REFERAT DIC
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA RS ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI 2017
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
Saat ini perdarahan obstetrik tetap menjadi penyebab utama tingginya angka mortalitas ibu diseluruh dunia. Salah satu kondisi terkait kehamilan yang menyebabkan terjadinya perdarahan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi ini adalah Disseminated intravascular coagulation (DIC). Pertama kali dideskripsikan oleh Joseph DeLee pada tahun 1901 sebagai suatu keadaan dimana terdapat kecenderungan untuk terjadi perdarahan yang mengikuti abruptio plasenta. DIC memiliki manifestasi klinis yang luas, mulai dari thrombosis intravaskular yang bisa saja tidak disadari, kerusakan mikrovaskular, sampai terjadinya gagal organ dan perdarahan tidak terkontrol. Hal yang menarik disini adalah DIC selalu terjadi sebagai gangguan sekunder yang menyertai suatu kelainan klinis tertentu. Berbagai penelitian memperkirakan bahwa insidensi DIC pada seluruh kehamilan diperkirakan sekitar 3-10 kasus per 100.000 kelahiran. DIC juga dapat menimbulkan histerektomi post partum, transfusi darah, dan acute tubular necrosis dengan tingkat morbiditas 6-24%.Deteksi dini DIC penting sehingga tatalaksana untuk kondisi yang mengancam jiwa ini dapat dilakukan sesegera mungkin.3, 4 Saat ini penegakkan diagnosis DIC masih cukup sulit dilakukaan karena luasnya gejala klinis yang dapat muncul serta tidak adanya pemeriksaan laboratorium tunggal, sehingga untuk diagnosis DIC sat ini digunakan sistem skoring dari the international society ont thrombosis and hemostasis (ISTH). Sayangnya sistem skoring ini masih belum mempertimbangkan perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh ibu hamil, sehingga masih perlu dilakukan beberapa modifikasi agar dapat mendeteksi DIC dengan tepat pada popualsi obstetric. Saat ini tatalaksana DIC pada kehamilan berupa penanganan pada penyakit obsterik yang menyebabkan terjadinya te rjadinya DIC sambil disertai terapi suportif seperti pemberian
produk
darah
dan
pemberian
agen
antikoagulan.5,
6
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Disseminated intravascular coagulation
Disseminated intravascular coagulation (DIC) merupakan suatu sindrom dengan karakterisik aktivasi sistemik sistem pembekuan darah, sehingga terjadi thrombosis pada pembuluh darah berukuran kecil dan sedang di seluruh tubuh. 1, 2 Thrombosis menyeluruh ini dapat mengganggu supply darah ke berbagai organ dan dapat menyebabkan gagal organ. Proses thrombosis patologis ini juga diasosiasikan dengan meningkatnya degradasi faktor koagulasi dan protein antikoagulasi yang diikuti dengan gangguan sintesis faktorfaktor tersebut sehingga akhirnya dapat terjadi perdarahan karena proses koagulopati konsumtif.3, 4, 5 DIC muncul ketika proses hemostasis yang seharusnya terkontrol dengan baik menjadi terganggu karena satu dan lain hal. Akibat gangguan kontrol hemostasis ini respons koagulasi yang awalnya bersifat protektif bagi tubuh manusia, berubah menjadi respons maladaptif dengan berbagai konsekuensi pat ologis.6
2.2 Perubahan sistem hemostasis selama kehamilan
Selama kehamilan, kondisi prothrombotik menjadi lebih aktif dibandingkan fibrinolisis, perubahan ini diduga berperan sebagai proteksi alami tubuh terhadap perdarahan yang terjadi ketika persalinan dan sesudah persalinan.
2.2.1 Koagulasi dan fibrinolisis
Kehamilan normal diasosiaskan dengan peningkatan kadar fibrinogen, faktor VII, VIII, X, dan Von Willebrand factor ( VWF). Konsentrasi fibrinogen plasma meningkat sekitar 50% . Rata-rata konsentrasi fibrinogen plasma yang
3
normalnya sekitar 300mg/dL meningkat menjadi sekitar 500mg/dL pada akhir kehamilan. Peningkatan konsentrasi fibrinogen ini menyebabkan peningkatan laju endap darah pada bu hamil. Kenaikan faktor VII dideteksi mencapai >200% dibandingkan kadar normal selama kehamilan. Peningkatan faktor faktor protrhombotik ini dimediasi oleh aktivitas sel trofoblas plasenta dan pelepasan fosfolipid plasenta.6 Perubahan konsentrasi faktor koagulasi selama kehamilan juga dapat ditemukan pada wanita tidak hamil yang menggunakan kontrasepsi tablet esterogen dan progesteron.7 Penanda lain yang menunjukkan terjadinya kondisi hiperkoagulasi adalah peningkatan konsentrasi kompleks thrombin-antithrombin (TAT) dan fragmen prothrombin.8 Konsentrasi plasminogen memang ditemukan meningkat selama kehamilan, tapi hal ini juga disertai dengan peningkatan konsentrasi plasminogen activator inhibitor 1 dan 2 (PAI-1 dan PAI-2). Peningkatan PAI-1 dan PAI-2 ini akan menurunkan aktivitas plasmin selama kehamilan dan baru akan kembali normal sesudah kehamilan.7 Produksi thrombin juga ditemukan meningkat selama kehamilan dan baru akan kembali ke konsentrasi normal 1 tahun sesudah kehamilan. Dalam wanita hamil normal, biarpun terjadi peningkatan ekspresi faktor pembekuan darah seperti yang disebutkan diatas, tapi tidak terjadi peningkatan waktu pembekuan darah yang signifikan. Diduga kondisi prothrombotik selama kehamilan ini juga disertai dengan peningkatan konsentrasi plasminogen dan menurunnya konsentrasi plasmin inhibitor, α2 antiplasmin yang berperan sebagai mekanisme kontrol untuk mempertahankan fungsi hemostasis yang normal.
