ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CVA INFARK Setiadi, S.Kep., Ns., M.Kep
D osen sen Stik Sti k es Ha H ang T uah uah Sur Su r abaya A. Pendahuluan
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk CVA Infark atau cedera serebro vaskuler yang mengacu pada gangguan suplai darah ke otak secara mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat pecahnya pembuluh darah. Gangguan aliran darah ini akan mengurangi suplai oksigen, glukosa dan nutrien lain ke bagian otak yang di suplai oleh pembuluh darah yang terkena dan akan mengakibatkan gangguan pada sejumlah fungsi otak (Esther, 2009). CVA Infark pada umumnya lebih banyak dijumpai pada usia lanjut tetapi dapat pula di temukan pada dewasa muda bahkan juga anak, yang umumnya disebabkan karena kelainan bawaan pembuluh darah (Harsono, 2005). Pada pasien CVA Infark dapat menimbulkan terjadi kelumpuhan pada sebagian atau seluruh tubuhnya, bicaranya pelo, penglihatan mengalami penurunan, ptosis, vertigo, kesulitan dalam bicara. Serangan CVA Infark dapat terjadi karena kelalaian manusia dalam pola hidupnya, banyak orang yang tidak melakukan pola hidup sehat seperti makan – makanan yang mengandung garam tinggi, mengandung kolesterol, rasa manis, minum – minum yang beralkohol, dan merokok. Pola hidup tersebut merupakan faktor resiko dari CVA Infark, jika hal tersebut selalu dilakukan maka akan timbul maslah keperawatan resiko PTIK, ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral, gangguan mobilitas fisik akibat adanya kelemahan / kelumpuhan. Selain timbulnya masalah keperawatan, juga terdapat gangguan pada kebutuhan dasar manusia, seperti: kebutuhan dasra personal hygiene, elminasi, dan nutrisi. Di Amerika pada tahun 2005 prevalensi kematian karena stroke mencapai 2,6%. Prevalensi tersebut meningkat sesuai dengan kelompok usia yaitu 0,8% pada kelompok usia 18-44 tahun 2,7% pada kelompok usia 45-64 tahun dan 8,1% pada kelompok usia 65 tahun lebih. Gambaran dan profil CVA Infark di Indonesia, menyatakan bahwa penderita laki – laki laki lebih banyak daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64% dan usia diatas 65 tahun 33,5% (Rasyid, AL, 2007). Di ICU UGD pada tahun 2012 pasien denga diagnosa CVA Infark mencapai 98 orang. Menurut data yang diperoleh dari ruang ICU IGD RUMKITAL Dr. Ramelan Surabaya selama bulan Januari – Juni 2013, didapatkan jumlah klien dengan kasus CVA Infark sebanyak 39 klien dari jumlah
total klien yang pernah di rawat di ruang ICU IGD sebanyak 558 orang, sehingga prosentase penyakit CVA Infark sebesar 6.98% sedangkan angka kematian sebanyak 13 orang (33%). (33%). Sebagian CVA Infark merupakan jenis iskemik dan terjadi karena oklusi arteri oleh trombosis atau emboli yang berkaitan dengan ateroklerosis. Trombosis yaitu penyebab CVA Infark yang paling sering dijumpai, biasanya pada lansia. Pada aterosklerosis mula – mula terbentuk daerah berlemak yang berwarna kuning pada permukaan interna arteri. Seiring waktu terbentuk plak fibrosis (ateroma) di lokasiyang terbatas seperti di percabangan arteri dan bifurkasio yang berlawanan. Penyempitan atau oklusi tersebut yang akhirnya menyebabkan suplai darah ke serebral berkurang sehingga perfusi jaringan otak mengalami gangguan. Suplai darah ke otak yang berkurang menyebabkan oksigen di dalam otak juga berkurang sehingga otak mengalami asidosis, natrium klorida, dan air masuk ke dalam sel saraf dan kalium meninggalkan sel saraf sehingga otak mengalami edema dan jika pada saraf serebral terjadi pecahnya pembuluh darah sehingga timbul perdarahn maka akan terjadi masalah meningkatan tekanan intrakranial (Esther, 2009). Suplai darah ke serebral yang berkurang menyebabkan gangguan perfusi jaringan ditunjukkan dengan adanya hasil CT Scan yang terkesan terdapat suatu infark, pasien mengalami pusing, kesadaran menurun, tekanan darah tinggi. Kerusakan neuromuskular karena adanya gangguan pada nervus mengakibatkan pasien mengalami kelemahan / kelumpuhan sehingga terjadi hambatan mobolitas fisik, peningkatan frekuensi frekuensi nafas bentuk kompensasi kompensasi tubuh dalam memenuhi nutrisi jaringan – jaringan – jaringan otak, agar tidak terjadi iskemik jaringan otak karena kekurangan oksigen, selain itu hiperventilasi disebabkan karena lemahnya motorik volunter sehingga terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Tekanan darah tinggi disebabkan viskositas pembuluh darah yang menurun akibat diabetes melitus yang diderita. Hipertensi pada pembuluh darah berbahay, khususnya pembuluh darah di otak, jika terjadi perembesan sampai kebocoran maka akan membuat PTIK, dan akan mempengaruhi kesadaran klien, sehingga terjadi ketidakefektifan perfusi jaringan serebral. Untuk permasalahan pada CVA Infark, peran perawat sebagai integral dari pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bertugas 24 jam perhari memegang peranan penting dalam proses asuhan keperawatan yang mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif melalui tahap proses keperawatan dengan sasaran utama kognitif, afektif dan psikomotor sangat diperlukan oleh perawat agar penderita CVA Infark yang dirawat dapat kembali melalui aktivitas sehari – hari secara mandiri dan optimal, misalnya pada pasien yang mengalami kelemahan maka perawat dapat membantu pasien dengan memberikan latihan ROM aktif dan pasif secara bertahap sesuai dengan kemampuan pasien serta berkolaborasi
dengan dokter sehubungan dengan penggunaan obat – obatan seperti anti trombotik dan vasodilator untuk mengatasi perfusi jaringan serebral, selain itu perawat memberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan serangan CVA Infark selanjutnya dengan cara mengurangi faktor resiko seperti : hipertermi, kebiasaan merokok, makanan kolesterol (Eather, 2009).
