasi dari bukti yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan pemeriksaan, memberikan pemahaman yang benar dan memadai atas hal yang dilaporkan, serta memenuhi persyaratan isi laporan hasil pemeriksaan. 3. Akurat Bukti yang disajikan adalah benar dan temuan disajikan dengan tepat. Perlunya keakuratan didasarkan atas kebutuhan untuk memberikan keyakinan kepada pengguna laporan hasil pemeriksaan bahwa apa yang dilaporkan memiliki kredibilitas dan dapat diandalkan. 4. Objektif Penyajian seluruh laporan harus seimbang dalam isi dan nada. Kredibilitas suatu laporan ditentukan oleh penyajian bukti yang tidak memihak, sehingga pengguna laporan hasil pemeriksaan dapat diyakinkan oleh fakta yang disajikan. 5. Meyakinkan Laporan harus dapat menjawab tujuan pemeriksaan, menyajikan temuan, simpulan dan rekomendasi yang logis. Informasi yang disajikan harus cukup meyakinkan pengguna laporan untuk mengakui validitas temuan tersebut dan manfaat penerapan rekomendasi. 6. Jelas Laporan harus mudah dibaca dan dipahami. Laporan harus ditulis dengan bahasa yang jelas dan sesederhana mungkin.
27
7. Ringkas Laporan yang ringkas adalah laporan yang tidak lebih panjang dari yang diperlukan untuk menyampaikan dan mendukung pesan. Laporan yang terlalu rinci dapat mengurangi kualitas laporan, bahkan dapat menyembunyikan pesan yang sesungguhnya sehingga membingungkan dan mengurangi minat pembaca. d. Penerbitan dan Pendistribusian Laporan Hasil Pemeriksaan Pernyataan standar pelaporan keempat adalah “Laporan
Hasil
pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggungjawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Laporan hasil pemeriksaan harus disistribusikan tetapt waktu kepada pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Namun dalam hal yang diperiksa merupakan rahasia negara maka untuk tujuan keamanan maka dilarang untuk disampaikan kepada pihak-pihak tertentu atas dasar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, pemeriksa dapat membatasi pendistribusian laporan tersebut. (5) Standar Pemeriksaan Untuk Tujuan Tertentu a. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan tertentu Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI Untuk pemeriksaan dengan tujuan tertentu, Standar Pemeriksaan memberlakukan dua pernyataan standar pekerjaan lapangan perikatan/ penugasan atestasi SPAP yang ditetapkan IAI berikut : - Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan -
asisten harus disupervisi dengan semestinya. Bukti yang cukup harus diperoleh untuk memberikn dasar rasional
bagi simpulan yang dinyatakan dalam laporan Standar Pemeriksaan menetapkan standar pelaksanaan
tambahan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu berikut :
28
1) Komunikasi Pemeriksa Pernyataan standar pelaksanaan
tambahan
pertama
adalah
:
“Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan dengan sifat, saat, dan lingkup pengujian serta pelaporan ynag direncanakanatas hal yang akan dilakukan pemeriksaan, kepada manajemen entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan”. Selama dalam tahap perencanaan pemeriksaan, pemeriksa harus mengkomunikasikan kepada entitas yang diperiksa dan atau pihak yang meminta pemeriksaan tersebut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sifat, saat, lingkup pengujian dan pelaporan dan tingkat keyakinan yang diharapkan serta kemungkinan adanya pembatasan atas laporan hasil pemeriksaan yang dikaitkan dengan tingkat keyakinan untuk mengurangi risiko salah interpretasi atas laporan hasil pemeriksaan. 2) Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kedua adalah : “Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan dengan hal yang diperiksa”. Pemeriksa harus memperoleh informasi dari entitas yang diperiksa untuk mengidentifikasi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau studi lain yang sebelumnya telah dilaksanakan yang berkaitan dengan hal yang diperiksa. Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam menentukan : (1) periode yang harus diperhitungkan, (2) lingkup pekerjaan pemeriksaan yang diperlukan untuk memahami tindak lanjut temuan yang signifikan yang mempengaruhi pemeriksaan, dan (3) pengaruhnya terhadap penilaian risiko dan prosedur pemeriksaan dalam perencanaan pemeriksaan. 3) Pengendalian Internal Pernyataan standar pelaksanaan tambahan ketiga adalah : “Dalam merencanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam bentuk
29
eksaminasi dan menrancang prosedur untuk mencapai tujuan pemeriksaan,
pemeriksa
harus
memperoleh
pemahaman
yang
memadai tentang pengendalian internal yang sifatnya material terhadap hal yang diperiksa”. Dalam merencakan suatu pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam bentuk eksaminasi (pengujian), pemeriksa harus memperoleh suatu pemahamam atas pengendalian internal yang berkaitan dengan hal yang
diuji
yang
bersifat
keuangan
maupun
non
keuangan.
