artikel asuhan keperwatan transkultural pada pasien fraktur
ASUHAN KEPERAWATAN TRANSKULTURAL PADA KASUS FRAKTUR
Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang merupakan masalah yang sangat menarik perhatian masyarakat. Banyak kejadian yang tidak terduga yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur, baik itu fraktur tertutup maupun fraktur terbuka. Terjadinya kecelakaan secara tiba-tiba yang menyebabkan fraktur seringkali membuat orang panik dan tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan. Ini disebabkan tidak adanya kesiapan dan kurangnya pengetahuan terhadap fraktur tersebut.
Seringkali untuk penanganan fraktur ini tidak tepat, mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia. Contohnya ada seseorang yang mengalami fraktur. Tetapi, karena kurangnya pengetahuan dalam penanganan pertolongan pertama terhadap fraktur, ia pergi ke dukun pijat karena mungkin ia menganggap bahwa gejala fraktur mirip dengan gejala orang yang terkilir. Olehnya itu, kita harus mengetahui paling tidak bagaimana penanganan pada korban fraktur.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Menjelaskan definisi dari konsep keperawatan transkultural M. Leininger
Menjelaskan konsep Transkultural Nursing
Menjelaskan teori Sunrise Model menurut M. Leininger
Menjelaskan hal-hal apa saja yang termasuk di dalam komponen-komponen teori
Sunrise Model
1.2.2 Tujuan Khusus
Dapat memahami serta mempraktekkan tentang keperawatan lintas budaya yang berhubungan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan lintas budaya khususnya pada kasus Retak Tulang kering (Fraktur) dengan berkomunikasi yang sesuai dengan budaya klien.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 TEORI M LEININGER
Definisi Budaya
Budaya bisa diartikan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan wujudnya misalnya, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama yaitu kebudayaan material dan nonmaterial. Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi : mangkuk tanah liat, perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencangkup barang-barang seperti televisi, pesawat terbang, stadion olah raga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional. Perilaku dari berbagai kelompok masyarakat dunia berbeda-beda, perilaku tersebut akan membentuk budaya tertentu. Respon masyarakat terhadap suatu peristiwa dalam kehidupan berbeda-beda bergantung pada bagaimana kebiasaan sekelompok masyarakat tersebut dalam menangani masalah. Setiap individu memiliki budaya baik disadari maupun tidak disadari,budaya merupakan struktur dari kehidupan. Istilah budaya pertama kali didefinisikan oleh antropolog Inggris Tylor tahun 1871 bahwa budaya yaitu semua yang termasuk dalam pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kebiasaan lain yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat.( Brunner dan Suddart, 2001 ). Sedangkan petter (1993) mendefinisikan budaya sebagai nilai-nilai, kebudayaan sikap dan adat yang terbagi dalam suatu kelompok dan berlanjut dari generasi ke generasi berikutnya. Budaya akan dipakai oleh seseorang atau sekelompok orang dengan nyaman dari wktu ke waktu tanpa memikirkan rasionalisasinya.