2.2.2 Perubahan Trombosit
4
Kehamilan normal juga melibatkan perubahan pada trombosit. Jumlah trombosit menurun sekitar 10% selama kehamilan (jumlah hitung trombosit ratarata pada wanita hamil sekitar 213.000/μL dibandingkan dengan 250.000/μL pada wanita yang tidak hamil. Penurunan jumlah trombosit pada ibu hamil ini terjadi karena efek hemodilusi akibat peningkatan volume plama darah pada ibu hamil. Selain karena efek hemodilusi, terjadi peningkatan aktivasi trombosit, sehingga proporsi trombosit muday nag tampak lebih besar meningkat. Ada penelitian yang menemukan bahwa produksi thromboxane A2 yang dapat memicu agregasi trombositmeningkat pada trimester kedua kehamilan. Penurunan jumlah trombosit ini terlihat paling jelas saat memasuki trimester ketiga dan biasanya kembali ke nilai normal 6 minggu sesudah persalinan.7, 9
2.2.3 Protein Regulator
Ada beberapa protein yang berperan sebagai inhibitor koagulasi alami dalam tubuh, seperti protein C, protein S, dan antithrombin. Activated protein C , bersamaan dengan protein S (kofaktor) dan faktor V berperan sebagai antikoagulan dengan menetralisir faktor Va dan faktor VIIIa yang merupakan faktor prokoagulan. Selama kehamilan, resistensi terhadap activated protein C meningkat secara progresif yang diikuti dengan penurunan konsentrasi protein C teraktivasi, penurunan jumlah protein S, konsentrasi faktor VIII juga ditemukan meningkat pada ibu hamil. Konsentrasi antithrombin relatif konstan sepanjang kehamilan.7 Konsentrasi protein S menurun sejak trimester pertama dan kedua dan kemudian tetap stabil sepanjang trimester ketiga. Resistensi terhadap activated protein C diduga terjadi karena peningkatan aktivitas faktor VIII atau menurunnya aktivitas protein S. 7, 8
5
2.3 Disseminated intravascular coagulation pada kehamilan
Sejak tahun 1901 kondisi thrombohemoragic sudah diamati dan dilaporkan terjadi pada berbagai komplikasi kehamilan seperti abruptio plasenta, intrauterine fetal death, embolisme cairan amnion, atau aborsi septik. Kehamilan normal memang diasosasikan dengan aktivasi sistem koagulasi tetapi berbagai komplikasi kehamilan tadi dapat memperberat respons prokoagulasi yang kemudian dapat mengganggu keseimbangan hemostasis dan menyebabkan kondisi patologis serius. 4
2.3.1 Epidemiologi
Karena definisi yang digunakan diberbagai negara masih berbeda dan DIC dapat terjadi dalam berbagai tingkat keparahan, maka menentukan insidensi DIC yang pasti pada wanita hamil masih sulit dilakukan. 7 Insidensi DIC pada kehamilan di Negara barat diperkirakan sekitar 3-10 kasus per 100.000 kelahiran. Abruptio placenta muncul pada sekitar 0,2-0,% kehamilan tetapi hanya 10% dari kasus ini yang diasosiasikan dengan DIC.4 Mortalitas ibu terkait DIC diperkirakan sekitar 6-24%. Morbiditas maternal yang terkait dengan DIC pada kehamilan berupa histerektomi postpartum, transfusi darah masif, dan acute tubular necrosis.1
2.3.2 Etiologi
Penyakit apapun yang dapat meningkatkan kadar faktor prothrombosis, menurunkan
faktor
antikoagulan
,
menyebabkan
disfungsi
endotel,
atau
mengganggu proses fibrinolisis dapat menyebabkan terjadinya D IC.10 Penyebab DIC dalam bidang obstetrik biasanya be rupa:1, 3, 6, 8 1. abruptio plasenta / plasenta previa; (37%)
6
2. perdarahan postpartum (29%); 3. pre-eklamsi, dan sindrom HELLP (14%); 4. perlemakan hati akut pada kehamilan (acute fatty liver of pregnancy) (8%); 5. emboli cairan ketuban(6%); 6. abortus septik dan infeksi intrauterine (6%); 7. kematian janin intrauterine (<1%);
2.3.2.1 Disseminated intravascular coagulation yang disebabkan oleh abruptio plasenta / plasenta previa
Abruptio plasenta merupakan penyebab tersering DIC pada bidang obstetrik, atau bahkan dalam dunia kedokteran.7 Lepasnya plasenta secara mendadak
pada
abruptio
plasenta
menyebabkan
lepasnya
faktor
prokoagulan kedalam sirkulasi maternal, menyebabkan terjadinya akativasi sistem koagulasi intravaskular. Hipoksia dan hipovolemia dapat memicu respons endotel yang berupa peningkatan ekspresi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang kemudian meningkatkan ekspresi endothelial tissue factor (TF).8 Peningkatan ekspresi TF dan thromboplastin ini menyebabkan konsumsi dari faktor-faktor koagulasi, deposisi fibrin di sirkulasi mikro, dan juga pembentukan thrombus pada permukaan desidual maternal pada lokasi lepasnya plasenta. Sebagai dampak koagulasi intravaskular ini, maka terjadi aktivasi plasminogen menjadi plasmin yang kemudian akan menghancurkan mikroemboli fibrin untuk mempertahankan patensi mikrovaskular. Kebanyakan wanita dengan abruption plasenta akan 7
