MUQADDIMAH ِ ْست َغ ْ َ مد َ للهِ ن َ ن ْال ّ ِإ ْ َ ه وَن ْ َ مد ُه ُ وَن ُفُره ُ ُ ست َعِي ْن َ ح ْ ح َ ُ ُ سَنا ُ ف ن أ ر و ر ش ن م ه بالل ذ و ع ن و ِ ْ ِ ْ ُ ْ ِ ِ ِ ْ ََُ َ ّ ض ه ِ م ِ سي َّئا َ َو ُ َل ل ُ َ ن ي َهْد ِ الله فَل َ مال َِنا َ ْ ت أع ْ م َ َ ََ ن ل َ ا ِل َ ّ ه إ ِل َ َ ْ ِ ضل ْ هأ َ ل فل ْ شهَد ُ أ ْ ُن ي ُ هاد ِيَ ل َ َو ْ م َ شهد أ َ ك ل َه و أ َ َ ْ َ دا ح م ن ي ر ش ل ه د ح و ه الل ً م َ ّ ُ ْ َ ْ ّ ُ ُ َ َ ُ َ ُ ِ .ه ُ ع َب ْد ُه ُ وَ َر ُ ُ سوْل Setelah memanjatkan puja dan puji syukur kepada Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā–, yang telah memberikan petunjuk kepada kita untuk selalu berada pada jalan yang lurus yang diridhoi-Nya, sholawat dan salam sejahtera semoga tercurah selalu kepada suri teladan kita, Nabi Muhammad – Shallallohu ‘alayhi wa Sallama–. Melalui buku singkat ini, kami mencoba untuk memberikan sumbangan usaha kepada umat dalam rangka menjelaskan ajaran agama Islam yang kita anut. Agama Islam adalah satu-satunya agama yang haq, yang akan mengan-tarkan para pengikutnya ke kebahagiaan hidup, baik di dunia maupun di 1
akhirat. Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā–menurunkan agama ini adalah untuk dipelajari, dianut dan diamalkan. Tanpa mempelajari ilmunya, tiada seorang pun yang mampu mengamalkannya. Oleh karena itu langkah pertama ada-lah mempelajarinya. Dengan ilmu, seseorang dapat meninggikan derajatnya di sisi Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā–, di dunia dan di akhirat. Di antara ayat-ayat yang menunjukkan kemulian ilmu dan penuntut ilmu adalah:
“Katakanlah (hai Muhammad) samakah orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu?” QS. az-Zumar (39):
“Orang-orang yang menyeru kepada tuhan selain-Nya tidaklah ia memiliki syafa’at kecuali orang-orang yang bersaksi dengan hak dan mereka mengetahui (berilmu).” QS. az-Zuhruf (43): 86
sadar, bahwa bila seseorang tidak mempelajari Islam, maka kebodohannya dapat mengantarkannya kepada kekafiran. Para ulama telah berijma’ bahwa salah satu penggugur keIslaman seseorang adalah ketidak acuhan terhadap Islam, tidak mempelajari dan tidak pula mengamalkannya.
“Ia memberikan perincian akan ayat-ayat (Nya) kepada orang-orang yang mengetahui (berilmu).” QS.Yuunus (10): 5
“Alloh akan meninggikan derajat orangorang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.” QS. al-Mujaadilah (58): 11 Banyak di antara kaum muslimin yang tidak 2
“Dan orang-orang kafir itu berpaling dari peringatan yang disampaikan kepada mereka.” QS. al-Ahqaaf (46): 3 Kejahilan pun merupakan salah satu unsur terbesar dari unsur-unsur yang akan menjauhkan seorang hamba dari Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā. Pembaca yang budiman, mari bersama-sama kita berusaha menyisihkan sedikit waktu dan tenaga untuk mempelajari agama kita, agama Islam. Mari kita kaji buku ini dengan baik, mudahmudahan Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā– menganugerahkan hidayah-Nya kepada kita semua….Amiin.
ِ ن الّر ْ سم ِ اللهِ الّر ْ ِب َ ح ِ حي ْم ِ م 1.
Islam adalah satu-satunya agama yang diturunkan dan disyari`atkan Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā–, serta satusatunya agama yang diakui dan diterimaNya. Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā– tidak akan menerima agama selainnya, dari siapapun, di manapun dan sampai kapanpun juga.
“Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Alloh hanyalah Islam.” QS. Ali `Imran (3): 19
3
“Maka apakah mereka menginginkan agama yang lain dari agama di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Alloh-lah mereka dikembalikan.” QS. Ali `Imran (3): 83
“Barangsiapa menginginkan (menganut) agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orangorang yang rugi.” QS. Ali `Imran (3): 85
2.
Islam adalah satu-satunya agama yang dibawa oleh para rosul, sejak rosul pertama hingga rosul terakhir, nabi dan rosul Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā– yang diutus kepada kita, Muhammad – Shallallohu ‘alayhi wa Sallama–. Islam pun adalah agama yang dibawa oleh Nabi Musa dan Nabi ‘Isa –`Alayhimā as-Salām–. Nabi Musa –`Alayh as-Salām– bukanlah pembawa agama Yahudi dan Nabi Isa –`Alayh as-Salām– bukan pula pembawa agama Nashroni (Kristen). Kedua agama tersebut, yaitu agama Yahudi dan Nashroni, bukanlah agama Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā–, tetapi merupakan agama bathil sebagai bentuk penyelewengan dari agama Islam, yang dihubungkan kepada kedua nabi tersebut, dari orang-orang yang mengaku sebagai pengikut-pengikut mereka.
4
“Dan mereka berkata: Hendaklah kalian menjadi penganut agama Yahudi atau Nashroni, niscaya kalian mendapat petunjuk. Katakanlah: Tidak! Melainkan (kami mengikuti) agama Ibrohim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrohim) dari golongan orang-orang musyrik.” QS. al-Baqarah (2): 135
“Ataukah kalian (hai orang-orang Yahudi dan Nashroni) mengatakan bahwa Ibrohim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya adalah penganut agama Yahudi atau Nashroni? Katakanlah: Apakah kalian yang lebih mengetahui ataukah Alloh? Dan siapakah yang lebih zholim dari pada orang yang menyembunyikan syahadah dari Alloh yang ada padanya? Dan Alloh sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan.” QS. al-Baqarah (2): 5
140
“(Ikutilah) agama orang tua kalian Ibrohim. Dia telah menamai kalian orang-orang muslim dari dahulu.” QS. al-Hajj (22): 78 Rosululloh –Shallallohu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ َ م وَا ْل َن ْب ِي َييآُء َ ْ س ب ِعِي َ َ مْري َ ن ِ ْ سى ب ِ )) أَنا أوَْلى ال ُّنا َ م (( ٌ حد ْ ِإ ِ م َوا ٍ َ خوَة ٌ ل ِعَل ْ ُشّتى وَد ِي ْن ُه ْ ُمَهات ُه ّ ت وَأ “Saya adalah manusia yang paling dekat dengan ‘Isa bin Maryam dan para nabi adalah saudara sebapak dari ibu yang berbeda-beda dan agama mereka adalah satu (yaitu Islam).” (HR. Bukhari No. 2365 dan Muslim No. 3443)
3.
Agama Islam terdiri dari aqidah dan syari'at. Aqidah Islam tetap sama pada setiap zaman, sedangkan syari'atnya, maka terkadang ada beberapa perbedaan dari satu nabi ke nabi lainnya.
Semua itu adalah kehendak Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā– yang sesuai dengan hikmah-Nya. Setelah diutusnya Nabi Muhammad – Shallallohu ‘alayhi wa Sallama–, tidak ada syari'at yang diterima Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā– kecuali syari'at yang dibawanya, dan tidak ada yang berhak dinamakan muslim kecuali orang yang mengakui kerasulannya dan mengikuti syari'atnya.
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap semua perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” QS. an-Nisaa (4): 65
“Untuk tiap-tiap umat di antara kalian, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” QS. al-Maidah (5): 48 “Maka demi Robbmu, mereka (pada hakikatnya) 6
Rosululloh –Shallallohu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
“Dan (ingatlah), ketika Alloh mengambil perjanjian dari para nabi: “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepada kalian berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepada kalian seorang Rosul yang membenarkan apa yang ada pada kalian, niscaya kalian akan bersungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Alloh berfirman: "Apakah kalian mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu" Mereka menjawab: "Kami mengakui". Alloh berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kalian". Barangsiapa yang berpaling sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [QS.Ali Imran (3): 8182]
7
َ ْ َ ذي ن ِ ّ )) َوال ٌ حييد َ معُ ِبي أ َ م ْ َ مد ٍ ب ِي َد ِهِ ل َ ي َ س ّ ح ُ س ُ ف ُ ت ِ ُ مييو ُ َم ي ّ ي ث ُي ّ ن هَذ ِهِ ا ْل ْ َ مةِ ي َُهود ِيّ وَل َ ن ّ ِ صَران ْ م ُ ْ ّ َ َ ّ ن ِ ن ِ ذي أْر ِ ن ِبالي ِ ْ م ي ُيؤ َ ت ب ِيهِ إ ِل كييا ُ س يل ْ وَلي ْ مي ْ م َ (( ِب الّنار حا ِ َ ص ْ أ
“Demi Robb Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, siapa pun juga dari umat ini, baik Yahudi maupun Nashroni, yang mendengar tentang aku, kemudian mati dengan tidak mengimani apa-apa yang aku diutus dengannya, maka dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim No. 218 dan Ahmad No. 7856)
4.
Islam berarti penyerahan diri kepada Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā– dengan beriman dan bertauhid kepada-Nya serta mengikuti syari'at-Nya yang dibawa oleh para rosul-Nya.
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlash menyerahkan dirinya kepada Alloh, sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan mengikuti agama Ibrohim yang lurus.” QS. an-Nisaa’ (4): 125
kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh (yaitu laa ilaaha illalloh).” QS. Luqmaan (31): 22
... “...Ilah kalian ialah Ilah Yang Maha Esa, berserah dirilah kalian kepada-Nya dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Alloh).” QS. al-Hajj (22): 34
5. Islam mempunyai lima rukun, sebagaimana yang dinyatakan oleh Rosululloh –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– (ketika beliau ditanya oleh malaikat Jibril) tentang arti Islam, yaitu: a. Syahadat La Ilaha Illalloh dan Muhammad Rosululloh, b. Mendirikan sholat, “Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Alloh, sedang dia orang yang berbuat 8
c.
Menunaikan (membayar) zakat,
َ (( ...ه ً م َ م ّ ه وَأ ُ دا ع َب ْد ُه ُ وََر ُ ُ سوْل ّ ح ُ ن ُ ه إ ِل ّ الل َ َ إ ِل
d.
Shoum (puasa) di bulan Ramadhan, e. Pergi haji bila mampu. Rosululloh –Shallallohu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ َ َ َ )) ا َلسل ْ َن ت ن ّ ه وَأ ْ شهَد َ أ ْ مأ ُ ْ ِ ُ ه إ ِل ّ الل َ َ ن ل َ إ ِل َ ُ ْ ت ؤ ت و ة ل ص ال م ي ق ت و ه الل ل َي الّزكا َة ِ َ ُ ِ ُ ِ ْ ً م َ م ُ دا َر َ ّ ح ُ ّ َ َ َ ْ سو َ َ ْ ِت إ ِلي ْه ّ ح ُ َ ن وَت َ ضا َ م َ ْ صو ْ نا َ ْست َطع َ ْ ج الب َي َ م َر ُ َ وَت ِ ِت إ (( ً سب ِي ْل َ
“Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi selain Alloh dan Muhammad adalah rosul-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, shoum di bulan Romadhon dan pergi haji jika engkau mampu (mela-kukan perjalanan).” (HR. Muslim No. 8, Abu Dawud No. 4695, Tirmidzi No. 2610, Ibnu Majah No. 63 dan Nasa’i No. 5005)
6.
Seseorang masuk ke dalam agama Islam adalah dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat:
َ َ ْ َ ه وَ أ ْ َ) أ دا ً م َ م ّ شهَد ُ أ ْ شهَد ُ أ ّ ح ُ ن ُ ه إ ِل ّ الل َ َ ن ل َ إ ِل ُ ْ سو ( ِل الله ُ َر
Rosululloh –Shallallohu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ َ ُ َن ل َ ِ ن أ َُقات ْ َ حّتى ي ِ )) أ ْ دوا أ ُ َشه َ س ْ تأ ُ مْر َ ل الّنا
9
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Alloh dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rosul-Nya….” (HR. Bukhari No. 24 dan Muslim No. 33)
َ ّ ه إ ِل َ :س َ م ع ََلى ْ شَهاد َةِ أ ُ َ سل ْ ِ ي ال َ َ ن ل َ إ ِل ْ خ َ ِ )) ب ُن ٍ م (( …ه ُ الل “Islam dibangun di atas lima dasar, yaitu: syahadat la ilaha illalloh….” (HR. Bukhari No. 7, Muslim No.19, Tirmidzi No. 2534, Nasa’i No. 4915 dan Ahmad No. 4567)
7.
Arti dari syahadat La Ilaha Illalloh adalah tiada ilah (tuhan) yang ber-hak diibadahi kecuali Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā–. Karena tiada dzat yang mempunyai kekuasaan, kesanggupan dan sifat-sifat ketuhanan selain Alloh – Subhānahu wa Ta’ālā–. Syahadat ini dinamakan kalimat tauhid, yang menolak adanya syarik (sekutu) bagi Alloh – Subhānahu wa Ta’ālā– dalam ke-Tuhanan-Nya.
“(Kuasa Alloh) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allohlah (Tuhan) yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka ibadahi selain Alloh adalah bathil, dan sesungguhnya Alloh, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” QS. al-Hajj (22): 62
benar daripada jalan yang salah. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thoghut dan beriman kepada Alloh, maka sesunguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat (yaitu La Ilaha Illalloh) yang tidak akan putus. Dan Alloh Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” QS. al-Baqarah (2): 256 Rosululloh –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ ن َقا ن َ َ ه وَك ِ ُ ما ي ُعْب َد َ ِ فَر ب ُ ه إ ِل ّ الل َ َ ل ل َ إ ِل َ )) ِ ْن د ُو ْ م ْ م َ ُ (( ِه ع َلى الله ح و ه م د و ه ل ما م ر ح ِ ُُ ساب َ َ َ َ َ ُ ُ َ ُ َ ُ ِالله
“Barangsiapa yang mengatakan bahwa tiada ilah selain Alloh dan kafir terhadap apa yang diibadahi selain Alloh, haramlah harta dan darahnya (keduanya tidak boleh diganggu) dan Allohlah yang akan menghisabnya.” (HR.
Muslim No. 34 dan Ahmad No. 15313) 8. Arti syahadah Muhammad Rosululloh –
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang 10
Shallallohu ‘alayhi wa Sallama–, bahwa beliau adalah utusan Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā– yang terakhir, yang diutus kepada seluruh hamba-Nya, baik jin maupun manusia, kepada seluruh bangsa, hingga datangnya hari kiamat, yang bertugas menyampaikan agama-Nya. Beliau harus dipercayai dan ditaati dengan
sepenuhnya, maka tidak ada lagi jalan menuju kepada Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā– selain melalui syari'at yang diajarkannya. Berma`siat kepadanya berarti berma`siat kepada Allah. Siapa yang mendustakannya dalam perkara sekecil apa pun, berarti telah keluar dari agama Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā–. Percaya dan yakin bahwa beliau telah menyampaikan risalah Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā–, dan tidak mensyari`atkan apa pun juga selain apa yang diwahyukan kepadanya.
“…dan Alloh mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rosul-Nya dan Alloh mengetahui sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah para pendusta.” QS. al
“Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rosul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu`min.” QS. atTaubah (9): 128
... 11
Munafiquun (63): 1
“Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah mengutusmu untuk jadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan serta untuk jadi penyeru kepada agama Alloh dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.” QS. al-Ahzaab (33): 45-46
12
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rosul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurot dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka bebanbeban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” [QS. al-
bersabda:
ُ َ ق م ِبي ُ َة و َ ْ ت إ َِلى ال ً ّكاف ِ )) وَأْر َ ِ خت ُ ْ سل ِ ْ خل (( ن َ ْالن ّب ِي ّو “Aku diutus kepada seluruh manusia dan para nabi diakhiri olehku.” (HR. Bukhari No. 2755, Muslim No. 812, Tirmidzi No.1473, Nasa’i No. 3037, Ibnu Majah No. 560 dan Ahmad No. 7269)
Rosululloh –Shallallohu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
(( مّني ِ س َ ن َرِغ ُ ن َ َ)) ف َ ْ سن ِّتي فَل َي ْ َب ع ْ م “Barangsiapa yang membenci sunnahku, maka dia bukanlah golonganku.” (HR. Bukhari No. 4675, Muslim No. 2487, Nasa’i No. 3165 dan Ahmad No. 13045)
A`raaf (7): 157]
Rosululloh –Shallallohu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ َ قد ْ أ َ َن أ صاِني َ َطاع َِني ف َ َه و َ طاع َ الل َ )) َ َن ع ْ م ْ م َ (( ه الل صى ع د َ ق ف َ َ َ ْ “Barangsiapa yang taat kepadaku, maka dia telah taat kepada Alloh. Dan barangsiapa yang berma`siat kepadaku, dia telah ma`siat kepada Alloh.” (HR. Bukhari No. 2737, Muslim No. 3417, Nasa’i No. 4122, Ibnu Majah No. 3 dan Ahmad No. 7032)
Rosululloh –Shallallohu ‘alayhi wa Sallama– 13
9.
Islam adalah agama yang sempurna dan disempurnakan oleh Alloh – Subhānahu wa Ta’ālā–. Kesempurnaan Islam bertolak dari kesempur-naan Alloh Subhanahu wa Ta`ala. Barangsiapa yang meragukan kesempurnaan Islam, berarti dia telah meragukan kesempurnaan Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā–, karena Islam adalah agama-Nya.
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Ku-cukupkan kepada kalian ni`mat-Ku dan telah Ku-ridhoi Islam itu jadi agama bagi kalian.” QS. alMaaidah (5): 3
Tidak ada yang dapat merobah-robah kalimatkalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS. al-An’aam (6): 115] 10.