Budayaan atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan disebut culture, yang berasal dari kata latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Kebudayaan juga didefinisikan sebagai rancangan hidup yang tercipta secara historis baik eksplisit maupun implisit, rasional, irasional yang ada pada suatu waktu sebagai pedoman yang potensial untuk prilaku manusia (kluckhohn dan kelly, dalam kessing, 1992). Menurut swasono (1998), respon masyarat terhadap berbagai peristiwa kehidupan disebut budaya. Dan budaya ini berbeda-beda pada berbagai kelompok di masyarakat. Andrews dan Boyle (2003) mendefinisikan budaya dari Leininger (1978) bahwa budaya adalah pengetahuan yang dipelajar dan disebarkan dengan nilai, kepercayaan, aturan perilaku, dan praktik gaya hidup yang menjadi acuan bagi kelompok tertentu dalam berpikir dan bertindak dengan cara yang terpola. Purwasito (2003) menjelaskan bahwa kata budaya diambil dari bahasa sansekerta buddayah yang berarti akal budi. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata budaya bersinonimdengan kata 'cuture'. Kata culture berasal dari bahasa latin 'cultura'. Kata kultur atau kebudayaan adalah hasil kegiatan intelektual manusia, suatu konsep mencangkup berbagai komponen yang digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupnya sehari-hari.Dari semua definisi diatas jelaslah bahwa kultur atau memiliki karakteristik sendiri.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pemikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditunjukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Karakteristik Budaya
Boyle dan Andrews (1989), yang menggambarkan empat ciri esensial budaya yaitu pertama, budaya dipelajari dan dipindahkan, orang yang mempelajari budaya mereka sendiri sejak lahir. Kedua, budaya berbagi bersama, anggota-anggota kelompok yang sama membagi budaya baik secara sadar maupun tidak sadar, perilaku dalam kelompok merupakan bagian dari identitas budayanya. Ketiga, budaya adalah adaptasi pada lingkungan yang mencerminkan kondisi khusus pada sekelompok manusia seperti bentuk rumah, alat-alat dan sebagainya.Adaptasi budaya pada negara maju diadopsi sesuai dengan tehnologi yang tinggi. Keempat, budaya adalah proses yang selalu berubah dan dinamis, berubah seiring kondisi kebutuhan kelompoknya, misalnya tentang partisipasi wanita dan sebagainya.Penelitian batak Toba di Indonesia yang beradaptasi dengan suku Sunda dengan merubah adat ketatnya karena menyesuaikan diri dengan budaya setempat.Menurut Samovar dan Porter (1995) ada 6 karakteristik budaya :
Budaya itu bukan keturunan tapi dipelajari, jika seorang anak lahir di Amerika dan hidup di Amerika dari orangtua yang berkebangsaan Indonesia maka tidaklah secara otomatis anak itu dapat berbicara dengan bahasa Indonesia tanpa ada proses pembelajaran oleh orangtuanya.
Budaya itu ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya, kita mengetahui banyak hal tentang kehidupan yang berhubungan dengan budaya, karena generasi sebelum kita mengajarkan kita tentang hal budaya tersebut. Contohnya upacara penguburan pla centa bada masyarakat jawa, sehingga banyak masyarakat yang mengikuti adat istiadat seperti itu.
Budaya itu berdasarkan simbol, untuk bisa mempelajari budaya orang memerlukan symbol. Dengan simbol inilah nantinya kita dapat saling bertukar pikiran dan komunikasi sehingga memungkinkan terjadinya proses transfer budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Contoh beberapa simbol yang mengkarakteristikan budaya adalah kalung pada suku dayak, manik-manik, gelang, yang semua itu menandakan simbol pada budaya tertentu.
Budaya itu hal yang bisa berubah, karena budaya merupakan sistem yang dinamis dan adaftif maka budaya rentan terhadap adanya perubahan. Misalnya pada sekelompok masyarakat merayakan kelahiran dengan tumpeng atau nasi kuning, pada zaman modern tradisi tersebut berubah menjadi kue ulang tahun untuk merayakan hari kelahirannya.
Budaya itu bersifat menyeluruh, satu elemen budaya dapat mempengaruhi elemen-elemen budaya yang lain.
Budaya itu etnosentris, adanya anggapan bahwa buadaya kitalah yang paling baik diantara budaya-buadaya yang lain. Suku badui akan merasa budaya Badui yang benar,apabila melihat perilaku budaya dari suku lain dianggap aneh, hal ini terjadi pada kelompok suku yang lain.Meskipun tiap kelompok memiliki pola yang dapat dilihat yang membantu membedakannya dengan kelompok lain,sebagian besar individu juga mengungkapkan keyakinan atau sifat yang tidak sesuai dengan norma kelompok. Seseorang bisa sangat tradisional dalam satu aspek dan sangat modern dalam aspek lain. Ketika orang sakit, mereka kadang menjadi lebih tradisional dalam harapan mereka dan pemikiran mereka. Juga ada variasi signifikan dengan dan antara kelompok. Pengetahuan tentang kelompok juga bernilai ketika memberikan sekumpulan harapan realistik. Tetapi,hanya belajar tentang individu atau keluarga yang dihadapi sehingga tenaga medis dapat memahami dalam hal apa pola kelompok bermakna (Leininger 2000).