B. Pengertian CVA Infark
CVA atau stroke adalah cedera vaskular akut pada otak. Ini berarti stroke adalah suatu cedera mendadak dan berat pada pembuluh darah otak. Cedera dapat disebabkan oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai. Stroke mungkin menampakkan gejala, mungkin juga tidak (stroke tanpa gejala disebut silent stroke), tergantung pada tempat dan ukuran kerusakan (Feigin. ,2004) Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darh ke bagian otak. Sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskular selama beberapa tahun. (Brunner & Suddarth, 2002). Stroke dapat didefinisikan sebagai defisit neurologi yang mempunyai awitan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari CVD. Hampir sekitar ¾ stroke diakibatkan oleh obstruksi vaskular (trombus atau emboli), mengakibatkan inskemia dan infark. Sekitar ¼ kasus stroke adalah hemorragi, yang diakibatkan
oleh penyakit vaskular hipertensif (yang menyebabkan
hemorragi intraserebral), ruptur anuerisma atau arteriovenosa malformation (AVM). (Hudak & Gallo, 2001) TIA yang juga disebut stroke kecil atau ringan adalah suatu faktor resiko utama terjadinya stroke iskemik (stroke yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan satu atau beberapa arteri yang menuju otak). Hal ini berarti jika seseorang mengalami TIA, ia beresiko tinggi terjangkit stroke.
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. Istilah yang lebih lama dan masih sering digunakan adalah cerebrovascular accident (CVA). (Price, 2006).
C. Pembagian CVA Infark
CVA Infark atau stroke non haemorragic dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umummnya baik. CVA Infark/Stroke Non Haemorrhagi/Iskemik dapat dibagi menjadi : 1. Transient Ischemic Attack (TIA) / Serangan Iske mi Sepintas. Merupakan gangguan fungsi otak yang merupakan akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak untuk sementara waktu. Penyebab TIA adalah ser pihan kecil dari endapan lemak dan kalsium pada dinding pembuluh darah bisa lepas, mengikuti aliran darah dan menyumbat pembuluh darah kecil yang menuju otak, sehingga untuk sementara waktu menyumbat aliran darah ke otak dan menyebabkan terjadinya TIA. Resiko TIA meningkat pada tekanan darah tinggi, aterosklerosis, penyakit jantung (terutama pada kelainan katub dan irama jantung), diabetes dan polisitemia (kelebihan sel darah merah). TIA berlangsung tiba-tiba dan biasanya berlangsung selama 2-30 menit. Gejalanya tergantung pada bagian otak mana yang kekurangan aliran darah. Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri karotis, maka gejala yang paling sering ditemukan adalah kebutaan pada salah satu mata atau kelainan rasa dan kelemahan. Jika mengenai arteri yang berasal dari arteri vertebralis, biasanya terjadi pusing, penglihatan ganda, dan kelemahan menyeluruh. Gejala lainnya yang biasa ditemukan adalah hilangnya rasa atau kelainan sensasi pada lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda, pusing, berbicara tak jelas, tidak mampu mengenali bagian tubuh, inkontinensia, ketidakseimbangan tubuh, pingsan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Karena tidak terjadi kerusakan otak, maka diagnosis tidak dapat ditegakkan dengan bantuan CT scan
maupun MRI. Digunakan beberapa teknik untuk menilai kemungkinan adanya penyumbatan pada salah satu atau kedua arteri karotis. Aliran darah yang tidak biasa menyebabkan suara (bruit) yang terdengar melalui stetoskop. Dilakukan skening ultrasonik dan teknik Doppler secara bersamaan untuk mengetahui ukuran sumbatan dan jumlah darah yang bisa mengalir di sekitarnya. Angiografi serebral dilakukan untuk menentukan ukuran dan lokasi sumbatan. Untuk menilai arteri karotis biasanya dilakukan pemeriksaan MRI atau angiografi, sedangkan untuk menilai arteri vertebralis dilakukan pemeriksaan ultrasonik dan teknik Doppler. Sumbatan di dalam arteri vertebral tidak dapat diangkat karena pembedahannya lebih sulit bila dibandingkan dengan pembedahan pada arteri karotis. Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah stroke. Faktor resiko utama untuk stroke adalah tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, merokok dan diabetes, karena itu langkah pertama adalah memperbaiki faktorfaktor resiko tersebut. Obat-obatan diberikan untuk mengurangi kecenderungan pembentukan bekuan darah, yang merupakan penyebab utama dari stroke. Salah satu obat yang paling efektif adalah Aspirin. Kadang diberikan dipiridamol, tetapi obat ini hanya efektif untuk sebagian kecil penderita. Untuk yang alergi terhadap Aspirin, bisa diganti dengan tiklopidin. Jika diperlukan obat yang lebih kuat, bisa diberikan antikoagulan (misalnya heparin atau warfarin). Luasnya penyumbatan pada arteri karotis membantu dalam menentukan pengobatan. Jika lebih dari 70% pembuluh darah yang tersumbat dan penderita memiliki gejala yang menyerupai stroke selama 6 bulan terakhir, maka perlu dilakukan pembedahan untuk mencegah stroke. Sumbatan yang kecil diangkat hanya jika telah menyebabkan TIA yang lebih lanjut atau stroke. Pada pembedahan enarterektomi, endapan lemak (ateroma) di dalam arteri dibuang. Pembedahan ini memiliki resiko terjadinya stroke sebesar 2%. Pada sumbatan kecil yang tidak menimbulkan gejala sebaiknya tidak dilakukan pembedahan, karena resiko pembedahan tampaknya lebih besar. 2. Defisit Neurologis Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurologi Defisit (RIND). Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang dari tiga minggu). 3. In Evolutional atau Progressing Stroke. Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau lebih. 4. Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke). Gejala gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut.
