Laboratorium Kimia Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar Penetapan Kadar Asam Salisilat Dengan Metode Spektrofotometer UV-Vis dan Volumetri
OLEH : KELOMPOK 10 Utomo Hadia
(15.01.337)
Sandryany
(15.01.301)
Hana Ervina
(15.01.325)
Satria
(15.01.300)
Innal Saitis
(15.01.342)
Endah Dwi Janiarti
(15.01.347)
Muh. Eko Pranoto
(15.01.264)
ASISTEN
: ANDI NURWAKIA TENRIAWARU S. Farm
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR 2016
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Analisis kuantitatif adalah analisis untuk menentukan jumlah (kadar) absolute atau relatif relatif dari suatu elemen atau spesies spesies yang ada di dalam sampel, misalnya terhadap bahan-bahan atau sediaan yang digunakan di dalam farmasi, obat di dalam jaringan tubuh, dan sebagainya. Banyak sedikitnya sampel dan jumlah relatif analit penyusun sampel merupakan karakteristik yang penting dalam suatu metode analisis kuantitatif. Metode-metode ini dapat digolongkan sebagai makro, semimikro, dan mikro tergantung pada banyak sedikitnya sampel. Banyak sedikitnya sampel yang diambil untuk analisis tergantung pada metode analisis yang akan digunakan. Suatu penentuan konsentrasi sekelumit secara spektrofotometri memerlukan suatu sampel makro, tetapi bila dilakukan secara kromatografi, cukup dengan sampel mikro (Gandjar, 2007). Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam
spektrofometri
dimaksud
dapat
disebut
berupa
spektrofotometer.
cahaya
visibel,
UV
Cahaya dan
yang
inframerah,
sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron yang adapada atom ataupun molekul yang bersangkutan. Analisa volumetri merupakan salah satu metode analisa kuantitatif, yang sangat penting penggunaannya dalam menentukan konsentrasi zat yang ada dalam larutan. Keberhasilan analisa volumetri ini sangat ditentukan oleh adanya indikator yang tepat sehingga mampu menunjukkan titik akhir titrasi yang tepat. Titik akhir
titrasi asam basa dapat ditentukan dengan indikator asam basa (Underwood, 1983). Indikator yang digunakan harus memberikan perubahan warna yang nampak di sekitar pH titik ekivalen titrasi yang dilakukan, sehingga titik akhirnya masih jatuh pada kisaran perubahan pH indikator tersebut. (Harjanti, 2008). Asam salisilat adalah salah satu obat yang diketahui untuk mengobati keratonoid dan pengobatan yang baik khusus kondisi kulit, termasuk
psoriasis.
sepenuhnya
Ketika
dimengerti,
mekanisme
diperkirakan
kerja asam
keratonoid salisilat
tidak
mungkin
mengurangi keratonoid – keratonoid dengan baik dengan perlahanlahan mengurangi pH pada stratum corneum, efek ini menjadi awal dari berkurangnya skala dan kelembutan pada daerah yang terkena. Asam salisilat menjadi pilihan yang aman untuk mengontrol efek psoriatic local pada kehamilan, bagaimanapun karena resiko yang sangat besar dari sistem penyerapan dan efek racun, asam salisilat harus dihindarkan dari jangkauan anak – anak (K. Rao, 2010). I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan I.2.1 Maksud dan Tujuan Percobaan Maksud dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar asam salisilat dalam sediaan bedak Salicyl dan catrina booth secara spektrofotometri uv-vis dan volumetri. I.2.2 Tujuan Percobaan Untuk mengetahui cara menentukan kadar asam salisisilat pada bedak salicyl dan catrina booth secara spektrofotometri UVVIS dan volumetri. I.3 Prinsip Percobaan Prinsip percobaan ini adalah menetukan kadar asam salisilat dalam sediaan bedak Salicyl secara spektrofotometri uv-vis dan volumetri.