Pengendalian inetrnal tersebut terkait dengan : - Efektivitas dan efisiensi kegiatan, termasuk penggunaan sumber daya entitas - Tingkat keandalan
pelaporan
keuangan,
termasuk
laporan
pelaksanaan anggaran dan laporan lain, baik untuk inetrnal maupun eksternal - Kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundan-undangan - Pengamanan aktiva 4) Merancang Pemeriksaan untuk mendekteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud) serta ketidakpatutan (abuse) Pernyataan standar pelaksanaan tambahan keempat adalah : - Dalam merencanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam bentuk eksaminasi, pemeriksa harus merancang pemeriksaan dengan tujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi
kecurangan
dan
penyimpangan
dari
ketentuan
peraturan perundang-undangan yang dapat berdampak material terhadap hal yang diperiksa. - Dalam merencanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu dalam bentuk review atau prosedur yang disepakati, pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau peristiwa yang mungkin merupakan indikasi kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan. - Pemeriksa harus waspada terhadap situasi yang mungkin merupakan indikasi kecrangan/ ketidakpatutan, dan apabila ditemukan indikasi tersebutserta berpengaruh signifikan terhadap
30
pemeriksaan, pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan/ penyimpangan tersebut telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap hasil pemeriksaan. 5) Dokumentasi Pemeriksaan. Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kelima adalah : “Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihar dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumnetasi pemeriksaan yang terkait dengan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai hubungan dengan pemeriksaan dan dapat memastikan bahwa dokumentasi pemeriksaan
tersebut
dapat
menjadi
bukti
yang
mendukung
pertimbangan dan simpulan pemeriksa” Bentuk dan isi dokumentasi pemeriksaan harus dirancang sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan kondisi masing-masing pemeriksaan. Informasi
yang
menggambarkan
dimasukkan catatan
dalam
penting
dokumentasi
mengenai
pemeriksaan
pemeriksaan
yang
dilaksanakan oleh pemeriksa sesuai dengan standar dan simpulan pemeriksa. Kuantitas, jenis dan isi dokumentasi pemeriksaan didasarkan atas pertimbangan profesional pemeriksa. b. Standar Pelaporan Pemeriksaan untuk tujuan tertentu Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI Untuk Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, standar pemeriksaan memberlakukan empat pernyataan standar pelaporan perikatan/ penugasan atestasi dalam SPAP yang ditetapkan IAI sebagai berikut : - Laporan harus menyebutkan asersi yang dilaporkan dan menyatakan -
sifat perikatan atestasi yang bersangkutan Laporan harus menyatakan simpulan praktisi mengenai apakah asersi disajikan sesuai denganstandar yang telah ditetapkan atau kriteria yang
-
dinyatakan dipakai sebagai alat pengukur Laporan harus menyatakan semua keberatanpraktisi yang signifikan tentang perikatan dan penyajian asersi
31
-
Laporan suatu perikatan untuk mengevaluasi suatu asersi yang disusun berdasarkan kriteria yang disepakati atau berdasarkan suatu perikatan untuk melaksanakan prosedur yang disepakati harus berisi suatu pernyataan tentang keterbatasan pemakaian laporan hanya oleh pihakpihak yang menyepakati kriteria atau prosedur tersebut.
