TUGAS STASE IKM RUJUKAN
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Disusun oleh : Gusprita Ningtyas , S.Ked
J510170092
Iin Nil Nuraini, S.Ked
J510170011
Karina Aisyah S., S.Ked
J510145054
Laela Nurochmah, S.Ked
J510170077
KEPANITERAAN KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018
BAB I PENDAHULUAN
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Upaya pelayanan kesehatan dibagi menjadi dua, yaitu pelayanan kesehatan masyarakat dan perorangan. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu: (1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama, (2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua, dan (3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi di puskesmas, puskesmas perawatan, tempat praktik perorangan, klinik pratama, klinik umum di balai/lembaga pelayanan kesehatan, dan rumah sakit pratama. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai kewajiban untuk merujuk pasien yang memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah sakit. Sejak tanggal 1 Januari 2014, kegiatan operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dimulai sesuai dengan amanat UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS Kesehatan merupakan badan pelaksana yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan diberlakukannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini adalah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang diberikan kepada semua orang yang telah membayar iuran atau yang iurannya dibayar oleh pemerintah (Idris, 2014).
2
Pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat seharusnya bermutu, merata, dan terjangkau. Namun, faktanya saat ini jangkauan pelayanan kesehatan belum merata. Hal ini salah satunya disebabkan sistem rujukan pasien yang kurang optimal sehingga terjadi penumpukan pasien di rumah sakit besar tertentu dan banyaknya kasus pasien yang ditangani oleh dokter spesialis yang sebenarnya dapat ditangani oleh layanan primer. Sedangkan di sisi lain, banyak tempat layanan primer yang sepi. Penumpukan pasien tentu menyebabkan pelayanan kesehatan menjadi tidak optimal. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengembangan sistem rujukan yang lebih baik dengan mengembangkan sistem rujukan regional yang terstruktur dan berjenjang (Kemenkes, 2014). Laporan ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi para masyarakat, mahasiswa, dan para tenaga medis mengenai sistem rujukan dan koordinasi antar sistem kesehatan. Dengan demikian, semua masyarakat Indonesia dapat berpartisipasi dalam usaha mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggitingginya, terutama melalui program JKN ini.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Sistem Rujukan
Sistem rujukan (referral system) adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur dan melaksanakan pelimpahan tanggung jawab pengelolaan suatu kasus penyakit dan ataupun masalah kesehatan secara timbal balik secara vertikal, dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan yang berbeda stratanya, atau secara horizontal dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan yang sama stratanya (Permenkes, 2012a). Sistem
Rujukan
pelayanan
kesehatan
adalah
penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan seluruh fasilitas kesehatan (Idris,2014). Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2008) mendefinisikan sistem r ujukan sebagai
suatu
sistem
penyelenggaraan
pelayanan
kesehatan
yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani),
atau
secara
horizontal
(antar
unit-unit
yang
setingkat
kemampuannya) (Dinkes NTB, 2011).
B. Tujuan Sistem Rujukan
1. Tujuan Umum Untuk meningkatkan mutu, cakupan, dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpadu dengan didasarkan atas tanggung jawab bersama antara semua unit pelayanan kesehatan. 2. Tujuan Khusus
Menghasilkan upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif secara berhasil guna dan berdaya guna.
4
Dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preventif secara berhasil guna dan berdaya guna.
C. Jenis Rujukan
Rujukan dibagi dalam rujukan medik dan rujukan kesehatan (Hatmoko, 2006). 1. Rujukan medik yang berkaitan dengan pengobatan dan pemulihan berupa pengiriman pasien (kasus), spesimen, dan pengetahuan tentang penyakit, meliputi: a.
Konsultasi penderita untuk keperluan diagnostik, pengobatan, tindakan operatif.
b.
Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.
c.
Mendatangkan atau mengirim tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk mutu pelayanan pengobatan.
2. Rujukan kesehatan menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan promotif yang antara lain meliputi bantuan: a) Survey epidemiologi dan pemberantasan penyakit atas kejadian luar biasa atau terjangkitnya penyakit menular. b) Pemberian pangan atas terjadinya kelaparan di suatu wilayah. c) Pendidikan penyebab keracunan, bantuan teknologi penanggulangan keracunan dan bantuan obat-obatan atas terjadinya keracunan masal. d) Saran dan teknologi untuk penyediaan air bersih atas masalah kekurangan air bersih bagi masyarakat umum. e) Pemeriksaan spesimen air di laboratorium kesehatan dan lain-lain.
D. Metode Rujukan
Rujukan dapat dilakukan dengan beberapa metode: 1. Secara tertulis, langsung (dibawa/sertakan dengan pasien) atau tidak langsung (per kurir/pos). 2. Komunikasi audio (radio medik, telepon) 3. Komunikasi audiovideo (telemedicine, video stream)
5
4. Komunikasi tulisan (morse, e-mail , fax, SMS)
E. Kriteria Pasien Dirujuk
Adapun kriteria pasien yang dirujuk menurut Pranoko & Dhanabhalan (2012) adalah apabila memenuhi salah satu dari: 1. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi . 2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak mampu diatasi. 3. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan. 4. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
F. Ketentuan Umum
Ketentuan umum sistem rujukan BPJS adalah sebagai berikut: 1) Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu: a) Pelayanan kesehatan tingkat pertama; b) Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan c) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga. 2) Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama. 3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. 4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik. 5) Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang undangan yang berlaku.