memiliki gangguan koagulasi intravaskular. Pada kasus abruption plasenta yang cukup parah sampai menyebabkan kematian fetus, konsentrasi produk degradasi fibrinogen-fibrin dan D-dimers ditemukan meningkat meskipun secara klinis kuantifikasi ini tidak terlalu berguna.7, 8 Produk degradasi fibrin seperti D-dimer ini seringkali meningkat saat kehamilan normal, dan masih belum ada penelitian yang menentukan nilai normal produk degradasi fibrin ini pada wanita hamil sehingga penggunaan perhitungan konsentrasi produk degradasi fibrin ini dianggap kurang
bisa
diandalkan
untuk
keperluan
diagnosis
pada
wanita
hamil.11Koagulasi konsumtif lebih mungkin terjadi dengan abruptio tertutup (concealed abruption) karena tekanan intrauterinnya lebih tinggi sehingga mendorong thromboplastin masuk kedalam vena-vena besar yang jadi tempat aliran darah balik dari lokasi implantasi. Dengan abruption parsial dengan fetus hidup, gangguan koagulasi parah jarang ditemukan.7
2.3.2.2
Disseminated
intravascular
coagulation
karena
perdarahan postpartum
Perdarahan postpartum masif didefiniskan dengan kehilangan darah >1500 ml. PErdarahan sebanyak ini cukup sering ditemui pada wanita hamil dengan plasenta previa, abruptio placenta, atau karne trauma operasi. Insidensi DIC karena perdarahan masif dalam bidang obstetri sebesar 0,15% sampai 1,5%. Perdarahan menyebabkan shock hipovolemik, diikuti dengan hipoksia. Hipoksia melepaskan TF yang kemudian mengaktivasi jalur koagulasi. Terjadi deposisi fibrinogen di pembuluh darah kecil yang disertai pemecahannya menjadi produk degradasi fibrinogen. Terbentuknya produk
8
degradasi fibrinogen ini menstimulasi fibrinolisis. Perdarahan yang banyak juga mengurangi konsentrasi faktor koagulasi dalam darah. Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani sebagai faktor dengan risiko tinggi untuk mengalami DIC. Pemberian tatalaksana yang tepat baik secara farmakologis, maupun pemberian produk darah,atau cairan infus untuk mepertahankan sirkulasi ibu dapat mencegah terjadinya DIC.3, 8
2.3.2.3 Disseminated intravascular coagulation pada preeklamsia dan sindrom HELLP
Preeklamsia terjadi pada sekitar 5-8% kehamilan. Preeklamsi diduga terjadi karena respons abnormal maternal terhadap plasentasi. DIC pada preeklamsia diduga terjadi karena peningkatan tissue factor (TF) dari sel desidua. Peningkatan ini dibuktikan dengan pewarnaan imunohistokimia pada lempeng desidua plasenta pada kehamilan dengan preeklamsia. Selain peningkatan TF dapat juga terjadi penignkatan VEGF pada preeklamsi berat. Peningkatan TF dan VEGF akan memicu aktivasi sistem koagulasi. Peningkatan konsentrasi thrombomodulin dan fosfolipid prokoagulan ditemukan pada serum darah wanita hamil dengan eklamsia. Aktivasi sistem koagulasi ini juga diiukti oleh aktivasi jalur fibrinolitik, yang dibuktikan dengan konsentrasi PAI-2 dalam plasma yang rendah dan meningkatnya konsumsi trombosit sehingga terjadi trombositopenia.8 Sindrom HELLP sebuah sindrom dengan tiga gejala utama yaitu hemolysis, peningkatan enzim hati, dan menurunnya jumlah trombosit. Diduga ada mediator tertentu dari plasenta yang menyebabkan kondisi inflamasi akut pada sel endotel liver. 1Sebagian ahli menganggap sindrom
9
HELLP termasuk dalam preeklamsi derajat berat dan sebagian lainnya menganggap bahwa preeklamsia dan sindrom HELLP merupakan dua kelainan berbeda dengan gejala klinis yang saling tumpang tindih. Sebanyak 15-20% pasien dengan sindrom HELLP tidak memiliki hipertensi atau proteinuria. 12 Sindrom ini terjadi karena perkembangan dan fungsi plasenta yang terganggu sehinnga terjadi iskemia pada plasenta. Kondisi iskemi ini kemudian memicu pelepasan berbagai faktor mediasi yang menyebabkan disfungsi sel endotel. Disfungsi endotel ini menyebabkan gangguan relaksasi otot polos vasukar, pelepasan vasokonstriktor, dan aktivasi trombosit. Pada wanita dengan sindrom HELLP terjadi penurunan produksi fibrinogen
,faktor
koagulan,
dan
juga
penurunan
produksi
faktor
antikoagulan, akan tetapi perubahan komponen hemostasis tersebut diduga bukan penyebab utama terjadinya DIC pada pasien dengan sindrom HELLP , karen DIC hanya terjadi pada sebagian kecil pasien. Penyebab utama DIC pada pasien dengan sindrom HELLP diduga karena anemia hemolitik mikro angiopati derajat berat. 3
2.3.2.4
Disseminated
intravascular
coagulation
akibat
perlemakan hati akut pada kehamilan ( acute fatty liver of pregnancy )
Sebenarnya perlemakan hati akut pada kehamilan merupakan kejadian yang cukup jarang terjadi dan umumnya terjadi pada trimester ketiga kehamilan dengan insidensi sekitar 11 – 14 kasus per 100.000 kehamilan. Meskipun jarang terjadi tetapi dapat menyebabkan komplikasi kehamilan yang fatal. Keadaan ini dimulai dengan infiltrasi lemak pada