Syari'at Islam dibawa oleh Rosululloh junjungan kita, Nabi Muhammad – Shallallohu ‘alayhi wa Sallama–, yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Baik kehidupan khusus keagamaan ataupun kehidupan umum keduniawian. Syari'at ini berlaku sampai hari kiamat. Tidak ada syari'at atau undang-undang manapun yang dapat menandinginya. Barangsiapa menganggap ada syari'at atau undang-undang lain yang dapat menandinginya, maka orang itu adalah orang musyrik, walaupun mengaku dirinya muslim dan memiliki nama dengan nama Islami.
Hal ini dikarenakan anggapan seperti itu berarti bahwa pembuat syari'at atau undang-undang lain tersebut adalah tandingan yang seimbang bagi Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā–, dan ini adalah hakekat kesyirikan yang sebenarnya. “Telah sempurnalah kalimat Robbmu (alQur'an), sebagai kalimat yang benar dan adil. 14
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syari`at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak 15
mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu sedikitpun dari (siksaan) Alloh. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Alloh adalah pelindung orang-orang yang ber-taqwa. al-Qur'an ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini.” [QS. alJaatsiyah (45): 18-20]
16
“Dia telah mensyari'atkan bagi kalian tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada 17
Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrohim, Musa dan `Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kalian seru mereka kepadanya. Alloh menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah melainkan sesudah datang-nya pengetahuan kepada mereka karena kedengkian antara mereka. Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Robbmu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka al-Kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar berada dalam keraguan yang menggoncangkan tentang kitab itu. Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Alloh dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kalian. Bagi kami amal-amal kami dan bagi
kalian amal-amal kalian. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kalian, Alloh mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita).” [QS. asy-Syura’ (42): 15]
sudah tidak cocok lagi bagi suatu zaman tertentu, maka orang itu telah menolak kesempurnaan Islam yang bertolak dari kesempurnaan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–.
Rosululloh –Shallallohu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
Hal ini berarti ia menganggap bahwa Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– bukanlah ilah yang sempurna. Maha suci Allah–Subhānahu wa Ta’ālā– dari anggapan seperti itu.
َ ي ن َ ُ يٌء ي ِ جن ّةِ وَي َُبا ِ ُ عد ِ ب ِ َ ما ب َ ْ ن ال ُ قّر َ )) َ م َ م ْ ش َ ق ّ ُْ ن ل َك ّ َ (( م ي ب د ق و ل إ ر ا الن َ َّ ْ َ ِ ِ
“Tidak ada sedikit pun dari hal-hal yang dapat mendekatkan (diri) ke syurga dan menjauhkan dari neraka, kecuali semuanya telah dijelaskan kepada kalian.” (HR. Thabrani) Abu Dzar –Radhiyallahu ‘anhu– berkata:
ُ ْسو َ ُ ن طا َئ ِرٍ ي َ َ) ل ِحي ْه ِ ما َ جَنيا َ ب ُ قّلي ُ ي َر َ َل اللهِ و ْ م َ ّقد ْ ت ُوُف ( ما ِ ه ِ مآِء إ ِل ّذ َك ََر ل ََنا ّ ِفي ال ً ْ عل ُ ْ من َ س “Sesungguhnya Rosululloh telah wafat. Dan tidak ada satu ekor burungpun yang mengepakkan sayapnya di udara kecuali telah beliau sebutkan kepada kami tentang ilmunya.” (HR. Ahmad 5/153 dan Thabrani) 11.
18
Barangsiapa yang menganggap bahwa ada bagian dari syari'at Islam, baik sebagian kecil ataupun besar, yang
“Hari ini telah Ku sempurnakan buat kalian agama kalian dan telah ku-cukup-kan ni’matku buat kalian serta kuridhai Islam sebagai agama kalian.” QS. al-Maaidah (5): 3
12.
Seorang muslim harus menerapkan
Islam dengan sungguh-sungguh dalam seluruh aspek kehidupannya, dan berusaha memasuki Islam secara kaffah (keseluruhan). Ia harus berpikir Islami, berkeluarga Islami, bermasyarakat Islami dan seluruh aspek kehidupannya pun harus Islami. Tidak mencampur kehidupannya dengan hal-hal yang tidak Islami, dan tidak mengkhianati keIslamannya, baik dihadapan para makhluk atau hanya di hadapan al-Khaliq yang jauh dari penglihatan makhlukmakhluk-Nya.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kalian turuti 19
langkkah-langkah syetan. Sesung-guhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kalian.” QS. al-Baqarah (2): 208
Seorang muslim adalah prajurit Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– yang harus mempunyai jiwa keprajuritan Islami. Jiwa kesiagaan dan kegagahan yang jauh dari kesombongan dan kecongkakan. Bersih, suci dan ber-takwa, walaupun pasti tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, serta siap membela Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dan agama-Nya di setiap waktu. Membela Islam adalah suatu kesempatan yang dikarunia-kan Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– kepada hamba hamba yang dipilih-Nya, walaupun Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– adalah Dzat Yang Maha Gagah Perkasa dan Maha Berkuasa Yang tidak terkalahkan dan tidak membutuhkan pembelaan dari siapa pun juga. 13.
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang yang kafir berperang dijalan thoghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syetan itu, karena sesungguhnya tipu daya syetan itu adalah lemah.” QS. an-Nisaa’ (4): 76
“Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang.” QS. ash-Shaaffaat (37): 20
173
14.
Islam merupakan tali persaudaraan yang kokoh antara sesama muslim. Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Baik sebangsa dan setanah air, maupun tidak. Kebangsaan yang sejati dan kokoh sampai di akhirat kelak adalah Islam. Tanah air sejati bagi ruh muslim sejati adalah Islam. Seorang muslim harus mempunyai solidaritas yang tinggi terhadap muslim lainnya. Saling menolong, saling menghormati dan saling menasehati.
. “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” QS. al-Hujuraat (49): 10
kehidupan manusia.
.
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” QS. al-Maaidah (5): 2
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah hanya kepada-Ku.” QS. adz-
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ )) ل َ يؤ ْم ب ِ ُ ما ي ِ َب ل ِ ُ حّتى ي ّ ح ّ ح َ م َ نأ َ ِخي ْه ْ ُ حد ُك ُ ِ ُ (( ِسه ْ َ ل ِن ِ ف “Seseorang dari kalian tidak beriman (dengan sempurna), hingga dia men-cintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari No. 12, Muslim No. 64, Tirmidzi No. 2439, Nasa’i No. 4930, Ibnu Majah No.65, dan Ahmad No. 11564)
15.
21
Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya saja. Dalam Islam, ibadah mencakup semua hal yang diridhai dan dicintai Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, baik dalam amal perbuatan maupun perkataan, lahir maupun batin. Itulah arti dari al-ibadah. Maka, ibadah dalam Islam adalah mencakup seluruh aspek
Dzaariyaat (51): 56
16.
Ibadah yang diterima di sisi Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– harus terpe-nuhi dua syarat, yaitu: niat yang ikhlash dan kesesuaian dengan syari’at. Sering diungkapkan dengan itilah al-ikhlash dan al-mutaba’ah. Ketika Fudha’il bin `Iyad –Rahimahullah– membaca ayat:
“(Dialah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya.....” [QS. al-
berarti amal tersebut berdasarkan sunnah.”1 17.
Mulk (67): 2]
Maka, beliau berkata:
َ (ه ْ َ) أ ُ ُ صوَب ُ ص ْ ه وَأ ُ َ خل
“(Yang lebih baik amalnya) yaitu yang paling ikhlash (murni) dan shawab (tepat).” Kemudian para sahabat beliau bertanya:
َ َ ( !ه ْ َ ما أ ُ ُ صوَب ُ ص َ ،ي ْ ه وَأ ُ َ خل ّ ِ ) َيا أَبا ع َل
“Wahai Abu Ali, apakah yang dimaksud dengan yang paling ikhlash dan shawab itu?”
.
Beliau menjawab:
َ ) إ َِذا ْ َ م ي ُقْب ُ م وَإ َِذا،ل َ ل َ كا ْ َ واًبا ل ْ َ صا وَل َ َن ال ْع َ ن ً ِ خال َ ص ْ ُ م ي َك َ َ ُ ُ َ ْ قب َي ن ْ ُم ي َ ن َ ْحت ّييى ي َكيو َ ،ل َ كا ْ صييا لي ْ واًبا وَلي ً ِ خال َ ن ْ م ي َكي َ ص َ ْ َ ص إَذا ّ جيي ،ل َ ِن للييه َ َوال،واًبا َ َ َعييّز و َ كييا ُ ِ خييال َ صييا ً ِ خال َ صيي َ َ َ َ ( ِسن ّة ال لى ع ن كا ذا إ ب وا ص وال َ َ ُ َ ّ َ ّ “Apabila sebuah amal khalis, tetapi tidak shawab, niscaya tidak akan diterima. Apabila sebuah amal shawab, tetapi tidak khalis, niscaya tidak diterima hingga amal tersebut khalis dan shawab. Khalis berarti amal tersebut karena Allah semata. Sedangkan shawab 22
Arti niat ikhlash adalah niat yang hanya mengharapkan ridha Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– dan ganjaran-Nya, tanpa mengharapkan sesuatu selain dariNya. Sedangkan yang dimaksud mutaba’ah adalah beribadah sesuai dengan ajaran Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–, tanpa membuat penambahan dan perubahan-perubahan sedikitpun, baik dari segi isi, waktu, kadar maupun dari cara pelaksanaannya.
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.“ QS. al1
Hilyah al-Awliya’ 8/95, al-Bidayah wa an-Nihayah 10/199 dan Madarij as-Salikin 2/89.
َ ن ه ِ ِ سوْل ْ ِت ه ْ ِفَه ُ ه إ َِلى اللهِ وََر ُ جَرت ُي ْ َ كان َ َ و،ه ُ ُ جَرت ْ م َ َ َ َ مييا ِ ُ ل ِد ُن َْيا ي ْ ِحَها فه ُ ِ مَرأةٍ ي َن ْك َ ه إ ِلييى ُ ُ جَرت ْ صي ْب َُها أوِ ا (( ِجَر إ ِل َي ْه َ َ ها
Bayyinah (98): 5
“Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, pa-dahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan Tuhannya Yang Maha Tinggi.” QS. al-Lail (92): 18-20 Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ ّ ُ ما ل ِك ُ ما مييا ِ ل ِبالن ّّيا َ ئ ْ لا َ ّ وَإ ِن،ت َ ْ ما الع َ ّ )) إ ِن ٍ ِمر َ َ ،ه ر و ه ي الل يى ي ل إ ه ي ت ر ج ه ت ن يا ي ك ن م ِ ِ س يوْل ِ ُ ِ َ ْ ُ ََ ْ ْ َ َوى ف َ َن ِ ُ َ 23
“Sesungguhnya amal perbuatan seseorang tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan dibalas berdasarkan niatnya tersebut. Barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya benar-benar kepada Allah dan Rasul-Nya (akan diterima). Dan barangsiapa yang berhijrah karena dunia yang ingin dapatkan atau wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya hanya sampai sebatas yang dia niatkan.” (HR. Bukhari No. 2 dan Muslim No. 1907)
َ َ م (( ّ مُرَنا فَهُوَ َرد ِ َن ع ْ س ع َل َي ْهِ أ َ َل ع َ )) َ ْ مل ً ل َي ْ م “Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak sejalan dengan ajaran kami, maka amalnya tertolak.” (HR. Muslim No. 1718)
18.
al-Iman secara bahasa berarti kepercayaan. Sedangkan secara istilah, iman adalah suatu keadaan yang didasarkan pada keyakinan dan menca-kup segi-segi perkataan dan perbuatan. Yaitu perkataan hati dan lisan, serta perbuatan
hati dan anggota badan. Perkataan hati adalah ilmu yang diyakini. Perbuatan hati, seperti niat yang ikhlash, kecintaan kepada Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, takut kepada-Nya, tawakkal dan lainnya. Perkataan lisan seperti dua kalimat syahadat, tasbih dan istighfar. Per-buatan anggota badan seperti shalat, haji dan lainnya2. 19.
muslimin dirubah dari arah Baitul Maqdis ke arah Makkah (Ka’bah), mereka bertanya-tanya tentang status sha-lat mereka selama ini. Maka pertanyaan tersebut dijawab oleh ayat di atas. alIman dalam ayat ini berarti as-shalat. Shalat adalah suatu amal yang terdiri dari perbuatan dan perkataan hati, serta anggota badan dan lisan.” Imam al-Hulaymiy –Rahimahullah– berkata3:
َ فسرون ع ََلى أ َن َ ت ِ ْ م إ َِلى ب َي َ ْ ُ ّ َ م ْ )أ ْ ُ صل َت َك ُّ ُ ْ معَ ال َ ج َ َ ه أَراد َ َ ِ ت ذ َل َ ِ وَإ،ن ،ك ْ م ٌ ما ّ تأ َ َ ذا ث َب َ ْ صل َة َ إ ِي َ َ فَث َب،س َ ْ ال ّ ن ال ِ ِ قد َ َ ل ّ ُ ف َك ه ِ ِ م َفارِقًييا فِييي هَ يذ ٌ ما ْ م أع ْل َي ْ َ ن إ ِذ َ ل َ ْ طاع َةٍ إ ِي ْ َ (ت ِ دا ِ س َ سائ ِرِ العَِبا َ َصلةِ و ْ ّ الت ّ ن ال َ ْ مي َةِ ب َي
Apabila kata-kata “iman” disebutkan secara mutlak, yaitu sendirian, tanpa digabungkan dengan kata-kata lainnya, seperti kata-kata amal sesudahnya, maka yang dimaksud adalah arti “iman” yang sempurna, yang mencakup perkataan dan perbuatan (hati, anggota badan dan lisan) seperti yang telah dijelaskan.
“Para ahli tafsir telah ijma` bahwa yang dimaksud dengan ungkapan īmā-nakum pada ayat tersebut adalah shalat kalian yang berkiblat ke arah Baitul Maqdis. Di sini terbukti bahwa shalat dinamakan dengan iman. Jika demikian halnya, maka semua amal ketaatan adalah iman, karena tidak ada bedanya antara shalat dengan amal ibadah lainnya dalam penamaannya (sebagai bagian iman).”
. “Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian.” QS. al-Baqarah (2): 143
Dalam shahih Bukhari No. 4057; Muslim No.
Tafsir ayat di atas, bahwa “Ketika kiblat kaum 3 2
Lihat: Iman Menurut Ahlus Sunnah wal Jama`ah terbitan HASMI.
24
al-Minhāj fī Syu’ab al-Īmān 1/37, al-Īmān oleh Imam Ibnu Mundah 1/329 dan Syu’ab al-Īmān oleh Imam alBayhaqiy 1/121.
23; Sunan Abu Dawud No. 3692; Tirmidzi No. 1525 dan Nasa’i No. 4945, ada sebuah hadits yang diriwa-yatkan oleh Ibnu `Abbas –Radhiyallahu ‘anhumā– dari Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–, bahwa beliau bersabda kepada utusan Bani ‘Abdul Qais:
َ َ َقييا،)) آمرك ُم باليمان بالله وحده ن َ أَتييد ُْرو:ل ُ َ ْ َ ِ ِ ِ َ ِْ ِ ْ ُ ُ َ َ ّ ه إ ِل َ َ ،ه ْ ش يَهاد َة ُ أ ْ َن ِباللهِ و َ ن ل ا ِل ي ُ َ ح يد َ ْ ما ِبال ِي َ ِ ما َ الل يه وأ َ ُ ة ال م يا ي ق إ و ه ي الل ل يو ي س ر دا ي م ح م ن ِ َ ص يل ِ ُ ُ َ ً ّ َ ُ ّ َ ُ ّ َ َ ِ كيياة وصييوم رمضييا ُ ْن ت ُع طييوا ْ ن وَأ َ َ َ َ ُ ْ َ َ ِ َ وَإ ِي َْتيياُء الّز (( ِ ن ال ْغََنائ ِم ُ ْ ال ِ س ُ خ َ م ِ م “Aku memerintahkan kalian untuk beriman kepada Allah Yang Maha Esa. Tahukah kalian apa arti beriman kepada Allah Yang Maha Esa? Yaitu syaha-dat La Ilaha Illallah, tiada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan dan membayar seperlima ghanimah (harta rampasan perang).” Dalam hadits di atas dengan tegas dijelaskan bahwa perkataan lisan dan perbuatan anggota badan adalah iman atau bagian dari iman. Sudah tentu perkataan dan perbuatan badan tersebut harus disertai iman yang ada dalam hati, karena 25
apabila tidak, maka keadaan seperti ini tidaklah dapat disebut sebagai iman4. Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi No. 2539; Nasa’i No. 4918; Ibnu Majah No. 560; serta diriwayatkan pula oleh Bukhari No. 8 dan Muslim No.50; dengan lafadz yang berbunyi:
ُ –ن ة ً َ شيعْب ِ –ن َ ْسيت ّو َ ْسيب ْعُو ْ ِن ب ُ مييا َ َ ض يع ٌ و َ ْ )) ا َل ِي َ َ َ ّ َ ُ ْوَأ َع ْل َهَييا قَ يو ة ُ ماط ي َ ِ ه وَأد َْناهَييا إ ُ ه إ ِل الل ي َ ل ل إ ِل ي َ َ ال (( ن ِ حَياُء َ ْ ق َوال َ ْ ن ال ِي ِ ما َ م ِ ْ ن الط ّرِي ِ َ ذى ع “Iman mempunyai lebih dari 70 atau 60-an cabang. Yang tertinggi adalah ucapan La Ilaha Illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan (kotoran) dari jalanan, sedangkan (rasa) malu termasuk bagian dari iman.” Ucapan “La Ilaha Illalah” adalah perkataan lisan, menyingkirkan gangguan adalah perbuatan anggota badan dan rasa malu adalah perbuatan hati. 20.