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum II.1.1 Asam Salisilat Asam salisilat merupakan senyawa yang berkhasiat sebagai fungisidal dan bakteriostatis lemah. Asam salisilat bekerja keratolitis sehingga digunakan dalam sediaan obat luar terhadap infeksi jamur yang ringan. Asam salisilat bersifat sukar larut dalam air. Apabila asam salisilat diformulasikan sebagai sediaan topical (Astuti dkk, 2007). Asam salisilat merupakan turunan dari senyawa aldehid. Senyawa ini juga biasa disebut o-hidroksibensaldehid, o-formifenol atau 2formifenol. Senyawa ini stabil, mudah terbakar dan tidak cocok dengan basa kuat, asam kuat dan pengoksidasi kuat (Austin, 1984) Sifat kimia asam salisilat, dikenal juga dengan 2-hydroxy-benzoic acid atau orthohydrobenzoic acid , memiliki struktur kimia C7H6O3. Asam salisilat memiliki pKa 2,97.9 Asam salisilat dapat diekstraksi dari pohon willow bark , daun wintergreen, spearmint, dan sweet birch. Saat ini asam salisilat telah dapat diproduksi secara sintetik. Bentuk makroskopik asam salisilat berupa bubuk kristal putih dengan rasa manis, tidak berbau, dan stabil pada udara bebas. Bubuk asam salisilat sukar larut dalam air dan lebih mudah larut dalam lemak. Sifat lipofilik asam salisilat membuat efek klinisnya terbatas pada lapisan epidermis (Sulistyaningrum, dkk., 2012). Asam salisilat telah digunakan secara luas dalam terapi topikal sebagai bahan keratolitik. Zat ini merupakan bahan keratolitik tertua yang digunakan sejak 1874. Berbagai penelitian menyimpulkan terdapat tiga faktor yang berperan penting pada mekanisme keratolitik asam salisilat, yaitu menurunkan ikatan korneosit, melarutkan semen interselular, dan melonggarkan serta mendisintegrasi korneosit (Sulistyaningrum, dkk., 2012).
II.1.2 Penetapan Kadar dengan Metode Volumetri (Alkalimetri) alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sedangkan alkalimetri meruapakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa (Gandjar, 2007). Alkalimetri merupakan metode yang berdasarkan pada reaksi netralisasi, yaitu reaksi antara ion hidrogen (berasal dari asam) dengan ion hidroksida (berasal dari basa) yang membentuk molekul air. Karenanya
alkalimetri
dapat
didefinisikan
sebagai
metode
untuk
menetapkan kadar asam dari suatu bahan dengan mnggunakan larutan basa yang sesuai. Asam, menurut Arrhenius, adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air terurai menjadi ion hidrogen (H+) dan anion, sedang basa adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air terurai menjadi ion hidroksida (OH-) dan kation. Teori ini hanya berlaku untuk senyawa anorganik yang larut dalam air. Menurut Bronstead-Lowry, asam adalah senyawa yang cenderung untuk melepaskan proton, sedangkan basa adalah senyawa yang cenderung menangkap proton. Teori ini berlaku untuk segala macam pelarut. Sedang menurut Lewis, asam adalah aseptor pasangan electron, sedang basa adalah donor pasangan electron. Dengan teori ini konsep mengenai asam berubah sama sekali yaitu bahwa senyawa asam itu tidak harus mengandung proton (Andari S., 2013). Titer yang digunakan pada alkalimetri adalah NaOH atau KOH. NaOH mempunyai keunggulan dibanding KOH dalam harga, NaOH maupun KOH mudah bereaksi dengan CO2 membentuk garam karbonat, garam natrium karbonat lebih mudah dipisahkan dari NaOH daripada garam kalium karbonat yang sulit dipisahkan dri KOH, hal ini akan mengganggu reaksi yang terjadi .Sifat basa dari karbonat akan
mengganggu reaksi yang terjadi pada alaklimetri, sehingga pelarut air yang digunakan harus bebas CO2 (Andari S., 2013). Indikator pada titrasi asam basa adalah asam atau basa organik lemah yang mampu berada dalam dua macam bentuk warna yang berbeda, warna dalam bentuk ion dan warna dalam bentuk molekul sehingga dapat saling berubah warna dari satu bentuk ke bentuk lain pada konsentrasi H+ atau pH tertentu. Pemilihan indikator sangat tergantung pada titik ekivalen reaksi antara analit dengan titer. Indikator fenolftalein memiliki trayek pH 8,0 -10,0, dimana warna asam adalah tidak berwarna dan warna basa adalah berwarna merah (Andari S., 2013). Cara Perhitungan Kadar Untuk menghitung kadar suatu senyawa yang ditetapkan secara volumetrik dapat menggunakan rumus-rumus umum berikut:
Jika sampelnya padat maka rumus menghitung kadar adalah sebagai berikut : Kadar (% b/b) =
× × ()
× 100%
Jika sampenya cair (sampel diambil secara kuantitatif misal dengan menggunakan pipet volume) maka rumus untuk menghitung kadar adalah sebagai berikut : Kadar (% b/v) =
× × ×
× 100%
BE (berat ekivalen) sama dengan berat molekul sampel dibagi dengan valensinya (Gandjar & Rohman, 2009).