10
hepatosit melalui mikrovaskular yang diikuti oleh menurunnya fungsi hati secara progresif tanpa mengganggu struktur hati. Penelitian menunjukkan ada defek genetik pada oksidasi beta (beta oxidation) asam lemak yang merupakan pathogenesis dari perlemakan hati akut ini. DIC pada keadaan ini disebabkan oleh gangguan fungsi hati berat sehingga produksi fibrinogen maupun faktor koagulasi lainnya menjadi berkurang. Defisiensi anti thrombin III juga dilaporkan terjadi pada perlemakan hati akut pada kehamilan. DIC merupakan manifestasi klinis utama dalam perlemakan hati pada kehamilan dan menunjukkan keparahan kerusakan hati. 1, 3, 8
2.3.2.5 Disseminated intravascular coagulation karena abortus sepsis atau infeksi intrauterine
Abortus sepsis dan infeksi uterin postpartum dapat menyebabkan DIC dan merupakan salah satu penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas maternal pada negara berkembang. Pasien sepsis dengan DIC dapat
mengalai
gangguan
sistem
organ
karena
terjadi
gangguan
thromboemboli seperti purpura fulminant atau deposisi fibrin pada mikrovaskular. Selain gagal organ, secara klinis pasien juga dapat mengalami perdarahan. Mekanisme terjadinya DIC pada kondisi sepsis ini karena pelepasan sitokin inflamasi, terutama IL-6, IL-8, dan TNF yang kemudian mengaktivasi TF sehingga jalur koagulasi menjadi teraktivasi. Hal ini disertai dengan inhibisi faktor antikoagulan alami tubuh seperti AT, protein C, protein S, dan APC yang menyebabkan deposisi fibrinogen pada mikrovaskular. Proses thrombosis yang terjadi secara diseminata ini akan semakin mengurangi konsentrasi faktor prokoagulan dan menyebabkan
11
konsumtif koagulopati. Konsentrasi plasminogen darah sempat meningkat sesaat, tetapi segera menurun karena peningkatan kosentrasi PAI-1. Thrombositopenia juga dapat ditemukan juga pada pasien dengan sepsis karena aktivasi trombosit oleh endotoksin maupun oleh membran sel bakteri.
Spesies
bakteri
tertentu
seperti
Staphylococcus
aureus,
Streptococcus pneumonia, Streptococcus gordonii, dan Streptococcus sanguinis dapat menyebabkan aktivasi trombosit dengan berikatan secara tidak langsung dengan reseptor FcγRIIa pada membran trombosit dan mungkin merupakan penyebab DIC pada pasien sepsis. 8, 13
2.3.2.6 Disseminated intravascular coagulation yang disebabkan kematian janin intrauterin
Kematian janin intrauterine ditemukan pada <1% kehamilan. Biasanya diasosiasikan dengan DIC yang terjadi secara kronis, dimana janin sudah mati dan tetap berada dalam uterus selama lebih dari 5 minggu. DIC karena kematian janin intrauterine ini juga kadang disebut sebagai fetal death syndrome. DIC ini terjadi karena pelepasan thromboplastin dari janin yang mati yang kemudian menyebabkan aktivasi trombosit ibu sehingga terjadi
konsumsi
fibrinogen
yang
berlebihan
dalam
plasenta
dan
intravaskular ibu. Cairan ketuban yang diambil dari wanita dengan fetal death syndrome memiliki konsentrasi tissue factor (TF) yang lebih tinggi.8
2.3.2.7 Disseminated intravascular coagulation karena emboli cairan ketuban
12
Emboli cairan ketuban merupakan kondisi klinis yang dapat terjadi ketika proses persalinan sampai 48 jam post partum. Meskipun ada sejumlah kecil kasus yang melaporkan kejadian emboli cairan ketuban selama periode antenatal. Gambaran klinisnya berupa hipotensi, aritmia, sianosis, dyspnea, perubahan status mental, dan perdarahan. Diperkirakan tingkat kematian maternal karena emboli cairan ketuban ini sekitar 6-44%. 1, 8 Penyebab terjadinya DIC pada emboli cairan ketuban ini masih kurang dipahami dengan baik. Emboli cairan ketuban terjadi karena terjadi robekan pada membran fetus atau pada pembuluh darah uterus sehingga cairan ketuban masuk kedalam sirkulasi maternal dan kemudian menyebabkan terjadinya vasopasme disertai blokade pembuluh darah pulmoner. Kemudian terjadi gagal jantung kanan karena ventrikel kanan tidak mampu memompa darah ke paru, yang segera diikuti gagal jantung kiri karena ventrikel kiri tidak mendapatkan darah dari paru. Cairan ketuban juga kaya dengan TF, yang kemudian mengativasi faktor VII yang mengaktivasi faktor X. Aktivasi faktor X memulai aktivasi jalur koagulasi. DIC pada kasus emboli cairan ketuban terjadi karena koagulopati konsumtif dan merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Pasien dengan emboli cairan ketuban dapat meninggal karena gangguan respirasi atau sirkulasi.7, 8
2.3.3 Diagnosis disseminated intravascular coagulation
Diagnosis didapat berdasarkan kecurigaan klinis dan didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorium, meskipun tidak ada pemeriksaan laboratorium tunggal yang dapat mendiagnosis DIC.
