Laporan Praktikum KI2121 Dasar-Dasar Kimia Analitik Percobaan 07 Elektrogravimetri : Penentuan Kadar Tembaga
Nama
: Nurlaeli Naelulmuna
NIM
: 10514059
Kelompok
: Kelompok V
Tanggal Percobaan
: 15 Februari 2016
Tanggal Pengumpulan
: 22 Februari 2016
Asisten
: Hasyyati
LABORATORIUM KIMIA ANALITIK PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2016
Elektrogravimetri : Penentuan Kadar Tembaga I.
Tujuan Menentukan kadar tembaga di dalam sampel secara elektrogravimetri dan secara titrasi pengompleksan
II.
Teori Dasar Elektrogravimetri adalah metode analisis yang didasarkan pada pengendapan zat dengan menggunakan listrik. Beberapa hukum yang mendasari analisis sistem elektrogravimetri salah satunya adalah hukum Faraday yang menyatakan bahwa banyaknya zat yang diendapkan pada elektroda selama elektrolisis berlangsung sebanding dengan jumlah arus listrik yang mengalir melalui larutan tersebut. Metode elektrogravimetri digunakan untuk analisis kuantitatif. Komponen yang dianalisis diendapkan pada suatu elektroda yang telah diketahui beratnya dan kemudian setelah pengendapkan sempurna kembali dilakukan penimbangan elektroda beserta endapannya. Endapan yang dihasilkan berupa endapan yang menempel pada elektroda yang padat dan halus. Sistem ini biasanya menggunakan elektroda yang Inert. Umumnya dipakai elektroda platina. Pada percobaan ini yang dianalisis adalah ion Cu2+ yang diendapkan pada elektroda menurut reaksi : Cu2+ + 2e- Cu. Elektron yang terlibat pada reaksi tersebut berasal dari arus listrik. Arus listrik diberikan sampai seluruh ion Cu2+ yang terdapat dalam larutan mengendap secara kuantitatif sebagai logam tembaga pada elektroda kerja. Selisih berat elektroda kerja yang konstan sebelum dan setelah proses elektrolisis adalah berat tembaga yang terdapat dalam sampel. Potensial elektroda kerja selama proses elektrolisis harus dijaga pada nilai tertentu untuk mencegah senyawa elektroaktif lain dalam larutan ikut mengendap pada elektroda kerja. Ketelitian hasil analisis secara elektrogrvimetri perlu diuji dengan membandingkan hasilnya terhadap hasil analisis dengan titrasi pengkompleksan menggunakan EDTA. Titrasi ini dilakukan dalam suasana basa (pH > 9) dan titik akhir titrasi diamati dengan menggunakan indikator murexide.
III.
Cara Kerja Pada percobaan kali ini, dilakukan percobaan untuk menganalisis kadar tembaga didalam sampel dengan dua metode yang berbeda. Hal yang pertama dilakukan adalah menyiapkan larutan sampel terlebih dahulu. Sampel yang telah tersedia ditimbang sebanyak 1,5 gram kemudian dilarutkan dengan asam sulfat encer dan pindahkan ke labu 100 mL , lalu encerkan hingga tanda batas. Proses selanjutnya yaitu elekrolisis dengan menyiapkan elektroda kerja terlebih dahulu dengan cara mencuci elektroda kasa tembaga dengan menggunakan asam nitrat, kemudian dibilas dengan aqua dm. Setelah itu, elektroda kerja dibilas dengan alkohol lalu dengan aseton. Tempatkan diatas kaca arloji dan keringkan selama 15 menit didalam oven 105o C. Setelah itu dinginkan dalam desikator kemudian timbang massa elektroda. Ulangi sampai berta elektroda konstan. Tahap selanjutnya yaitu elektrolisis. Pertama-tama, pipet sebanyak 25 mL sampel
tembaga + 2mL larutan asam sulfat pekat + 1 mL asam nitrat 0,5 gram ureum. Lalu, tambahkan aqua dm sampai elektroda terendam secukupnya, kemudian jalankan elektrolisis dengan potensial 4 V sampai warna larutan menjadi bening. Kemudian keluarkan katoda dalam larutan dan bilas dengan aqua dm lalu alkohol dan aseton. Keringkan dan timbang sampai berat elektroda menjadi konstan. Analisis kedua yaitu dengan cara titrasi kompleksometri. Hal yang pertama dilakukan yaitu dengan melakukan pembakuan larutan EDTA. Encerkan EDTA 0,05 M dengan komposisi 80 mL EDTA dan encerkan hingga 200 mL. Lalu, timbang 0,24 gram magnesium pentahidratlarutkan dalam 100 mL air. Pindahkan le labu takar 100 mL dan encerkan hingga tanda batas. Bakukan larutan EDTA dengan larutan magnesium pentahidrat frngan indikator EBT dan buffer pH 10 kemudian lakukan secara duplo. Titrasi kedua yaitu titrasi untuk menentukan kadar tembaga dalam larutan sampel. Pipet 10 mL larutan sampel tembaga dalam labu takar 100 mL, encerkan sampai tanda batas. Lalu pipet sebanyak 25 mL larutan ke dalam erlenmeyer + ammonia + sedikit indikator murexid + sedikit aqua dm. Titrasi larutan dengan EDTA sampai warna biru ungu. Lakukan secara duplo. IV.