Standar
pemeriksaan
menetapkan
standar
pelaporan
tambahan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu sebagai berikut : 1) Pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan Pernyataan standar pelaporan tambahan pertama adalah : “Laporan Hasil Pemeriksaan harus menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan standar pemeriksaan” Pernyataan standar ini mengacu pada standar pemeriksaan yang berlaku, yang harus diikuti oleh pemeriksa selama melakukan pemeriksaan. Pemeriksa harus mengungkapkan alasan jika tidak dapat mengikuti standar pemeriksaan tersebut dan dampaknya terhadap hasil pemeriksaan. 2) Pelaporan tentang kelemahan pengendalian inetrnal, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan serta ketidakpatutan. Pernyataan standar pelaporan kedua adalah : Laporan Hasil Pemeriksaan dengan tujuan
tertentu
harus
-
mengungkapkan : Kelemahan Pengendalian internal yang berkaitan dengan hal yang
-
diperiksa, Kepatuhan
terhadap
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata maupun penyimpangan yang mengandung unsur -
tindak pidana yang terkait dengan hal yang diperiksa, dan Ketidakpatutan yang material terhadap hal yang diperiksa
c. Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab Pernyataan standar pelaporan tambahan ketiga adalah : “Laporan hasil peemriksaan yang memuat adanya kelemahan dalam pengendalian inetrnal,
kecurangan,
penyimpangan
dari
ketentuan
peraturan
perundang-undangan dan ketidakpatutan, harus dilengkapi tanggapan
32
dari pimpinan atau pejabat yang bertanggungjawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan simpulan serta tindakan koreksi yang direncanakan” Cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu laporan hasil pemeriksaan telah dibuat secara wajar, lengkap dan objektif adalah dengan mendapatkan review dan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab pada entitas yang diperiksa. Tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab tidak hanya mencakup temuan dan simpulan yang dibuat oleh pemeriksa, tatapi juga tindakan perbaikan yang direncanakan. Pemeriksa harus memuat tanggapan pejabat tersebut dalam laporan hasil pemeriksaannya. d. Pelaporan informasi rahasia Pernyataan standar pelaporan tambahan keempat adalah : “Informasi rahasia yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan untuk diungkapkan kepada umum tidak diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. Namun laporan hasil pemeriksaan harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan tersebut dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut”. Informasi tertentu dapat dilarang untuk diungkapkan kepada umum oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Informasi tersebut mungkin hanya dapat diberikan kepada pihak yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan mempunyai kewenangan untuk mengetahuinya. Situasi lain yang berkaitan dengan keamanan publik dapat juga mengakibatkan informasi tersebut dilarang untuk diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan. e. Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan Pernyataan standar pelaporan tambahan kelima adalah : “Laporan hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang diperiksa, pihak yang bertanggungjawab untuk melakukan tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil pemeriksaansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
33
Laporan hasil pemeriksaan harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang berkepentingan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. FUNGSI STANDAR AUDIT SEKTOR PUBLIK Komite Audit dapat sangat memperkuat independensi, integritas dan efektivitas kegiatan audit sektor publik dengan memberikan pengawasan independen terhadap rencana audit internal dan pekerjaan eksternal serta hasilnya, menilai kebutuhan audit sumber daya dan mediasi hubungan auditor dengan organisasi. Komite audit juga memastikan bahwa hasil audit yang ditayangkan dan perbaikan direkomendasikan atau tindakan korektif yang ditangani atau diselesaikan. Setiap organisasi sektor publik harus mengevaluasi struktur tata kelola untuk menentukan apakah komite audit yang sesuai untuk situasi tertentu. Dalam beberapa hal, komite audit dibentuk sebagai suatu sub komite dari cabang legislatif atau dewan direksi. Pemerintah lain dapay membentuk komite audit dari anggota masyarakat yang dipilih oleh badan legislatif dan/atau eksekutif. Ini menjadi praktik yang diterima di seluruh dunia selama abad kedua puluh untuk auditor yang memenuhi kualifikasi, ambang batas profesional dan perizinan sebelum diizinkan masuk ke posisi kepercayaan dalam proses akuntabilitas. Peran auditor menjadi pemain internasional yang terpercaya. Instrumen membangun kepercayaan dan relevansi pemantauan audit yang melintasi perbatasan nasional tumbuh pada akhir abad kedua puluh dan awal abad ini, dan standar yang diterima secara internasional audit adalah instrumen. Dalam contoh praktiknya di Indonesia, demi penyempurnaan dan penyesuaian dengan perkembangan kebutuhan maupun perkembangan ilmu pemeriksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memantau penerapan dan perkembangan standar pemeriksaan. Setiap pemeriksaan dimulai dengan penetapan tujuan dan penentuan jenis pemeriksan yang akan dilaksanakan serta standar yang harus diikuti oleh pemeriksa.
