Metode Analisis Kuantitatif Secara Volumetri I.
METODE VOLUMETRI a. Definisi Volumetri adalah analisis kuantitatif yang didasarkan pada jumlah
atau volume suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya yang diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah komponen larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Suatu metode titrimetrik untuk analisis kuantitatif didasarkan pada reaksi aA+tT
produk
pada reaksi diatas sejumlah a molekul analit A akan bereaksi dengan sejumlah t molekul titran T. Titran T ditambahkan sedikit demi sedikit menggunakan alat yang disebut buret. Baik analit atau titran yang digunakan harus berupa larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Titran dimasukkan sedikit demi sedikit sampai setara dengan analit atau sampai pada titik ekivalen. Untuk mengetahui apakah jumlah titran sudah setara dengan analit maka digunakan indikator. Indikator akan memberi perubahan warna jika jumlah titran sudah setara dengan jumlah analit. Kelebihan penambahan titran hendaknya sebisa mungkin diupayakan sekecil mungkin untuk memperkecil kesalahan. Karena jika titran ditambahkan terlalu banyak dapat menyebabkan terjadinya over titration. Perubahan warna dapat terjadi pada atau tidak pada titiik ekivalen. Titik dimana indikator berubah warna disebut dengan titik akhir. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan metode volumetri adalah sebagai berikut : 1. Reaksi harus dapat berlangsung cepat sehingga perubahan yang terjadi dapat langsung diamati 2. Reaksi kimia yang berlangsung harus sesuai dengan persamaan reaksi tertentu dan tidak menghasilkan produk sampingan 3. Reaksi pembentukan produk dapat berlangsung sempurna pada titik akhir titrasi atau dengan kata lain ketatapan kesetimbangan reaksi sangat besar
4. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat tercapainya titik ekuivalen 5. Harus ada indikator untuk mengetahui terjadinya perubahan yang menunjukkan bahwa reaksi berlangsung sempurna. b.
Klasifikasi Beberapa klasifikasi volumetri adalah sebagai berikut : • Berdasarkan reaksi kimia : 1. Reaksi asam – basa (reaksi netralisasi) 2. Reaksi oksidasi – reduksi 3. Reaksi pengendapan 4. Reaksi pembentukan kompleks • Berdasarkan cara titrasi : 1. Titrasi langsung 2. Titrasi kembali (titrasi balik/residual titration) • Berdasarkan jumlah sampel : 1. Titrasi makro 2. Titrasi semimikro 3. Titrasi mikro
c. Titran Titran adalah suatu larutan yang mengandung reagensia dengan konsentrasi yang telah diketahui. Dalam proses titrasi, titran ditambahkan sedikit demi sedikit kedalam larutan yang belum diketahui konsentrasinya melalui alat yang disebut biuret. Syarat-syarat suatu larutan dapat menjadi titran yaitu : 1. Larutan harus benar-benar dalam keadaan murni dengan kadar pengotor < 0,02% 2. Larutan harus stabil secara kimiawi, mudah dikeringkan dan tidak bersifat higroskopis 3. Larutan memiliki berat ekivalensi yang besar, sehingga meminimalkan kesalahan akibat penimbangan.
II. PENGGOLONGAN TITRASI BERDASARKAN REAKSI Penggolongan titrasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu : a. Penggolongan berdasarkan reaksi kimianya : 1. Reaksi asam-basa (reaksi netralisasi) Reaksi asam-basa didasarkan pada proses netralisasi. Jika larutan bakunya adalah larutan basa, maka zat yang akan ditentukan haruslah bersifat asam, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan sifat larutan bakunya, titrasi dibagi atas : • Asidimetri, adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku asam sebagai titran . Secara teori reaksi asidimetri digambarkan melalui persamaan BOH + H3O+
B+ + H2O
• Alkalimetri, adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku basa sebagai titran . Secara teori reaksi alkalimetri digambarkan melalui persamaan HA + OH-
A- + H2O
2. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks) Pada reaksi redoks ini yang terjadi adalah reaksi antara senyawa atau ion yang bersifat oksidator sebagai analit dengan senyawa atau ion yang bersifat reduktor sebagai titran, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan larutan bakunyang digunakan, titrasiolsidasireduksi dibagi atas : • Oksidimetri, adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat sebagai oksidator. Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah : Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4 Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7 Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4 Iodimetri, larutan bakunya : I2
• Reduksimetri, adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat sebagai reduktor. Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah : Iodometri, larutan bakunya : Na2S2O3 . 5H2O 3. Reaksi Pengendapan (presipitasi) Pada reaksi pengendapan, yang terjadi adalah reaksi penggabungan ion yang menghasilkan endapan. Yang termasuk titrasi pengendapan adalah : • Argentometri, larutan bakunya : AgNO3 • Merkurimetri, larutan bakunya : Hg(NO3)2 atau logam raksa itu sendiri 4. Reaksi pembentukan kompleks (kompleksometri) Titrasi pembentukan kompleks (kompleksometri) digunakan untuk menetapkan kadar ion-ion alkali dan alkali tanah atau ion-ion logam. Larutan bakunya adalah EDTA b. Penggolongan berdasarkan cara titrasinya : 1. Titrasi langsung (iodimetri), mengacu pada titrasi dengan suatu larutan baku iod standar. 2. Titrasi tidak langsung (iodometri), berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia. c. Penggolongan berdasarkan jumlah sampel : 1. Titrasi makro Jumlah sampel : 100 – 1000 mg Volume titran : 10 – 20 mL Ketelitian biuret : 0,02 mL 2. Titrasi semi mikro Jumlah sampel : 10 – 100 mg Volume titran : 1 – 10 mL Ketelitian biuret : 0,001 mL
3. Titrasi mikro Jumlah sampel : 1 – 10 mg Volume titran : 0,1 – 1 mL Ketelitian biuret : 0,001 Ml
III. LARUTAN BAKU Larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan tepat dan teliti sebelum dilakukan proses titrasi. Larutan baku dapat dibuat dengan cara melarutkan sejumlah berat tertentu bahan kimia atau senyawa pada sejumlah berat tertentu pelarut yang sesuai. Akan tetapi metode tersebut tidak dapat diterapkan secara umum karena senyawa kimia yang memiliki kemurnian yang tinggi sedikit. Larutan baku biasanya juga disebut dengan istilah larutan standar. Satuan larutan baku biasanya menggunakan mol (molaritas) atau N (normalitas). Ada dua macam larutan baku, yaitu: 1. Larutan Baku primer Adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, yaitu dengan dilakukan penimbangan zat pereaksi tersebut secara teliti dan dilarutkan dalam pelarut dengan volume tertentu. Contoh: K2Cr2O7, As2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat. Syarat-syarat larutan baku primer: • mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan(jika mungkin pada suhu 110-120℃) dan disimpan dalam keadaan murni. • tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara. • zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu. • sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.
• zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih. • reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah. 2. Larutan baku sekunder Adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri. Contoh: AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2 Syarat-syarat larutan baku sekunder: • derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer • mempunyai berat ekivalensi (BE) yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan • larutannya relatif stabil dalam penyimpanan Senyawa atau bahan kimia yang digunakan untuk membuat larutan baku dinamakan senyawa baku. Senyawa baku dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Senyawa baku primer Adalah bahan (senyawa) dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk membakukan larutan standar dan untuk membuat larutan baku yang konsentrasi larutannya dapat dihitung dari hasil penimbangan senyawa dan volume larutan yang akan dibuat. Contoh : H2C2O4 . 2H2O, Asam Benzoat (C6H5COOH), Na2CO3, K2Cr2O7, As2O3, KBrO3, KIO3, NaCl. Syarat-syarat baku primer : • Diketahui dengan pasti rumus molekulnya • Mudah didapat dalam keadaan murni dan mudah dimurnikan • Stabil, tidak mudah bereaksi dengan CO2, cahaya dan uap air • Mempunyai Mr yang tinggi
2. Senyawa baku sekunder Adalah bahan (senyawa) yang telah dibakukan sebelumnya oleh senyawa baku primer kareana sifatnya yang tidak stabil, kemudian digunakan untuk membakukan larutan standar. Contoh : larutan natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium.
Tabel Larutan Baku beserta Senyawa Baku Primernya No.
Larutan Baku
Senyawa Baku Primer
1.
NaOH
H2C2O4 (as. oksalat), C6H5COOH (as. benzoat), KHP
2.
HCl
Na2B4O7 (nat. tetraborat), Na2CO3 (nat. karbonat)
3.
KMnO4
H2C2O4, As2O3 (arsen trioksida)
4.
Iodium
As2O3, Na2S2O3.5H2O baku (nat. tio sulfat)
5.
Serium (IV)
As2O3, serbuk Fe pa.
Sulfat 6.
AgNO3
NaCl, NH4CNS
7.
Na2S2O3
K2Cr2O7, KBrO3, KIO3
8.
EDTA
CaCO3 pa, Mg pa
Keterangan : pa = pro analisa
IV. TITIK EKUIVALEN Adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stoikiometri antara zat yang dianalisis (titrat) dan larutan standar yang digunakan (titran).
V. TITIK AKHIR TITRASI Adalah titik dimana terjadi perubahan secara visual yang jelas (biasanya perubahan warna atau kekeruhan) pada indikator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis (titrat) dan larutan standar yang digunakan (titran). Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa. Kebanyakan pada proses titrasi, titik ekuivalen ini tidak dapat diamati. Oleh karena itu perlu bantuan senyawa lain yang dapat menunjukkan kapan titrasi harus dihentikan. Senyawa ini dinamakan indikator. Tabel Beberapa Macam Indikator No. Nama
1.
Warna
Trayek
Indikator
Asam
Basa
pH
Metil Kuning
Merah
Kuning
2,9 – 4,0
Jingga 2.
Metil Jingga
Merah
Jingga
3,1 – 4,4
Kuning 3.
Bromo Fenol
Kuning
Ungu
3,0 – 4,6
Blue 4.
Merah Metil
Merah
Kuning
4,2 - 6,2
5.
Fenol Merah
Kuning
Merah
6,4 – 8,0
6.
Timol Blue
Kuning
Biru
8,0 – 9,6
7.
Phenolphtalein
Tidak
Merah
8,0 – 9,8
Berwarna
Ungu
VI. KESALAHAN TITRASI Adalah perbedaan hasil yang didapatkan pada suatu proses titrasi yang disebabkan oleh suatu hal. Titik akhir titrasi akan berbeda dengan titik ekivalen. Biasanya kurangnya ketelitian dalam penimbangan titran atau pengamatan titrat menyebabkan terjadinya kesalahan pada proses titrasi.
VII. PERUBAHAN YANG DAPAT DIAMATI DI TITIK EKUIVALEN Suatu titrasi dikatakan telah selesai dengan sempurna jika telah dicapai titik ekuivalen. Untuk mengetahui tercapainya titik ekuivalen tersebut diperlukan adanya suatu indikator. Dengan penambahan indikator, maka akan dapat diketahui perubahan apa yang terjadi setelah proses titrasi. Perubahan itu biasanya berupa perubahan warna dan perubahan kekeruhan dari larutanyang dititrasi.