Data Pengamatan 1. Elektrogravimetri Massa sampel Cu = 1,5008 gram Berat Elektroda - Penimbangan 1 = 57,8720 gram - Penimbangan 2 = 57,8718 gram - Penimbangan 3 = 57,8718 gram Berat elektroda konstan = 57,8718 gram Berat elektroda setelah elektrolisis - Penimbangan 1 = 57,9951 gram - Penimbangan 2 = 57,9950 gram
2. Titrasi pengkompleksan Pembakuan EDTA Massa MgSO4.7H2O = 0,203 gram Titrasi EDTA - MgSO4.7H2O Titrasi keTitrasi I Titrasi II Volume rata-rata
Volume EDTA (ml) 12,60 12,60 12,60
Penentuan kadar tembaga Massa sampel tembaga = 1,4505 gram Titrasi Cu – EDTA Titrasi keTitrasi I Titrasi II
Volume EDTA (ml) 34,20 34,10
Volume rata-rata V.
34,05
Pengolahan Data 1. Elektrogravimetri Berat tembaga dalam sampel adalah selisih antara berat elektroda setelah elektrolisis dan berat elektroda sebelum elektrolisis. WCu sampel = WEa - WEo = (57,9550 – 57,8718) gram = 0,0832 gram Kadar tembaga =
berat tembaga dalam sampel berat sampel awal 0,0832 gram 1,5008 gram
Kadar temba
=
Kadar tembaga
= 22,17 %
100 25
x
x 4 x 100%
2. Titrasi pengkompleksan Pembakuan EDTA mol EDTA = mol MgSO4.7H2O 0,2403 gram g = 246,48 mol = 9,749 x 10 -4 x fa = 9,749 x 10 -4 x 25/100 =2,537 x 10 -4 mol mol EDTA = 2,537 x 10 -4 mol 0,0002537 mol MEDTA = 0,00126 L MEDTA
= 0,0193 M
Penentuan kadar tembaga mol Cu = mol EDTA mol Cu = MEDTA x VEDTA = 0,0193 M x 34,15 x 10 -3 L x
250 25
= 0,066 mol massa Cu = 0,066 mol x 63,5 g/mol = 4,19 gram massatembaga dalam sampel Kadar tembaga = massa sampel awal
x
100 10
x 100%
x 100%
VI.