34
Jenis
pemeriksaan
standar
audit
adalah
pemeriksaan
keuangan,
pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Dalam beberapa pemeriksaan, standar yang digunakan untuk mencapai tujuan pemeriksaan sudah sangat jelas. Misalnya jika tujuan pemeriksaan adalah untuk memberikan opini terhadap suatu laporan keuangan, maka standar yang berlaku adalah standar pemeriksaan keuangan. Namun demikian, untuk beberapa pemeriksaan lainnya mungkin terjadi tumpang tindih tujuan pemeriksaan. Misalnya jika tujuan pemeriksaan adalah untuk menentukan keandalan ukuran-ukuran kinerja, maka pemeriksaan tersebut bisa dilakukan melalui pemeriksaan kinerja maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Apabila terdapat pilihan diantara standar-standar yang berlaku, pemeriksa harus mempertimbangkan kebutuhan pengguna dan pengetahuan pemeriksa, keahlian dan pengalaman dalam menentukan standar yang akan diikuti. Pemeriksa harus mengikuti standar yang berlaku bagi suatu jenis pemeriksaan (Standar Pemeriksaan Keuangan, Standar Pemeriksaan Kinerja atau Standar Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu). Standar audit berfungsi mengatur semua aktifitas pekerjaan auditnya akuntan publik. Standar mengatur mulai dari syarat auditor misalnya independensi dan kompetensi auditor sampai bagaimana membuat laporan audit. Hal ini mengakibatkan akuntan publik dapat melakukan pekerjaan auditnya : a. Sesuai dengan syarat minimal/kualifikasi auditor b. Melakukan perencanaan audit dengan jelas c. Melaksanakan audit di meja ataupun di lapangan dengan baik, karena sudah diatur dalam standar d. Melakukan pelaporan audit yang jelas. Standar audit juga mengikat seorang auditor dengan etika profesinya karena pekerjaan auditor dalam standar harus dilandasi dengan landasan moral dan etika. Sehingga, fungsi standar audit dalam pekerjaan akuntan publik ini akan melandasi seluruh pekerjaan akuntan publik khususnya dalam bidang auditing. Standar akan menjadi pedoman dan pegangan akuntan publik, sehingga kewajiban dan larangan akuntan publik dapat dipenuhi dengan baik. Standar audit berfungsi
sebagai
pengendali
secara
preventif
terhadap
kecurangan,
35
ketidakjujuran dan kelalaian. Standar audit juga dapat mendorong akuntan publik menggunakan kemahiran jabatannya dan menjaga kerahasiaan informasi/data yang diperoleh, melakukan pengendalian mutu dan bersikap profesional. KERANGKA PIKIR AUDIT SEKTOR PUBLIK Pengawasan yang efektif oleh legislatif secara komprehensif, audit eksternal yang kompeten dan didukung oleh standar internasional tentang audit memungkinkan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kebijakan fiskal dan pengeluaran. Secara kelembagaan, kerangka pikir audit sektor pubik terbagi menjadi : 1.
Kerangka Kelembagaan Pengangkatan dan kekuasaan auditor harus tercakup dalam Undang-undang audit. Konstitusi dan undang-undang yang relevan menyediakan bagi presiden untuk menunjuk auditor umum dengan mandat untuk mengaudit
2.
semua badan pemerintah. Pengaturan standar audit Undang-undang audit memberdayakan auditor umum untuk menerapkan standar audit. Auditor umum secara resmi harus mengadopsi standar audit INTOSAI dan Standar Internasional tentang audit yang diumumkan oleh Badan Audit Internasional dan Jaminan Standar dari IFAC tersebut. Badan tersebut merupakan praktik terbaik internasional untuk profesi audit,
3.
khususnya di bidang-bidang seperti praktik audit mendasar sebagai berikut : Audit bukti Dokumentasi Audit materialitas Penipuan Audit kesalahan Audit pendapat Perencanaan audit Mengendalikan penilaian lingkungan Pengawasan pekerjaan staf audit Kode etik Auditor umum harus mengadopsi Kode etik INTOSAI. Kode etik INTOSAI dianggap pelengkap penting untuk standar audit INTOSAI. Sebuah kode etik adalah pernyataan nilai dan prinsip-prinsip pekerjaan sehari-hari dari
36
para auditor. Lembaga audit agung telah mengadopsi kode etik IFAC yang 4.