4
Apabila kata-kata “iman” tidak berdiri sendiri (yaitu digabungkan atau didahului oleh kata-kata ”Islam” atau ”amal shaleh”), maka yang dimak-sud iman berarti perkataan dan perbuatan hati saja,
Syarh al-‘Aqīdah ath-Thahāwiyyah hal. 389.
dan tidak mencakup perbuatan perkataan anggota badan.
dan
Ketika Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– ditanya oleh malaikat Jibril –`Alayhi assalām– tentang arti Islam dan Iman, maka beliau menjawab bahwa arti Islam adalah rukun Islam yang lima (yaitu amal serta perkataan anggota tubuh dan lisan) dan arti iman adalah rukun iman yang enam (yaitu amal dan perkataan hati), yaitu:
a. Ta’ālā–,
Iman kepada Allah –Subhānahu wa
b.
Iman kepada para malaikat,
c.
Iman kepada kitab-kitab,
d.
Iman kepada para rasul,
e.
Iman kepada hari akhir,
f.
Iman kepada al-qadar, baik dan buruknya dari Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–.
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ )) ا َليمييا ه ِ مل َئ ِك َت ِيهِ وَك ُت ُب ِي ِ ْ ن ت ُيؤ ْ نأ ُ َ ِْ َ َن ب ِيياللهِ و َ م ْ َ ْ ن ِبال م ؤ ي ت و ر ي خ ال م و ي ي َ ِق يد َر ِ ِخي ْيرِه ِ ُ َ ُ وَُر َ َ ِ ِ ْ ْ س يل ِهِ َوال َ َو (( ِشّره "Iman itu adalah engkau beriman kepada 26
Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan hari akhir, serta beriman kepada qadar (takdir) yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim No. 8; Tirmidzi No. 2613 dan Abu Dawud No. 4695)
. “Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajah kalian ke arah timur dan barat, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi….” QS. al-Baqarah (2): 177
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar.” (QS. al-Qamar (54): 49)
21.
Karena iman mencakup perbuatan hati dan anggota badan serta perkataan hati dan lisan, maka iman pun bisa bertambah dengan ilmu (karena pada hakikatnya ilmulah materi yang dijadikan kepercayaan dalam hati) dan amal-amal shaleh, juga bisa berkurang dikarenakan maksiat.
“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini? Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.”
QS. at-Taubah (9): 124
27
“Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.” QS. al-Ahzaab (33): 22
. “...supaya orang-orang yang diberi al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya....” QS. alMuddatstsir (74): 31
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
(( ن ِ )) ل َ ي َْزِني الّزاِني ِ ْ مؤ ُ َن ي َْزِني وَهُو ٌ م َ ْ حي “Tidaklah beriman seorang pezina ketika ia berzina.” (HR. Bukhari No. 2475 dan Muslim No. 57)
ُ حَياُء (( ن ٌ َ شعْب ِ ة َ ْ )) ا َل َ ْ ن ا ِل ِي ِ ما َ م 28
“Malu adalah bagian dari iman.” (HR. Muslim No. 35)
َ َ ُ م (( قا ً ُ خل ُ م ِ ْ مؤ ْ ماًنا أ َ ح ْ ُسن ُه َ ْ ن إ ِي ُ ْ ل ال َ ْ )) أك َ ْ من ِي
“Kaum mukminin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Dawud No. 2682, Tirmidzi No. 1082, Ahmad No. 7095 dan Darimi No. 2672)
22.
Apabila iman bertambah dan berkurang, maka demikian pula keadaan orang-orang yang beriman, derajat keimanan mereka pun berbeda-beda.
Tidaklah sama derajat iman para rasul dengan selain mereka. Demikian pula derajat iman para sahabat dibanding iman orang-orang sesudah mereka, dan seterusnya. Perbedaan kekuatan dan derajat iman di antara orang-orang yang beriman menyebabkan berbedanya derajat mereka di akhirat kelak. Dalam surat Faathir dijelaskan bahwa umat Muhammad –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– dalam keimanan dan keberagamaan mereka terbagi atas tiga go-longan, sebagaimana Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– berfirman:
Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” Qs. Faathir (35): 32 Imam Ibnu Katsir –Rahimahullah– dalam menafsirkan ayat di atas, bahwa umat Muhammad –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– terbagi atas tiga derajat atau tingkatan, yaitu: • Zhalimun linafsihi (orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri), yaitu orang orang yang mempunyai batas minimal keimanan (masih dalam lingkaran iman), tetapi hanya mengerjakan sebagian dari kewa-jiban-kewajiban mereka dan meninggalkan sebagian lainnya serta me ngerjakan sebagian dari hal-hal yang diharamkan. • Muqtashidun (pertengahan), yaitu orang orang yang pada umumnya mengerjakan semua kewajiban-kewajiban mereka dan “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara me-reka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. 29
meninggalkan semua hal yang dilarang, tetapi terkadang meninggalkan hal-hal yang mustahab dan mengerjakan apa-apa yang makruh.
•
Sabiqun bil khairat (orang-orang yang berlomba dalam kebaikan), yaitu orang-orang yang mengerjakan hal-hal yang wajib dan hal-hal yang mustahab serta meninggalkan
hal-hal yang haram dan makruh5. Dalam setiap tingkatan –dari tiga tingkatan tersebut–, mereka pun memiliki tingkatantingkatan yang berbeda pula. 23.
Arti iman kepada Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– (dari segi kepercayaan hati) adalah: kepercayaan yang kokoh bahwa Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– adalah Tuhan seluruh alam semesta dan apa-apa yang ada di dalamnya.
Dia adalah satu-satunya Pencipta, Penghidup, Pemati, Pemberi rizki, Pengatur dan Raja dari segala-galanya, tidak ada sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak ada tandingan bagi-Nya, serta tidak terkalahkan oleh siapa pun. Maha Suci dari segala kekurangan. Dzat yang Maha Sempurna, hingga tidak ada yang menyerupaiNya. Maha Memiliki sifat-sifat yang suci dan mulia serta tertinggi dan tersempurna. Dialah satu-satunya Tuhan yang haq, yang berhak dan wajib diibadahi, maka tidak ada ibadah sedikitpun dan dalam bentuk apa pun yang boleh diberikan kepada selain-Nya. 24. 5
30
at-Tauhid secara bahasa berarti pengesaan. Sedangkan secara istilah
Tafsir Ibnu Katsir 6/546-550.
tauhid berarti mengesakan Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– dalam rubu-biyyah, nama-nama dan sifat-sifat serta dalam peribadatan kepada-Nya. Dengan kata lain, tauhid adalah iman kepada Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– tanpa diiringi oleh kesyirikan. Keagungan tauhid dapat diselami dengan me-ngetahui keburukan lawannya, yaitu syirik, sebagaimana yang digambarkan dalam banyak ayat al-Qur’an, di antaranya:
“Dan tatkala Luqman berkata pada anaknya sambil memberikan nasihat padanya, (ia berkata:) Wahai anakku janganlah engkau mempersekutukan Allah, se-sungguhnya syirik itu adalah kedzaliman yang besar.”
QS. Luqman (31): 13
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” QS. an-Nisaa’ (4): 48
31
“Sesungguhnya telah diwahyukan padamu dan pada orang-orang sebelummu (yaitu) bila engkau berbuat syirik maka hancurlah amalan-amalan engkau dan engkau termasuk orang-orang yang merugi.” Qs. az-Zumar (39): 65
Dalam hadits Qudsiy, Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– berfirman:
َ ُ ِشير ْ ُة ل َ ي ك ُ ِ قي َِني ب َ ض ً َ خط ِي ْئ ِ َن ل َ )) ِ قَرا ْ م ِ ب الْر َ ً َ (( ً فَرة ها ب را ُ ق ب ه ت ي ق ل ئا ي ش ِبي ِ ْ مغ ُ ِ ْ ْ َ َِ َ ِ ُ “Barangsiapa yang menemui-Ku dengan membawa kesalahan seluas bumi, selama tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Ku, maka Aku akan menemuinya dengan membawa ampunan seluas bumi pula.” (HR. Muslim No. 2687)
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–
bersabda:
َ َ ري َ َ حيد َه ُ ل َ ن ك ْ َه و ْ شهِد َ أ ُ ّ ه إ ِل ّ الل َ َ ن ل َ إ ِل َ )) ْ م ِ شي َ َ ُ سييى ِ ن ّ وَأ،ه ً مي َ م ّ ه وَأ َ عي ُ دا ع َب ْيد ُه ُ وََر ُ سييول ّ ح ُ ن ُ ل َي َ م َ ْ ه أل ُ ع َب ْد ُ الل ّهِ وََر َ مْري َي َ قاهَييا إ ِل َييى ُ مت ُي َ ِ ه وَك َل ُ ُ سييول َ ّ َ ْ ه َ ْ أد،ق ُ ّ جن ِ ح َ حقّ َوالّناُر َ ة َ َوال،ه ٌ وَُرو ُ ه الل ي ُ خل ّ ح ُ ْ من ْ َ َ (( ل م ع ل ا ن م ن كا ما لى ع ة َ َ ّ جن َ ْ ال َ ِ َ َ ْ ِ َ “Barangsiapa yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah Yang Esa, dan bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, kemudian bersaksi pula bahwa Isa adalah hamba Allah dan rasul-Nya serta kalimat-Nya yang dihem-buskan pada Maryam dan ruhNya, juga bersaksi bahwa syurga adalah haq dan neraka adalah haq, maka Allah akan memasukkannya ke dalam syurga dengan amalnya yang mana saja.” (HR. Bukhari No. 3180, Muslim No. 41, Tir-midzi No. 4945 dan Ahmad No. 21620)
25. 1)
2) 3) 26.
32
Tauhid terbagi atas tiga bagian, yaitu: Tauhid rububiyyah, Tauhid asma’ wa shifat, dan Tauhid uluhiyyah.
Tauhid ar-rububiyah adalah mengesakan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dalam rububiyyah-Nya. Yaitu pengesaan
dan pensucian Allah –Subhā-nahu wa Ta’ālā– dalam kekuasaan dan perbuatanperbuatan-Nya. Tiada syarik (sekutu) bagiNya.
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanya hak Allah. Maha suci Allah, Rabb semesta alam.” QS. al-A’raaf (7): 54
“Yang
(berbuat)
demikian
itulah
Allah
Rabb kalian, kepunyaan-Nya-lah kerajaan. Dan orang-orang yang kalian seru (ibadahi) selain Allah tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.“ QS. Faathir (35): 13
27.
Termasuk dalam kandungan tauhid rububiyyah, bahwa hanya Allah-lah Pencipta alam semesta dan semua yang ada di dalamnya, Pemberi dan Pencegah, Penghidup dan Pemati, Pengada dan Peniada. Tiada sekutu bagi-Nya.
“Segala puji menciptakan 33
bagi langit
Allah dan
Yang bumi,
telah dan
mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan Robb mereka.” QS. al-An`aam (6): 1
“Katakanlah: “Wahai Ilah Yang hanya Dialah pemilik seluruh kerajaan, Engkau berikan kerajaan (kekuasaan) kepada orang yang Engkau kehendaki Engkau cabut kerajaan (kekuasaan) dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya 34
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang kepada malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” QS. Ali `Imran (3): 26-27
“Katakanlah: Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kalian mengetahui? Mereka akan menjawab: Kepunyaan Allah. Katakanlah: Maka apakah kalian tidak ingat? Katakanlah: Siapakah 35
Empunya langit yang tujuh dan Empunya ‘Arsy yang besar? Mereka akan menjawab: Allah. Katakanlah: Maka mengapa kalian tidak bertaqwa (karena-Nya)? Ka-takanlah: Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu, sedang Dia mampu melindungi (dari segala apa saja), tetapi tidak ada sesuatu pun yang sanggup melindungi seseorang dari (adzab)-Nya, jika kalian mengetahui? Mereka akan menjawab: Alloh! Katakanlah: (Kalau demikian), maka bagaimana sampai kalian bisa tertipu?” QS. al-Mu'minuun (23): 84-89
28.
Termasuk kandungan tauhid rububiyyah, bahwa Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– adalah Penguasa tertinggi, kekuasaan-Nya tidak ada batasnya, dan tidak ada kekuasaan yang menandingi-Nya. Semua makhluk berada dalam genggaman kekuasaan-Nya. Semua yang dikehendakiNya pasti terjadi, dan semua yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan pernah terjadi. Tidak ada keinginan lain yang bisa terlaksana bila bertentangan dengan keinginan-Nya. Tidak ada yang bisa mencegah-Nya dari berbuat apa pun juga.
36
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah itu adalah al-Masih putera Maryam”. Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan al-Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang berada di bumi semuanya”. Kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [QS. al-Maa’idah (5): 17]
29.
Termasuk dalam kandungan rububiyyah-Nya, hanya Allahlah Yang Maha Memuliakan dan Menghinakan, Mengangkat dan Merendahkan, Mengkayakan dan Memiskinkan, Memberi manfaat dan Mencelakakan. Tidak ada yang mampu menandingi-Nya dalam
kerububiyahan-Nya tersebut.
yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan (kekuasaan) dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkau-lah segala kebajikan. Sesungguh-nya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” Qs. Ali ‘Imran (3): 26
30. Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– adalah Pengatur dan Penentu segala-gala-Nya, Raja dan Pemilik semuanya. Maha suci Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dari segala sifat kekurangan dan kelemahan. Dan Maha suci Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dari kesamaan dengan apa pun juga. . “…kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan.” QS. Yunus (10): 3 “Katakanlah: Wahai Rabb Yang mempunyai seluruh kerajaan (kekuasaan), Engkau berikan kerajaan (kekuasaan) kepada orang 37
“Dia mengatur semua urusan dari langit kebumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitungan kalian.” Qs. as-Sajdah (32): 5
“Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan.” QS. alAn’aam (6): 100
38
. “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.” Qs. asy-Syuuraa’ (42): 11 31.
Tidak ada satu zat pun yang menyamai Allah (dalam rububiyyah-Nya), menandingi-Nya atau mendekati derajatNya. Barangsiapa yang ber-anggapan atau percaya bahwa ada zat lain yang mempunyai hak rubu-biyyah, baik seluruhnya atau sebagiannya, maka orang itu telah berbuat syirik kepada Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– dan telah menjadi orang musyrik yang kekal di Jahannam, walaupun berasal dari keluarga muslim, shalat atau berpuasa bahkan berjihad fi sabiilillah.
“Dia menciptakan langit dan bumi dengan hak. Maha Tinggi Allah dari pada apa yang mereka persekutukan.” [QS. an-Nahl (16): 3] 32.
Tauhid asma’ wa sifat adalah mengesakan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– (dalam hal nama-nama dan sifat-sifatNya), yaitu keyakinan yang pasti bahwa Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– mempunyai nama-nama yang mulia dan sifat-sifat yang agung serta sempurna, yang tidak diiringi oleh suatu kekurangan, kelemahan atau keburukan, sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– sendiri di dalam kitab-Nya dan oleh Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– di dalam hadits-haditsnya.
“Dialah Allah, tidak ada Ilah (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al-asmaaul husna (nama-nama yang baik).” [QS. Thaahaa (20): 8]
39
Hanya milik Alloh asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalakanlah orangorang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. [QS. alA`raaf (7): 180] 33.
Nama-nama Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– tidak kita ketahui bilangan atau banyaknya. Sebab selain nama-nama yang Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– diajarkan kepada hamba-hamba-Nya, Allah pun memiliki nama-nama yang
disembunyikan-Nya di ilmu ghaib di sisiNya. Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ َ سيي َ َ سم ٍ هُوَ ل َ ُ سأ َل ّ ُ ك ب ِك ك ْ َ ت ب ِهِ ن َ ف َ ك ْ لا ْ )) أ َ ْ مي ّ س َ َ َ خل ْق َ أ َو ع َل ّمت َ ه ِفي ك َِتاِبيي ك ِ َ ن ِ دا ً ح َ هأ ُ َ ك أوْ أن َْزل ْت ُ َ ْ ْ م ْ ْ َ ْ ْ َ (( عن ْد َك ِ ب ِ ت ب ِهِ ِفي ْ أو ْ ا َ ست َأث َْر ِ ْ علم ِ الغَي “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan segala nama yang Engkau miliki, yang nama itu Engkau namakan sendiri, atau Engkau ajarkan kepada salah seorang makhluk-Mu, atau Engkau sebutkan dalam Kitab-Mu, atau Engkau rahasikan dalam ilmu ghaib di sisiMu.” (HR. Ahmad No. 3528) 34.
Nama-nama Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– adalah tauqifiyah, artinya bahwa nama-nama Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– sudah ditentukan oleh-Nya melalui alQur'an dan hadits-hadits Rasul-Nya – Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–. Tidak ada seorang pun yang berhak membuat nama baru untuk Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, dengan ijtihadnya sendiri.
40
“Kalian tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kalian dan nenek moyang kalian membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kalian tidak me-nyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [QS. Yusuf (12): 40]
41
“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kalian dan bapak-bapak kalian mengadaadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (me-nyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Robb mereka.” [QS. an-Najm ( 53): 23]
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” [QS. alIsraa’ (17): 36]
Salah satu kaidah umum dan dasar dalam aqidah Islamiyyah menyatakan bahwa satu-satunya sumber aqidah Islamiyyah adalah wahyu dari Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– yang disampaikan oleh Rasul-Nya –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–, baik dalam al-Qur'an maupun dalam hadits-hadits Rasul-Nya – Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–. Tidak ada sumber lain yang dapat dan boleh diterima. Kita wajib menerima dan mempercayai apa-apa yang ditetapkan oleh wahyu, dan apaapa yang ditolak oleh wahyu, maka kita pun harus menolaknya. Sedangkan apa-apa yang tidak ditetapkan ataupun ditolak oleh wahyu, maka kita tidak masuk atau ikut campur ke dalamnya, baik dalam bentuk penerimaan atau pun pe-nolakan, bahkan memberitakannya pun tidak. Dalam masalah aqidah, wahyu berbentuk kabar berita, sedangkan dalam masalah ibadah wahyu berbentuk tuntutan (perintah atau larangan). 35.
42
“Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepada kalian, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang goib dan tidak (pula) aku mengatakan kepada kalian bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” QS. al-An’aam (6): 50
“Dan apabila kamu tidak membawa suatu ayat al-Qur’an kepada mereka, mereka berkata: Mengapa tidak kamu buat sendiri ayat itu? Katakanlah: Sesung-guhnya aku hanya mengikut apa yang diwahyukan dari Tuhanku kepadaku.” QS. al-A’raaf (7): 203 43
.