4,19 gram 1,5008 gram
Kadar tembaga
=
Kadar tembaga
= 279,18 %
x 100%
Pembahasan Pada percobaan kali ini dilakukan dua metode analisis , yaitu secara elektrogravimetri dan secara titrasi kompleksometri. Elektrogravimetri merupakan suatu analisis sederhana dimana komponen yang dianalisis diendapkan pada suatu elektrode yang telah diketahui beratnya dan setelah terjadi pengendapan yang sempurna ditimbang kembali elektrode dan endapannya. Secara ideal endapan harus melekat kuat pada elektrode, rapat dan halus sehingga apabila dicuci, dikeringkan dan ditimbang tidak menyebabkan beratnya hilang. Elektroda kasa tembaga dicuci dengan menggunakan asam nitrat 1 : 1. Proses pencucian dengan asam nitrat ini dilakukan untuk menghilangkan sisa endapan tembaga atau kotoran-kotoran lain yang mungkin masih menempel pada elektroda, sehingga kasa dapat digunakan untuk menentukan berat tembaga yang mengendap secara tepat. Ketika dicuci dengan asam nitrat, Cu yang mengendap dalam kasa tersebut akan membentuk senyawa dengan asam nitrat. Hal ini dapat terlihat adanya larutan biru Cu(NO3)2 yang ikut turun bersama aliran HNO3. Cu(s) + NO3-(aq) + 2e Cu(NO3)2(aq) + H+(aq) Proses selanjutnya yaitu dengan membilas elektroda dengan aqua DM, alkohol lalu aseton. Proses ini bertujuan untuk membersihkan elektroda dari larutan Cu(NO 3)2 yang mungkin masih tersisa dalam kasa tembaga. Selain itu pencucian dengan alkohol dan aseton juga bertujuan agar tidak ada zat organik yang tertinggal dalam kasa tembaga tersebut. Pencucian terakhir dilakukan dengan aseton, karena aseton adalah senyawa yang mudah menguap sehingga mudah untuk mengeringkan elektroda tersebut. Setelah itu, tempatkan elektroda diatas kaca arloji lalu keringkan didalam oven 105 o C. Proses ini bertujuan untuk mengeringkan elekroda yang telah dibilas tadi sampai elektroda mempunyai massa yang konstan. Apabila penimbangan yang dilakukan sudah konstan, artinya pelarut-pelarut yang tadi digunakan sebelum pengeringan telah menguap seluruhnya dan elektroda telah benar-benar kering. Setelah itu dilakukan proses elektrolisis. Hal yang pertama dilakukan yaitu dengan melarutkan sampe temaga + 2 mL larutan asam sulfat pekat + 1 mL larutan asam nitrat + 0,5 gram ureum. Penambahan asam sulfat pekat berfungsi untuk mengoksidasi logam Cu yang terdapat dalam sampel, sehingga dalam larutan yang dielektrolisis nanti Cu dalam sampel telah berbentuk ion Cu2+ semua. Fungsi penambahan zat ureum dalam HNO3 adalah sebagai pengusir gugus-gugus lain yang dapat mengganggu pengendapan Cu2+ . Selain itu, fungsi penambahan ureum yaitu untuk mencegah reduksi secara terus menerus, serta menjaga keasaman larutan dan mencegah terjadinya endapan CuOH. Pada proses elektrolisis, potensial listrik yang dipakai diatur pada rentang 3-4 volt. Hal ini dilakukan karena potensial reduksi Cu2+ berlangsung pada rentang potensial tersebut, sehingga proses reduksi Cu berlangsung secara optimal. Elektrioda platina berfungsi sebagai anoda. Dan pada saaat elektrogravimetri terbentuk gelembung-
gelembung gas. Gelembung tersebut menandakan adanya gas oksigen yang berasal dari oksidasi air. Reaksi yang terjadi pada katoda dan anoda adalah : Katoda : Cu2+(aq) + 2e- Cu(s) Anoda : 2H2O(l) O2 (g) + 4H+ + 4e Elektrogravimetri dihentikan pada saat larutan yang asalnya keruh telah berubah menjadi bening. Hal ini berarti ion Cu 2+ telah tereduksi semua. Setelah itu, elektroda dikeluarkan dan dicuci lagi dengan aqua dm, alkohol dan aseton. Elektroda berubah menjadi warna ke oranye-an yang artinya ion tembaga itu telah berubah menjadi logam. Setelah itu, elektroda dikeringkan dan ditimbang sampai berta elektroda konstan. Seleisih berat elektroda setelah elektrogravimetri dan sebelum dilakukan elektrogravimetri adalah berat tembaga yang ada didalam sampel. Massa tembaga yang didapat saat percobaan kali ini yaitu sebesar 0,0832 gram dan dengan kadar tembaga sebesar 22,17 %. Kadar tembaga yang diperoleh tidak terlalu besar, artinya terdapat beberapa faktor kesalahan yaitu saat pencucian elektroda kasa tembaga menggunakan asam nitrat. Pada saat pencucian elektroda tersebut masih berwarna merah bata dan jika dialirkan larutan asam nitrat