II.1.3 Spektrofotometri II.1.3.1 Pengertian Spektrofotometri Spektrofotometri
adalah
cabang
analisis
instrumental
yang
mencakup metode pengukuran berdasarkan interaksi antara suatu spektrum sinar dengan larutan molekul atau atom. Jenis spektrofotometri ada 4 yaitu :
1. Spektrofotometri Visibel Yang digunakan sebagai sumber sinar atau energi adalah cahaya tampak (Visibel). Panjang gelombang sinar tampak adal;ah 380 sampai 750 nm. Sumber sinar tampak yang sebelumnya adalah dipakai pada spektro visible adalah lampu tangsten (Wolfram). Sampai yang didapat dianalisis dengan metode ini hanya sampel yang memiliki berwarna. Untuk sampel yang tidak memiliki warna harus terlebih dahulu dibuat berwarna
dengan
menggunakan
reagen
spesifik
yang
akan
menghasilkan warna dan yang dihasilkan harus benar-benar stabil (Riyadi, 2007) 2. Spektrofotometri UV Spektrofotometri UV berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang gelombang 190 sampai 380 nm. Sebagai sumber sinar dapat digunakan lampu deuterium (heavyhidrogen) karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata. Maka senyawa yang dapat menyerap sinar tekadang merupakan senyawa yang tidak memiliki warna bening dan transparan. Sampel keruh tetap dibuat jernih dengan fitrasi. Prinsip dasar spektrofotometri UV adalah sampel harus jernih dan larut sempurna (Riyadi, 2007) 3. Spektrofotometri UV-VIS Spektrofotometri UV-VIS merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible. Menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, cahaya UV dan cahaya Visible. Mekipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebaga sinar UV dan sinar VIS, yaitu fotodiode yang dilengkapi dengan monokromator. Kemudahan metode ini adalah dapat digunakan baik untuk sampel berwarna ataupun sampel yang tidak berwarna (Riyadi, 2007) II.1.3.2 Prinsip Kerja Spektrofotometri Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya. Suatu
daerah akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan panjang
gelombang cahaya yang diabsorbsi dapat menunjukan struktur senyawa
yang diteliti. Spektrum
elektromagnetik meliputi suatu daerah panjang
gelombang yang luas dari sinar
gamma gelombang pendek berenergi
tinggi sampai pada panjang gelombang mikro (Marzuki A., 2012) Penyerapan radiasi disebabkan oleh pengurangan energi dari sinar radiasi
lebih tinggipada saat elektron-elektron dalam orbital berenergi
rendah tereksitasi keorbital berenergi. Ada empat kemungkinan radiasi elektromagnetik
pada
molekul
atau
atom
yang
akan
mengalami
perubahan energi eksitasi yaitu : energi translasi, energi rotasi, energi vibrasi, energi elektronik, radiasi cahaya UV-VIS menyebabkan adanya energi elektronik (Mulia dan Achmad, 1990) Pengukuran menggunakan alat spektrometri UV-Vis didasarkan pada
hubungan
antara
berkas
radiasi
elektromagnetik
yang
ditransmisisikan atau yang diabsorsi dengan tebalnya cuplikan dan konsentrasi dari komponen penyerap. Hubungan antara kadar dengan intensitas sinar yang diserap sampel dinyatakan dengan hukum lembertbeer dalam bentuk persamaan (Satrohamidjojo, 1985). Log Io/I = A = a.b.c Keterangan : Io : intensitas sinar sebelum melewati sampel I : intensitas sinar setelah melewati sampel A : absorbansi a : absorsivitas mo;ekul b : ketebalan kuvet c : konsentrasi larutan II.1.3.3 Tahap- tahap dalam penentuan kuantitativ a. pemilihan pelarut 1. tidak mengandung sistem terkonjugasi pada struktur molekulnya 2. tidak berinteraksi dengan molekul senyawa yang diukur 3. harus mempunyai kemurnian yang tinggi
b. Pemilihan panjang gelombang 1. Perubahan absorsi pada tiap satuan konsentrasi adalah paling besar panjang gelombang maksimal akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimal 2. Disekitar panjang gelombang maksimal bentuk kurva sarapanya adalah datar sehingga hukum Lambert-beer akan dipengaruhi dengan baik 3. Panjang gelombang maksimal akan dicari dengan membuat kurva sarapan dengan berbagai panjang gelombang pada sistem kordinat
Cartesian
pada
konsentrasi
yang
tetap.