dikeluarkan Etik Akuntan Profesional maupun Kode Etik INTOSAI. Akuntabilitas Badan Pemeriksa Keuangan Lembaga rencana pembangunan dalam memperkuat Kantor Auditor Umum dengan membantu dalam desain laporan tahunan yang dibutuhkan oleh UU Keuangan Publik. Bantuan teknis harus memberikan bantuan kepada nasihat bagi pengembangan laporan tahunan tentang operasi dan kinerja. Laporan ini akan memberikan account objektif, seimbang dan mudah dipahami kegiatan
5.
dan
prestasi
dan
memberikan
transparasi
dalam
proses
akuntabilitas. Kemandirian Undang-undang audit harus memberikan kemerdekaan yang efektif kepada auditor umum sebagaimana prinsip inti dari kemandirian SAI yang ditetapkan oleh INTOSAI, kemandirian tersebut antara lain : Independensi kepala SAI termasuk keamanana kepemilikan dan
6.
kekebalan hukum dalam melaksanakan tugas normal mereka. Kewajiban untuk melaporkan Kebebasan untuk menentukan isi dan waktu laporan SAI dan untuk
menerbitkan dan menyebarkan mereka Keberadaan efektif tindak lanjut mekanisme pada rekomendasi SAI Otonomi keuangan dan manajerial dan ketersediaan manuasia yang
tepat, materi dan sumber daya moneter. Kualifikasi dan ketrampilan auditor Peningkatan pendidikan diperlukan untuk menetapkan standar yang diperlukan untuk pelatihan dan pendidikan. Kualitas pendidikan akuntansi dan audit serta pengaturan pelatihan seharusnya memenuhi kebutuhan
7.
akuntansi modern dan manajemen keuangan Pelatihan Sebuah analisis ketrampilan program berdasarkan standar internsional untuk kompetensi harus dilakukan. Kantor Auditor Umum tidak memiliki fasilitas dasar untuk pelatihan dan penelitian pengembangan. Sebuah pendekatan yang tepat berbasis kebutuhan yang diperlukan yang akan mendukung
8. 9.
pengenalan medotologi audit dan akuntansi internasional dan standar audit. Kompetensi audit Jaminan kualitas
37
Di Indonesia, Standar Pemeriksaan Keuangan Negara atau SPKN memiliki peran penting dalam pelaksanaan tugas BPK yaitu sebagai patokan atau araan per tahapan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara bagi pemeriksa. Penggunaan SPKN dalam pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diharapkan dapat meningkatkan kredibikitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara objektif. Selanjutnya pelaksanaan pemeriksaan dan pelaporan hasil pemeriksaan yang sesuai dengan SPKN maka hasil pemeriksaan tersebut dapat mendukung peningkatan mutu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara bahkan pengambilan keputusan penyelenggara negara. SPKM berlaku bagi semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas, program, kegiatan dan fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan dan pengelolaan keuangan negara. SPKN berlaku bagi BPK dan akuntan publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara utuk dan atas nama Badan Pemeriksa Keuangan. SPKN berisi tentang persyaratan profesional pemeriksa, mutu pelaksanaan pemeriksaan dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional. Penerapan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dalam pemeriksaan dilakukan dengan mekanisme pengumpulan bukti dan pengujian bukti secara objektif. Hal ini dilakukan dengan prinsip akuntabilitas publik untuk meningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan. Hasil ini akan memberikan banyak manfaat yaitu peningkatan mutu pengelolaan keuangan negara, pemenuhan tanggung jawab keuangan negara dan pengambilan keputusan oleh penyelenggara negara. Kerangka Pemikiran SPKN
38
OBJEK AUDIT SEKTOR PUBLIK Objek audit pada dasarnya meliputi semua kegiatan organisasi sejak perencanaan, pelaksanaan kegiatan operasional sampai dengan pelaporan pertanggungjawaban akhir periode dari suatu organisasi/lembaga. Terdapat 3 (tiga) jenis organisasi/ lembaga, yaitu : a. Organisasi/lembaga sektor komersial, yaitu yang bertujuan untuk mencari laba b. Organisasi/lembaga sektor publik, yaitu yang bertujuan murni nirlaba c. Kuasi sektor publik, yaitu unit yang tidak semata-mata mencari laba Seiring dengan perkembangan organisasi sektor publik, dan kuasi sektor publik yang berfungsi melayani publik, yang antara lain ditandai dengan perkembangan perundangan tentang otonomi daerah dan prinsip perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah; maka profesi akuntansi dan auditing
39