Perilaku Budaya Kesehatan
Adat kebiasaan yang dikembangkan di suatu negara atau daerah, suku atau sekelompok masyarakat merupakan praktek hidup budaya, Amerika, Australia, dan negara lainnya termasuk Indonesia merupakan sebuah negara mempunyai berbagai suku dan daerah dimana tiap suku atau daerah tersebut mempunyai adat kebiasaan yang berbeda-beda dalam menangani masalah kesehatannya di masyarakat. Ada perilaku manusia, cara interaksi yang dipengaruhi kesehatan dan penyakit yang terkait dengan budaya, diantaranya adalah perilaku keluarga dalam menghadapi kematian, Menurut Crist (1961) yang ditulis oleh Koentjaraningrat (1990), dari hasil studi komaratifnya. Menyimpulkan bahwa ada perbedaan sikap manusia dengan berbagai kebudayaan yang berbeda-beda dalam menghadapi maut. Menurut Bendel (2003) di Indonesia terdapat pruralisme system pengobatan di mana berbagai cara penyembuhan yang berbeda-beda hadir berdampingan termasuk humoral medicine dan elemen magis. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa dimana tiap suku atau kelompok masyarakat tersebut akan mempunyai norma, perilaku, adat istiadat yang berbeda-beda termasuk dalam mencari penyembuhan yang terkait dengan perilaku budaya. Menurut Bendel (2003) dalam masyarakat Indonesia terdapat kepercayaan tradisional pada hal-hal gaib.
D. Pengertian Transkultural
Bila ditinjau dari makna kata , transkultural berasal dari kata trans dan culture, Trans berarti luar perpindahan , jalan lintas atau penghubung.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti melintang , melintas , menembus, melalui. Culture berarti budaya Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur berarti : kebudayaan,cara pemeliharaan pembudidayaan, Kepercayaan , nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya , sedangkan cultural berarti: Sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan. Budaya sendiri berarti : akal budi , hasil dan adat istiadat dan kebudayaan berarti :Hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal budi ) manusia seperti kepercayaan kesenian dan adat istiadat. Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk menjadi pedoman tingkah lakunyaJadi , transkultural dapat diartikan sebagai : Lintas budaya yang mempunyai efek bahwa budaya yang satu mempengaruhi budaya yang lain, Pertemuan kedua nilai–nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi social.Menurut Leininger (1991),Transcultural Nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai– nilai budaya yang mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada klien.
E. Konsep Transkultural
Kazier barabara (1983), dalam bukunya yang berjudul Fundamental Of Nursing Concept and Procedures mengatakan bahwa konsep keperawatan adalah tindakan keperawatan yang merupakan konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistik, philosopi keperawatan, praktik klinis keperawatan, komunkasi dan ilmu sosial. Konsep ini ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target pelayanan dalam perawatan adalah bio-psiko-sosio-kultural-spiritual. Oleh karenanya tindakan keperawatan harus didasarkan pada tindakan yang kompereshif. Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial.Budaya yang berupa norma,adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain.Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat,selalu diulangi,membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya. Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari suatu nilai – nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter,pola pikir,pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan intervensi keperawatan.
Leininger (2002), beberapa asumsi yang mendasari konsep transkultural berasal dari hasil penelitian kualitatif tentang kultur, yang kemudian teori ini dipakai sebagai pedoman untuk mencari culture care yang akan diaplikasikan. Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara culture satu tempat dengan tempat yang lainnya. Caring act dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku caring semestinya diberikan pada manusia sejak lahir,masa perkembangan, masa pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala meninggal.
Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berpikir, bertindak dan mengambil keputusan.
Nilai Budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan.
Perbedaan budaya Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal daei pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakantermasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang danindividu yang mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik di antara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia
Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik di antara keduanya.
Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia
Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk membimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.
F. Peran dan Fungsi Transkultural
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh sebab itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat.Misalnya kebiasaan hidup sehari – hari , seperti tidur , makan , kebersihan diri , pekerjaan,pergaulan social , praktik kesehatan,pendidikan anak, ekspresi perasaan , hubungan kekeluargaaan, peranan masing – masing orang menurut umur . Kultur juga terbagi dalam sub – kultur. Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan keompok kultur yang lebih besar atau member makna yang berbeda . Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural. Nilai – nilai budaya Timur, menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat pelayanan dari dokter pria . Dalam beberapa setting, lebih mudah menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan . Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan hal – hal yang dianggap tabu. Dalam tahun – tahun terakhir ini , makin ditekankan pentingknya pengaruh kultur terhadap pelayanan perawatan.
Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru ia berfokus pada studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya dengan perawatannya Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai budaya (nilai budaya yang berbeda ras),yang mempengaruhi pada seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional) Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger, studi praktik pelayanan kesehatan transkultural adalah berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan kesehatannya. Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya ( kultur ) baik di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan – persamaan. Lininger berpendapat , kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang banyak dan berbagai kultur.
G. Paradigma Transkultural Nursing
Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu: manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995) :
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimana pun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktifitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu: fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
Keperawatan didalam Leininger menyajikan 3 tindakan yang sebangun dengan kebudayaan klien yaitu Cultural care preservation, accomodation dan repatterning.
2.2 Proses Keperawatan Transkultural
Model konseptual yang dikembangkan oleh leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit / sunrise model. Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada proses keperawatan transkultural.
2.3. Tahap Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada "Sunrise Model" yaitu:
Faktor teknologi (technological factors). Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors). Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yangsangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kindship and social factors). Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and lifeways factors). Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors). Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
Faktor ekonomi (economical factors). Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat di antaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
Faktor pendidikan (educational factors). Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
2.4 Tahap Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu: gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
2.5 Tahap perencanaan dan pelaksaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu: mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengankesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
Cultural care preservation/maintenance:
Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan perawatan bayi
Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien;
Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
Cultural care accomodation/negotiation:
Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan,
Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
Cultual care repartening/reconstruction:
Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya;
Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok;
Gunakan pihak ketiga bila perlu
Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua,
Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
2.6 Tahap Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Kasus
An. A 8 tahun suku padang, beragama islam diantarkan orang tuanya di rumah sakit harapan kita dengan keluhan nyeri pada tulang keringnya. Bp.A mengatakan nyerinya timbul akibat An.A terjatuh dari pohon keramat didesanya, kemudian menurut kepercayaan orang sekitar An.A terjatuh akibat didorong oleh penunggu pohon keramat tersebut. Menurut cerita yang dikatakan Bp.A, saat anak nya jatuh An. A langsung dibawa ke dukun, lalu An.A dipijit menggunakan batang sereh yang di bakar dengan bacaan doa-doa. Bp.A mengatakan An.A dilarang mengkonsumsi makanan seperti ikan, daging, dan telur. Namun An.A masih tampak lemah, lesu, dan tampak kesakitan, pada saat di berikan perkes Bp.A masih terlihat kebingungan. Setelah dilakukan pemeriksaan melaluirontgen, pada hasil rontgen terlihat bahwa terdapat adanya retak pada tulang kering An. A.
3.2 Anatomi dan Fisiologi
Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah , jaringan di sekitarnya juga akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringang lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah.
Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Burner at all, 2002). Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Donna L. Wong, 2004).
Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.
Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk dari pusat osifikasi primer. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.
Pada anak, terdapat lempeng epifisis yang merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteum sangat tebal dan kuat dimana pada proses bone helding akan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa. Perbedaan di atas menjelaskan perbedaan biomekanik tulang anak-anak dibandingkan orang dewasa, yaitu :
Biomekanik tulang
Tulang anak-anak sangat porous, korteks berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong oleh karena kanalis Haversian menduduki sebagian besar tulang. Faktor ini menyebabkan tulang anak-anak dapat menerima toleransi yang besar terhadap deformasi tulang dibandingkan orang dewasa. Tulang orang dewasa sangat kompak dan mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat menahan kompresi.
Biomekanik lempeng pertumbuhan
Lempeng pertumbuhan merupakan tulang rawan yang melekat pada metafisis yang bagian luarnya diliputi oleh periosteum sedang bagian dalamnya oleh procesus mamilaris. Untuk memisahkan metafisis dan epifisis diperlukan kekuatan yang besar. Tulang rawan lempeng epifisis mempunyai konsistensi seperti karet yang besar.
Biomekanik periosteum
Periosteum pada anak-anak sangat kuat dan tebal dan tidak mudah mengalami robekan dibandingkan orang dewasa.