Panjang
gelombang maksimum adalah panjang gelombang dimana terjadi sarapan maksimum II.1.3.4 Hukum Lambeert-Beer Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A) sedangkan cahaya yang
hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan
dengan hukum lambert-beer atau Hukum Beer, berbunyi: “Jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah dan sebagainya) yang
diserap
atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen dari konsentrasi zat dan tebal larutan”. Faktor-faktor menggunakan
yang
sering
menyebabkan
kesalahan
dalam
spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu
analit: 1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat pembentuk warna. 2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa, namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui pengenceran atau pemekatan).
II.1.3.4 Warna Komplementer Apabila radiasi atau cahaya putih dilewatkan melalui larutan yang berwarna maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap secara selektif dan
radiasi sinar lainnya akan diteruskan. Absorbansi
maksimum dari larutan berwarna
terjadi pada daerah warna yang
berlawanan dengan warna yang diamati, misalnya
larutan berwarna
merah akan menyerap radiasi maksimum pada daerah warna
hijau.
Dengan kata lain warna yang diserap adalah warna komplementer dari warna yang diamati (karinda,2013)
II.2 Uraian Bahan 1. Asam Salisilat (FI Ed. III, hal. 56) Nama resmi
:
ACIDUM SALICYLICUM
Nama lain
:
Asam Salisilat
RM/BM
:
C7H6O3 / 138,12
Pemerian
:
Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih, tidak berbau, rasa agak manis dan tajam.
Kelarutan
:
Larut dalam 550 bagian air dalam 4 bagian etanol (95%) p, mudah larut dalam kloroform P dan
dalam
eter
P,
larut
dalam
larutan
ammonium asetat P, dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium sitrat P. Penyimpanan
:
Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan
:
Sebagai blanko
2. Natrium Hidroksida (FI Ed. III, hal. 412) Nama resmi
:
NATRII HYDROXYUM
Nama lain
:
Natrium Hidroksida
RM/BM
:
NaOH / 40,00
Pemerian
:
Bentuk batang, butiran, massa hablur atau keeping, kering keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur; putih, mudah melelh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap karbondioksida.
Kelarutan
:
Sangat mudah larut dalam airdan dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan
:
Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan
:
Sebagai penitran
3. Etanol (FI Ed. IV, hal. 63) Nama resmi
:
AETHANOLUM
Nama lain
:
Etanol
Pemerian
:
Cairan
mudah
menguap,
jernih,
tidak
berwarna. Bau khas dan menyebabkan rasa terbakar
pada
lidah.
Mudah
menguap
walaupun pada suhu rendah dan mendidih pada suhu 780. Mudah terbakar. Kelarutan
:
Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua pelarut organik.
Penyimpanan
:
Dalam wadah tertutup rapart, jauh dari api.
Kegunaan
:
Sebagai pelarut
4. Aquadest (FI Ed. III, hal. 474) Nama resmi
:
AQUA DESTILLATA
Nama lain
:
Air suling
RM/BM
:
H2O / 18,02
Pemerian
:
Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan
:
Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan
:
Sebagai pelarut
BAB III METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan III.1.1 Alat Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu batang pengaduk, buret, corong, Erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, labu ukur , timbangan analitik, statif dan klem, pipet volume, dan spektrofotometer. III.1.2 Bahan Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah asam salisilat, NaOH, FeCl3, indikator fenolftalein, etanol 70%, etanol 96%, kertas saring, bedak salicyl, bedak Katrina Boot, dan aquadest.