13
2.3.3.1 Manifestasi klinis disseminated intravascular coagulation
DIC merupakan gangguan thromboemboli yang didapat dan manifestasi klinis yang muncul tergantung dari patologi penyakit yang menjadi penyebabnya. Spektrum klinis dari DIC cukup beragam dari thrombosis sampai perdarahan, tergantung dari interaksi antara berbagai komponen hemostasis yang teraktivasi. Pada stadium awal (periode akut), terjadi produksi thrombin berlebihan karena eksposur darah terhadap tissue factor dalam jumlah besar. Aktivasi jalur koagulasi ini terjadi secara cepat. Hasil interaksi komponen hemostasis memiliki hasil akhir antara terjadinya thrombosis jika yang dominan merupakan jalur prothrombotik atau perdarahan jika yang dominan merupakan jalur proteolitik. Pada umumnya manifestasi klinis awal yang terjadi berupa gangguan akibat thrombosis, baru diikuti kelainan berupa perdarahan begitu sudah terjadi koagulopai konsumtif. Jika thrombosis merupakan hasil akhir yang dominan dari aktivasi berbagai komponen hemostasis, maka akan ditemukan gangguan pada organ karena gangguan perfusi akibat sumbatan darah oleh thrombus. Manifestasi klinis yang muncul akibat terbentuknya thrombus dapat berupa gagal ginjal yang sering dijumpai pada tahap awal DIC yang terjadi karena sepsis . Acute respiratory distress syndrome merupakan manifestasi awal DIC yang terjadi karena trauma atau emboli cairan ketuban. 5 Kelainan
perdarahan
biasanya
berupa
perdarahan
pada
traktus
gastrointestinal atau pada traktus urinarius dan kulit. Pada ibu hamil yang memiliki kelainan yang sering diasosaisikan dengan DIC, maka sebaiknya pemeriksa melakukan pemeriksaan kulit dengan teliti.Lesi kulit baru yang berupa petekie, purpura, atau bula hemoragik memiliki nilai diagnostic untuk DIC. Kelainan kulit
14
merupakan manifestasi klinis yang paling sering ditemukan pada pasien dengan DIC. Perdarahan pada kelenjar adrenal dapat menyebabkan nekrosis kelenjar adrenal.5 Perdarahan yang tidak berhenti-berhenti dari lokasi pungsi vena atau insisi
bedah
juga
dapat
dianggap
sebagai
manifestasi
perdarahan
dari
DIC.Perdarahan dalam jumlah besar kemudian dapat menyebabkan perubahan status mental, gagal ginjal akut, hipoksia dan shock hipovolemik. Meskipun
jarang
terjadi
tapi
kadang
dapat
ditemukan
abdominal
compartment syndrome pada pasie ndengan DIC. Abdominal compartment syndrome merupakan kondisi dimana perfusi jaringan dan fungsi organ terganggu karena
meningkatnya
tekanan
dalam
rongga
abdomen,
yang
kemudian
menyebabkan gangguan sirkulasi sistemik. Gambaran kliis dari abdominal compartment syndrome berupa insufisiensi kardiovaskular, gagal napas, gagal ginjal, distensi abdomen dan meningkatnya tekanan intraabdominal. Gejala akan membaik dengan dekompresi secara surgikal.1
2.3.3.2 Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis d isseminated
intravascular coagulation Pemeriksaan laboratorium biasanya mencakup parameter untuk menilai komponen yang terlibat dalam proses prokoagulasi dan fibrinolitik serta tanda-tanda dari gagal organ. Dalam tatalaksana pasien DIC, penting untuk melakukan pemeriksaan laboratorium tersebut secara berkala. Penelitiaan
meta-analysis
menunjukkan
pemeriksaan
laboratorium
abnormal yang paling sering ditemui pada DIC adalah thrombocytopenia, peningkatan D-dimer serta pemanjangan PT dan aPTT.1
15
2.3.3.2.1 Prothrombin dan partial thromboplastin time
Hasil pemeriksaan PT dapat menunjukkan defisiensi dari faktor I,II, V, VII, X dan digunakan untuk evaluasi jalur ekstrinsik dari proses koagulasi. aPTT digunakan untuk evaluasi faktor I,II,V,VIII,IX,XI,XII yang terlibat dalam jalur intrinsik. Dalam kehamilan normal, waktu PT dan aPTT biasanya memendek, tetapi tidak signifikan. Pemanjangan waktu PT dan aPTT ditemukan pada 50-69 % kasus DIC. Pemanjangan waktu pembekuan dianggap signifikan jika didapat sesudah test berulang dan nilanya >1,5 x dari normal untuk PT dan >2,5 x dari normal untuk aPTT. Pemanjangan PTmaupun aPTT ini baru mulai terjadi saat jumlah faktor koagulasi dalam darah sudah kurang dari 50%. 1,3,8
2.3.3.2.2 Hitung trombosit
Hitung trombosit dapat dilakukan dengan mudah dan merupakan indicator dari koagulopati konsumtif dengan sensitivitas yang tinggi tapi spesifisitas yang rendah. Hitung trombosit juga ditemukan rendah pada berbagai kondisi medis kronis, infeksi malaria dan demam berdarah, karena supresi imun, dan obat-obatan tertentu. Pada wanita hamil dapat terjadi trombositopenia gestasional pada trimester ketiga dan dapat mempersulit diagnosis DIC. Salah satu cara membedakan keduanya adalah dengan melakukan pemreiksaan hitung trombosit serial. Pada DIC dapat ditemukan tren penurunan jumlah trombosit. Hitung trombosit digunakan untuk menentukan derajat aktivasi trombosit. Jumlah trombosit <100.000 sel / μL sugestif bahwa telah terjadi DIC dan ditemukan pada >90% pasien. 3, 8
16
2.3.3.2.3 Pemeriksaan jalur prokoagulan