2)
Apa-apa yang Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dan Rasul-Nya –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– sangkal bagi-Nya, baik nama, sifat ataupun perbu-atan, maka kita pun menyangkalnya.
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: Datangkanlah alQur’an yang lain dari ini atau gantilah dia. Katakanlah: Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” QS. Yunus (10):
3)
Apa-apa yang tidak tercantum dalam wahyu-Nya, baik penetapan atau penyangkalan, baik dalam nama, sifat atau pun perbuatan-Nya, maka kita tidak melibatkannya dalam aqidah kita, baik dalam bentuk pene-tapan (penerimaan) atau pun dalam bentuk penyangkalan (penolakan).
37.
Ini adalah metode beragama yang benar, manhajnya Rasulullah –Shal-lallahu ‘alayhi wa Sallama– dan para sahabatnya, manhaj al-Qur’an dan as-Sunnah.
38.
Setiap kata mempunyai tiga rukun, yaitu: lafadz, arti dan hakikat. Lafadz kata yang sama, bisa mempunyai arti yang sama dalam hal bahasa, te-tapi mempunyai hakikat yang berbeda, tergantung pada zat si empunya kata tersebut.
15
36.
Kaidah di atas berlaku bagi semua permasalahan aqidah, termasuk masalah asma’ wa shifat. Maka kaidah dalam asma’ wa shifat adalah:
1)
44
Apa-apa yang Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dan Rasul-Nya –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– tetapkan bagi-Nya –Subhānahu wa Ta’ālā–, baik nama, sifat ataupun perbuatan, maka kita mempercayai dan menetapkan hal tersebut bagi-Nya, tanpa takyif, ta’thil, tasybih, dan tahrif.
Contoh kata “kepala”, ketika kata “kepala” ini dihubungkan dengan dua pemilik yang berbeda, maka hakikatnya akan berbeda pula. Misalnya:
kepala sekolah dan kepala macan. Lafadz keduaduanya adalah k-e-p-a-l-a, dalam bahasa pun memiliki arti yang sama, yaitu zat yang diikuti oleh bagian yang lainnya. Tetapi hakikat keduanya berbeda jauh sekali. Contoh lainnya; kaki meja dan kaki sapi, muka bumi dan muka manusia, dan lainnya. Dari sini kita mengetahui bahwa kesamaan lafadz dari suatu sifat, tidak harus menyamakan hakikat sifat tersebut, selama zat si empunya sifat berbeda. Apabila perbedaan hakikat tersebut nampak sekali terjadi di antara sesama mahkluk, maka perbedaan antara hakikat sifat Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– dan makhluk-Nya akan lebih sangat nampak sekali, bahkan lebih jelas dan lebih besar perbedaannya, walau pun lafadz sifat keduanya sama.
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [QS. asy Syuuraa’ (42): 11] 39. 45
Allah
–Subhānahu
wa
Ta’ālā–
memberitahukan kita tentang nama-nama dan sifat-sifat-Nya, dan terkadang memberikan kepada makhluk-Nya beberapa nama dan sifat yang sama dengan nama dan sifat-sifat-Nya. Dalam hal ini, yang sama hanyalah lafadz dan artinya saja, tetapi hakikat-nya tidaklah sama. Seperti nama Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– asSami’ dan al-Bashir, dalam surat al-Insaan: 76, Allah-pun memberi nama kepada manusia dengan nama yang sama, yaitu as-Sami’ dan al-Bashir. Tetapi hakikat keduanya tidaklah sama, baik dalam kekekalan, keluasan, kekuatan dan ketajamannya, atau pun dari segi ke-bagaimanaannya dalam melihatnya dan dari segi-segi lainnya. Maka, kesamaan lafadz dalam nama dan sifat dengan dukungan dalil tidaklah berarti adanya kesamaan hakikat, dan tidak pula berarti arti kesyirikan. Ahlus Sunnah menerima nama-nama dan sifatsifat Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– sebagaimana yang dikabarkan oleh wahyu tanpa merubahrubahnya, baik lafadz maupun artinya, sedangkan hakikat nama-nama dan sifat-sifat-Nya tersebut ada pada ilmu-Nya. 40.
Semua nama-nama Allah –Subhānahu
wa Ta’ālā– adalah al-asma’ al-husna’ (nama yang baik). Tidak ada dalam namanama-Nya kandungan keburukan sedikit pun. Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk beribadah dan berdoa dengan al-asma’ al-husna’ tersebut. Maka sebagai orang-orang yang beriman, kita ber-kewajiban untuk mempelajari nama-nama dan sifat-sifat-Nya tersebut. 41.
Takyif; berasal dari kata kaif, yang dalam bahasa Arab berarti “bagai-mana”. Arti takyif dalam pembahasan ini adalah “penentuan ke-bagai-mana-an” hakikat sifat-sifat Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, seperti menentukan bagaimana hakikat yang sebenarnya dari wajah Allah, bagaimanakah Allah bersemayam di atas Arsy-Nya, bagaimanakah Allah mendengar dan melihat, dan lain sebagainya.
“al-Istiwa (bersemayamnya Allah) dapat dipahami artinya, hakikat (ke-bagaimanaannya) tidak diketahui, mengimaninya wajib dan bertanya tentang hakikatnya adalah bid’ah.”6 Jadi arti dari sifat-sifat sangatlah jelas, adapun hakikatnya, maka tidak kita ketahui (karena Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– tidak menjelaskannya kepada kita). Menentukan hakikat sifat-Nya berdasarkan khayalan manusia, atau hasil pemikiran akal manusia, adalah takyif. Jangankan menentukan hakikatnya, menanyakan bagaimana hakikatnya saja sudah termasuk bid’ah. 42.
Tasybih, artinya menyerupakan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dengan makhlukNya. Seperti mengatakan bahwa hakikat mata Allah –Subhā-nahu wa Ta’ālā– seperti mata manusia, kemarahan Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– seperti kemarahan manusia, rahmat Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– seperti rahmat manusia, dan sebagainya. Tasybih merupakan bentuk kesyirikan yang nyata.
43.
Tahrif, artinya pengubahan arti dari
Kaidah penting dalam manhaj Ahlus Sunnah wal jama’ah yang dicetuskan oleh Imam Malik –Rahimahullah– adalah:
،ل ُ ْ مع ُ ْ َوال ْك َي،ل ْ م ْ ِ ) ا َل َ ف غ َي ُْر َ واُء غ َي ُْر ٍ ْ قو ٍ ْجهُو َ ِ ست ُ ؤا َ س (ة ٌ َ ه ب ِد ْع ٌ ج ُ ما ّ َوال،ب ُ ْ ل ع َن ِ ن ب ِهِ َوا َ ْ َوال ِي 46
6
al-`Uluw hal.141-142; Hilyah al-Auliya 6/325-326 dan Fath al-Bari 13/406.
sifat-sifat Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, baik dengan merubah huruf-hurufnya atau menolak arti yang benar. Seperti mengubah kata al-istiwa’ yang berarti bersemayam dengan kata al-istaula’ yang berarti menguasai. Biasanya penggantian seperti ini dilakukan oleh ahlul bid’ah, dengan alasan bahwa penggantian atau pengubahan itu adalah suatu keharusan, karena kalau tidak dirubah, maka akan terjadi tasybih. Pemahaman seperti ini ditolak oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah dengan hujjah-hujjah sebagai berikut:
47
1)
Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– lebih tahu dan lebih pandai menjelaskan tentang diriNya, dan tidak butuh kepada makhluk-Nya untuk meru-bah kata-katanya supaya menjadi lebih tepat.
2)
Seperti sudah dijelaskan, bahwa kesamaan lafadz sifat tidak berarti tasybih, sebab hakikat dari sifat-sifat itu berbeda antara satu dengan yang lainnya, menurut perbedaan zat si empunya sifat.
3)
Kalau benar bahwa tidak adanya pengubahan akan menghasilkan tasybih, bagaimana dengan kata-kata atau sifat-sifat
yang baru yang dijadikan pengganti, tidakkah padanya juga akan terjadi tasybih? 44.
Ta’thil, dalam bahasa Arab berarti meniadakan sesuatu atau meniada-kan fungsinya. Sedangkan secara istilah, ta’thil berarti menolak (meni-adakan) sebagian atau semua sifat-sifat Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– atau mengosongkannya dari artinya.
Hal ini dilakukan oleh ahlul bid’ah juga dikarenakan kekhawatiran mereka akan terjadinya tasybih. Sehingga mereka dengan berani keluar dari ketentuan-ketentuan yang telah digariskan al-Kitab dan as-Sunnah, dan keluar dari akal yang sehat. Contohnya, mereka menetapkan nama Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– tetapi mengosongkan atau meniadakan-Nya dari sifat, seperti mengatakan bahwa Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– adalah arRahim, tetapi tidak memiliki sifat rahmat, Allah adalah as-Sami’ tanpa sam’ (pendengaran) dan lainnya. Meniadakan sifat sebenarnya berarti meniadakan zat. Sebab tidak ada zat yang tidak memiliki sifat. Hanya sesuatu yang tidak ada sajalah yang tidak memiliki sifat. 45.
Tauhid uluhiyyah mempersembahkan seluruh
adalah peribadatan
hanya kepada Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–. Dengan kata lain, adalah pengesaan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dalam peribadatan. Tauhid uluhiyyah disebut juga tauhid ilahiyah atau tauhid ‘ubudiyyah.
“Dan Kami tidak mengutus seorang rosul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka beribadahlah kalian hanya kepada-ku.” QS. al-Anbiyaa (21): 25
48
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah hanya kepada-ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki mereka memberi Aku makan.” QS. adz-Dzaariyaat (51): 56-57
. "Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” QS. an-Nisaa’ (4):36
. "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Alloh dengan mengikhlaskan agama (Peribadatan) hanya untuk-Nya dan menjadi orang-orang yang lurus (Bertauhid)". QS. Al Bayyinah (98): 5 46.
47.
49
Tauhid uluhiyyah mengandung tiga masalah pokok, yaitu:
1)
Nusuk,
2)
Hakimiyyah, dan
3)
al-Wala’ wa al-bara’.
Tauhid uluhiyyah dalam Nusuk; yang dimaksud dengan nusuk adalah praktekpraktek peribadatan seperti shalat, do`a, qurban, haji, nadzar dan sebagainya. Semua praktek-praktek peribadatan tersebut harus sepenuhnya
dipersembahkan hanya Subhānahu wa Ta’ālā–.
kepada
Allah
–
Barangsiapa memberikan salah satu peribadatan tersebut, atau seluruhnya kepada selain Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, maka orang telah telah mengerjakan perbuatan syirik yang besar sekali.
“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya-lah untuk Allah, Rabb semesta alam.” [QS. alAn’aam (6): 162]
“Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari’at) ini dan serulah kepada (agama) Rabbmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.” [QS. al-Hajj (22): 67] 48.
Tauhid uluhiyyah dalam Hakimiyyah adalah mengakui bahwa hanya Allah-lah yang berhak membuat berbagai hukum, baik hukum-hukum peribadatan maupun hukum-hukum keduniawian. Hanya hukumhukum Allah-lah yang harus diterapkan dan ditegakkan di seluruh dunia. Barangsiapa yang menolak hukum Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– atau
50
menggantikan hukum-hukum-Nya dengan undang-undang buatan makhluk, menerapkan hukum-hukum buatan makhluk dan meninggalkan hukum-hukum-Nya, maka orang tersebut telah jatuh dalam kesyirikan yang besar.
“Barangsiapa yang tidak menghukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-oang yang kafir.” QS. al-Maaidah (5): 44
“Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan demikian juga dengan al-Masih putera Maryam; pada-hal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” QS. at-Taubah (9): 31
51
“Apakah mereka mempunyai sembahansembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” QS. asy Syuuraa (42): 21
Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– adalah Pencipta dan Pemilik segala sesuatu. Segala yang ada di alam wujud (dunia) adalah milik Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–. Hanya Dia-lah yang berhak berbuat apa saja yang dikehen-daki-Nya atas seluruh makhluk-Nya. Hanya Dia-lah yang berhak mem-buat peraturan-peraturan untuk mengatur makhluk-Nya. Barangsiapa yang membuat tandingan bagi Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– dalam hukumhukum-Nya, apalagi dengan menyingkirkan hukum-hukum-Nya dan menggantinya dengan hukum-hukum makhluk, maka celaka-lah orang tersebut karena dia telah jatuh ke dalam suatu kesyirikan yang besar sekali. 50. Menerapkan atau menerima sebagian hukum-hukum Allah –Subhānahu wa 49.
Ta’ālā– serta menolak dan menyingkirkan sebagian lainnya, sama halnya dengan menolak seluruh hukum-hukum-Nya.
52
“Apakah kalian (orang-orang Yahudi) beriman pada sebagian dari al-kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tidaklah balasan bagi orang-orang yang berbuat demikian dari pada kalian melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat.” QS. al-Baqarah (2): 85
51.
Selain hukum Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– adalah hukum jahiliyyah dan hukum thaghut.
“Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik dari pada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang yakin?” QS. al-Maaidah (5): 50
“Apakah kamu tidak memperhatikan orangorang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang ditu-runkan sebelum kamu, mereka ingin berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah berkufur kepada thaghut. Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” QS. an-
Nisaa’ (4): 60 52. Termasuk dalam kandungan utama hakimiyyah adalah berusaha mene-gakkan hukum-hukum Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– di muka bumi, bagi siapa saja yang sanggup mengupayakannya. Barangsiapa yang tidak sanggup menegakkannya, maka harus mendukung semua usaha dan semua orang yang mengusahakan penegakannya. Barangsiapa yang tidak sanggup mendukung secara materi dan tenaga, maka harus tidak meninggalkan dukungan dengan hati dan doa. Barangsiapa yang ber-balik memusuhi penegakan hukum-hukum Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– di muka bumi, maka orang tersebut telah menolak penyerahan hakhak hakimiyyah kepada Allah –Subhānahu
53
wa Ta’ālā– dan memberi peluang kepada selain-Nya untuk menjadi hakim pengganti-Nya. Hal ini berarti peperangan terhadap Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–. 53.
Tauhid uluhiyyah dalam al-wala’ wa al-bara’; al-wala’ wa al-bara’ adalah bagian dari tauhid uluhiyyah. Tauhid uluhiyyah adalah men-tauhidkan Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– melalui perbuatanperbuatan kita. Di waktu yang sama, alwala’ wa al-bara’ adalah bagian dari perbuatan manusia yang besar, yang harus disalurkan hanya berdasarkan manhaj Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–.
54
“Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali kalau yang demikian itu karena kalian takut kepada mereka. Dan Allah memperingatkan kalian terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Alloh kalian kembali.” QS. Ali `Imraan (3): 28
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian jadikan orang-orang Yahudi dan Nashara sebagai wali-wali untuk kalian. Sebagian mereka adalah wali untuk sebagian lainnya. Barangsiapa di antara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” QS. al-Maaidah (5): 51
55
“Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” QS. al-Maaidah (5): 54
54.
al-Wala’ berarti kedekatan, kecintaan dan pembelaan. Sedangkan al-bara’ adalah kejauhan, kebencian dan permusuhan. Ketika semua hal tersebut disalurkan menurut manhaj Allah – Subhānahu wa Ta’ālā–, maka semua hal tersebut merupakan peribadatan yang besar sekali.
56
57
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung melindungi. Dan (terhadap) orangorang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban atas kalian melindungi me-reka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi jika mereka meminta pertolongan kepada kalian dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kalian dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan. Adapun 58
orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kalian (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar. Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orangorang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia. Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersama kalian maka orang-orang itu termasuk golongan kalian (juga). Orangorang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih ber-hak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [QS. alAnfaal (8): 72-75)
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasulrasul Kami dengan membawa bukti-bukti 59
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasulrasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Alloh Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” [QS. al-Hadiid (57): 25] 55. Tauhid uluhiyyah dalam al-wala’ dan albara’; berarti hanya dekat, men-cintai dan membela Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, agama-Nya, Rasul-Nya –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– dan kaum mukminin serta men-jauhkan diri, membenci dan memusuhi kaum kafirin dan kekufuran.
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Ada pun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semua-nya, dan bahwa Allah amat berat siksa-Nya 60
(niscaya
mereka
menyesal).”
QS.
al-
Baqarah (2): 165
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ َ )) م َ ْ ض ِفي اللهِ وَأ َع طى ّ ح َ نأ َ َب ِفي اللهِ وَأب ْغ ْ َ َ م (( ن َ َمن َعَ للهِ ف َ ما ْ ِ قد ْ إ َ ْ ل الي َ ْ ست َك َ َللهِ و
“Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka dia telah menyempurna-kan imannya.” (HR. Tirmidzi No .2445 dan Ahmad No. 15064)
56.
al-Wala’ kepada Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, Rasul-Nya –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– dan agama-Nya adalah al-wala’ yang mutlak. Se-dangkan al-Bara’ terhadap kekufuran dan kaum kafirin adalah al-bara’ yang mutlak. Sedangkan antara kaum muslimin, maka pada dasar dan umumnya yang berlaku adalah alwala’ yang terkadang harus diiringi oleh al-bara’ yang nisbi, yaitu terhadap ahlul maksiat dan ahlul bid’ah. Masing-masing disesuaikan dengan besar dan kecilnya kadar penye-lewengannya. Tetapi walau bagaimana pun juga keadaan mereka, selama mereka berada dalam lingkaran
Islam, maka al-wala’ tetap menjadi dasar, apalagi ketika sedang berhadapan dengan orang-orang kafir. 57.
al-Wala’ wa al-bara’ adalah bagian tauhid yang penting sekali, karena alwala’ wa al-bara’ dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Meru-bah status orang tersebut dari status mu`min menjadi kafir.
61
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian jadikan orang-orang Yahudi dan Nashara sebagai wali-wali untuk kalian. Sebagian mereka adalah wali untuk sebagian lainnya. Barangsiapa di antara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.” QS. al-Maidah (5): 51
58.
al-Wala’ dan al-bara’ termasuk prinsip utama yang selalu dipegang teguh oleh para nabi dan orang-orang sholeh sebelum kita.