sektor publik ditantang untuk berkembang seiring tuntutan dilaksanakannya goog governance di segala bidang. (Murwanto, Rahmadi, 2006) STANDAR NOMENKLATUR Nomenklatur didefiisikan sebagai daftar/akun buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan, pelaksanaan anggaran, pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan pemerintah pusat serta memudahkan pemeriksaan dan pengawasan. Tujuan penyusunan nomenklatur antara lain : (1) mengidentifikasi data akuntansi secara unik, (2) meringkas data, (3) mengklasifikasi rekening atau transaksi, (4) menyampaikan makna tertentu. Metode penyusunan nomenklatur antara lain : (a) kode angka/huruf urut, (b) kode angka blok, (c) kode angka kelompok, (d) kode angka desimal dan (e) kode angka urut didahului dengan referensi huruf
PERSIAPAN PELAKSANAAN STANDAR AUDIT SEKTOR PUBLIK Pada saat merencanakan audit pada umumnya auditor mempertimbangkan pemahaman entitas, review, pengendalian internal, menilai resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan dan ketidakpatutan, mengidentifikasikan hasil audit terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit yang berjalan, mengidentifikasikan kriteria audit yang akan dipakai dan merencanakan metode audit yang tepat. Pada
saat
melaksanakan
pengujian
auditor
pada
umumnya
mempertimbangkan kembali pemahaman entitas, penilaian pengendalian internal, penilaian resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan dan ketidakpatutan, mengidentifikasikan hasil audit terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit yang berjalan, mengidentifikasikan kriteria audit yang akan dipakai dan merencanakan metode audit yang dipakai. Selanjutnya auditor
40
melakukan
pengumpulan
bukti,
mengembangkan
temuan
dan
membuat
kesimpulan dan rekomendasi audit (bila ada). Pada saaat menyusun laporan, pada umumnya auditor kembali mempertimbangkan pemahaman entitas, resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan dan ketidakpatutan, hasil audit terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit yang berjalan, metode audit, bukti audit, temuan audit serta kesimpulan dan rekomendasi audit (jika ada). Pada tahap tindak lanjut auditor pada umumnya mempertimbangkan kembali resiko terjadinya penyimpangan dari hukum dan peraturan, kecurangan dan ketidakpatutan, hasil audit terdahulu yang signifikan dengan tujuan audit yang berjalanbukti audit, temuan audit serta kesimpulan dan rekomendasi audit (jika ada). Setelah diketahui praktik penyusunan program audit kinerja pada umumnya, selanjutnya akan dilihat bagaimana praktik penyusunan program audit kinerja berdasarkan karakteristik responden. Hasilnya akan menunjukkan apakah ada karakteristik tertentu yang berbeda dengan praktik penyusunan program audit kinerja pada umumnya. KESIAPAN KAPASITAS AUDITOR Pelatihan perlu diberikan pada para auditor untuk memenuhi standar umum pemeriksaan yang pertama yang berbunyi : “Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan.” Salah satu cara untuk memenuhi standar tersebut adalah dengan memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan (SPKN paragraf 6 Standar Umum). Pelatihan perlu diberikan kepada para auditor dengan masa kerja lebih dari lima tahun untuk selalu menyegarkan ingatan para auditor tentang perlunya menjaga kualitas audit, sementara pelatihan yang diberikan kepada auditor dengan kedudukan sebagai pemimpin tim baik junior maupun senior dimaksudkan supaya auditor tidak merasa bahwa bekal pengalaman mereka sudah cukup sehingga melupakan hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan daam menyusun sebuah program audit kinerja. Selain melakukan pendidikan berkelanjutan, BPK-RI juga
41
harus sangat memperhatikan mekanisme pengendalian mutu audit seperti yang telah disebutkan dalam SPKN pada standar umum keempat yang bunyonya : “Setiap organisasi pemeriksa yang melakukan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan harus memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai, dan sistem pengendalian mutu tersebut harus direview oleh pihak lain yang kompeten (pengendali mutu eksternal).” Pengendalian mutu di sini baik yang berasal dari pihak internal BPK-RI maupun oleh organisasi pemeriksa eksternal (peer review) yang kompeten. Hasil dari peer review tersebut harus dipublikasikan kepada publik sehingga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini dapat bertambah. PENENTUAN FORMAT LAPORAN Tahap pelaporan merupakan tahapan dalam audit sektor publik yang harus dilaksanakan
karena
ada
tuntutan
yang
tinggi
dari
masyarakat
atas
pertanggungjawaan pengelolaan sumber daya publik. Hal tersebut menjadi alasan utama untuk melaporkan keseluruhan pekerjaan audit kepada pihak manajemen, lembaga legislatif dan masyarakat luas. Seiring berjalannya waktu serta perbedaan kebutuhan tiap negara akan informasi yang terkandung dalam laporan audit kinerja sektor publik, maka format laporan audit kinerja sektor publik juga berbeda-beda dan mengalami perkembangan. No.