Pemeriksaan
ini
mencakup
pemeriksaan
untuk Prothrombin
fragments 1+2 (PF 1+2), thrombin antithrombin xomplex (TAT), dan soluble fibrin dalam darah, Konsentrasi plasma dari pemeriksaan tersebut menunjukkan aktivitas thrombin pada pasien dengan DIC. PF 1+2 merupakan molekul yang terbentuk saat konversi prothrombin menjadi thrombin, kadar PF 1+2 meningkat pada >90% pasien dengan DIC. TAT merupakan kompleks yang terbentuk oleh prethrombin 2 dan antagonis utamanya, yaitu antithrombin, keduanya membentuk kompleks enzyme inhibitor inaktif yang stabil, kadar TAT meningkat pada 80-90% pasien dengan DIC. Soluble fibrin monomer (FM), memerlukan pemeriksaan ELISA, meningkatnya FM melebihi nilai normal (<15nmol/L) ditemukan pada 75-80% pasien dengan DIC. Ketiganya saling berkorelasi dan nilan ya ditemukan meningkat pada pasien dengan DIC. Konsentrasi fibrinogen plasma yang menurun <150mg/dL ditemukan pada 70% pasien dengan DIC. Konsentrasi fibrinogen plasma meningkat karena proses fisiologis kehamilan, sehingga penurunannya yang patologis dapat tersembunyi pada populasi ini.8
2.3.3.2.4 Pemeriksaan jalur fibrinolitik
Mencakup pemeriksaan produk sisa dari fibrinolysis yang mencakup fibrin degradation product (FDP), D-dimer, dan kandungan PAI-1 plasma. Pemeriksaan FDP dan D-dimer digunakan untuk mengukur tingkat produksi fibrin secara tidak langsung. Keduanya merupakan indicator sensitive untuk DIC dalam obstetric tapi memiliki spesifisitas yang rendah karena
17
konsentrasinya juga meningkat pada kehamilan normal. Peningkatan FDP terjadi karena proses biodegradasi fibrinogen atau fibrin oleh plasmin sehingga secara indikatif menunjukkan konsentrasi plasmin dalam darah, meningkatnya FDP >40μg/mL ditemukan pada 85 -100% pasien dengan DIC. D-dimer merupakan produk lysis cross-linked fibrin oleh plasmin. Peningkatan D-dimer >1,7μg/mL ditemukan pada 90% pasien dengan DIC.8
2.3.3.3
Sistem
skoring
untuk
diagnosis
d isseminated
intravascular coagulation Tidak ada pemeriksaan laboratorium tunggal dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang
cukup
baik
untuk
mendiagnosis
DIC
sehingga
dikembangkan sistem skoring yang terdiri atas perhitungan beberapa hasil pemeriksaan
laboratorium.8
Ada
tiga
sistem
skoring
yang
direkomendasikan untuk mendiagnosis DIC, yaitu skor The International Society of Thrombosis and Hemostasis (ISTH) , skoring dari the Japanese Ministry of Health and Welfare (JMHW), dan skoring oleh the Japanese Association for Acute Medici ne (JAAM).2, 14 Ketiga sistem skoring ini melakukan perhitungan skor nerdasarkan hasil pemeriksaan parameter koagulasi yang mirip tetapi memiliki cut-off values yang berbeda, sehingga masing-masing sistem skoring tersebut memiliki spesifisitas dan sensitivtias diagnosis yang berbeda. Guideline yang dikeluarkan oleh the British Society of Haematology menganggap skor ISTH sebagai alat diagnosis terbaik untuk DIC. Skor ISTH ini memiliki sensitivitas sebesar 91% dan spesifisitas sebesar 97%.
18
Sistem skoring ini (gambar 1.) hanya digunakan pada pasien dengan berbagai kelainan yang sering diasosiasikan dengan DIC. 2, 14
Gambar 1. International Society of Thrombosis and Hemostasis (ISTH) DIC Scoring
System1 Perhitungan skor dilakukan berdasarkan pemeriksaan laboratorium untuk hitung trombosit, produk degradasi fibrin, D-dimer, dan waktu PT, dan konsentrasi fibrinogen darah. Skor 5 dan lebih dianggap sebagai overt DIC. Skor < 5 sugestif bukan DIC meskipun demikian pemeriksaan tetap perlu dilakukan pemeriksaan ulang sesudah 1 – 2 hari.1 Sistem skoring DIC dari ISTH ini belum divalidasi untuk pasien obstetric.1 Nilai referensi parameter koagulasi yang digunakan pada scoring DIC ISTH itu tidak memperhitungkan perubahan parameter koagulasi yang terjadi saat kehamilan. Penggunaannya pada populasi ibu hamil diduga akan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda. Dari empat parameter koagulasi yang digunakan untuk menghitung skoring ISTH, tiga dari empat parameter ini mengalami perubahan pada kehamilan. Fibrinogen meningkat saat kehamilan terutama saat trimester ketiga dan turun dua hari sesudah persalinan. Kehamilan juga merupakan suatu kondisi khusus dimana jumlah 19
trombosit menurun seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, sekitar 7% wanita hamil akan mengalami thrombositopenia. Parameter koagulasi lain yang juga berubah selama kehamilan adalah konsentrasi D-dimer atau produk degradasi protein juga meningkat selama kehamilan terutama sesudah usia gestasi 20 minggu. Batas atas konsentrasi D-dimer pada populasi umum adalah 0,5 mg/L, selama trimester ketiga kehamilan, hamper semua pasien memiliki konsentrasi D-dimer > 0,5 mg/L. Hal ini menyebabkan nilai diagnostic parameter ini menjadi sangat rendah pada populasi ibu hamil. Pada kehamilan terjadi sedikit perubahan nilai PT tetapi perubahannya tidak signifikan.