62
“Sesungguhnya telah ada untuk kalian tauladan yang baik pada Ibrahim dan pada orang-orang yang besertanya, tatkala
mereka berkata kepada kaumnya: Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa-apa yang kalian sembah selain Allah serta mengingkari apa-apa yang ada pada kalian dan telah tumbuh antara kami dan kalian permusuhan dan kebencian selamanya hingga kalian beriman pada Allah Tuhan yang esa, kecuali perkataan Ibrahim pada ayahnya sesungguhnya aku akan memintakan ampunan (pada Allah) untuk mu, tidaklah aku memiliki untuk dirimu sesuatu pun dari Allah, Wahai Tuhan kami, hanya pada Engkaulah kami bertawakal dan bertobat serta hanya kepada-Mu-lah tempat kembali.” [QS. al-Mumtahanah (60): 4] 59.
63
Lawan dari tauhid adalah syirik atau kesyirikan. Arti syirik adalah mem-berikan sifat-sifat atau hak-hak Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– atau mem-berikan peribadatan yang seharusnya hanya dipersembahkan kepada Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– ternyata diberikan kepada zat selain-Nya, baik sebagian atau seluruhnya. Demikian juga yang termasuk syirik adalah menyamakan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dengan makhluk-Nya, atau menjadikan suatu zat sebagai tandinganNya dalam hal apa pun juga.
60.
Dari segi besar dan kecilnya, syirik terbagi dua bagian, yaitu syirik akbar dan syirik ashgar.
61.
Syirik akbar adalah syirik yang menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam. Sedangkan syirik asghar adalah perbuatan-perbuatan, baik perbuatan hati, lisan atau pun anggota badan, yang masuk dalam kate-gori syirik tetapi tidak sampai mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Pada umumnya, semua perbuatan syirik adalah syirik akbar, tetapi ada beberapa perbuatan tertentu yang dikeluarkan dari keakbarannya dengan nash-nash tertentu dan akhirnya menjadi syirik ashgar. Walau pun syirik ashgar tidak mengkafirkan seseorang, tetapi syirik ashgar adalah dosa yang sangat besar.
. “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” QS. an-Nisaa’ (4): 36
. “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Rabb kalian, yaitu: janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia.” QS. al An`aam (6): 151
62.
64
Syirik akbar adalah perbuatan yang sangat keji, yang tidak akan diam-puni oleh Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– di akhirat nanti, apabila pela-kunya tidak bertaubat ketika di dunia. Meruntuhkan seluruh amal per-buatan pelakunya, bagaimana pun besar amal perbuatan tersebut, dan menjadikan pelakunya orang musyrik yang kekal di Jahannam walau pun dia mengucapkan dua
syahadah dan banyak sekali.
beramal
shaleh
yang
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” QS. an-Nisaa’ 4): 48
“Sungguh telah kafir orang-orang yang 65
berkata: Allah itu adalah al-Masih Ibnu Maryam, sedangkan al-Masih berkata: wahai bani Isra’il beribadahlah kalian pada Alloh Tuhanku dan Tuhan kalian, barangsiapa yang memperse-kutukan Allah, sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas mereka syurga dan tempat kembali mereka adalah neraka serta tidak ada bagi orang-orang Dzolim itu penolong.” QS. al Maaidah (5): 72
“Dan tatkala Luqman berkata pada anaknya sambil memberikan nasihat padanya, (ia berkata:) wahai anakku janganlah engkau mempersekutukan Allah sesungguhnya syirik itu adalah kedzaliman yang besar.”
pelakunya, tetapi hanya meruntuhkan amal tertentu yang dimasuki syirik ashgar tersebut. Syirik ashgar dikategorikan sebagai dosa-dosa besar yang pelakunya masih mungkin diampuni pada hari kiamat kelak. Walaupun syirik ashgar tidak sekeji syirik akbar, tetapi syirik ashgar dapat menyeret pelakunya kepada syirik akbar.
QS. Luqman (31): 13
“Sesungguhnya telah diwahyukan padamu dan pada orang-orang sebelum mu (yaitu) bila engkau berbuat syirik maka hancurlah amalan-amalan engkau dan engkau termasuk orang-orang yang merugi.” QS. az-Zumar (39): 65
63.
66
Syirik ashgar adalah perbuatanperbuatan yang ditunjukkan oleh nashnash tertentu, baik langsung maupun tidak lansung, sebagai kesyirikan, tanpa menjadikan pelakunya sebagai seorang musyrik yang keluar dari Islam. Syirik ashgar tidak meruntuhkan semua amal
64.
Karena syirik adalah lawan dari tauhid, maka syirik pun dapat dibagi seperti pembagian tauhid (pembagian macam-macam tauhid dan syirik adalah masalah pemahaman saja), yaitu syirik pada rububiyyah, syirik pada asma’ wa sifat dan syirik pada uluhiyah.
65.
Syirik pada rububiyyah adalah lawan dari tauhid rububiyyah. Yaitu memberikan sebagian atau seluruh rububiyyah Alloh –Subhānahu wa Ta’ālā– kepada zat lain. Seperti mempercayai adanya pencipta, penguasa mutlak, pemberi rizki, penghidup, pemati dan sebagainya selain dari Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–.
“Katakanlah: “Serulah mereka yang kalian anggap (sebagai ilah) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.” QS. Saba’ (34): 22
67
“Katakanlah: “Terangkanlah kepada-Ku tentang sekutu-sekutu kalian yang kalian seru selain Allah. Perlihatkanlah kepada-Ku (bahagian) manakah dari bumi yang telah mereka ciptakan ataukah mereka mempunyai saham dalam (penciptaan) langit atau adakah Kami memberi kepada mereka sebuah Kitab sehingga mereka mendapat keterangan-keterangan yang jelas dari padanya Sebenarnya orang-orang yang zhalim itu sebahagian dari mereka tidak menjanjikan kepada sebahagian yang lain, melainkan tipuan belaka.” QS. Faathir (35): 40
“Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kalian sembah selain Allah; perlihatkanlah kepada-Ku apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam (penciptaan) langit? Bawalah kepadaku kitab yang sebelum (al-Qur'an) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kalian adalah orang-orang yang benar.” QS. al-Ahqaaf (46): 4 66.
Syirik dalam asma’ wa sifat, seperti menyamakan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–. dengan makhluk-Nya, baik dalam Dzat, sifat-sifat, ataupun nama-nama-Nya yang khusus hanya bagi-Nya.
Syirik dalam rububiyyah dan asma’ wa sifat memiliki hubungan yang ham-pir tidak dapat 68
dipisahkan dan dibedakan.
“Dan katakanlah: ”Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan tidak mempunyai penolong (untuk menjagaNya) dari kehinaan dan agungkanlah Dia dengan penga-gungan yang sebenarbenarnya.” QS. Al Israa (17): 111
samakah gelap gulita dan terang benderang; “Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Alloh yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka”. Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Rabb Yang Maha esa lagi Maha Perkasa.” QS. ar-Ra`du (13): 16 67. Syirik dalam uluhiyyah, seperti halnya tauhid uluhiyyah, terbagi men-jadi tiga bagian: 1) Syirik dalam nusuk: yaitu melakukan praktek peribadatan untuk selain Allah – Subhānahu wa Ta’ālā–, seperti shalat, puasa, qurban, doa, nadzar, dan lainnya tidak untuk Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–. “Katakanlah: “Siapakah Rabb langit dan bumi” Jawabnya: “Allah”. Katakanlah: “Maka patutkah kalian mengambil pelindung pelindung kalian dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri”. Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan orang yang dapat melihat, atau 69
“Maka apabila mereka naik kapal, mereka mendoa kepada Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” [QS. al-Ankabut (29): 65]
2)
Syirik dalam hakimiyyah: yaitu memberikan kepada zat lain selain Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– hak-hak untuk menentukan hukum. Juga dengan menyingkirkan hukum-hukum Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– dari kehi-dupan umat dan menggantinya dengan hukum-hukum makhluk-Nya. Atau menerapkan sebagian hukum-hukum Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dan menolak sebagiannya. Menganggap hukum-hukum Allah –Subhā-nahu wa Ta’ālā– sudah tidak cocok lagi pada zaman tertentu, atau hukum selain hukum Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– lebih baik atau sama dengan hukum-Nya. Menganggap bahwa penerapan hukum Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– tidaklah wajib seperti wajibnya menerapkan hukumhukum lainnya.
70
“Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai rabbrabb selain Allah dan demikian juga alMasih putera Maryam; pa-dahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” QS. at-Taubah (9): 31
“Dan janganlah kalian memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syetan itu membisikkan kepada para pengikutnya agar mereka mendebat kalian dan jika kalian menuruti mereka, maka kalian adalah orang-orang yang musyrik.” [QS. al-
“Apakah mereka mempunyai sembahansembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu akan mem-peroleh azab yang amat pedih.” QS. asy-Syuuraa’ (42) : 21
71
An`aam (6): 121]
3)
Syirik dalam al-wala’ dan al-bara’: yaitu memberikan al-wala’ kepada kaum kafirin dan kekufuran, menolong kaum kafirin dalam memerangi kaum muslimin atau membalikkan al-wala’ wa al-bara’ yaitu memberikan wala’ kepada syetan dan pengikutnya, dan dengan memberikan bara’ kepada Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, agama-Nya dan kepada kaum mukminin.
Semua
macam
syirik
tersebut
mengekalkan
pelakunya dalam api Jahannam pada hari kiamat nanti, walaupun sang pelaku memiliki kebaikan yang ber-gunung-gunung banyaknya.
“Engkau lihat kebanyakan mereka berwala’ kepada orang-orang kafir, amat buruklah apa-apa yang mereka kerjakan yang mana 72
hal tersebut membuat murka Allah pada mereka dan mereka kekal dalam siksaan. Kalau seandainya mereka beriman pada Allah dan nabi dan pada apa-apa yang diturunkan ke-padanya, tentulah mereka tak akan menjadikan orang-orang kafir itu sebagai kekasih-kekasih mereka akan tetapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.” QS. al-Maaidah(5): 80-81 68. Syirik asghar terbagi dalam dua bagian, yaitu:
A.
Syirik ashgar zhahir (nyata): syirik ini berbentuk perbuatan dan perka-taan, seperti:
1)
Bersumpah dengan selain nama Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, seperti mengatakan “demi nabi, demi hidupmu” dan sebagainya. Perbuatan ini termasuk syirik ashgar, selama pelakunya tidak bermaksud menyamakan Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– dengan makhlukNya. Apabila dalam hatinya dia meyakini bahwa Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– sama dengan makhluk-Nya, maka bersumpah dengan nama makhluk adalah syirik akbar.
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
kategori syirik ashgar, akan tetapi ketika dikerjakan sebagai suatu sebab untuk mendapatkan kebaikan dari kesanggupan benda itu sendiri, selain dari Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, maka perbuatan itu adalah syirik akbar.
َ شَر ْ َ قد ْ ك َفََر أ َوْ أ (( ك َ َف ب ِغَي ْرِ الل ّهِ ف َ َ حل َ ن َ )) ْ م “Barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah berbuat syirik.” (HR. Ahmad No. 2/69
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
dan Abu Dawud No. 3251)
2)
Perkataan “kalau bukan karena Allah dan karena si fulan”.
َ ن ً م ِ َ ن ت َعَل ّقَ ت َ َه و ُ َه ل ُ ّ م الل ّ َ ة فَل َ أت َ مي َ )) ْ م ْ م َ ّ َ (( ه ً َ ت َعَل ّقَ وَد َع ُ هل ُ ة فَل وَد َع َ الل
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
“Barangsiapa menggantungkan tamimah semoga Alloh tidak mengabulkan keinginannya. Dan barangsiapa menggantungkan wada’ah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya. Dan barangsiapa meng-gantungkan wada’ah, semoga Allah tidak memberi ketenangan pada-nya.” (HR. Ahmad
َ َه و َ ما ن ُ َ )) ل َ ت ٌ شيياَء فَُل ُ ّ شاَء الل َ قوُلوا ْ ن وَل َك ِي ّ َ ُ ُ َ َ (( ن ٌ م شاَء فل ّ هث ُ ما شاَء الل َ ُقوُلوا “Janganlah kalian mengatakan: Atas kehendak Allah dan kehendak si fulan, akan tetapi katakanlah: atas kehendak Allah, kemudian atas ke-hendak si fulan.” (HR. Abu Dawud No. 4328 dan
No. 16764)
Ahmad No. 22179)
3)
73
Memakai gelang dan yang sejenisnya, baik dari logam, benang atau selainnya, untuk menolak kecelakaan atau mendapatkan kebaikan. Perbuatan ini dikategorikan dalam hadits sebagai suatu kesyirikan. Amal seperti ini masuk
B.
Syirik ashgar khafi (tersembunyi): di antaranya riya’ yang ringan. Yaitu pengindahan suatu amal shaleh yang pada asalnya dikerjakan untuk Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, namun kemudian ditujukan untuk men-dapatkan pujian dari orang lain.
Maka gugurlah amal tersebut. Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
ن ْ َ مييا هُيوَ أ ْ ُ )) أ َل َ أ ُ َ خ يو ِ م ْ ف ع َل َي ْك ُي َ ِم ب ْ خب ُِرك ُي ْ مي َ َقييا، قُل َْنييا ب ََلييى:ل َ َقييا،دي :ل ِ سيييِح ِ عْنيي ِ م َ ْ ال َ ُ شييْر ُ ميي ُ جيي ّ ال ل ُ َن ي َ ْ ك ال ِ خ ُ م الّر ْ يأ َ قييو َ ْل ي َع ّ فيي َ (( ل ُ ن َر َ ِل ٍ ج ِ مكا “Maukah kalian aku beritahu tentang sesuatu yang menurutku lebih aku khawatirkan terhadap kalian dari pada alMasih ad-Dajjal? Para shahabat menjawab: Tentu ya Rasulullah. Beliau pun bersabda: Syirik tersembunyi, yaitu ketika seseorang berdiri melakukan shalat, dia perindah shalatnya karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya.” (HR. Ibnu Majah No. 4198 dan Ahmad No. 10822)
69.
Di antara bentuk syirik yang banyak terjadi pada umat ini dan umat-umat sebelumnya adalah sihir. Sihir adalah perbuatan yang dihasilkan oleh adanya kesepakatan antara seorang manusia dengan syetan. Dengan
74
mempersembahkan
peribadatan
tertentu kepada syetan, maka seseorang akan mendapatkan bantuan untuk mendapatkan hal-hal tertentu yang diinginkannya. Seperti menceraikan antara sepasang suami istri, men-jadikan seorang benci kepada selainnya atau sebaliknya, menjadikan seseo-rang mencintai seorang lain, menyebabkan timbulnya suatu penyakit pada seseorang, mengelabui pemandangan dan lainnya. Banyak lagi macam-macam sihir yang ada pada zaman dahulu dan sekarang, khususnya yang muncul pada akhir-akhir ini dengan nama-nama baru, seperti paranormal, orang pin-tar dan lainnya. Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
،حَر َ َث فِي ْهَييا ف َ َم ن ْ ُ قد َ ع َ َن ع َ ف َ سي َ ْ ق يد ّ ُ قد َة ً ث َ )) ْ م َ قد أ ّ ُشي ًْئا و َ َ َ كيي َ َن ت َعَل ّق ْ ل م و ،ك ر ش َ ف ر ح س ْ َ َ َو ْ َ َ َ َ َ ن ْ م (( ِإ ِل َي ْه “Barangsiapa membuat suatu ikatan, kemudian meniupnya, maka dia telah melakukan sihir. Dan barangsiapa yang melakukan sihir, maka telah berbuat syirik. Barangsiapa yang menggantungkan sesuatu (jimat) pada dirinya, maka dirinya akan dijadikan bersandar kepadanya.” (HR. Nasa’i No. 4011)
70.
71.
Sihir mempunyai hakikat yang nyata benar-benar ada, bukan hanya hayalan dan tipu muslihat kosong. Kalau tidak demikian, niscaya kita tidak diperintahkan untuk berlindung kepada Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dari kejahatan-kejahatan tukang sihir. Hukuman bagi sahir atau tukang sihir adalah dipenggal kepalanya.
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
(( ف ٌ َ ضْرب ِ سا ِ ْ سي َ ِحر َ )) ّ ة ِبال ّ حد ّ ال “Hukuman bagi tukang sihir adalah dipenggal kepalanya.” (HR. Tirmidzi No. 1400, Daruquthni 3/114, Hakim 4/360, Baihaqi dan Dzahabi, didha’ifkan oleh Ibnu Hajar dan Albani dalam Dha’if al-Jami’ No. 2698)
Walaupun dinilai dha’if, tetapi hukum yang terdapat dalam hadits tersebut (hukum penggal kepala) telah dipraktekkan oleh ‘Umar bin alKhaththab, ‘Abdullah bin ‘Umar, Ummul Mu`minin Hafshah bint ‘Umar, ‘Utsman bin ‘Affan, Zundub bin ‘Abdullah, Zundak bin Ka’ab dan Qais bin Sa'ad, yang semuanya adalah shahabat. Hukuman ini juga dilaksanakan oleh ‘Umar bin Abdul ‘Aziz serta difatwakan oleh Imam Malik bin Anas, Imam 75
Ahmad bin Hambal, Abu Hanifah dan lain-lainnya. Sedangkan Imam Syafi’i menyatakan bahwa seorang tukang sihir harus dibunuh, apabila sihirnya mencapai derajat kekufuran. Kalau tidak, maka tidak dibunuh. Sebenarnya, tidak ada sihir tanpa harus berbuat syirik dengan syetan. Maka, kemungkinan besar yang dimaksud Imam Syafi’i adalah beragam tipu mus-lihat yang memakai nama sihir. 72.
Do`a merupakan bentuk peribadatan yang sangat besar, maka barang-siapa berdo’a kepada selain Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, berarti dia telah berbuat syirik kepada-Nya, dengan syirik akbar.
“Dan Rabb kalian berfirman: Berdo’alah kalian kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian. Sesungguhnya,
orang-orang yang enggan untuk beribadah kepada-Ku pasti akan masuk neraka dalam keadaan hina-dina.” QS. al-Mu'min (40): 60
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
(( ُعاُء هُوَ ال ْعَِباد َة َ ّ )) الد “Doa adalah ibadah”
(HR. Tirmidzi No. 2895 dan Ibnu Majah
No. 2818)
73.