Hatherly and Parker (1988)
AICPA (Ponder, 1984)
GAO (1974)
ANAO (2003)
1.
Tujuan audit
Pendahuluan Laporan ringkas, Lingkup dan (meliputi tujuan, jelas dan lengkap tujuan audit lingkup, pendekatan dan prosedur)
2.
Lingkup audit
Ringkasan temuan
3.
Prosedur audit
Rekomendasi
daftar Masalah Temuan kesimpulan
Temuan dan kesimpulan dan Bukti yang mendukung temuan dan
42
kesimpulan 4.
Masalah
Rincian dan pendukung
data Pendapat dan Rekomendasi rekomendasi auditor
5.
Penyebab masalah
6.
Rekomendasi
Pencapaian dan Masalah yang kemajuan klien memerlukan penelaahan lebih lanjut
7.
Pencapaian dan kemajuan klien
Pandangan pejabat klien
8.
Pandangan pejabat klien
Lingkup tujuan audit
9.
Penggunaan bahasa
10.
Penyajian laporan
dari -
Penekanan Komentar kritis adanya kemajuan daripada kritik
Kemajuan klien dan Pandangan organisasi yang diaudit
Flint dalam Hatherly (1980) menyarankan bahwa pendahuluan laporan audit kinerja harus meliputi : lingkup pekerjaan yang dilakukan, aktivitas yang diuji,
maksud
pengujian,
luas
dan
jenis
pengujian
dan
kriteria
pengukuran/evaluasi. David J Hatherly dan Lee D. Parker melakukan penelitian berupa sebuah studi perbandingan atas hasil audit kinerja sektor publik di Australia.
Kriteria
yang
digunakan
dalam
penelitian
mereka
untuk
membandingkan beberapa format laporan audit kinerja pada sektor publik di Australia. Sedangkan isi laporan audit kinerja berdasarkan standar audit yang ada di Indonesia dalam hal ini Standar Audit Pemerintahan dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dapat dilihat pada tampilan selanjutnya.
43
No.
SAP (1995)
SPKN ( 2007 )
1.
Tujuan, lingkup dan metodologi Pernyataan standar audit audit
2.
Hasil audit
Tujuan, lingkup dan metodologi pemeriksaan
3.
Rekomendasi
Temuan pemeriksaan, simpulan dan rekomendasi
4.
Pernyataan standar audit
Tanggapan pejabat klien
5.
Kepatuhan terhadap Per-UU
6.
Ketidakpatuhan penyalahgunaan wewenang
7.
Pelaporan hukum
8.
Pengendalian manajemen
9.
Tanggapan pejabat klien
10.
Hasil/prestasi kerja
11.
Hal yang memerlukan penelaahan lebih lanjut
12.