III.3 Prosedur Kerja 1. Penyiapan sampel a. Ditimbang bedak salicyl dan bedak katrina boot masingmasing 200 mg b. Dilarutkan dengan etanol 70% sebanyak 80 mL c. Disaring, ad hingga 100 mL etanol 70% kedalam labu ukur. d. Dipipet sampel sebanyak 25 mL ke dalam Erlenmeyer. e. Ditambahkan indikator PP 10 tetes f. Titrasi dengan menggunakan NaOH. 2. Pembuatan larutan kurva baku a. Ditimbang asam salisilat 100 mg, dilarutkan dengan etanol 70%, aduk hingga larut. b. Disaring, ad hingga 100 mL etanol 70%. c. Dibuat konsentrasi dengan 1000 ppm kemudian diencerkan dengan 4 variasi konsentrasi 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm dan 800 ppm.
d. Ditambahkan FeCl3 pada masing-masing konsentrasi kedalam vial. e. Diamati dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. 3. Pembuatan larutan sampel a. Ditimbang bedak katrina boot dan bedak salicyl masingmasing 200 mg, dilarutkan dengan etanol 70% sebanyak 80 mL, aduk hingga larut. b. Disaring, ad hingga 100 mL etanol 70%. c.
Dibuat konsentrasi dengan 1000 ppm, ditambahkan FeCl3 pada masing-masing konsentrasi kedalam vial.
d. Diamati dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan Tabel 1. Data Penimbangan Sampel
Bedak Salicyl Bedak Katrina Boot Asam Salisilat
Berat (Gram) 0.2010 0.1018 0.2158 0.1090 0.1012
Metode Analisis Kadar Volumetri Spektrofotometri Volumetri Spektrofotometri Spektrofotometri
Tabel 2. Hasil Titrasi Volumetri Sampel Bedak Salicyl Bedak Katrina Boot
Volume Titrasi (ml) 11,1 6,75
Faktor Pengenceran (ml) 25 20
Tabel 3. Hasil Spektrofotometri UV-Vis Sampel
Konsentrasi (ppm)
absorbansi
200 400 600 800 1000
1,616 2,968 >3,330 >3,330 >3,330
200 400 600 800 1000
1,755 2,998 >3,330 >3,330 >3,330 0,346 0,354
Larutan Baku Asam salisilat + 1 tetes FeCl3
Larutan Baku Asam salisilat + 2 tetes FeCl3
Larutan Bedak salicyl Larutan Katrina Boot
Faktor Pengenceran (ml) 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
IV. 2 Perhitungan 1. Perhitungan Kadar Volumetri a. Bedak Salicyl
% =
= = =
100%
, , , / , , , , ,
100% 0,25
100% 0,25 100% 0,25
= 95, 34%
b. Bedak Katrina Boot % = = = =
100%
, , , / , , , , ,
100% 0,2
100% 0,2 100% 0,2
=43,18 %
2. Perhitungan Kadar Spektrofotometri UV-Vis a. Pada penambahan 1 tetes FeCl3 y
= a + bx
y
= -401.1 + 343.3x
Intercept a
= -401.