Beberapa hal penting untuk memperluas pembahasan La Ilaha Illallah adalah:
La Ilaha Illallah berarti tidak ada ilah yang hak selain Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, tidak ada Tuhan yang hak selain Allah, tidak ada pencipta selain Allah, tidak ada penghidup dan pemati selain Allah, tidak ada penentu dan pengatur segala sesuatu selain Allah, tidak ada pemberi dan pencegah selain Allah, tidak ada penguasa yang bisa menandingi Allah, tidak ada zat yang tidak bisa dikalahkan dengan mudah oleh Allah, tidak ada kesempurnaan yang mutlak selain pada Allah, tidak ada peribadatan yang boleh diberikan selain kepada Allah, tidak ada satu zat pun yang berada di luar genggaman kekuasan Allah, tidak 76
ada zat yang berhak diagungkan dan dimuliakan selain Allah, tidak ada hakim yang hak selain Allah, tidak ada hukum dan undang-undang yang boleh diterapkan selain hukum-hukum Allah, tidak ada agama yang boleh dianut selain agama Allah – Subhānahu wa Ta’ālā–. 74.
Syarat-syarat La Ilaha Illallah adalah: 1) al-‘Ilmu (ilmu atau pengetahuan tentang arti La Ilaha Illallah): Pengetahuan tentang arti La Ilaha Illallah adalah hal utama bagi se-seorang yang bersaksi atas syahadat tersebut. Tanpa mengetahui artinya, tidak ada gunanya lafadz syahadat tersebut bagi yang bersaksi. Arti yang wajib diketahui bagi seseorang yang bersyahadat adalah arti global yang telah dijelaskan di atas (point 73). Sedangkan arti detail, perlu dipelajari terus untuk menambah keimanan seseorang dan mencegahnya dari ter-jatuh kepada lawan syahadat tersebut, yaitu kesyirikan.
“Maka ketahuilah bahwa tiada sesembahan
(yang haq) selain Allah.” QS. Muhammad (47): 19
“…akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang menga-kui yang hak (tauhid) dan mereka mengetahui(nya).” QS. az-Zukhruf (43): 86
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ َ )) من مات وهُو يعل َ خ ل َ َه د ْ مأ ُ ه إ ِل ّ الل َ َ ن ل َ ا ِل ُ َْ َ َ َ َ ْ َ (( ة َ ّ جن َ ْ ال “Barangsiapa yang meninggal dunia dan mengetahui bahwa tidak ada Ilah (yang berhak diibadati) kecuali Allah, niscaya dia akan masuk jannah.” (HR. Muslim No. 38 dan Ahmad No. 434)
2)
al-Yaqin (keyakinan tentang kebenaran syahadahnya):
Seseorang yang bersaksi La Ilaha Illallah dan di hatinya meragukan kebenaran syahadat ini, maka syahadatnya tidak akan diterima. Mempe-lajari isi syahadat pada khususnya dan agama Islam pada umumnya de-ngan disertai 77
doa kepada Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, insya Allah akan memperkuat keyakinan seseorang dari waktu ke waktu.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang ber-iman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” QS. al-Hujuraat (49): 15 Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ َن ل ْ َط ي َ َن وََراِء ه ِ ِ حائ ِ ت ِ َن ل ْ شهَد ُ أ َ ْ ذا ال َ ْ قي َ )) ْ م ْ م ْ ْ ّ َ َ ّ َ ه فب (( ِجن ّة ِ ْ ست َي َ شْره ُ ِبال ْ م ُ ُ قًنا ب َِها قلب ُ ه ُ ه إ ِل الل َ َ ا ِل “Barangsiapa yang berjumpa denganmu dari balik dinding ini dan dia ber-saksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak diibadati) selain Allah, dan meyakini dengan hatinya, maka berilah kabar gembira bahwa dia akan masuk jannah.” (HR. Muslim No. 46)
3)
al-Inqiyad (tunduk melaksanakan kandungannya):
QS. al-Baqarah (2): 278
Syahadah mempunyai tuntutan-tuntutan dan kandungan-kandungan yang harus dilaksanakan sebagai konsekuensi dari keimanan kita kepa-danya. Kepada tuntutantuntutan dan kandungan-kandungan tersebut, kita harus tunduk kepadanya, lahir dan batin.
“Sesungguhnya itulah syetan-syetan yang menakut-nakuti kalian dari pengi-kutpengikutnya, maka janganlah kalian takut pada mereka takutlah kalian pada-Ku jika kalian benar-benar orang-orang mu’min.”
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian pada Allah serta jauh78
kanlah diri kalian dari perbuatan riba jika kalian benar-benar orang orang mu’min.”
QsS Ali Imran (3): 175
. “Wahai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian. Jika kalian bersengketa tentang suatu hal maka kemba-likan lah hukumnya kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya) jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” QS. anNisaa’ (4): 59
79
“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan orang-orang yang menjadikan agamanya sebagai olok-olokan dan permainan, yaitu orang-orang diturunkan pada mereka al-Kitab sebelum kalian serta menjadikan orang-orang kafir sebagai kekasih. Dan bertaqwalah kalian pada Allah jika kalian benar-benar orang-orang mu’min.” Qs.Al Maidah(5): 57
4)
al-Qabul (menerima, tidak menolak kandungan-kandungannya):
Syahadat tidak diterima dari seseorang yang menerima sebagian kan-dungannya dan menolak sebagiannya lagi. Seperti halnya orang-orang murtad di Jazirah Arab ketika Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– meninggal dunia, mereka menerima seluruh ajaran Islam kecuali zakat. Maka mereka pun
80
diperangi sebagai orang-orang yang keluar dari agama.
yang kalian perbuat”. Qs.Al Baqoroh (2): 85
5)
“Apakah kalian beriman kepada sebagian dari al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demi-kian dari pada kalian melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa
(98): 5
al-Ikhlash (bersyahadat dan melaksanakan isinya hanya demi Allah – Subhānahu wa Ta’ālā–):
Artinya bahwa seseorang bersyahadat harus hanya demi Allah –Sub-hānahu wa Ta’ālā– dan tidak mengharapkan apapun dari siapa pun juga, selain Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–.
“Mereka tidak diperintahkan kecuali beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya.” QS. al-Bayyinah Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ ّ ه إ ِل َ ن َقا َ ِس ب َ ش ْ )) أ َ َ ل ل َ ا ِل َ فاع َِتي ْ م ِ سعَد ُ الّنا (( ِن قَْلبه َ ه ِ صا ُ الل ً ِ خال ْ م
“Manusia yang paling berbahagia dengan syafa`atku adalah orang yang me-
ngucapkan La Ilaha Illallah dengan tulus ikhlas dari hatinya.” (HR. Bukhari No. 97 dan
mereka, supaya Allah mengetahui mereka yang jujur dan mereka yang dusta.” QS.
Ahmad No. 8503)
al-‘Ankabuut (29): 1-3
6)
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
ash-Shidq (jujur):
Yang dimaksud dengan jujur adalah bahwa syahadat yang diucapkan benar-benar meresap di dalam hati, bukan hanya di mulut saja.
“Adakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan saja berkata: kami telah beriman, tanpa mereka diuji. Sesungguhnya Kami telah uji orang-orang yang sebelum 81
َ خ َ ن َقا ل َ َ ن قَل ْب ِهِ د ِ صاد ًِقا ُ ه إ ِل ّ الل َ َ ل ل َ ا ِل َ )) َ ه ْ م ْ م (( ة َ ّ جن َ ْ ال “Barangsiapa mengucapkan La Ilaha Illallah dengan jujur dari hatinya, nis-caya dia masuk syurga.” (HR. Bukhari No. 125, Muslim No. 47 dan Ahmad No. 11882)
7)
al-Mahabbah (kecintaan):
Seseorang yang bersyahadat harus mencintai syahadat tersebut dan mencintai orang-orang yang bersyahadat lainnya. Harus memberikan al-wala’ dan al-bara’ atas dasar syahadatnya tersebut. Yaitu berwala’ kepada ahli La Ilaha Illallah dan berbara’ kepada musuh-musuh La Ilaha Illallah.
. “Ada pun orang-orang yang beriman amat
cinta kepada Allah.” QS.
nafsu. Apabila kekufuran tersebut disertai pen-dustaan, maka kekufurannya menjadi lebih buruk lagi. Demikian hal-nya dengan orang yang mendustakan dikarenakan hasad, namun di hatinya dia meyakini kebenaran para rasul.”7
al-Baqa-rah (2):
165
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ ض ّ ح ُ ْ ن ا َل َ ْ )) أوْث َقُ ع َُري ا ْل ِي ُ ْب ِفي اللهِ وَْالب ُغ ِ ما (( ِِفي الله “Ikatan iman yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena-Nya pula.” (HR. Ahmad No. 17793) 75.
Berbagai definisi yang dikemukakan oleh ulama Ahlus Sunnah tentang kufur (kekafiran) mempunyai arti yang hampir sama. Namun yang kita ambil adalah definisi kufur yang dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – Rahimahullah–, yaitu: “al-Kufru dalam syari'at adalah lawan dari al-iman. Yaitu tidak adanya iman kepada Allah dan Rasul-Nya dalam diri seseorang. Baik ketiadaan iman itu disertai oleh pendustaan terhadap para rasul dan apa-apa yang dibawanya, ataupun tidak. Yaitu karena disebabkan oleh hal-hal lain, seperti keraguan, atau berpaling, atau hasad, atau kesombongan, atau karena mengikuti hawa
82
76. Kufur terbagi menjadi dua macam, yaitu: •
kufur akbar, dan
•
dan kufur ashgar.
77. Perbedaan antara kedua kufur tersebut adalah:
1)
Kufur akbar mengeluarkan pelakunya dari Islam dan meruntuhkan semua amal shaleh. Sedangkan kufur ashgar tidak mengeluarkan pe-lakunya dari Islam dan tidak pul meruntuhkan seluruh amal, tetapi akan mengurangi amal seseorang dan menjadikan pelakunya terancam.
7
Majmu’ al-Fatawa’ 12/335.
“Orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikit pun dari apa yang telah mereka usahakan. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” QS. Ibrahim (14): 18
2)
3) 83
Kufur akbar mengekalkan pelakunya di Jahannam, sedangkan kufur ashgar tidak mengekalkan pelakunya di Jahannam, bahkan masih ter-buka kemungkinan baginya untuk diampuni oleh Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– sehingga tidak harus diadzab terlebih dahulu. Kufur akbar menjadikan darah dan harta
pelakunya halal, sedangkan kufur ashgar tidak menghalalkan darah dan harta pelakunya.
4)
78.
1)
Kufur akbar diberikan al-bara’ mutlak kepada pelakunya, sedangkan pelaku kufur ashgar tetap diberikan wala’ sesuai kadar ketaatannya, dan juga diberikan bara’ sekedar perbuatan maksiatnya. Kufur akbar ada enam macam, yaitu: Kufur takzib (pendustaan); baik pelakunya mendustakan seluruh kabar yang dibawa oleh Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–, seperti yang dikerjakan oleh orang-orang kafir asli, ataupun pelakunya mene-rima Islam dan memasuki agama Islam kemudian menolak dan tidak mengakui hukum-hukum yang jelas yang selazimnya diketahui oleh seorang muslim. Seperti tidak mengakui wajibnya shalat, puasa, haji dan lain-lain atau tidak mengakui haramnya khamar, daging babi dan lain-lainnya.
“Dan mereka mengingkarinya karena kezhaliman dan kesombongan, pada-hal hati mereka meyakini (kebenaran) nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.”
“Siapakah yang lebih aniaya dari pada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah atau mendustakan kebenaran setelah datang kepadanya. Bukankah neraka tempat tinggal orangorang kafir?” QS. al-‘Ankabuut (29): 68
2)
Kufur juhud (ingkar); sebenarnya macam kufur ini sama dengan yang sebelumnya (kufur takdzib), yang perbedaan bahwa sang pelaku di dalam hatinya meyakini kebenaran kabar dari Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– kemudian diingkari dan ditolaknya.
84
QS. an-Naml (27):14
3)
Kufur iba’ wa istikbar (penolakan dan kesombongan);: pelaku kufur ini walaupun mengetahui dan mengakui kebenaran Islam dan risalah Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–, tetapi dia enggan untuk tun-duk, menerima dan melaksanakan kandungan risalah tersebut, baik karena kesombongan atau sebab-sebab lainnya.
“Dan ingatlah katika Kami berfirman kepada para malaikat: Sujudlah kalian
kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Ia enggan dan takabur dan jadilah dia dari golongan orang-orang yang kafir.” QS. al-Baqarah (2): 34
4)
Kufur syak (keraguan); orang yang mengidap kufur ini merasa ragu terhadap kebenaran risalah para rasul. Dia tidak mendustakan dan juga tidak meyakininya. Sebenarnya keadaan ini bisa cepat hilang dan akan tergantikan oleh kayakinan –Insya Allah–, apabila orang tersebut mau mempelajari agama dengan cermat dan rajin. Karena agama mempu-nyai hujjahhujjah yang jelas dan kuat serta sesuai dengan fithrah. Te-tapi keadaan ini akan tetap berlangsung, apabila orang tersebut tidak peduli untuk mempelajari agama Islam dengan baik.
85
“Aku rasa hari kiamat tidak akan datang dan kalau seandainya aku dikembalikan kepada tuhanku, pasti akan ku dapati tempat kembali yang lebih baik dari kebunku ini. Berkatalah sahabatnya kepadanya sambil me-ngulang-ulang perkataan itu. Apakah kamu kafir (ragu) kepada Rabb yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?” QS. al-Kahfi (18): 36-37
5)
Kufur i’radh (pengingkaran); orang yang mengidap kufur ini tidak pe-duli tentang keberadaan Islam. Dia tidak mau mendengarkan atau mempelajarinya, apalagi mencari kebenarannya. Maka orang seperti ini hidup seakan-akan agama Islam
tidak ada, dan seakan-akan Rasu-lullah – Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– tidak pernah diutus.
“Dan orang-orang kafir itu berpaling dari peringatan yang disampaikan kepada mereka”. QS. Al-Ahqaaf (46): 3
6)
Kufur nifaq; yaitu menunjukkan keimanan pada lahirnya, namun me-nyimpan kekafiran dalam bathinnya. Hatinya kosong dari mahabbah (kecintaan), keikhlasan, keterikatan dan ketundukan kepada agama Islam, terlepas apakah hatinya mempercayai atau tidak.
“Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah ber-iman, 86
kemudian menjadi kafir lagi, lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti.” QS. alMunaafiquun (63): 3
79.
Sedangkan kufur ashghar, sama halnya dengan syirik asghar, yaitu amal perbuatan atau perkataan-perkataan yang mempunyai dalil yang meng-kufurkannya, di samping adanya qarinah (dalil lain) yang menunjukkan ketidak kufurannya, atau ada dalil yang terang menamakan suatu per-buatan atau perkataan sebagai kufur asghar, contohnya adalah kufur nikmat, memerangi sesama muslim dan bersumpah dengan selain nama Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–.
80. 1)
Nifaq ada dua macam, yaitu: Nifaq I’tiqadiy;
Pada umumnya, nifaq itiqadiy adalah nifaq akbar, yaitu bersemayam-nya kekufuran di hati seseorang, baik karena adanya pendustaan, ataupun karena tidak adanya ketundukan (perbuatan) hati, tetapi secara zhahir (lisan dan perbuatan), sang munafiq menampakkan keimanan. Orang se-perti ini tetap diperlakukan sebagai seorang muslim, sampai kekufuran yang ada di hatinya diwujudkan dalam bentuk
kekufuran lisan atau per-buatan. Apabila hal ini terjadi, maka orang tersebut diperlakukan sebagai seorang murtad.
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang berkata kami beriman pada Allah dan hari akhir sedangkan mereka bukanlah orang-orang mu’min.” QS. al-Baqarah (2):8
2)
Nifaq ‘Amaliy;
Pada umumnya nifaq ‘amaliy adalah nifaq asghar, yaitu ketika seseorang hanya mengerjakan beberapa sifat dan amal perbuatan orang munafiq. Tetapi apabila semua amal perbuatan dan sifat-sifat orang munafiq diker-jakan, maka orang itu pun terjatuh kepada nifaq akbar, yaitu akan menjadi munafiq murni.
87
“Dan di antara mereka ada yang berjanji pada Allah, apabila datang pada kami karunia-Nya, tentu kami akan bersedekah serta kami akan menjadi orang-orang shaleh. Maka tatkala datang pada mereka karuniaNya, lalu mereka berbuat bakhil dan berpaling, maka Allah menjadikan kenifakan di hati-hati mereka sampai hari
mereka menemui Allah dikarenakan pengingkaran janji mereka terhadap Allah dan dengan sebab kedustaan-kedustaan mereka.” QS. at-Tau-bah(9): 75-77
َ َ ِن ِفيه ن ً ِمَناف َ قا َ كا َ َ و،صييا ُ ن َ ٌ)) أْرب َع ً ِ خال ْ مي ّ ُن ك ْ م َ ن َ ن َ ِت ِفييه َ ِت ِفيه ٌ َ ص يل ٌ َ صل ِ ة ِ ة ْ َ كان ْ َ كان ْ خ ْ خ ْ مي ّ ُمن ْه َ ِ وَإ،ن َ ِ إ،حّتى ي َد َع ََها ث َ ّ الن َ ن َ ّ حد ِ ُ ذا اؤ ْت َ ذا َ خا َ ق َ م ِ فا َ َ َ َ َ َ جييَر ف م صيي خا ذا إ و ،ر د غيي د هيي عا ذا إ و ،ب ذ َ َ َ َ َ َ َ َِ ََ ِ َ َ كيي (( ب َ َتا “Ada empat perkara yang bilamana hal tersebut terkumpul pada diri seseorang, maka ia adalah seorang munafiq murni. Dan barangsiapa yang ada pada diri-nya satu bagian darinya, maka pada dirinya ada satu sifat nifaq hingga ia meninggalkannya, yaitu: apabila diamanati ia berbuat khianat, bila berbicara berdusta, bila berjanji melanggar dan bila berselisih berbuat aniaya.” (HR. Bukhari No. 33, Muslim No. 88, Tirmidzi No. 2556, Nasa’i No. 4934, Abu Dawud No. 4068 dan Ahmad No. 6479)
81. Di antara sifat-sifat utama kaum munafiqin adalah:
1) 88
Mendustakan Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–,
2)
Mendustakan sebagian risalah Rasulullah – Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–,
3)
Membenci Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–,
4)
Membenci sebagian risalah Rasulullah – Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–,
5)
Bergembira terhadap kemunduran Islam dan umat Islam, dan
6)
Bersedih atas kemajuan Islam dan umat Islam.