Tabel 1: Perbedaan CVA Infark dengan CVA Bleeding. GEJALA
CVA BLEEDING
CVA INFARK
Sangat akut
Subakut
Aktif
Bangun pagi
Peringatan sebelumnya
++
++
Nyeri kepala
++
-
Muntah
++
-
Kejang-kejang
++
-
Kesadaran Menurun
++
+/-
+++
+
Perdarahan di retina
++
-
Papil edema
++
-
++
-
++
-
Subkortikal
Kortikal/subkortikal
Permulaan Waktu serangan
Bradikardi
Kaku kuduk, Brudzinski Ptosis
kernig,
Lokasi Sumber : (Price, 2006)
Perbedaan CVA Infark dengan CVA Bleeding
Gambar 2.1 http://ifan 050285.files.wordpres.com/2010/03/stroke-11-jpg
D. Etiologi
Pada CVA infark, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Brunner & Suddarth (2002). menyatakan bahwa etiologi dari stroke adalah: 1.
Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah oatak atau leher).Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis serebral yang adalah penyebab paling umum stroke.
2.
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik pada jantung kiri, seperti
endokarditis
infeksi, penyakit jantung rematik, dan infark miokard, serta infeksi pulmonal, adalah tempat-tempat asal emboli. Mungkin saja bahwa pemasangan katub jantung prostetik dapat mencetuskan stroke, karena terdapat peningkatan insiden embolisme setelah ini. Resiko stroke setelah pemasangan katub dapat dikurangi dengan terapi antikoagulan pascaoperatif. Kegagalan pacu jantung, fibrilasi atrium dan kardioversi untuk fibrilasi atrium adalah kemungkinan penyebab lain dari emboli serebral dan stroke. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral. 3.
Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4.
Hemorragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen
gerakan, berpikir,
memori, bicara, atau sensasi. Hemoragi dapat terjadi di luar durameter (hemoragi ekstradural
atau
epidural),
dibawah
durameter
(hemoragi
subdural),
diruang
subarakhnoid (hemoragi subarakhnoid), atau didalam substansi otak (hemoragi intraserebral). a. Hemoragi ekstradural adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri meningens lain. b. Hemoragi subdural pada dasranya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hepatoma subdural biasanya sobek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak. c. Hemoragi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetepi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat aneurisme. d. Hemoragi intraserebral. Perdarahan di substansi dalam otak paling umum pada pasien dengan hipertensi atau ateroskerosis serebral, karena perubahan degeneratif penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah. Menurut Arif, (2000). Menjelaskan bahwa etiologi stroke antara lain: 1. Infark otak (80%) a. Emboli kardiogenik 1) Fibrilasi atrium atau aritmia lain a) Trombus mural ventrikel kiri b) Penyakit katub mitral atau aorta c) Endokarditis (infeksi atau non infeksi) b. Emboli paradoksal c. Emboli arkus aorta 2. Perdarahan intraserebral (15%) a. Hipertensif b. Malformasi arteri vena c. Angiopati amiloid 3. Perdarahan subarakhnoid (5%) 4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan) a. Trombososis sinus dura b. Diseksi arteri karotis atau vertebralis c. Vaskulitis sistem saraf pusat d. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
e. Migren f. Kondisi hiperkoagulasi g. Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin) h. Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau leukimia) i.
Miksoma atrium Penyebab stroke iskemik menurut Price, (2002). yaitu :
1. Trombosis Akibat dari Aterosklerosis, Vaskulitis, robeknya arteri, dan gangguan darah. 2. Embolisme Diakibatkan oleh keadaan hiperkoagulasi, sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri, masalah di jantung seperti kardiomiopati iskemik, penyakit katub jantung. 3. Vasokonstriksi Yang terjadi karena vasospasma serebrum setelah perdarahan subarachnoid (PSA).