2.3.4.Tatalaksana disseminated intravascular coagulation pada kehamilan
Kunci tatalaksana DIC adalah pendekatan multidisplin dengan melibatkan dokteer anestesi dan hematologist. DIC merupakan komplikasi dari penyakit lain yang mendahulinya, maka tatalaksana penyakit yang menjadi penyebab DIC harus diberikan
sambil
melakukan
tatalaksana
suportif
yang
bertujuan
untuk
memperbaiki kelainan koagulasi. Jika penyakit obstetrik yang mendahului DIC terkoreksi, DIC biasanya akan segera berhenti.5, 6
2.3.4.1 Pemberian produk darah
Terapi
produk
darah
sebaiknya
diberikan
dengan
mempertimbangkan kondisi klinis dan hasil laboratorium. Saat terjadi DIC karena perdarahan, perlu segera diberikan transfusi dengan menggunakan massive transfusion protocol . Protokol ini mencakup transfusi sel darah
20
merah, fresh frozen plasma, dan trombosit dengan rasio 1:1:1 dengan pemberian fibrinogen bila perlu. Secara umum pemberian trombosit baru dilakukan pada pasien dengan hitung trombosit < 50.000 yang sedang mengalami perdarahan aktif, untuk pasien yang tidak sedang mengalami perdarahan transfusi trombosit baru dilakukan jika jumlah trombosit <30.000.1, 6, 8 Pemberian transfusi trombosit untuk profilaksis tidak memberikan keuntungan. Fresh frozen plasma kaya dengan faktor koagulasi kecuali fibrinogen. Guideline menyarankan transfusi FFP dalam jumlah besar saat ditemukan pemanjangan PT dan APTT >1.5 kali dari nilai normal. Dosis FFP adalah 10-15 ml/kg. FFP tidak perlu diberikan pada pasien yang tidak mengalami perdarahan atau tidak akan menjalani tindakan invasive meskipun ditemukan waktu PT dan aPTT yang memanjang. Jika transfusi FFP tidak memungkinkan (seperti pada pasien dengan overload cairan), maka pemberian prothrombin complex concentrate (PCC) 25-30U/kg dapat dicoba. Konsentrat ini hanya memperbaiki sebagian defisit faktor koagulan, karena hanya mengandung faktor koagulan yang dependen terhadap vitamin K, sedangkan pada DIC terjadi defisiensifaktor koagulasi yang global. Sebaiknya digunakan non-activated PCC , penggunaan activated PCC ditakutkan akan memicu DIC. Terapi penggani fibrinogen diberikan terutama pada pasien yang mengalami DIC karena perdarahan postpartum. Pada hipofibrinogenemia berat(≤
1g/L),
harus
Konsentratfibrinogen
segera
memiliki
diberikan
keuntungan
konentrat dibandingkan
fibrinogen. pemberian
21
cryoprecipitate karena tidak ada risiko transmisi infeksi virus dengan pemberian konsentrat fibrinogen.6, 8
2.3.4.2 Pemberian antikoagulan
Antithrombin dapat digunakan sebagai monoterapi pada pasien dengan DIC obstetric dan dengan konsentrasi antithrombin plasma <70%.Pada sebuah randomized controlled trial, konsentrat antithrombin (1500U/hari selama 7 hari) diberikan pada pasien dengan pre-eklamsi berat. Terjadi peningkatan parameter koagulasi dan biopshysical score profile yang signifikan pada grup yang mendapat terapi antithrombin dan tidak ditemukan efek samping yang diasosiasikan dengan terapi ini. Heparin dapat digunakan sebagai tatalaksana DIC karena proses kaogulasi yang teraktivasi secara abnormal. Hasil penelitian masih menunjukkan masil yang beragam mengeai efektifitas pemberian heparin. Penggunaan terapi heparin disarankan untuk kondisi dengan deposisi fibrin menyeluruh pada pembuluh darah atau pada kejadian dimana terdapat thrombosis yang jelas. Pengguaan heparin sebagai thromboprophylaxis ini dapat diberikan pada kompliasi kehamilan yang muncul karena gangguan oleh plasenta. Activated protein C (APC) yang merupakan inaktivator psikologis untuk faktor Va dan VIIIa juga efektif pada pasien yang mengalami DIC karena sepsis. Sebuah penelitian multisenter menunjukkan penggunaan recombinant human APC pada dosis 24μg/kg/jam yang diberikan secara intravena selama 96 jam. Hasil penelitian menunjukkan terapi ini dapat mengurangi risiko terjadinya DIC pada pasien yang rentan dibandingkan
22
dengan pasien yang mendapatkan placebo. Akan tetapi terdapat peningkatan insidensi peningkatan perdarahan pada kelompok yang mendapatkan terapi APC. 6, 8
2.3.4.3 Tatalaksana perdarahan masif
Mortalitas pada DIC seringkali disebabkan karena perdarahan. Selain itu perdarahan juga menimbulkan morbiditas dengan sekuele jangka panjang. Terjadinya perdarahan masif lebih sering ditemui pada DIC karena perdarahan postpartum. Resusitasi agresif adalah kunci untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang tinggi ini. Tujuan resusitasi adalah mencapai tekanan darah normal dan mempertahankan suhu yang normal pada pasien dengan faktor kaogulasi yang cukup. Pemasangan dua kanula intravena berukuran besar harus segera dilakukan sehingga cairan dapat dimasukkan secara cepat untuk mencegah terjadinya shock. Pemilihan cairan kristaloid atau koloid dalam resusitasi masih diperdebatkan tetapi pada umumnya cairan kristaloid lebih sering digunakan. Pemberian cairan yang terlalu cepat dapat menyebabkan dilusi faktor koagusi dan sehingga penting untuk memasukkan juga produk darah saat melakukan resusitasi dalam jumlah besar. Sebaiknya segera disiapkan darah golongan darah O dengan Rh (-) dari bank darah sambil menunggu darah golongan ABO yang sudah di cross match dan diskrining. Pada umumnya pasien dengan DIC memerlukan darah dalam jumlah besar, sehingga sebaiknya darah yang akan dimasukkan sudah dihangatkan terlebih dahulu untuk mencegah hipotermia. Resusitasi dengan menggunakan packed red blood cell (PRC) dapat menyebabkan