masih sedikit berwarna biru, menunjukan bahwa masih ada Cu yang mengendap sehingga menggangu proses elektrolisis Cu 2+. Pada saat proses elektrolisis, elektroda kasa tembaga tidak tercelup sepenuhnya sehingga yang terbentuk endapan hanya beberapa bagian saja. Analisis kedua yaitu dengan menggunakan titrasi kompleksometri. Pertama-tama dilakukan pembakuan terlebih dahulu. Larutan EDTA dibakukan dengan menggunakan MgSO4.7H2O. Hal yang pertama dilakukan yaitu dengan melakukan pengenceran EDTA. Kali ini, pengenceran dilakukan dengan menggunakan 0,05 M EDTA sebanyak 80 mL dan diencerkan 200 mL didalam gelas kimia. Setelah itu MgSO4.7H2O dilarutkan dan diencerkan sampai tanda batas di labu takar 100 mL. Kemudian larutannya diambil sebanyak 25 mL dan dipindahkan dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan indikator EBT/NaCl dan ditambahkan larutan buffer pH 10. Fungsi penambahan indikator EBT/NaCl adalah salah satu indikator yang spesifik terhadap Mg. Saat Mg habis, maka larutan yang dititrasi akan berubah warnanya dari yang berwarna pink menjadi berwarna biru bening. Sedangkan fungsi penambahan buffer pH 10 adalah untuk menjga EDTA agar memiliki spesi y4- . Reaksi yang terjadi antara Mg dan EDTA yaitu : Mg2+ + Y4- MgY2Pada saat pembakuan, ternyata didapat volume titrasi sebanyak 12,6 mL. Pengenceran yang sesuai dengan prosedur harusnya EDTA diencerkan sebanyak lima kali untuk mendapatkan konsentrasi EDTA sebesar 0,01 M. Namun, pada percobaan kali ini dilakukan pengenceran EDTA sebanyak 2,5 kali. Oleh karen aitu, didapatkan volume rata-rata titrasi sebesar 12,6 mL. Berikut ini adalah struktur dari EDTA:
Kemudian titrasi dilakukan secara duplo, tujuannya yaitu agar galat yang diperoleh kemungkinannya kecil. Titrasi yang selanjutnya yaitu titrasi untuk menentukan kadar tembaga dalam larutan sampel. Sebanyak 10 mL larutan tembaga di pipet dari labu takar 100 mL dan diencerkan sampai tanda batas. Setelah itu, pipet 25 mL dan diencerkan sampai 250 mL + ammonia + indikator murexid. P Fungsi penambahan amonia dan murexid sebagai indikator yang spesifik terhadap ion Cu. Pada saat menambahkan indikator murexid terhadap larutan yang akan dititrasi harus ditambahkan dengan cukup. Tidak boleh terlalu banyak dan juga tidak boleh terlalu sedikit. Karena apabila penambahan murexid terlalu banyak, maka sebelum dilakukan titrasi larutan telah berubah warnanya menjadi pink keunguan. Sedangkan apabila indikator murexid yang ditambahkan terlalu sedikit, maka pada saat titik akhir titrasi, perubahan warna yang terjadi tidak terlalu terlihat. Struktur murexid :
Setelah itu, dilakukan titrasi dengan menggunakan larutan EDTA yang telah dibuat sebelumnya. Volume yang didapat yaitu sebanyak 34,15 mL. Dan ini mempengaruhi pada perhitungan massa tembaga yang diperoleh dalam sampel. Kadar tembaga yang diperoleh yaitu sebanyak 279,18 % dan ini sangatlah tidak mungkin. Artinya, pada saat percobaan terdapat kesalahan. Pada saat pembakuan yang harusnya dilakukan pembakuan sebanyak lima kali , namun dilakukan sebanyak 2,5 kali. Hal ini berpengaruh pada volume yang didapat pada saat pembakuan. Dan pada saat penambahan indikator murexid, indikator yang ditambahkan terlalu sedikit sehingga perubahan warna yang terjadi tidak terlalu terlihat. Karena perubahan warna yang terjadi tidak terlalu terlihat, maka pada saat volume 34 mL dilakukan penambahan indikator murexid kembali sehingga warna larutan berubah . Padahal hal tersebut dapat mempengaruhi titik akhir titrasi.
VII.
Kesimpulan Kadar tembaga dalam sampel yang ditentukan dengan masing-masing metode adalah sebagai berikut. - Metode elektrogravimetri sebesar 22,17 % - Metode titrasi pengkompleksan sebesar 279,18 %
VIII. Daftar Pustaka Day, R.A. Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif, edisi kelima. Erlangga : Jakarta. Halaman 488. Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. The McGraw-Hill Companies : USA. Halaman 465-485. Kennedy, david. Modern Analytical Chemistry, 1th ed. Mc Grow-Hill Companies, 1999. Page 300-324 Skogg, West, Holler. 1994. Analytical Chemistry : An Introduction, 6th ed. Saunders College Publishing : Philadelphia. Halaman 328-356.