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
Pada anak-anak, pertumbuhan merupakan dasar terjadinya remodelling yang lebih besar dibandingkan pada orang dewasa, sehingga tulang pada anak-anak mempunyai perbedaan fisiologi, yaitu :
Pertumbuhan berlebihan (over growth)
Pertumbuhan diafisis tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan panjang, karena tulang rawan lempeng epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyambungan.
Deformitas yang progresif
Kerusakan permanen pada lempeng epifisis akan terjadi pemendekan atau angulasi.
Fraktur Total
Pada anak-anak fraktur total jarang bersifat komunitif karena tulangnya sangat fleksibel dibandingkan orang dewasa.
C. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh;
Melindungi organ tubuh (misalnya jantung,otak,dan paru-paru) dan jaringan lunak;
Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan;
Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis);
Menyimpan garam mineral misalnya kalsium dan fosfor.
Klasifikasi Fraktur
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan Melalui kepala femur (capital fraktur),Hanya di bawah kepala femur, Melalui leher dari femur.
Fraktur Ekstrakapsuler Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter. Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokhanter kecil.
3.3 PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan tanggal : 10 Desember 2016 Jam : 10.00 WIB
Tanggal masuk : 9 Desember 2016 No. CM : _
Ruangan : _ Ruangan : _
A. Identitas Pasien
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 8 Tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Padang
Pendidikan : SD
Bahasa yang digunakan : Bahasa Indonesia
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Baru Kel. Pasar Sejantung Kab. Kepahiang
Diagnosa Medis : Fraktur Tibia (Retak tulang kering)
B. Penanggung Jawab
Nama : Bp.A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 35 Tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Padang
Pendidikan : Tamat SD
Bahasa yang digunakan : Indonesia
Pekerjaan : Kuli Bangunan
Alamat : Jl. Baru Kel. Pasar Sejantung Kab. Kepahiang
Hubungan Dengan Pasien : Ayah klien
Keluhan Utama : Nyeri pada Tulang Kering ( Fraktur )
Riwayat Kesehatan Saat ini : saat ini Klien merasakan nyeri pada tulang keringnya. Bp.A mengatakan nyerinya timbul akibat An.A terjatuh dari pohon keramat didesanya, kemudian menurut kepercayaan orang sekitar An.A terjatuh akibat didorong oleh penunggu pohon keramat tersebut.
Riwayat kesehatan Masa Lalu : Pada masa lalu Klien tidak memiliki riwayat kesehatan sehingga tidak ada pengaruh dalam kesehatan saat ini.
Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga Klien tidak memiliki penyakit apapun sehingga penyakit klien ditimbulkan bukan dari keluarga.
Riwayat pengobatan : Ada riwayat pengobatan dar keluarga yaitu pengobatan dari dukun sehingga klien sebelum dibawa ke tim medis dibawa terlebih dahulu ke dukun tersebut.
C. Riwayat Kesehatan
Teori Sunrise model :
1. Faktor Tekhnologi
a. Persepsi Sehat Sakit
persepsi klien mengenai sehat sakit,klien mengatakan biasanya klien cukup datang ke dukun dalam mengatasi permasalahan kesehatan, selain itu juga sering menkonsumsi obat tradisional.
b. Alasan mencari bantuan kesehatan
Bp.A mengatakan bahwa anaknya didorong oleh pohon penunggu keramat, sehingga bp.A mencari bantuan kesehatan dengan membawa An.A kedukun, selain itu keluarga bp.A mempunyai kebiasaan berobat kedukun
c. Alasan klien memilih pengobatan alternative
Bp.A sebagai keluarga klien mengatakan bahwa sebelum klien dibawa ke rumah sakit harapan kita, saat anak nya jatuh An. A langsung dibawa ke dukun, lalu An.A dipijit menggunakan batang sereh yang di bakar dengan bacaan doa-doa. Bp.A mengatakan An.A dilarang mengkonsumsi makanan seperti ikan, daging, dan telur. Alasan keluarga klien memilih pengobatan alternative karena Bp.A sebagi ayah klien mempercayai bahawa anaknya yaitu An.A terjatuh karena didorong oleh penunggu pohon keramat.
d. Persepsi penggunaan dan pemanfaatan tekhnologi
1. Hasil pemeriksaan rontgen, pada hasil rontgen terlihat bahwa terdapat adanya retak pada tulang kering An. A
2. An. A akan melakukan operasi.
2. Faktor Agama dan Filosofi
Agama yang dianut klien adalah islam,
klien & keluarga mempunyai pandangan bahwa sakit yang diderita An.A akibat gangguan dari makhluk gaib , klien & keluarga biasanya datang kedukun dan meminta doa-doa agar penyakitnya berkurang .