Slope b
= 343.3x
R
= 0.6509
1) Bedak salicyl
= +
0,346 = −401,1 + 343,4 0,346 + 401,1 = 343,4 401,446 = 343,4
401,446
=
= 1,1690
343,4
1,1690 = 14,7581
2) Bedak Katrina Boot
= +
0,354 = −401,1 + 343,4 0,354 + 401,1 = 343,4 401,454 = 343,4 401,454
=
= 1,1690
343,4
1,1690 = 14,7589
b. Pada penambahan 2 tetes FeCl3 y
= a + bx
y
= -503.68 + 374.46x
Intercept a = -503.68 Slope b
= 374.46x
R
= 0.6531
1) Bedak salicyl
= +
0,346
= −503.68 + 374.46
0,346 + 503.68 = 374.46 504.026 = 374.46 504.026
=
= 1,346
374.46
1,346 = 22.182
2) Bedak Katrina Boot
= +
0,354
= −503.68 + 374.46
0,354 + 503.68 = 374.46 504.034
= 374.46 =
504.034 374.46
= 1,346
1,346 = 22.18
IV.3 Pembahasan Pada percobaan ini, pengukuran kadar asam salisilat dilakukan dengan metode alkalimetri yang didasarkan pada rekasi netralisasi yaitu menitrasi larutan sampel dengan larutan baku NaOH. Pada percobaan ini sampel yang digunakan adalah bedak salicyl dan bedak Katrina. Larutan baku NaOH digunakan sebagai larutan standar dalam penentuan kadar asam, karena NaOH mempunyai sifat basa kuat. Sedangkan, indikator yang digunakan pada percobaan ini yaitu indikator fenolftalain untuk penentuan titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi merupakan suatu keadaan yang dicapai pada saat larutan menglami perubahan warna dari bening menjadi ungu. Pada percobaan ini sampel bedak salicyl dan bedak katrina boot terlebih dahulu dilarutkan dengan etanol 70% karena pada kedua bedak tersebut mengandung asam salisilat yang mudah larut dalam etanol. Larutan sampel kemudian disaring lalu filtrat dicukupkan sampai 100 ml. Penyaringan dilakukan dengan tujuan memisahkan talk yang ada pada sampel agar pada saat dilakukan titrasi, penampakan perubahan warna dari indikator yang digunakan dapat terlihat. Larutan diambil masingmasing 25 ml sebagai larutan titer dan NaOH 0,5 N sebagai larutan titran, kemudian ditambahkan indikator fenolftalain dan selanjutnya dilakukan titrasi dengan cara titran ditambahkan sedikit demi sedikit (dari dalam
buret) pada titrat sampai terjadi perubahan warna indikator. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan. Inilah titik ekivalennya yaitu titik pada saat jumlah ekuivalennya titran sama dengan jumlah ekuivalen analit. Pada percobaan ini diperoleh volume titrasi bedak salicyl 11,1 ml sehinga kadar yang diperoleh sebesar 95,34% dan volume titrasi bedak katrina boot 6,75 ml sehingga kadar yang diperoleh sebesar 43,18%. Dalam Farmakope Indonesia Edisi III dinyatakan bahwa kadar asam salisilat tidak kurang dari 99,5%. Hasil percobaan pada bedak salicyl dan bedak katrina boot tidak sesuai yang tertera di Farmakope Indonesia Edisi III karena kadar yang diperoleh tidak mencapai 99,5%. Hal ini mungkin terjadi karena kesalahan pada saat penimbangan sampel, pengukuran volume titran dan pada saat menitrasi melebihi titi akhir titrasi sehingga hasilnya tidak sesuai dengan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia. Penetuan kadar juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri. Spektrofotometri adalah pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Spektrofometri terdiri dari banyak macam, salah satunya adalah spektrofometri visible. Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar/energi adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang sinar tampak adalah 380 sampai 750 nm. Sehingga semua sinar yang dapat dilihat oleh kita, entah itu putih, merah, biru, hijau, apapun, selama ia dapat dilihat oleh mata, maka sinar tersebut termasuk ke dalam sinar tampak (visible). Spektrofotometri visible dipilih karna pada percobaan ini yang akan ditentuakan kadarnya yaitu asam salisilat dan penetapan kadar asam salisilat dapat dilakukan pada panjang gelombang 530 nm. Oleh karena itu pemilihan spektrofotometri Visible sangat membantu dimana panjang gelombangnya 380 sampai 750 nm.