Gambar 2.2 http://supersuga.files.wordpress.com/2008/03/anatomi-otak Etyology of CVA
E. Manifestasi Klinis
Menurut Feigin, (2004). menjelaskan bahwa manifestasi kilnis dari cva infark : 1. Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu tubuh, terutama disatu sisi, termasuk wajah, lengan atau tungkai. 2. Rasa hilangnya sensasi atau sensasi tak lazim lain di suatu bagian tubuh, terutama jika hanya disalah satu sisi. 3. Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu sisi 4. Tidak mampu berbicara dengan benar atau memahami bahasa 5. Hilangnya keseimbangan, berdiri tak mantap, atau jatuh tanpa sebab 6. Serangan sementara jenis lain, seperti vertigo, pusing bergoyang, kesulitan menelan (Disfagia), kebingungan akut, atau gangguan daya ingat 7. Nyeri kepala yang terlalu parah, muncul mendadak, atau memiliki karakter yang tidak lazim, termasuk perubahan pola nyeri kepala yang tidak dapat diterangkan 8. Perubahan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan atau kejang Menurut Price, (2002). gejala dan tanda yang disebut juga sindrom neurovaskular anatara lain : 1. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior: gejala biasanya unilateral). Lokasi tersering lesi adalah bifurkasio arteri karotis komunis ke dalam arteria karotis ineterna dan eksterna. Cabang-cabang arteri karotis interna adalah arteri oftalmika, arteri komunikantes posterior, arteria koroidalis anterior, arteria serebri anterior, arteri serebri media. Dapat timbul berbagai macam sindrom yaitu : a. Dapat terjadi kebutaan satu mata di sisi arteria karotis yang terkena akibat insufisiensi arteria retinalis b. Gejala sensorik dan motorik di ekstremitas kontralateral karena insufisiensi arteria serebri media c. Lesi dapat terjadi di daerah antara arteria serebri anterior dan media. Gejala mulamula timbul di ekstremitas atas (misalnya tangan lemah) dan mungkin mengenai wajah (kelumpuhan tipe supranukleus). 2. Arteria serebri media a. Hemiparesis atau monoparesis kontralateral (biasanya mengenai lengan) b. Kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralateral c. Afasia global (apabila hemisfer dominan terkena) gangguan semua fungsi yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi. d. Disfasia
3. Arteria serebri anterior (kebingungan adalah gejala utama) a. Kelumpuhan kontralateral yang lebih besar di tungkai b. Defisit sensorik kontralateral c. Demensia, gerakan menggenggam, refleks patologik (disfungsi lobus frontalis) 4. Sistem vertebrobasilar (sirkulasi posterior : manifestasi biasanya bilateral) a. Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas b. Meningkatnya refleks tendon c. Ataksia d. Tanda babinski bilateral e. Gejala-gejala serebelum seperti tremor intention, vertigo. f. Disfagia g. Disartria h. Sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya ingat, disorientasi i.
Gangguan penglihatan
j.
Tinitus, gangguan pendengaran
k. Rasa baal di wajah, mulut, atau lidah 5. Arteria serebri posterior (di lobus otak tengah atau talamus) a. Koma b. Hemiparesis kontralateral c. Afasia visual atau buta kata (aleksia) d. Kelumpuhan saraf kranialis ketiga : hemianopsia, koreoatetosis. Menurut Sunden & Suddarth, (2000). Manifestasi stroke yaitu : 1. Kehilangan motorik 2. Hemiplegia, hemiparesis a. Paralysis flaksid dan kehilangan atau penurunan refleks tendon profunda (gambaran klinis awal) b. Disfagia 3. Kehilangan komunikasi a. Disartria b. Afasia 4. Gangguan perceptual a. Homonimus hemia nopia (kehilangan dari setengah lapang pandang) b. Gangguan dalam hubungan visual-spasial (seringkali terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri)
c. Kehilangan sensori : Sedikit kerusakan pada sentuhan atau lebih buruk dengan kehilangan propiosepsi, kesulitan dalam mengatur stimuli visual, taktil, d an auditori 5. Kerusakan aktivitas mental dan efek psikologis a. Kerusakan lobus frontal : kapasitas belajar, memori, atau fungsi inteklektual kortikal yang lebih tinggi mungkin mengalami kerusakan. Disfungsi tersebut mungkin tercermin dalam rentang perhatian terbatas, kesulitan dalam komprehensi, cepat lupa, dan kurang motivasi. Depresi, masalah-masalah psikologis lainnya : kelabilan emosional, bermusuhan, frustasi, menarik diri, dan kurang kerja sama. 6. Disfungsi kandung kemih a. Inkontinensia urinarius transien b. Inkontinensia urinarius persisten atau retensi urin (mungkin simptomatik dari kerusakan otak bilateral) c. Inkontinensia urinarius dan defekasi berkelanjutan (dapat mencerminkan kerusakan neurologis ekstensif)
F. Tanda dan Gejala
Menurut Eka, (2005). Tanda dan Gejala CVA Infark antara lain adalah : 1. Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala : a. Perubahan tingkat kesadaran : penurunan orientasi dan respons terhadap stimulus. b. Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas : kelemahan sampai paralysis. c. Perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi.Unilateral tanda dari perdarahan cerebral. d. Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas irreguler, peningkatan suhu tubuh. e. Keluhan kepala pusing. f. Muntah projectile (tanpa adanya rangsangan). 2. Kelumpuhan dan kelemahan. 3. Penurunan penglihatan. 4. Deficit kognitif dan bahasa (komunikasi). 5. Pelo / disartria. 6. Kerusakan Nervus Kranialis. 7. Inkontinensia alvi dan uri.