3. Faktor Sosial dan Ikatan Kekerabatan
Bp.A yaitu ayah dari An. A seorang karyawan
umur An.A 8 tahun
Suku bangsa padang
4. Faktor nilai budaya dan gaya hidup klien
Bahasa yang digunakan klien adalah bahasa indonesia
An.A dipijit menggunakan batang sereh yang di bakar dengan bacaan doa-doa.
An. A terjatuh karena memanjat pohon
An.A tidak mengosumsi makanan seperti ikan, daging, dan telur, karena dukun setempat melarangnya untuk memakan jenis makanan tersebut
5. Faktor hukum dan kebijakan yang berlaku
Jam berkunjung Klien pukul 09.00 sampai 17.00, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu hanya kedua orang tua dan kerabat Klien,cara pembayaran biaya rumah sakit di peroleh dari penghasilan kedua orang tua klien
6. Faktor Ekonomi
Bp.A seseorang yang berprofesi sebagai karyawan. Biaya rumah sakit ditanggung oleh keluarga klien. Keluarga klien juga menggunakan asuransi.
7. Faktor Pendidikan
An.A pada saat ini masih duduk di Sekolah Dasar.
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tapi, apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.Ketika tulang patah, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematoma pada kanal medulla antara tepi tulang di bawah periosteum dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur.
Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotis adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematoma yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematoma menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan Syndroma Comportement.
F. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
1. Penyebab fraktur adalah trauma
Fraktur patologis adalah fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses yaitu : Osteoporosis Imperfekta,Osteoporosis dan Penyakit metabolic.
Trauma Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras.
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
2. Non Trauma
Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam tulang, non trauma ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.
3. Stress
Fraktur stress terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu.
G. Manifestasi Klinis
Nyeri terus-menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi, hematoma, dan edema.
Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah.
Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
H. Tanda dan Gejala
Nyeri hebat di tempat fraktur,Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah,Rotasi luar dari kaki lebih pendek dan Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah, bengkak, kripitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.
3.4 DIAGNOSA KEPERAWATAN BIO, PSIKO, SOSIO, KULTURAL
NO
DATA
ANALISIS DATA
Dx. KEPERAWATAN BIO, PSIKO, SOSIAL, CULTURE
1.
2.
3.
Ds :An.A Mengatakannyeri pada tulang keringnya
Do:An.A Tampak lemas dan kesakitan
Ds : Bp.A mengatakandukun desa melarang An.A untuk mengosumsi ikan,daging, dan telur
Do:
An.A masihTampak Lemah dan lesu
Ds : Bp.A mengatakan setelah pijat oleh dukun desa An.A masih mengeluh nyeri pada tulang keringnya
Do : An.A tampak meringis kesakitan
P : Gangguan rasa nyaman berupa nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
E : Klien mengatakan merasakan nyeri dengan skala 2-3
S : An.a tampak lesu,lemah,dan meringis kesakitan.
P: Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi
E: Setelah An.A dibawa kedukun Bp.Amengatakan dukun desa melarang An.A untuk mengosumsi ikan,daging, dan telur
S: An.A masih tampak lemah dan lesu
P: Resiko tinggi cedera berhubungan dengan diskontinuitas tulang
E:setelah dipijit oleh dukun Bp.A mengatakan An.A masih merasakan nyeri
S: An.A tampak lemas dan meringis kesakitan
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
Resiko terjadinya infeksi pada struktur tulang dan jaringan lunak sekitarnya berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi tehadap An.A
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan diskontinuitas tulang
3.5 INTERVENSI/ RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO.
Dx. Keperawatan
Tujuan
Rencana Asuhan Keperawatan/Interverensi
Rasional
1.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
Tujuan Jangka pendek:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 30 menit nyeri berkurang dengan 1-2 skala
Tujuan Jangka panjang :
Setelah dilakukan Asuhan keperawatanselama 2x 24 jam tingkat kenyamanan klien meningkat, tingkat nyeri terkontrol denganKriteria Hasil:
a.Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala1-2
b.Ekspresi wajah tenang
c.klien dapat istirahat dan tidur
1. Kaji nyeri secara komprehensif
2. Tinggikan posisi ekstremitas pada bagianyang sakit
3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi).