6
6) Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan. 7) Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada kelanjutan kerjasama. 8) Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal. 9) Rujukan horizontal/ internal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap. 10) Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pela yanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pela yanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya. 11) Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila: a) pasien
membutuhkan
pelayanan
kesehatan
spesialistik
atau
subspesialistik; b) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan. 12) Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila : a) permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya; b) kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;
7
c) pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan atau d) perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan atau ketenagaan (Idris, 2014). 13) Rujukan Parsial a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut. b. Rujukan parsial dapat berupa: 1.pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan 2.pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka
penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
8
Gambar 1 Sistem Rujukan Berjenjang (Idris, 2014)
9
Gambar 2 Skema Sistem Rujukan Pelayanan
Kesehatan di Indonesia (DepKes RI, 2009)
Pelaksanaan sistem rujukan di indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, seperti pada gambar 1 dimana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat (DepKes R I, 2009). Ada beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam alur rujukan yaitu: a.
Klasifikasi Fasilitas Kesehatan.
b.
Lokasi / Wilayah Kabupaten/Kota
c.
Koordinasi unsur-unsur pelaksana Alur rujukan kasus kegawat daruratan dari Kader dapat langsung
merujuk ke: Puskesmas pembantu, pondok bersalin atau bidan di desa, puskesmas rawat inap, rumah sakit swasta/ RS pemerintah (DepKes RI, 2009).
G. Alur Rujukan
Untuk memahami tentang alur rujukan dan ketentuannya, perlu diketahui tentang tahapan pelayanan kesehatan. Ada tiga tahapan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan, yaitu sebagai berikut : 1. Pelayanan tingkat primer Pelayanan di sini diselenggarakan oleh Dokter Praktek Umum (DPU). Tahap ini disebut tahap awal atau kontak pertama pasien dengan dokter yang biasanya bertempat di klinik pribadi, klinik dokter bersama, Puskesmas, balai pengobatan, klinik perusahaan, atau poliklinik umum di
10
rumah sakit. Setiap pasien semestinya harus ke DPU dulu kecuali bila terjadi kasus gawat darurat. 2. Pelayanan tingkat sekunder Jika dianggap perlu, pasien akan dirujuk ke pelayanan tingkat sekunder. Untuk itu DPU akan menulis surat konsultasi atau rujukan yang menjelaskan masalah medis dan kendala yang dihadapi pada pasien yang bersangkutan. Di sini pasien akan dilayani oleh dokter spesialis (DSp) di rumah sakit (kelas C atau B), klinik spesialis atau klinik pribadi. Jika masalah kesehatan yang sulit telah diselesaikan pasien akan dikirim balik ke DPU yang mengirimnya dengan bekal surat rujuk balik yang berisi anjuran kelanjutan pengobatannya. 3. Pelayanan tingkat tersier Jika masalahnya juga tidak dapat atau tidak mungkin diselesaikan oleh DSp di tingkat sekunder maka pasien yang bersangkutan akan dikirim ke pelayanan tingkat tersier (top referral ). Di sini pasien akan dilayani oleh para dokter super/sub spesialis atau Spesialis Konsultan (DSpK) di rumah sakit pendidikan atau rumah sakit besar yang mempunyai berbagai pusat riset yang mapan (kelas A). Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier. Rujuk balik pun tetap berlaku di sini dan bukan tidak mungkin berisi anjuran untuk kembali ke DPU-nya jika masalah telah diatasi. Jika masalahnya tidak mungkin dapat diatasi lagi (stadium terminal), sehingga diputuskan untuk dilanjutkan dengan perawatan di rumah, maka yang terakhir ini pun menjadi tugas DPU. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi: a. Terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku b. Bencana;
11
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan d. Pertimbangan geografis; dan e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas Selain tiga tahapan di atas masih ada tahapan pelayanan kesehatan yang kedudukannya lebih rendah dari pelayanan tingkat primer, yaitu seperti pelayanan tingkat rumah tangga dan tingkat masyarakat yang bergerak secara swadana, misalnya: Bidan, Perawat, Posyandu, Polindes, Sakabhakti Husada, dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama.
H. Regionalisasi Sistem Rujukan
Kabupaten/kota
dibagi
dalam
beberapa
wilayah
rujukan/region,
berdasarkan hasil mapping sarpras, SDM, dan kondisi geografis, setiap wilayah mempunyai pusat rujukan. 1.
Definisi Regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan dengan penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan kemampuan pelayanan medis, penunjang, dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstuktur sesuai dengan kemampuan, kecuali dalam kondisi emergensi (KemenKes,2014) .