G. Patofisiologi
Gangguan pasokan darah aliran otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi seperti arteri karotis interna dan system vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada atrosklerosis atau trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atauy embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium, atau rupture vascular di dalm jaringan otak atau ruang subarakhnoid. Dalam kehidupan sehari-hari otak memerlukan suplai darah konstan yang diperankan oleh kontraksi otott polos arteri dan arteriol sesuai dengan tekanan luminalnya. Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedra pada otak melalui 4 mekanisme, yaitu satyanegara, (2010): 1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke otak menjadi tidak adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan ischemia otak, bila hal ini terus terjadimaka akan terjadi infark. 2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke jaringan (hemoragik). 3. Pembesaran sebuah/sekelompok pembuluh darah yang menekan jarinagn otak. 4. Edema serebri yang merupakan pengumppulan cairan diruang intertitial jaringan otak. Pada CVA Infark iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabakan hipoksia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi-reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya (Misbach, 2007). Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus atau emboli. Thrombus terjadi karna berkembangnya aterosklorosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat aliran darah ke trombus menjadi berkurang, akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkann oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis, terjadi blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia
yang tiba-tiba berkembang cepat terjadi gangguan neorologis foksil, perdarahan otak dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah olek emboli. Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi disentral. Daerah ini akan mengalami nekrotik dalam waktu yang singkat jika tidak ada perfusi.
H. Komplikasi
Sebagian besar stroke terjadi akibat kombinasi faktor penyebab medis (misalnya, peningkatan tekanan darah) dan faktor penyebab perilaku (misalnya merokok). Penyebab penyebab ini disebut ”faktor resiko”. Terdapat sejumlah faktor resiko yang tidak dapat diubah. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi ini mencakup penuaan, kecenderungan genetis dan suku bangsa. Faktor resiko medis mencakup : 1. Hipertensi 2. Tingginya kadar zat-zat berlemak seperti kolesterol dal am darah 3. Aterosklerosis (mengerasnya arteri) 4. Berbagai gangguan jantung, termasuk fibrilasi atrium (misalnya denyut jantung tidak teratur), diabetes, dan aneurisma intrakranium yang belum pecah 5. Riwayat stroke dalam keluarga atau penanda genetis lainnya 6. Migrain
Menurut Arif, (2000). Faktor resiko stroke antara lain : 1. Tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot dan homozigot untuk homosistinuria 2. Dapat diubah : hipertensi, diabetes melitus, merokok, penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia, dan dislipidemia.
I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Wilson, (2006). Pemeriksaan penunjang neurovascular diutama kan yang non infasif. Pemeriksaan yang berikut ini dianjurkan pada pasien infark serebri bila alat tersedia dan biaya terjangkau. 1. Ekokardiografi untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari jantung. Pada bayak pasien ekokardiografi transtorakal sudah memadai. Ekokardiografi transesofageal memberikan hasil yang lebih mendetail terutama kondisi atrium kiri dan arkus aorta serta lebih sensitive untuk mendeteksi thrombus mural atau vegetasi katup. 2. Ultrasonografi Doppler karotis dipewrlukan untuk menyingkirkan satenosis karotis yang simtomatis serta lebih dari 70%, yang merupakan indikasi ntuk enarterektomi karotis .
J. Pencegahan
Menurut Wilson, (2006). Pencegahan CVA Infark antara lain adalah : 1. Menghentikan merokok 2. Menurunkan konsumsi kholesterol dan kontrol kolesterol rutin 3. Mempertahankan kadar gula normal 4. Mencegah minum alkohol 5. Latihan fisik teratur 6. Cegah obesitas 7. Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko CVA Infark Pencegahan CVA Infark dikutip dari Wlson, (2006). terdapat 2 macam yaitu : 1. Pencegahan secara primer Pencegahan secara primer ini dilakukan untuk mencegah dan mengobati faktor – faktor resiko yang dimodifikasi. Hipertensi adalah faktor resiko paling prevelen, dan telah dibuktikan bahwa penurunan tekanan darah memiliki dampak yang sangat besar pada resiko CVA Infark. Rekomendari pencegahan primer yang paling terinci dan banyak diteliti adalah antikoagulasi oral harus digunakan sebagai profilaksis primer terhadap semua pasien dengan fibrilasi atrium yang beresiko tinggi terkena CVA Infark. Penatalaksanaan diabetes yang baik merupakan faktor penting lain dalam pengobatan CVA Infark primer. Meningkatnya kadar gula darah secara berkepanjangan berkaitan erat dengan disfungsi sel endotel yang pada gilirannya akan memicu terbentuknya ateroklerosis.
2. Pencegahan secara sekunder Pencegahan sekunder mengacu pada strategi untuk mencegah kekambuhan CVA Infark. Pendekatan utama adalah dengan mengendalikan hipertensi, CEA dan memakai obat antigregat antitrombosit.