5.Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.
6.Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri klien.
Mengetahui rentang respon klien tentang nyeri.
Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri.
Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot.
Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.
Menilai perkembangan masalah klien.
2.
Resiko terjadinya infeksi pada struktur tulang dan jaringan lunak sekitarnya berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi tehadap An.A
Tujuan Jangka Pendek :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 30 menit kebutuhan nutrisi meningkat.
Tujuan Jangka Panjang :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan criteria hasil :
1. Klien tidak terlihat lemah dan lesu
2. Klien dan keluarga menerima penjelasan dari perawat tentang kebutuhan nutrisi dan manfaat nutrisi terhadap luka An.A
3. Tidak terjadi infeksi pada fraktur klien
4.Pemenuhan nutrisi tercukupi
1.Kaji Nutrisi secara teratur
2. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga mengenai pentingnya nutrisi bagi proses penyembuhan fraktur klien
3. Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga mengenai kepercayaan keluarga pada dukun terhadap pemenuhan nutrisi klien.
4. Ajarkan Pola makan dengan nutrisi yang baik
5. Kolaborasi dengan Dokter untuk pemberian antibiotic
6.Evaluasi tindakan dalam pemberian nutrisi
Mengetahui perkembangan nutrisi
Sebagai tindakan awal untuk menentukan intervensi selanjutnya
Sebagai tindakan untuk mempertimbangkan antara budaya klien dan jenis makanan pengganti yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan luka
Mempercepat proses penyembuhan luka
Antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
Menilai perkembangan masalah klien
3.
Resiko tinggicidera berhubungan dengan diskontinuitas tulang
Tujuan Jangka Pendek :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 30 menit tidak terjadi cidera
Tujuan Jangka Panjang :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam terjadi peningkatan Status keselamatan Injuri fisik dengan Kriteria Hasil :
a.Bebas dari cidera
b.Mampu mencegah cidera
c. Dapat melakukan mobilisasi dengan baik
1. Pertahankan tirah baring/ ekstremitas sesuai indikasi. Berikan sokongan sendi diatas dan dibawahfraktur bila bergerak/membalik.
2.obsevasi pasien, beri pengaman tempat tidur
3. Bantu dan Ajarkan klienlatihan rentang gerak pasif aktif (imobilisasi) pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
4.Libatkan banyak orang dalam memindahkan pasien, atur posisi pasien yang nyaman
5. Kaji ulang foto/ Evaluasi.
meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi dan cedera
Meningkatkan keselamatan pasien, menurunkan kemungkinan pasien terjatuh
Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri melakukan imobilisasisesuai kondisi keterbatasan klien
Meningkatkan tingkat kenyamanan dan keselamatan pasien
Memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/ proses penyembuhan.
3.6 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Diagnosa
Implementasi
Rasional
Evaluasi
Gangguan rasa nyaman berupa nyeri akut berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
1.Perawat mengkaji skala nyeri secara komprehensif pada pasien dengan skala nyeri 0-10
2.Perawat meninggikan posisi ekstremitas pada bagian yang sakit den
3. Perawat melakukan dan mengawasi latihan gerak pasif/aktif pada paien atau imobilisasi
4.Perawat melakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan pasien (masase, perubahan posisi).
5.Perawat melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri.
Perawat mengetahui rentang respon nyeri pasien. Dengan hasil skala nyeri pasien 2-3
Perawat dapat meningkatkan aliran balik vena pasien untuk mengurangi edema/nyeri.