Informasi istimew dan rahasia
perbuatan
dan
melanggar
PENENTUAN ATURAN AUDIT Standar auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) adalah organisasi profesi akuntan publik di Indonesia. IAPI mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang,
44
dimulai dari didirikannya Ikatan Akuntan Indonesia di tahun 1957 yang merupakan perkumpulan akuntan Indonesia yang pertama. Perkembangan profesi dan organisasi akuntan publik di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari perkembangan perekonomian, dunia usaha dan investasi baik asing maupun domestik, pasar modal serta pengaruh global. Secara garis besar tonggak sejarah perkembangan profesi organisasi akuntan publik di Indonesia memang sangat dipengaruhi oleh perubahan perekonomian negara pada khususnya dan perekonomian dunia pada umumnya. IKATAN AKUNTAN INDONESIA Di awal masa kemerdekaan Indonesia, warisan dari penjajah Belanda masih dirasakan dengan tidak adanya satupun akuntan yang dimiliki atau dipimpin oleh bangsa Indonesia. Pada masa ini pola Belanda masih diikuti dimana akuntan didaftarkan dalam suatu register negara. Di Belanda sendiri ada dua organisasi profesi yaitu Vereniging Van Academish Gevormde Accountants (VAGA), yaitu ikatan akuntan lulusan perguruan tinggi dan Nederlands Institut Van Accountants (NivA) yang anggotanya terdiri dari lulusan berbagai program sertifikasi akuntan dan memiliki pengalaman kerja. Akuntan-akuntan indonesia pertama lulusan periode sesudah kemerdekaan tidak dapat menjadi anggota VAGA atau NivA. Situasi ini mendorong Prof. R. Soemardjo Tjitrosidojo dan empat lulusan pertama FEUI yaitu Drs. Basuki T. Siddharta, Drs. Hendra Darmawan, Drs. Tan Tong Joe da Drs. Go Tie Siem memprakarsai berdirinya perkumpulan akuntan Indonesia yang dinamakan Ikatan Akuntan Indonesia yang disingkat IAI pada tanggal 23 Desember 1957 di Aula Universitas Indonesia. IKATAN AKUNTAN INDONESIA – SEKSI AKUNTAN PUBLIK (IAI-SAP) Di masa pemerintahan orde baru, terjadi banyak perubahan signifikan dalam perekonomian Indonesia, antara lain seperti terbitnya Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) serta berdirinya pasar modal. Perubahan perekonomian ini membawa dampak terhadap kebutuhan akan profesi akuntan publik, dimana pada masa itu telah
45
berdiri banyak kantor akuntan Indonesia dan masuknya kantor akuntan asing yang bekerja sama dengan kantor akuntan Indonesia. 30 tahun setelah berdirinya IAI atas gagasan Drs. Theodorus M Tuanakotta pada tanggal 7 April 1977 IAI membentuk seksi akuntan publik sebagai wadah para akuntan publik di Indonesia untuk melaksanakan program-program pengembangan akuntan publik. IKATAN
AKUNTAN
INDONESIA –
KOMPARTEMEN
AKUNTAN
PUBLIK (IAI-KAP) Dalamkurun waktu 17 tahun sejak dibentuknya Seksi Akuntan Publik, profesi akuntan publik berkembang dengan pesat. Seiring dengan perkembangan pasar modal dan perbankan di Indonesia, diperlukan perubahan standar akuntansi keuangan dan standar profesional akuntan publik yang setara dengan standar internasional. Dalam kongres IAI ke-VII tahun 1994, anggota IAI sepakat untuk memberikan hak otonomi kepada akuntan publik dengan mengubah Seksi Akuntan Publik menjadi Kompartemen Akuntan Publik INSTITUT AKUNTAN PUBLIK INDONESIA (IAPI) Setelah hampir 50 tahun sejak berdirinya perkumpulan akuntan Indonesia, tepatnya pada tanggal 24 Mei 2007 berdirilah Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sebagai organisasi akuntan publik yang independen dan mandiri dengan berbadan hukum yang diputuskan melalui Rapat Umum Anggota Luar Biasa IAIKompartemen Akuntan Publik. Berdirinya Institut Akuntan Publik adalah respon terhadap dampak globalisasi, dimana Drs. Ahmadi Hadibroto sebagai ketua dewan pengurus nasional IAI mengusulkan perluasan keanggotaan IAI selain individu. Hal ini telah diputuskan dalam kongres IAI X pada tanggal 23 November 2006. Keputusan inilah yang menjadi dasar untuk mengubah IAI-Kompartemen Akuntan Publik menjadi asosiasi yang independen yang mampu secara mandiri mengembangkan profesi akuntan publik. IAPI diharapkan dapat memenuhi seluruh persyaratan International Federation of Accountants (IFAC) yang berhubungan dengan profesi dan etika akuntan publik, sekaligus untuk memenuhi persyaratan yang diminta oleh IFAC sebagaimana tercantum dalam Statement of Member Obligation (SMO).
46
Pada tanggal 4 Juni 2007 secara resmi IAPI diterima sebagai asosiasi yang pertama oleh IAI. Pada tanggal 5 Februari 2008 Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 mengakui IAPI sebagai organisasi profesi akuntan publik yang berwenang melaksanakan ujian sertifikasi akuntan publik, penyusunan dan penerbitan standar profesional dn etika akuntan publik serta menyelenggarakan program pendidikan berkelanjutan bagi seluruh akuntan publik di Indonesia.
47