2. Tujuan
12
a)
Mengembangkan regionalisasi sistem rujukan berjenjang di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
b)
Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan rujukan RS.
c)
Meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan sampai ke daerah terpencil dan daerah miskin.
d)
Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan RS (KemenKes, 2014).
3. Manfaat a)
Pasien tidak menumpuk di RS besar tertentu.
b)
Pengembangan seluruh RS di provinsi dan kabupaten/kota dapat direncanakan secara sistematis efisien dan efektif.
c)
Pelayanan rujukan dapat lebih dekat ke daerah terpencil, miskin, dan daerah perbatasan karena pusat rujukan lebih dekat.
d)
Regionalisasi rujukan dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan terutama pada RS Pusat Rujukan Regional.
4. Alur sistem rujukan regional a) Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang yang dimulai dari Puskesmas, kemudian kelas D atau C, selanjutnya RS kelas B dan akhirnya ke RS kelas A. b) Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat rujukan, dilakukan atas pertimbangan tertentu atau kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien atau keluarga pasi en. c) RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke RS kelas B atau RS kelas A antar atau lintas kabupaten/kota yang telah ditetapkan. yang dimaksud dengan “antar kabupaten/ kota” adalah pelayanan ke RS kabupaten/ kota yang masih dalam satu region yang telah ditetapkan. Sedangkan “lintas kabupaten/kota” adalah pelayanan ke RS kabupaten/kota di luar wilayah region yang telah ditetapkan (KemenKes, 2014).
13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Puskesmas adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan terpadu dan menyeluruh kepada masyarakat. Puskesmas memiliki wilayah kerja yang jelas dan 17 program kerja puskesmas dalam upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Rujukan adalah sarana dan prasa rana yang digunakan sebagai alat untuk memberikan informasi, untuk menyokong atau memperkuat pernyataan dengan tegas. Rujukan dapat berwujud alat bukti, nilai-nilai, dan/atau kredibilitas. Puskesmas sebagai salah satu tempat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, berperan penting dalam hal rujukan yang diberikan kepada pasien. Baik itu rujukan internal atau eksternal ataupun rujukan medik dan kesehatan. Rujukan dalam hal melayani pasien sangat bermanfaat dalam hal mempermudah dalam mencapai pelayanan kesehatan, selain itu juga bermanfaat baik bagi tenaga kesehatan dalam hal manajemen dan administrasi yang terencana dengan baik.
B. Saran
1. Perlunya sosialisasi dan komunikasi efektif dari tenaga kesehatan kepada masyarakat tentang persyaratan administrasi rujukan dan ketentuan sistem rujukan 2. Perlunya dilakukan evaluasi oleh dinas kesehatan setempat kepada seluruh tenaga kesehatan baik tingkat primer maupun tingkat lanjutan, untuk menyamakan persepsi atas suatu penyakit, dan memberi batasan yang jelas pada suatu penyakit, sehingga rujukan dapat tepat sasaran 3. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat tentang regionalisasi sistem rujukan, dan perlunya sosialisasi untuk merubah paradigma masyarakat tentang kualitas PPK 1, seperti Puskesmas sehingga sistem rujukan
14
berjenjang dapat berjalan dengan baik di masyarakat, dan tidak terjadi penumpukan pasien di rumah sakit. 4. Masalah rujukan balik yang saat ini masih menjadi kendala transfer pengetahuan antara pelayanan sekunder dengan pelayanan primer hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009). Sistem Kesehatan Nasional . Jakarta.
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/KEPMENKES_374-
2009_TTG_SKN-2009.pdf - diunduh Februari 201 6 Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2011. Petunjuk Teknis Sistem Rujukan
Pelayanan
Kesehatan
Provinsi
Nusa
Tenggara
Barat.
https://servicedeliveryighealth.files.wordpress.com/2011/12/buku_rujukan binder.pdf diunduh Februari 2016 Hatmoko. 2006. Sistem pelayanan kesehatan dasar Puskesmas. Samarinda, Universitas Mulawarman. Idris, Fachmi (2014). Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Jakarta: BPJS Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2014). Sistem Rujukan Terstruktur dan Berjenjang dalam Rangka Menyongsong Jaminan Kesehatan Nasional (Regionalisasi Sistem Rujukan). Jakarta. Permenkes. 2012a. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 001 tahun 2012 tentang sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan . http://www.rsstroke.com/files/peraturan/BUK/2012/PMK_No_001_Ttg_Si stem_Rujukan_Pelayanan_Kesehatan_Perorangan.pdf - diunduh Februari 2016 Pranoko & Dhanabhalan (2012). Sistem Rujukan Puskesmas Batealit Jepara. Semarang. Tim penyusun bahan sosialisasi dan advokasi JKN (2014). Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional . Jakarta.
16
LAMPIRAN
Lampiran 1 Formulir Rujukan Eksternal
17
Lampiran 2 Formulir Rujukan Internal
18