Perawat dapat Mempertahankan kekuatan otot pasien dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
Perawat dapat meningkatkan sirkulasi umum danmenurunakan area tekanan lokal sertakelelahan otot pasien
Perawat dapat menurunkan nyeri pasien melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer
Pukul 10.00 WIB
Tanggal 10/12/2016
S: Klien tidak merasakan nyeri lagi pada tulang keringnya
O: Klien tampak tenang
A: Tujuan tercapai
P: Hentikan Intervensi
Resiko terjadinya infeksi pada struktur tulang dan jaringan lunak sekitarnya berhubungan dengan kurangnya pemenuhan nutrisi tehadap An.A
1. Perawat mengkaji Nutrisi pasien secara teratur
2. Perawat memberikan penjelasan pada klien dan keluarga mengenai pentingnya nutrisi bagi proses penyembuhan fraktur klien
3. Perawat memberikan penjelasan kepada klien dan keluarga mengenai kepercayaan keluarga pada dukun terhadap pemenuhan nutrisi klien.
4 Perawat melakukan Kolaborasi dengan Dokteruntuk pemberian vitamin
1. Perawat mengetahui perkembangan
nutrisi pasien.
2. Sebagai tindakan agar klien mengerti pentingnya nutrisi bagi proses penyembuhan luka fraktur
3. Sebagai tindakan agar pasien dapat mempertimbangkan dalam pemilihan makanan untuk proses kesembuhan fraktur dan memenuhi kebutuhan nutrisi.
4. Membantu meningkatkan nafsu makan pasien
Pukul 14.00 WIB,
Tanggal 10/12/2016
S :Klien mengatakan nafsu makan bertambah
O :Klien tidaktampak lemah dan lesu
A : tujuan belum tercapai.
P : lanjutkan intervensi
I : 1. Observasi kebutuhan nutrisi klien
2. Tinjau kecukupan nutrisi klien
3. Identifikasi Acupan nutrisi
Resiko tinggicidera berhubungan dengan diskontinuitas tulang
1. Perawat Mempertahankan tirah baring/ ekstremitas sesuai indikasi. Memberikan sokongan sendi diatas dan dibawahfraktur bila bergerak/membalik.
2. Perawat mengobsevasi pasien, dan memberikanpengaman tempat tidur
3. Perawat membantu danMengajarkan klien latihan rentang gerak pasif aktif (imobilisasi) pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
4.Perawat melibatkan tim medis yang lain dalam memindahkan pasien danmengatur posisi pasien yang nyaman
5.Perawat mengkaji ulang foto/ Evaluasi.
1Agar perawat dapat.meningkatkan stabilitas danmenurunkan kemungkinan gangguan posisi dan cedera pasien
2.Perawat dapatMeningkatkan keselamatan pasiendan menurunkan kemungkinan pasien terjatuh.
3. Perawat dapatMeningkatkan kemandirian pasiendalam perawatan diri melakukan imobilisasi sesuai kondisi pasien
4. Perawat dapat membantu Keterbatasan pasien
Dan meningkatkan tingkat kenyamanan dan keselamatan pasien
5. Memberikan bukti visual mulainya pembentukan kalus/ proses penyembuhan.
Pukul 10.30 WIB
Tanggal 10/12/2016
S: Klien mengatakan sudah tidak merasakan sakit
O: Klien tampak lemas
A: Tujuan Belum Tercapai
P: Lanjutkan Intervensi
I : 1.Berikan posisi yang aman untuk pasien dengan meningkatkan 2.obsevasi pasien, beri pengaman tempat tidur
2.Menilai ROM pasien
3.Melakukan mobilisasi
BAB IV
PENUTUP
SIMPULAN
Keperawatan Transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan, Meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang budaya. Hal ini dipelajari dimulai dari kehidupan biologis sebelumnya, kehidupan psikologis, kehidupan spiritualnya. Pelaksanaan dan perencanaan prose keperawatan transkultural tidak dapat dipaksakan begitu saja kepada klien sebelum perawat memahami, sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien, penyesuaian diri sangatlah diperlukan dalam aplikasi keperawatan traanskultural
SARAN
Setelah membaca dan memahami isi makalah diharapkan bisa memahami teori sunrise model menurut Leininger, serta bagaimana aplikasi teori tersebut dalam proses keperawatan
Dengan adanya teori leininger tersebut maka perbedaan budaya yang dimiliki setiap pasien dan perawat itu sendiri, tidak akan berpengaruh pada proses asuhan keperawatan pada pasien dikarenakan telah mengetahui dan memahami teori sunrise model dari leininger