Pada percobaan ini sampel dilarutkan dengan etanol karna asam salisil dalam bedak salicyl dan bedak Katrina boot akan mudah larut dalam etanol. Larutan baku asam salisil dibuat dengan cara menimbang sebanyak 100 mg lalu dilarutkan dengan etanol 70% sebanyak 80 ml hingga asam salisil larut kemudian volume dicukupkan sampai 100 ml hingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm dan dibuat seri konsetransi 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm, dan 1000 ppm. Kemudian diukur 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml, dan 10 ml lalu ditambahkan dengan 1 tetes FeCl 3 berfungsi sebagai reagen pembentuk warna yang memberikan hasil spesifik dengan asam salisilat yaitu terbentuknya larutan berwarna ungu. kemudian dicukupkan dengan etanol hingga volume 10 ml. Pengukuran sampel dilakukan dengan menimbang seksama setara dengan 100 mg dimasukkan dalam labu ukur 100 ml dilartkan dengan etanol 70% kemudian dicukupkan volumenya hingga 100 ml. Penentuan kadar asam salisilat dalam bedak asam salicyl dan bedak katrina boot dilakukan dengan metode regresi linear. Hasil percobaan ini diperoleh hasil regresi bedak salicyl yang ditambahkan 1 tetes FeCl3 sebesar 14,7581 ppm dan bedak katrina boot 14,7589 ppm. Sedangakan hasil regresi bedak salicyl yang ditambahkan 2 tetes FeCl 3 sebesar 22.182 dan bedak katrina boot 22.18 ppm Selain itu diperoleh nilai R= 0,650 yang menunjukkan nilai absorbansinya tidak linear karena nilai R=1 menunjukkan hasil yang linear, sedangkan hasil yang diperoleh tidak mencapai angka 1. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil dari praktikum baik itu penetapan kadar secara alkalimetri maupun spektrofotometri yaitu kemungkinan pada saat pengerjaan yang dilakukan tidak sempurna, pada saat titrasi dimana melewati titik akhir titrasi ataupun bahan-bahan yang digunakan sudah kurang baik dan juga kurang sempurna
cara pemipetan larutan yang
BAB V KESIMPULAN
V.1 Kesimpulan Berdasarkan dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa kadar asam salisilat dalam sampel bedak Salicyl dan Katrina Boot yang ditetapkan dengan metode alkalimetri yaitu berturutturut 95,34% dan 43,18% yang mana hasil tersebut tidak memenuhi syarat sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Farmakope Indonesia III yaitu tidak kurang dari 99,5%. Sedangkan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis diperoleh kadar yang tidak berbeda jauh dari kedua sampel yang ditambahkan 1 tts FeCl 3 yaitu 14,728 ppm untuk bedak Salicyl dan untuk bedak Katrina Boot 14,729 ppm dan hasil yang diperoleh pada kedua sampel yang ditambahkan 2 tts FeCl 3 yaitu 22.182 ppm dan 22.18 ppm. V.2 Saran V.2.1. Praktikan Adapun saran untuk praktikan yaitu lebih teliti dalam melakukan praktikum baik itu dalam menimbang bahan maupun dalam memipet larutan bahan atau sampel. V.2.2. Praktikan Adapunsaran untuk laboratorium yaitu bahan-bahan yang akan digunakan dalam praktikum sebaiknya diiperhatikan kualitasnya karena kualitas dari bahan juga sangat mempengaruhi hasil percobaan, dan juga sebaiknya dilakukan replikasi pada larutan sampel agar hasil yang didapatkan lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Andari, S. 2013. Perbandingan Penetapan Kadar Ketoprofen Tablet Secara Alkalimetri Dengan Spektrofotometri- UV. Akafarma Sunan Giri : Ponorogo; Jurnal Eduhealth, Vol. 3 NO. 2, September 2013 Astuti, Y.S., dkk, 2007, Pengaruh Konsentrasi Adaps Lanae Dalam Dasar Salep Cold Cream Terhadap Pelepasan Asam Salisilat, Pharmacy , Vol. 05, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III . Depkes RI : Jakarta. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV . Depkes RI : Jakarta. Gandjar, I.G & Rohman.A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Harjanti, R.S., Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val.) dan Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri, Jurnal Rekayasa Proses, Vol. 2, No. 2, Yogyakarta. Ika, Dani, 2009, Alat Otomatisasi Pengukur Kadar Vitamin C Dengan Metode Titrasi Asam Basa, Jurnal Neutrino, Vol. 1, No. 2. Karinda, M.2013, Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C Mangga Dodol Dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri dan Iodometri. Jurnal Ilmiah Farmasi, 2 (1). Program Studi Farmasi, FMIPA UNSRAT Manado. Riyadi, Wahyu, Macam Spektrofometri dan Perbedaanya, Milis kimia Indonesia, 2009 Rohman, 2007. Kimia Farmasi Analisis, yogyakarta : Pustaka pelajar Sastroharmidjojo, H.,(1985), spektroskopik, Liberty, Yogyakarta Suirta, I W., 2010, Sintesis Senyawa Orto-Fenizalo-2-Naftol Sebagai Indikator Dalam Titrasi, Jurnal Kimia, Vol. 4, Universitas Udayana. Sulistyaningrum, Nilasari, Effendi. 2012. Penggunaan Asam Salisilat dalam Dermatologi . Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta ; J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 7, Juli 2012