K. Penatalaksaan
Menurut Arif, (2000). Penatalaksanaan stroke antara lain : 1. Prinsip penatalaksanaan stroke iskemik fase akut (non hemoragik) a. Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen activator). Pengobatan ini hanya boleh diberikan pada stroke iskemik dengan waktu onset kurang dari 3 jam dan hasil CT scan normal. Obat ini sangat mahal dan hanya bisa dilakukan dirumah sakit yang fasilitasnya lengkap. b. Mencegah perburukan neurologist yang berhubungan dengan stroke yang masih berkembang (jendela terapi sampai dengan 72 jam). c. Mencegah stroke berulang dini (dalam 30 hari sejak onset gejala stroke). Sekitar 5% pasien yang dirawat dengan stroke iskemik mengalami serangan stroke kedua dalam 30 hari pertama. Resiko ini paling tinggi (lebih besar dari 10%) pada pasien dengan stenosis karotis yang berat dan kardioemboli serta paling rendah (1%) pada pasien dengan infark lakuner. Terapi dini dengan heparin dapat mengurangi resiko stroke berulang dini pada pasien dengan kardioemboli. d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan tanda klinis atau radiologist adanya infark hemisfarik
atau serebelum yang massif, kesadaran
menurun, gangguan pernafasan, atau stroke dalam evolusi. e. Pertimbangkan konsul bedah saraf untuk dekompresi pada pasien dengan infark serebelum yang luas. f. Pertimbangkan sken resonansi magnetic pada pasien dengan stroke vertebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infark yang tidak nyata pada CT scan. g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena dimulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20ml/jam, sampai masa tomboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi berikut ini : 1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli 2) Iskemia otak sepintas (TIA) atau infark karena stenosis arteri karotis
3) Stroke dalam evolusi 4) Diseksi arteri 5) Trombosis sinus dura. Heparin merupakan kontra indikasi relative pada pasien dengan infark luas yang berhubungan dengan efek massa atau konfersi / transformasi hemoragik. Pasien stroke dengan infark miokard baru, fibrilasi atrium penyakit katup jantung atau thrombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal 1 tahun dengan mempertahankan masa protrombin 1,5-2,5 kali control a tau INR 2-3. h. Pertimbangkan pemeriksaan darah berikut ini pada kasus kasus penyebab stroke yang tidak lazim, terutama pada usia muda : 1. Kultur darah jika dicurigai endokarditis 2. Pemeriksaan prokoaglan : aktivitas protein C, aktivitas protein S, aktivitas antitrombin III, antikoagulan lupus, antibody antikardiolipin. 3. Pemeriksaan untuk vaskulitis : antibody antinukliar (ANA), factor rheumatoid, regain plasma cepat (RPR) , serologi virus hepatitis, laju endap darah , elektroforesis protein serum, krioglobulin, dan serologi virus herpes simpleks. 4. Profil koagulasi untuk menyingkirkan koagulasi intravaskular diseminata (DIC). 5. Beta gonadotropin korionik manusia (beta HCG) untuk menyingkirkan kehamilan pada wanita muda dengan stroke. 2. Penatalaksanaan Stroke Secara Umum : a. Masalah Nutrisi : 1) Catat jumlah kalori setiap hari 2) Lakukan konsultasi Diit 3) Berikan makan melalui selang NGT 4) Pertahankan catatan berat badan harian b. Masalah Istitrahat dan tidur 1) Terapkan tidak kewaspadaan : Tirah Baring dan diberi bantalan, tempat tidur dalam posisi rendah. 2) Ubah posisi pasien setiap 2 jam 3) Berikan pelindung tumit dan siku c. Masalah Mobilitas : 1) Baringkan
untuk
mencegah
kontraktur,
gunakan
tindakan
yang
dapat
menghilangkan tekanan, Bantu dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang baik, cegah neuropati komprehensif.
2) Pertahankan agar pasien tetap berbaring datar di tempat tidur kecuali ketika melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. 3) Cegah foot drop dan korda tumit dari pemendekan dengan menggunakan papan kaki dengan interval teratur selama periode flaksid. 4) Gunakan tempat tidur berayun untuk mencegah bleeding ekstremitas segera setelah terjadinya spastisitas. 5) Posisikan jari-jari sehingga tidak semata-mata terfleksi, letakkan tangan dalam posisi sedikit supinasi. 6) Ubah posisi setiap 2 jam, baringkan pasien dalam posisi terlentang selama 15-30 menit beberapa kali sehari. d.
Masalah Personal Hygiene 1) Dorong pasien untuk membantu dalam higiene personal 2) Bantu untuk membuat tujuan yang realistis dan menambahkan tugas baru setiap hari. 3) Beri dorongan untuk menjalankan aktivitas perawatan diri pada sisi yang tidak sakit sebagai tahap awal penyusunan tujuan. 4) Pastikan pasien tidak melalaikan sisi tubuhnya yang sakit. 5) Perbaiki moral dengan memastikan pasien berpakaian lengkap selama aktivitas ambulasi 6) Bantu dalam aktivitas berpakaian, misal pakaian dikencangkan dengan pengikat velcro, kenakan pakaian pada bagian yang tidak sakit terlebih dahulu. 7) Berikan dukungan emosional untuk mencegah terlalu lampau keletihan dan tidak bersemangat.
e.
Masalah eliminasi Analisis pola berkemih pasien dan berikan bedpan/urinal sesuai jadwal yang telah ditentukan.
f.
Masalah komunikasi (interaksi sosial) 1) Susun program individual 2) Tetapkan tujuan dan harapkan pasien untuk ikut serta dalam penentuan tujuan tersebut 3) Buat atmosfir yang dapat menghantarkan terciptanya komunikasi 4) Berikan dukungan moral yang kuat dan pahami ansie tas yang ada 5) Bersikap konsisten terhadap jadwal, rutinitas, dan pengulangan.
6) Kelilingi pasien dengan benda-benda yang sudah dikenalnya dan oleh orang-orang yang menyayanginya. 7) Pertahankan perhatian pasien, berbicara perlahan, dan berikan satu instruksi pada satu kesempatan, berikan pasien waktu untuk proses. g.
Masalah seksual Berikan dorongan konseling seksual tentang pendekatan alternatif terhadap ekspresi sosial.