23
koagulopati dilusional jika diberikan lebih dari 5 unit. Karenanya pemberian PRC sebaiknya disertai juga dengan transfusi FFP dengan rasio 1:1 dan diasosiasikan dengan peningkatan survival rate. Tranfusi trombosit juga dapat diberikan sebanyak 1 atau 2 unit untuk setiap 8-10 unit PRC yang diberikan. Pemberian cairan dan juga produk darah diteruskan sampai pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaan darah lengkap dan parameter koagulasi dilakukan dan menunjukkan hasil yang normal.1, 6
24
BAB III KESIMPULAN
DIC muncul ketika proses hemostasis yang seharusnya terkontrol dengan baik menjadi terganggu karena satu dan lain hal. Akibat gangguan kontrol hemostasis ini respons koagulasi yang awalnya bersifat protektif bagi tubuh manusia, berubah menjadi respons maladaptif dengan berbagai konsekuensi patologis.Saat kehamilan terjadi perubahan pada sistem hemostasis. Selama kehamilan, kondisi prothrombotik menjadi lebih aktif dibandingkan fibrinolisis, perubahan ini diduga berperan sebagai proteksi alami tubuh terhadap perdarahan yang terjadi ketika persalinan dan sesudah persalinan. Perubahan parameter koagulasi pada ibu hamil ini tidak menimbulkan gangguan klinis. Berbagai komplikasi kehamilan tadi dapat memperberat respons prothrombotik yang kemudian dapat mengganggu keseimbangan hemostasis sehingga menimbulkan gejala klinis akibat thrombosis dan perdarahan. Sayangnya sampai saat ini tidak ada pemeriksaan laboratorium tunggal untuk menegakkan diagnosis DIC, dan diagnosis DIC ditegakkan dengan menggunakan sistem skoring tertentu seperti skoring DIC ISTH. Sistem skoring ini telah dimodifikasi oleh Erez et al. pada tahun 2014 untuk menyesuaikan perubahan parameter koagulasi yang terjadi selama kehamilan, meskipun didapatkan tingkat diagnosis yang cukup baik, tapi masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk validasi sistem skoring modifikasi ini. Kunci dari tatalaksana DIC adalah menangani komplikasi kehamilan yang menjadi penyebab munculnya DIC sambil memberikan tatalaksana
suportif
seperti
resusitasi
cairan
dan
pemberian
komponen
darah.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Sahin S, Eroglu M, Tetik S, Guzin K. Disseminated Intravascular Coagulation Obstetrics: Etiopathogenesis and Up to Date Management Strategies. 2014;90. 2. Di Nisio M, Baudo F, Cosmi B, D’Angelo A, De Gasperi A, Malato A, et al. Diagnosis and treatment of disseminated intravascular coagulation: guidelines of the Italian Society for Haemostasis and Thrombosis (SISET). Thromb Res [Internet]. Elsevier Ltd; 2012 May;129(5):e177 – 84. 3. Erez O, Mastrolia SA, Thachil J. Disseminated intravascular coagulation in pregnancy: insights in pathophysiology, diagnosis and management. Am J Obstet Gynecol [Internet]. Elsevier; 2015 Oct;213(4):452 – 63. 4. Levi M. Pathogenesis and management of peripartum coagulopathic calamities (disseminated intravascular coagulation and amniotic fluid embolism). Thromb Res [Internet]. Elsevier Ltd; 2013 Jan;131 Suppl 1:S32 – 4. 5. Thachil J, Toh CH. Current concepts in the management of disseminated intravascular coagulation. Thromb Res [Internet]. Elsevier Ltd; 2012 Apr ;129 Suppl 1:S54 – 9. 6. Thachil J, Toh C-H. Disseminated intravascular coagulation in obstetric disorders and its acute
haematological
management.
Blood
Rev
[Internet].
Elsevier
Ltd;
2009
Jul;23(4):167 – 76. 7. Cunningham FG, editor. Williams obstetrics. 24th edition. New York: McGraw-Hill Medical; 2014. 1358 p. 8. Hossain N, Paidas MJ. Disseminated intravascular coagulation. Semin Perinatol [Internet]. Elsevier; 2013 Aug;37(4):257 – 66.
26
9. Longmuir K, Pavord S. Haematology of pregnancy. Medicine (Baltimore) [Internet]. Elsevier Ltd; 2013 Apr ; 41(4):248 – 51. 10. Ralph AG, Brainard BM. Update on disseminated intravascular coagulation: when to consider it, when to expect it, when to treat it. Top Companion Anim Med [Internet]. Elsevier Inc.; 2012 May 27(2):65 – 72. 11. Rattray DD, O’Connell CM, Baskett TF. Acute Disseminated Intravascular Coagulation in Obstetrics: A Tertiary Centre Population Review (1980 to 2009). J Obstet Gynaecol Canada [Internet]. Elsevier Masson SAS; 2012 Apr;34(4):341 – 7. 12. K SH, Chabi S, Frey D. Hellp syndrome. J Obstet Gynaecol India; 2009 Feb;59(1):319. 13. Krauel K, Tilley DO, Weber C, Cox D, Greinacher A, Kerrigan SW, et al. Amplification of bacteria-induced platelet activation is triggered by Fc g RIIA , integrin a IIb b 3 , and platelet factor 4. Blood. 2014;123(20):3166-74. 14. Wada H, Matsumoto T, Yamashita Y, Hatada T. Disseminated intravascular coagulation: testing and diagnosis. Clin Chim Acta [Internet]. Elsevier B.V.; 2014 Sep 25;436:130 – 4. 15. Erez O, Novack L, Beer-Weisel R, Dukler D, Press F, Zlotnik A, et al. DIC score in pregnant women--a population based modification of the International Society on Thrombosis and Hemostasis score. PLoS One [Internet]. 2014 Jan;9(4):e93240.
27