3. Pengobatan a. Konservatif. 1) Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus. 2) Mencegah peningkatan TIK. 3) Antihipertensi. 4) Deuritika. 5) Vasodilator perifer. 6) Antikoagulan. 7) Diazepam bila kejang. 8) Anti tukak misal cimetidine. 9) Kortikosteroid pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena klien akan mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress ulcer/perdarahan lambung. 10) Manitol : mengurangi edema otak. 4. Operatif. Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu dipertimbangkan evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang menetap akan membahayakan kehidupan klien. Pada fase sub akut atau pemulihan (> 10 hari) perlu : a. Terapi wicara. b. Terapi fisik. c. Stoking anti embolisme.
L. Asuhan Keperawatan Pada Klien CVA Infark Pengkajian
Menurut Wilkinson, (2007). Asuhan keperawatan antara lain: 1. Identitas Umur : CVA Infark pada dasarnya usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi terjadinya serangan stroke. Jenis kelamin laki-laki lebih tinggi 30% di banding wanita. Ras kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya. 2. Keluhan Utama. Biasanya klien datang kerumah sakit dalam kondisi : penurunan kesadaran atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar. 3. Riwayat Kejadian. Jenis CVA Infark memberikan gejala yang cepat memburuk. Oleh karena itu klien biasanya langsung di bawa ke Rumah Sakit. 4. Riwayat Penyakit Dahulu. Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan Jantung, Pernah TIA, Policitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi menurun. 5. Riwayat penyakit sekarang. Misalnya paien datang datang keluhan mengalami kelumpuhan pada salah satu ekstremitas. Sakit kepala hebat, bicara pelo. 6. Riwayat Penyakit Keluarga. Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang pernah mengalami stroke. 7. Pemenuhan Kebutuhan Sehari-Hari. Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka perlu
klien
membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dari bantuan sebagian sampai total Meliputi: a. Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas. b. Elminasi: menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karna kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia). c. Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karna kejang otot/nyeri otot. d. Mandi
e. makan/minum 8. Pemeriksaan Fisik Dan Observasi. 1. Pernafasan (B1: Breath) Perlu dikaji adanya : a. Sumbatan jalan nafas karena penumpukan sputum dan kehilangan reflek batuk b. Adanya tanda-tanda lidah jatuh ke belakang. c. Auskultasi suara nafas atau ada tanda stridor, ronchi, wheezing. d. Catat jumlah dan irama nafas. 2. Cardiovaskuler (B2: Blood ) Deteksi adanya : Tanda-tanda peningkatan TIK yaitu peningkatan darah disertai dengan pelebaran nadi dan penurunan jumlah nadi, dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur. 3. Persarafan (B3: Brain) Kaji adanya keluhan sakit kepala hebat. Periksa adanya pupil unilateral, observasi tingkat kesadaran, kaji reflek babinsky, chaddock, kaji kekuatan otot pasien, kaji saraf kranial: a. Saraf I : Biasanya pada klien dengan CVA Infark tidak ada kelainan pada fungsi penciuman. b. Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan visual spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak memakai pakaian tampabantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan pakain ke bagian tubuh. c. Saraf III, IV dan VI apabila akibat CVA Infark mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okulasi didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjungtifa unilateral diisi yang sakit. d. Saraf XII Lidah asimetris, terdapat deviasi pada suatu sisi fesikulasi Indera pengecapan normal. 4. Perkemihan (B4:bladder ) Periksa adalah tanda-tanda inkontenensia urin. 5. Pencernaan (B5: Bowel ) Periksa adakah tanda-tanda inkontinensia alfi. Beberapa keadaan CVA Infark menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpanagn rahang bawah pada sisi ipsilateral
dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigodius dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik kesukaran membuka mulut. 6. Integumen (B6: Bone) Kaji adanya kelumpuhan atau kelemahan, kekuatan otot, periksa turgor kulit. Kehilangan kontrol volenter gerakan motorik, terdapat hemeplegia atau hemiparese atau hemiparese ekstermitas. Kaji adanya luka tekan akibat immobilisasi fisik. 7. Sosial interaksi. Biasanya dijumpai tanda kecemasan karena ancaman kematian diekspresikan dengan menangis, klien dan keluarga sering bertanya tentang pengobatan dan kesembuhannya.
Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengos, (2000) Diagnosa keperawatan yaitu : 1. Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri. 2. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral yang berhubungan dengan hipoksia jaringan otak. 3. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular pada ekstermitas. 4. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot. 5. Hambatan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer, otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum (Heather, 2012).
Intervensi Keperawatan.
1. Diagnosa 1 : Risiko peningkatan TIK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri. Tujuan: peningkatan TIK tidak terjadi pada klien. Kriteria hasil: a. Klien tidak gelisah b. Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual dan muntah
c. GCS: 4,5,6 tidak terdapat papiledema d. TTV dalam batas normal.
Intervensi Keperawatan No 1.
2.
3. 4.
5.
6.
Intervensi Keperawatan
Rasional
Kaji faktor penyebab dari Deteksi dini untuk memprioritasikan intervensi, mengkaji situasi/keaadaan individu/ penyebab status neurologis/ tanda-tanda kegagalan untuk koma/penurunan perfusi jaringan dan menentukan perawatan kegawatan atau tindakan kemungkinan penyebab peningkatan pembedahan. TIK. Pertahankan kepala/leher pada posisi Perubahan kepala pada salah satu sisi dapat menimbulkan yang head up 30° penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak sehingga dapat menimbulkan PTIK.
Observasi tingkat kesadaran dengan Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan GCS. berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit. Memonitor tanda-tanda vital tiap 1 Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara jam. dengan baik merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebri. Peningkatan tekanan darah, bradikardi, distirmia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK. Berikan periode istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur. Kolaborasi: Pemberian O2 sesuai indikasi mengurangi hipoksemia.
Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatan TIK oleh efek rangsangan kumulatif O2 dapat meningkatkan vasodalitasi serebri dan volume darah dan menaikkan TIK.
2. Diagnosa 2 : Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan hipoksia jarinagn otak. Tujuan: perfusi jaringan cerebral dapat tercapai secara optimal. Kriteria hasil: a. Kesadaran klien kembali compos mentis, GCS 456 b. Tanda – tanda vital dalam batas normal (TD: < 160/< 100mmHg, N: 60-100 x/menit, Suhu: 36,5-37,5 °C, RR: 16-24 x/menit) c. CRT > 2 detik d. Pupil isokor, refleks cahaya/+.
Intervensi Keperawatan Diagnosa No
Intervensi Keperawatan
1.
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS. Monitor tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, suhu, dan frekuensi pernafasan, serta hati-hati pada hipertensi sistolik.
2.
3.
Bantu klien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur. Berikan cairan per infus dengan perhatian ketat.
4.
5.
Berikan terapi sesuai instruksi dokter, seperti: steroid, aminofel, antibiotik.
Rasional Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut. Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan otoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebri yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi. Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intrabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava. Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskular dan tekanan intrakranial, retriksi cairan, dan cairan dapat menurunkan edema serebri. a. Steroid dapat menurunkan permeabilitas kapiler b. Aminofel dapat menurunkan edema cerebri c. Antibiotik dapat menurunkan metabolik/konsumsi sel dan kejang
3. Diagnosa 3 : Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular pada ekstermitas. Tujuan : klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kriteria hasil : a. Klien dapat ikut serta dalam program latihan b. Tidak terjadi kontraktur sendi c. Meningkatnya kekuatan otot d. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas. Intervensi No
Intervensi Keperawatan
Rasional
2.
Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan. Ubah posisi klien setiap 2 jam
3.
Inspeksi kulit bagian distal setiap hari.
4.
Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas. Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat daerah yang tertekan. Deteksi dini adanya gangguan sikulasi dan hilangnya sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilitasi. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
1.
4. Diagnosa 4 : Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot. Tujuan : klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kriteria hasil : a. Klien dapat menunjukkan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat dir i b. Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi personal/masyarakat yang dapat membantu. Intervensi. No 1.
Intervensi Keperawatan
Rasional
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk melakukan ADL. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu.
3.
Beri kesempatan untuk menolong diri.
Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual. Bagi klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien. Mengurangi ketergantungan.
4.
Kaji kemampuan komunikasi untuk BAB.
Kemampuan menggunakan urinal, pispot.
2.
5. Diagnosa 5 : Hambatan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemisfer, otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan secara umum. Tujuan : klien mampu mengepresikan perasaannya. Kriteria hasil : a. Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi b. Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat. Intervensi Keperawatan. No
Intervensi Keperawatan
Rasional
1.
Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri.
Membantu menentukkan kerusakan area pada otak dan menentukan kesulitan klien dengan sebagaian atau seluruh proses komunikasi, klien mungkin mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, area Wernicke, dan kerusakan pada area Broca). Bedakan afasia dengan disatria.
2.
Berikan metode komunikasi alternatif
Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan yang mendasarinya
3.
Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien.
Bermanfaat dalam menurunkan frustasi bila tergantung pada orang lain
4.
Diskusikan mengenal hal-hal yang dikenal pasien, pekerjaan, keluarga, hobi
Meningkatkan percakapan yang bermakna memberikan kesempatan untuk keterampilan praktis
5.
Konsultasikan dengan / rujuk kepada ahli terapi wicara
pengkajian secara individual kemampuan bicara dan sensori, motorik, dan kognitif berfungsi untuk mengidentifikasi kekurangan kebutuhan terapi.
dan
Pelaksanaan
Pelaksanan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan, tetapi tidak menutup kemungkinan akan menyimpang dari rencana yang ditetapkan tergantung pada situasi dan kondisi pasien saat itu. Evaluasi Keperawatan
Dilaksanakan suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang diberikan atau dilaksanakn berpegang teguh pada tujuan yang ingin dicapai. Pada bagian ini ditentukan apakan perencanaan sudah tercapai atau belum, dapat jga timbul maslah baru. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan maslah yang ada pada pasien bisa di teratasi.
References Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Chang, Ester, dkk (2008) Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. Jakarta: EGC Doengos (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Pendokumenasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Untuk
Perencanaan
Dan
Ginanjar, Genis. (2009). Stroke Hanya Menyerang OrangTua. Jakarta : EGC Gofir, A. (2009). Manajemen stroke. Yogyakarta : Pustaka Cendikia Pres. Hayes, Evelin. (2004). Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC. Heather, Herdmand T. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. http://ifan 050285.files.wordpres.com/2010/03/stroke-11-jpg http://supersuga.files.wordpress.com/2008/03/anatomi-otak Margareth, Clevo Rendi. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika. Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Rasyid, Al. (2007). Manajemen stroke secara komprehensif , Jakarta : FKUI. Satyanegara (2010).ilmu bedah sraf Edisi IV . Jakarta : Gramedia. Subekti, Budhi. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik . Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 4. Jakarta. Interna Publishing. syaifuddin, (2006). Ilmu Fisiologi Untuk Mahasisiwa Keperawatan Edisi ke 3. Jakarta: EGC Tarwoto. S. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: CV. Agung. Valentina, Barshers L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith M. (2006). Buku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi Nic Dan Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC.
".pdf"