“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (pembagian) zakat; jika mereka diberi sebagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah.” [QS. at-Taubah (9): 58]
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka laku-kan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya ber-senda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat89
ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?”. Tidak usah kalian minta maaf, karena kalian kafir sesudah beriman. Jika Kami mema-afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” [QS. at-Taubah (9): 65-66]
“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kalian (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orangorang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” [QS. an-Nisaa’ (4): 61]
90
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang yahudi dan Nashrani menjadi pemimpinpemimpin(kalian); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi pe-tunjuk kepada orangorang yang zhalim. Maka kalian akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana”.Mudah-mudahan Allah akan mendatang-kan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasia-kan dalam diri mereka” [QS. al-Maaidah (5): 51-52] 82.
Beberapa
sifat
munafiq
yang
َ ث َ ِ وَإ،ب َ ِ إ،ث ذا َ ّ حييد ٌ َ ق ث َل ُ )) آَييي َ َ كييذ َ ذا ُ ْ ة ال ِ ِمَنيياف َ َ ِ وَإ،ف َ ن ْ َ وَع َد َ أ َ خل ِ ُ ذا اؤ ْت َ خييا َ و: وفييى رواييية.ن َ م َ ِ وَ إ،جَر َ ِإ (( عاهَد َ غ َد ََر َ ذا َ ذا َ َم ف َ ص َ خا
terkadang menghinggapi orang-orang beriman dan termasuk nifak asghar yang harus diwaspadai adalah meng-khianati amanah, berbohong, malas shalat (khususnya shalat jama’ah) dan sebagainya.
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga: yaitu bila berkata berbohong, bila ber-janji tidak menepati dan bila dipercaya berkhianat.. Dalam riwayat lain: “Apabila bertengkar melampaui batas, dan bila membuat perjanjian ia melang-garnya.” (HR. Bukhari
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan mem-balas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali ” [QS. an Nisaa’ (4): 142]
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda: 91
No. 33 dan Muslim dalam Syarah Nawawi 2/46)
َ ق َ ع شاِء َ ْ ن أ َث ِ ُ صل َة ِ ِمَناف ّ ِ )) إ ُ صل َةٍ ع ََلى ْال َ ن َ ل َ ْ قي ْ َ (( ِجر ْ َصلة ُ الف َ َو “Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya’ dan Fajar (Shubuh).” (HR. Bukhari No. 657 dan Muslim No. 651)
83.
Sifat-sifat nifaq ashghar dapat menyusup atau hinggap pada diri orangorang yang beriman. Barangsiapa yang tidak berhati-hati, lama-kelamaan karena terlalu banyaknya sifat nifaq asghar, maka orang tersebut dapat disusupi nifaq akbar. Demikian berbahayanya nifaq, maka para shahabat pun sangat takut kalau
sewaktu-waktu mereka dihinggapinya.
yang mengaku beriman.
Ibnu Abi Mulaikatah –Rahimahullah– berkata:
Di antaranya berdoa dan meminta permohonan kepada suatu zat lain selain Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dalam hal-hal yang menjadi kekhususanNya. Yaitu hal-hal yang hanya Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– saja yang dapat mem-berikannya, seperti meminta anak, jodoh, rezeki, kenaikan pangkat dan lain sebagainya.
َ )) أ َدرك ْت ثل َث ِين م – ِل الله َ ص ُ ب َر ُ َْ ِ حا ْ نأ ِ ْ سو ْ ِ َ ْ ّ ّ َ ُ ق َ ّ ف الن ه ل ك – م ل س و ه ي ل ع ه َ َم ي َ َ فا ُ خا ِ ْ ُ َ َ َ ْ ُ صّلى الل َ (( ِسه ْ َ ع ََلى ن ِ ف
“Saya berjumpa dengan 30 shahabat Rasulullah, semuanya mengkhawatirkan berjangkitnya nifak dalam diri mereka).” 84.
85.
Ketika seseorang dilahirkan dalam keluarga muslim, maka dengan sendirinya ia pun menjadi muslim, atau masuk Islam dengan bersaksi ter-hadap dua kalimat syahadat. Tetapi pintu-pintu murtad (keluar dari Islam) banyak sekali. Di antaranya ada sepuluh pembatal atau penggu-gur Islam yang diijma’kan oleh para ulama Islam. Sehingga apabila seseorang telah mengerjakan salah satunya, maka ia akan keluar dari Islam. Pembatal atau penggugur Islam pertama adalah syirik.
Pembahasan detail tentang syirik telah dijelaskan pada point-point yang telah lalu. Tetapi di sini kita akan menyebutkan beberapa macam syirik yang banyak dikerjakan oleh orang-orang 92
Perbuatan syirik lainnya adalah memuja dan mengagungkan benda-benda tertentu, seperti peninggalan-peninggalan leluhur atau bendabenda yang dianggap keramat dan mendatangi para kahin (dukun, tukang sihir, paranor-mal) untuk meminta atau menanyakan sesuatu lantas mempercayainya, se-muanya termasuk perbuatan syirik akbar. Termasuk pula memberikan kurban kepada selain Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, baik dengan memotong binatang hidup, ataupun hanya dengan me-mecahkan telur di kaki seseorang, atau di tempat lainnya dengan tujuan men-dapat berkah atau kesembuhan dari makkluk-makhluk ghaib. Di antara bentuk perbuatan syirik modern adalah memberikan hak kepada makhluk-makhluk Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– untuk membuat syari’at atau undang-undang yang menandingi
hukum-hukum Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, atau kadang-kadang undang-undang tersebut menjadi pengganti hukum-Nya. Letak kesyirikannya adalah dijadikannya makhluk-makhluk itu sejajar dengan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dalam hal hukum, atau malah lebih tinggi dari-Nya, karena hukumhukum mereka lebih diutamakan daripada hukumhukum Allah–Subhānahu wa Ta’ālā–, atau hukumhukum mereka dijadikan pengganti bagi hukumhukum-Nya, sedang hukum-hukum-Nya malahan dibuang jauh-jauh dari kehidupan umat.
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka pasti Allah meng-haramkan kepadanya syurga dan tempat tinggalnya ialah neraka, dan tidaklah bagi orang-orang dzalim itu seorang penolong pun.” QS. al-Maaidah (5): 72 Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ َ ن أ ََتى ُ قو ل ُ َ ما ي َ ِه ب ُ َصد ّق َ )) َ َكاه ًِنا أوْ ع َّراًفا ف ْ م ُ َ َ َ ِما أن ْز (( ٍ مد َ َف َ م ّ ح ُ ل ع َلى َ ِ قد ْ كفََر ب
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni jika Dia dipersekutukan dengan sesuatu dan akan mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa yang menyekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa besar.” QS. an-Nisaa’ (4): 48]
93
“Barangsiapa yang mendatangi seorang dukun atau peramal, lalu memper-cayai ucapannya, maka ia telah kafir kepada apa yang telah diturunkan kepada Muhammad.“ (HR. Tirmidzi No. 125, Abu Dawud No. 3405, Ibnu Majah No. 631, Ahmad No. 9171 dan Darimi No. 1116)
86.
Pembatal Islam kedua adalah mengambil seseorang atau sesuatu seba-
gai perantara dalam berdoa atau beribadah kepada Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–. Mereka yang melakukan hal ini mengatakan bahwa doa dan permintaan mereka pada lahirnya ditujukan kepada selain Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, baik kuburan atau lainnya, tetapi pada hakikatnya tertuju kepada-Nya, se-dangkan yang selain Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–hanyalah sebagai perantara saja, seperti halnya seseorang yang meminta sesuatu kepada seorang raja melalui menterinya. Dalam Islam, alasan atau logika seperti ini tidak dibenarkan dan termasuk dalam perbuatan syirik akbar, seperti yang dikerjakan oleh kaum musyrikin Quraisy di zaman Rasulullah – Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–.
“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” QS. azZumar (39): 3
94
“Katakanlah: Serulah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari padamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri
mencari jalan Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan adzab-Nya. Sesungguhnya adzab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.” QS. al-
Israa’ (17): 56-57
87.
Pembatal Islam ketiga adalah tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau meragukan kekafiran mereka, atau membenarkan agama mereka.
Seperti halnya orang-orang yang menganggap bahwa orang-orang Nash-rani, Yahudi, Budha dan pemeluk agama lainnya adalah orang-orang yang beriman dan berada di atas jalan yang benar.
“Apakah kamu tidak memperhatikan orangorang yang diberi bahagian dari al-Kitab Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.” [QS. an-Nisaa’
Demikian pula halnya dengan menganggap orang-orang murtad yang telah pasti kemurtadannya sebagai orang-orang mu`min.
95
(4): 52]
88.
Pembatal Islam keempat adalah kepercayaan bahwa ada ajaran lain yang lebih benar dan sempurna dari ajaran Nabi Muhammad –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–, atau ada hukum-hukum yang lebih
baik dari hukum-hukum beliau –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–. Seperti orang-orang yang lebih menyukai hukum-hukum thaghut dari pada hukum-hukum Nabi –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–, atau menganggap hukum Islam sudah tidak cocok lagi, atau menganggap hukum Islam adalah sebab dari kemunduran kaum muslimin pada masa kini, atau menganggap agama Islam hanya cocok untuk mengatur hubungan antara pribadi-pribadi dengan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–.
96
“Apakah kamu tidak memperhatikan orangorang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang ditu-runkan sebelum kamu Mereka hendak berhakim kepada thoghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesat-kan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” [QS. an-Nisaa’ (4): 60] 89.
Pembatal Islam kelima adalah membenci sesuatu dari apa-apa yang diajarkan Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–, walaupun me-ngerjakannya.
“Hal itu dikarenakan mereka (orang-orang kafir) benci terhadap apa-apa yang diturunkan Allah, maka hancurlah amalamal mereka itu.” QS. Muhammad (47): 9 90. Pembatal Islam keenam adalah menghina suatu ajaran dari agama Islam.
“Kalau engkau tanyakan mengapa mereka berbuat yang demikian, mereka akan berkata: Sebenarnya kami hanya berolokolok dan bermain-main saja. Kata-kanlah: patutkah kalian memperolok-olok Allah dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya? Tidak usah kalian minta maaf, karena kalian telah kafir sesudah beriman.” QS. at-Taubah (9): 6566
91.
97
Pembatal Islam ketujuh adalah sihir, bagi yang melakukannya atau ridha terhadapnya.
“Keduanya (Harut dan Marut) tiada mengajarkan sihir kepada seseorang, melainkan lebih dahulu berkata: “Kami ini hanya mendatangkan cobaan, sebab itu janganlah engkau kafir”. Lalu mereka mempelajari dari keduanya apa-apa yang akan menceraikan antara suami dan isteri.” QS. al-Baqarah (2): 102
92.
Pembatal Islam kedelapan adalah mendukung dan membantu orang-orang kafir dalam melawan, menindas dan memusuhi kaum muslimin, amal seperti ini termasuk perbuatan kufur akbar.
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [QS. an-Nisaa’ (4): 65]
“Barangsiapa di antara kalian mendukung mereka (Yahudi dan Nashrani), maka ia masuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petun-juk kepada orang-orang yang zhalim.” QS. al-Maaidah (5): 51
93.
Pembatal Islam kesembilan adalah siapa yang beranggapan bahwa sebagian orang ada yang boleh keluar dari syari'at Islam, maka keislaman orang tersebut batal dan ia menjadi kafir.
98
94.
Pembatal Islam kesepuluh adalah barangsiapa yang berpaling dari agama Islam, tidak mempelajarinya dan tidak mengamalkannya, maka orang tersebut adalah kafir.
“Siapakah yang lebih aniaya dari pada orang-orang yang diberi peringatan dengan ayat-ayat Rabb-Nya kemudian dia berpaling dari pada-Nya? Sesung-guhnya Kami menyiksa orang-orang yang jahat itu.” QS.
as-Sajdah (32): 22
95.
Thaghut berasal dari kata thagha yang dalam bahasa Arab berarti melampaui batas.
Jadi dari segi bahasa, thaghut berarti zat yang melewati batas-batasnya. ‘Umar bin al-Khaththab –Radhiyallahu ‘anhumā– berkata: “Thaghut adalah syetan.” Mujahid –Rahimahullah– berkata: “Thaghut adalah syetan (dalam bentuk) manusia, yang para pengikutnya mengikuti hukum-hukumnya (yang bertentangan dengan hukum Allah dan dia adalah pemimpin mereka.” Imam Malik –Rahimahullah– berkata: “Thaghut adalah setiap zat yang diibadahi selain Allah.” Pendapat ini dibenarkan oleh Syaikh Sulaiman bin ‘Abdullah –Rahimahullah– dengan tambahan: “Kecuali mereka yang diibadahi tanpa keridhaan mereka (seperti Nabi Isa).” Ibnu Qayyim –Rahimahullah– berkata: “Thaghut adalah setiap makhluk yang melewati 99
batas kehambaannya se-hingga akhirnya diibadahi, diikuti dan ditaati. Maka thaghut setiap kaum adalah mereka yang hukumhukumnya dijadikan pengganti hukum-hukum Allah, atau diibadahi bersama-sama dengan Allah, atau diikuti di atas manhaj selain manhaj Allah, atau ditaati dalam hal-hal yang tidak meru-pakan ketaatan kepada Allah.” Banyak lagi ungkapan dari as-salaf ash-shaleh tentang makna thaghut yang bermuara kepada satu arti yaitu: “Thaghut adalah makhluk yang melewati batas kehambaannya dengan mencoba mengangkat dirinya, atau diangkat oleh pihak lain dan dia me-ridhai pengangkatan tersebut, untuk menjadi tandingan Allah dalam ketuhanan-Nya.” Oleh karena itu, dalam melaksanakan tauhid selalu disyaratkan untuk kufur kepada thaghut. Dari sini diketahui bahwa semua zat yang dijadikan sebagai tandingan bagi Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– adalah thaghut. Seperti syetan atau hakim yang tidak menerapkan hukum-hukum Allah – Subhānahu wa Ta’ālā–, atau orang-orang yang mengaku mempunyai ilmu ghaib, atau orangorang yang mengaku mempunyai salah satu sifat atau kekuasaan atau kesanggupan ketuhanan.
Terkadang thaghut bagi suatu kaum berupa satu orang saja, terkadang lebih dari satu, atau berbentuk suatu sistem yang didukung oleh banyak orang, atau berupa pohon-pohon yang dipuja dan diagungkan, atau kuburan-kuburan yang dimintai doa dan hal lainnya yang menyebabkan syirik. Semua hal ter-sebut adalah thaghut. 96. Macam thaghut banyak sekali, tokoh utamanya ada lima, yaitu:
1)
Syetan yang mengajak untuk menyembah kepada selain Allah –Subhā-nahu wa Ta’ālā–.
. “Bukankah Aku telah memerintahkan kepada kalian hai Bani Adam supaya kalian tidak menyembah syetan? Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.” QS. Yaasiin (36): 60
2) 100
Pemimpin zhalim yang mengubah hukum
Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–.
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, pa-
dahal mereka telah diperintah mengingkari thoghut itu. Dan syetan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” QS. an-Nisaa’ (4): 60
3)
Orang yang memutuskan perkara dengan selain hukum Allah –Subhā-nahu wa Ta’ālā–.
“Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang ditu-runkan Allah, maka mereka itu adalah orangorang yang kafir.” QS. al-Maaidah (5): 44
4)
Orang yang mengaku mengetahui hal-hal ghaib.
101
“(Allah) mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada rosul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” QS. al-Jin (72): 26-27
mengatakan: Sesungguhnya aku ada-lah tuhan selain Allah, maka orang itu Kami beri balasan dengan neraka Jahannam, demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang yang zhalim.” QS.
“Hanya pada Allah-lah kunci-kunci semua yang goib, tak ada yang menge-tahuinya kecuali Dia sendiri. Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia menge-tahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” QS. alAn’aam (6): 59
5)
Orang yang rela diibadahi.
“Dan barangsiapa di antara mereka 102
al-Anbiyaa’ (21): 29
97.
Tidak diterima iman seseorang tanpa ingkar kepada thaghut. Bentuk kekufuran tersebut antara lain adalah dengan menolak ke-thaghut-annya, membenci dan memusuhinya.
“Barangsiapa yang berkufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang pada buhul tali yang amat kuat (yaitu La Ilaha Illallah) yang tidak akan putus.” QS. al-
Baqarah (2): 256
98.
Beriman kepada malaikat-malaikat Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, yaitu makhluk-makhluk-Nya yang diciptakan dari cahaya.
Mereka adalah makhluk-makhluk halus yang tidak dapat dilihat dengan panca indra. Para malaikat adalah makhluk yang juga beriman kepada Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, serta selalu tunduk, taat dan patuh kepada segala pe-rintahNya, dan tidak pernah berbuat maksiat kepadaNya. Ada pun banyak atau jumlah malaikat, maka hanya Allah-lah yang menge-tahuinya, yang masing-masingnya mempunyai tugas yang berbeda-beda satu sama lainnya. Sebagian namanama dan tugas-tugas mereka telah dikabarkan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– kepada kita, baik dari al-Qur’an maupun dari hadits-hadits Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–.
103
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajah kalian ke arah timur dan barat, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari ke-mudian, malaikat-malaikat….” [QS. al-Baqarah (2): 177]
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rosul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, ma-laikat-malaikat-Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauhjauhnya.” [QS. an-Nisaa’ (4): 136]
“Rasul dan orang-orang mu’min beriman kepada apa-apa yang diturunkan kepadanya dari Rabb-Nya. Mereka semua beriman kepada Allah dan malaikat-malaikat-Nya….” [QS. al-Baqarah (2): 285]
104
“Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka, yang mana kayu bakarnya adalah manusia dan batu serta di dalamnya ada malaikat yang keras dan bengis, mereka tak pernah berbuat maksiat terhadap apaapa yang Allah perintahkan atas mereka dan mereka pun selalu mengerjakan apa-apa yang diperintahkan Allah kepada mereka.” [QS. at-Tahrim (66): 6]
99.
Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– telah mengutus seorang rasul pada setiap umat dengan misi memerintahkan manusia agar hanya beribadah ke-pada-Nya
semata dan agar menjauhi thaghut.
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): beribadahlah hanya kepada Allah saja dan jauhilah thaghut.”[QS.an-Nahl (16): 36]
100. Beriman kepada para rasul merupakan salah satu pokok keimanan. Tidak mengimani mereka, berarti kesesatan dan kerugian. Barangsiapa yang mengaku bahwa dia beriman kepada Allah – Subhānahu wa Ta’ālā–, tetapi mengingkari para rasul, maka mereka di sisi Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– adalah orang-orang kafir yang keimanannya tidak berman-faat baginya. Demikian pula halnya dengan mengingkari salah seorang rasul, maka berarti mengingkari seluruh rasul.
105
“Katakanlah: Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak-anaknya dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa, dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri.” [QS. Ali ‘Imraan (3): 84]
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malai-kat-malaikat-Nya, rasul-rasulNya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauhjauhnya.” [QS. an-Nisaa’ (4): 136] 106
”Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memecah belah antara Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap se-bagian (yang lain), serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan tengah antara iman atau
kufur, merekalah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” [QS. an-Nisaa’ (4): 150151]
101. Para rasul adalah manusia pilihan Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– yang diberikan wahyu syari’at-Nya agar disampaikan kepada umatnya. Jumlah mereka banyak sekali, ada para rasul dan nabi yang kisah dan nama-nama mereka diceritakan kepada kita, dan ada pula yang tidak diceritakan. Para rasul yang namanya dikabarkan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dalam kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya, maka kita tidak boleh mendustakan mereka. Di samping itu, kita pun harus mengimani para rasul dan nabi yang tidak diceritakan. Para nabi dan rasul yang wajib diimani adalah 25 nabi dan rasul yang disebutkan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– namanya, yaitu: Adam, Nuh, Idris, Hud, Shalih, Ibrahim, Luth, Isma`il, Ishaq, Ya`qub, Yusuf, Syu`aib, Musa, Harun, Dawud, Sulaiman, Ayyub, Yunus, Alyasa`, Dzul Kifli, Ilyas, Zakariyya, Yahya, `Isa dan Muhammad –‘Alayhimu as-Salām–. 107
“Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan Ya’qub kepadanya (Ibrahim). Masingmasing telah Kami beri petunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Dawud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Zakariyya, Yahya, ‘Isa dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang shaleh. Dan Ismail, Alyasa’, Yunus dan Luth. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya).” [QS.
mereka, Shalih.” [QS. Huud (11): 61]
al-An’aam (6): 84-86]
“Dan (ingatlah kisah) Isma’il, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orangorang yang sabar.” [QS. al-Anbiyaa’ (21): 85]
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam. …” [QS. Ali ‘Imraan (3): 33]
“Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Hud.” [QS. Huud (11): 50]
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara 108
“Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib.” [QS. Huud (11): 84]
“Muhammad adalah utusan Allah.” [QS. alFath (48): 29]
102. Kita mengimani bahwa semua rasul adalah manusia biasa yang dicip-takan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–. Mereka tidak memiliki keistimewaan apapun yang merupakan hak-hak khusus bagi Allah –
Subhānahu wa Ta’ālā– atau hak-hak ketuhanan. Dan kita pun mengimani bahwa para rasul adalah hamba-hamba Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– yang diutus sebagai rasul, dan disifati Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– sebagai hamba yang paling tinggi kedudukannya.
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya Ilah kalian itu adalah Ilah Yang Esa. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hen109
daklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-nya.” [QS. alKahfi (18): 110]
103. Beriman kepada kitab-kitab yang telah Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– turunkan kepada para nabi dan rasul-Nya termasuk salah satu dasar keimanan. Yaitu mengimani kitab-kitab yang Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– sebutkan namanamanya, seperti Taurat, Injil, Zabur, Shuhuf dan al-Qur’an sebagai kitab yang paling utama. Sedangkan kitab-kitab yang tidak disebutkan namanya, maka kita mengimaninya secara global.
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasulrasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Dan telah Kami turunkan
bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan itu.…” [QS. al-Hadiid (57): 25]
“Dahulu manusia adalah umat yang satu, (setelah timbul perselisihan) maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar untuk memberi keputusan diantara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.…” [QS. al-Baqarah (2): 213]
110
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, ma-laikat-malaikat-Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” [Qs. an-Nisaa’ (4): 136]
104. Kita beriman bahwa kepatuhan kepada kitab-kitab tersebut dan men-jadikannya sebagai sumber hukum adalah kewajiban setiap umat yang disampaikan kepada mereka kitab-kitab tersebut. Kitab-kitab tersebut satu dengan yang lainya saling membenarkan, dan tidak saling mendustakan. Kita pun meyakini bahwa kitab terakhir yang diturunkan kepada Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–. adalah kitab yang mena-sakh (membatalkan) seluruh kitab-kitab Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– sebelumnya. Sehingga tidak ada satu jalan pun untuk mengetahui dan tunduk kepada kitabkitab Allah yang benar, kecuali dengan merujuk kepada al-Qur’an.
“Telah 111
kami
turunkan
kepadamu
(ya
Muhammad) kitab ini dengan kebenaran, membenarkan kitab-kitab yang turun sebelumnya dan menjadi muhaimin atas kitab-kitab tersebut.” [QS. al-Maaidah (5): 48] Yang dimaksud dengan muhaimin adalah hakim, atau yang dipercaya, atau ukuran standar kebenaran untuk mendeteksi adanya pengubahan terhadap kitab-kitab sebelumnya. 105. Kita pun mengimani dengan seyakinyakinnya bahwa kehidupan akhirat akan berlangsung setelah kehidupan dunia. Iman kepada hari akhirat mencakup:
1) Mengimani akan adanya azab dan ni`mat kubur.
Adzab (siksa) dan ni`mat kubur adalah haq, di mana setiap manusia setelah merasakan kematian akan dihadapkan kepadanya salah satu dari kedua hal tersebut, dan hal itu tergantung pada amal perbuatan yang dikerjakan sewaktu hidupnya. Bila amal perbuatannya baik, maka baginya nikmat kubur. Sebaliknya, bila amal perbuatannya buruk, maka baginya adzab kubur. Dalil-dalil yang menunjukkan akan adanya ni`mat dan azab kubur banyak sekali
jumlahnya, baik dari al-Qur’an maupun dari as sunnah, di antaranya:
“Sekali-kali tidak! Itu adalah perkataan dia yang mengatakannya, sedang-kan di balik mereka ada alam barzah hingga hari pembalasan.” [QS. al-Mu’minun(23): 100]
112
“Maka Fir’aun dan keluarga (kaum) nya diberikan azab yang pedih. Mereka disiksa dengan api setiap pagi dan petang. Ketika datang hari kiamat: ma-sukkanlah kaum Fir’aun ke dalam siksa yang paling pedih.” [QS. Ghaafir (40): 45-46] Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ ِ ن ال ْعَب ْد َ إ ه ِ ُذا و ّ ِ )) إ ُ ضعَ ِفي قَب ْيرِهِ وَت َيوَّلى ع َن ْي َ َ َ َ َ َ ن َ ص ْ َ ه لي َ ُ م أَتاه ْ ِمعُ قْرع َ ن َِعال ِه َ س ُ ّ ه وَإ ِن ُ ُ حاب ْ أ ِ ملكا ُ قييو َ ل فِييي هَ ي ذا ُ َت ت ُ َ دان ِهِ فَي ْ ُ فَي َ ِ قع َ ْ ما ك ُن َ ن ِ َ قول َ ّ َ ّ ّ َ مييا َ م ُ الّر َ َه ع َلي ْهِ و ّ م فأ َ س يل ُ صلى الل ّ ح ُ ِل ل َ ٍ مد ِ ج َ ُُ سييول ُ قو ْ َل أ ه ُ َ ن فَي م ُّ شهَد ُ أن ِ ُ ه ع َب ْد ُ الل ّيهِ وََر ُ ْ ال ُ ْ مؤ َ ِ ق ع َ يد ُ قا ْ م َ ُ فَي ِ ك ْ ن الن ّييارِ قَيد َ ه ان ْظ ُْر إ َِلى ُ َل ل ْ مي ْ ّ َ َ أ َب ْد َل مييا ْ م ِ دا َ ن ال ً قع َ ي َ ُجن ّيةِ فَي ََراه َ ِه ب ِيه ُ ك الل ْ مي َ َ ميًعا َقا ه ِفيي ْ ُه ي ِ ج ُ سي َ َ ف ُ ح َلي ُ ل قََتاد َة ُ وَذ ُك َِر ل ََنا أّني َ َ ْ َ َ َ ُ ق ف نا م ل ا ما أ و ل قا س ن أ ث دي ح لى إ ع ج ر م ث ه ر ب ِ َ َ ِ ِ ِ َ َ َ ْ ُ ُ ّ َ َ ّ ِ َق ِ ٍ َ ُ َ َ ُ ُ َهيذا ُ َت ت َ ُ َوال ْكيافُِر في َ قيول ِفيي َ ميا كْني َ ه ُ قيال لي َ َ ُ قييو ُ ت أقُييو ُ قيو ل ُ َ ميا ي ُ َ ل فَي ُ الّر َ ل ُ ل ل َ أد ِْري ك ُن ْي ِ ج َ َ َ َ ُ ب َ ُ س في ُ ض يَر ْ ُ ت وَي َ ت وَل ت َلي ْي َ قييال ل د ََري ْي ُ الن ّييا
ة ً ح ً َ ضيْرب ِ َ ة فَي ِ ح ِ َمط َييارِق َ ْ صيي ُ صييي َ ٍ دييد َ ن َ ِب َ ح ْ مي َ َ (( ن َ ّ ن ي َِليهِ غي َْر الث ْ َي َ معَُها َ س ْ م ِ ْ قلي “Bilamana seorang hamba diletakkan dalam kuburnya, kemudian sahabatsahabatnya berpaling darinya, sesungguhnya ia mendengar suara sandal mereka, maka setelah itu datanglah kepadanya dua malaikat, kemudian mereka berdua mendudukkannya, maka mereka berdua berkata: apa yang engkau katakan tentang laki-laki yang bernama Muhammad? Adapun orang-orang mu’min, ia akan berkata: Aku bersaksi sesungguhnya ia ada-lah hamba Allah dan Rasul-Nya. Maka dikatakan kepadanya: lihatlah tem-patmu di neraka yang mana Allah telah menggantikannya dengan syurga, kemudian dia pun melihat kedua tempat itu. Ada pun orang-orang munafik dan orang-orang kafir maka dikatakan kepadanya: Apa yang engkau ka-takan tentang laki-laki ini? Maka ia berkata: Tidak tahu, aku mengatakan-nya seperti perkataan orang-orang, maka dikatakan: Engkau tidak tahu dan engkau berpaling kemudian ia dipukul dengan palu yang 113
terbuat dari besi maka ia menjerit dengan jeritan yang didengar semua mahkluk di sekitarnya kecuali jin dan manusia.” (HR. Bukhari No. 1285, Muslim No. 5115, Nasa’i No. 2022, Abu Dawud No. 2812 dan Ahmad No. 11823)
َ س َقا ه ُ صّلى الل ّي َ :ل َ ي ّ ِ مّر الن ّب ٍ ن ع َّبا ِ ْ ن اب ِ َ) ع َحيط َييان ال ْمدين ية أو ّ ِ ن ِ ط ٍ ِ حائ َ ِم ب َ َع َل َي ْهِ و َ سل ْ ِ َ ِ َ ِ ْ م ّ م ن ِفيي َ كي ِ سي َ ْ ت إ ِن َ َة ف َ ْصيو َ َ َ مع ِ ن ي َُعيذ َّبا ِ ْ سيان َي ( ما وذكر الحديث َ ِ قُُبورِه “Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Nabi keluar dari tengah kota Madinah, kemudian beliau mendengar suara dua orang laki-laki yang sedang disiksa di kuburnya masing-masing, kemudian Ibnu Abbas meriwayatkan hadits.” (HR. Bukhari No. 209, Muslim No. 439, Tirmidzi No. 65, Abu Dawud No. 19, Nasa’i No. 31, Ibnu Majah No. 341 dan Ahmad No. 1877)
Doa Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– setelah tasyahud akhir:
َ م إ ِن ّييي أ َع ُييوذ ُ ِبي َ عي ر َ ْ ب ال َ ن ِ ك ّ ُ)) الل ّه ِ ذا ْ مي ِ قب ْي َ ْ َ ِ عوذ ُ ب ُ ل وَأع ُييوذ ُ َ وَأ ِ م ِ ك ّ ّ سيِح الد َ ن فِت ْن َةِ ال ِ جا ْ م َ ِب (( ت ِ ما ِ ك ْ م َ م َ ْ حَيا وَفِت ْن َةِ ال َ ْ ن فِت ْن َةِ ال ْ م
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, fitnah al-Masih ad-Dajjal serta fitnah kehidupan dan kematian.” (HR. Bukhari No. 789, Muslim No. 925, Abu Dawud No. 746, Nasa’i No. 5377, Ibnu Majah No. 3828 dan Ahmad)
2) Mengimani
tanda-tanda datangnya hari kiamat yang dikabarkan oleh nash-nash syar`i, baik tanda-tanda kiamat kecil maupun kiamat besar.
ُ سُئو َ ة َقا َ )) َقا ل ع َن َْها ُ َ ساع ْ م ّ مَتى ال َ ْ ما ال َ ل َ ل ُ َ َ َ خب ُِر ْ نأ شَراط َِها ْ سأ ِ م َ َل و ّ ن ال َ َ ب ِأع ْل ْ َك ع ِ ِ سائ ْ م َ َ َ ذا ت َ َطيياو َ ِ ة َرب َّهييا وَإ َ ِإ َ ل ُر ُعيياة ُ ميي َ ت ال ْ َ ذا وََلييد ْ ْ َس ل ميي خ فييي ن يييا ن ب ل ا فييي م هيي ب ل ا ل بيي ل َ ِ ْ ِ َ ُ ُ ْ ُ ْ ِ ِ ِ ِ ْا ٍ ّ ّ (( ه ُ ن إ ِل الل ُ َ ي َعْل ّ ُمه “Jibril bertanya: Kapan hari kiamat terjadi? Beliau menjawab: yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya. Aku akan kabarkan kepa-damu tentang tandatandanya: Apabila seorang budak wanita melahirkan tuannya dan jika penggembala kambing berlomba-lomba dalam mening-gikan gedung. Itulah di antara lima hal yang tidak diketahui kecuali oleh Allah.” (HR. Bukhari No. 48, Muslim No. 10, Nasa’i No. 4905, Ibnu Majah
114
No. 63 dan Ahmad No. 8765)
Di antara tanda-tanda kiamat besar yang harus diimani adalah mun-culnya asap, Dajjal, terbitnya matahari dari Barat, turunnya Isa bin Maryam, Ya`juj dan Ma`juj serta tanda-tanda lain yang dijelaskan oleh nash-nash syar`i.
3) Mengimani kepastian akan datangnya hari kiamat, yaitu hancurnya dunia dan bermulanya kehidupan akhirat bagi umat manusia. Kehi-dupan kekal yang hanya mempunyai dua tempat pilihan, syurga tempat kebahagiaan yang sempurna dan neraka tempat siksaan yang tidak terhingga.
4) Mengimani adanya hari berbangkit, yaitu dihidupkannya semua makh-luk yang sudah mati oleh Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– di saat malaikat Israfil meniup sangkakala untuk kedua kalinya.
“Dan tatkala sangkakala ditiup, maka gugurlah makhluk-makhluk yang ada di langit dan di bumi kecuali yang dikehendaki Allah, kemudian ditiup-kan yang keduanya, maka mereka pun bangkit semuanya sambil terkesima.” [QS. azZumar (39): 68]
5) Mengimani adanya hasyr yaitu berdirinya manusia dari kubur-kubur mereka, seperti yang digambarkan oleh Rasulullah – Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–:
َ ح َ ح ُ ً فياة ًعيَراة ُ ِمية ْ ُ )) ي َ ْس َييو َ م ال ْقَِيا ُ شُر الّنا ّ ْ ً غ ُْرل ُ ُ جيا َ ل ر وال ُ ء سيا ن ال ه لي ال ل سيو ر يا ت ل ق َ ّ َ َ ّ ِ ُ َ َ ُ ّه ّ َ ُ َ ض َقا ِ ج ْم إ ِلى ب َع ُ ْميًعا ي َن ْظُر ب َع َ ُ صلى الل ْ ُضه َ ل َ شيد مين أ َ ة ا ْل َمي ٍر أ ّ َ َ َ ن شي ئ عا ييا م ل سي و ه ي ل ع ُ ِ َ َ َ َ َ ِ ْ َ ْ ْ ِ ّ ُ ْ (( ض ع ب م إ َِلى ْ َ ُ ْي َن ْظ َُر ب َع ْ ُضه ٍ “Manusia akan digiring pada hari kiamat dalam keadaan telanjang kaki, telanjang bulat dan belum dikhitan. Aku (`Aisyah) bertanya: ya Rasulullah! Kaum wanita dan laki-laki berarti akan saling memandang satu dengan lainnya? Beliau menjawab: 115
urusan saat itu jauh lebih dahsyat dibanding-kan urusan pandangmemandang di antara mereka.” (HR. Bukhari No. 6046, Muslim No. 5102, Nasa’i No. 2056, Ibnu Majah No. 4266 dan Ahmad No. 23131)
6) Mengimani
adanya hisab dan catatancatatan amal yang akan diberi-kan kepada setiap manusia. Ada yang mengambilnya dengan tangan kanan (merekalah orangorang yang dirahmati), dan ada pula yang mengambilnya dari belakang punggungnya dengan tangan kiri (mere-kalah orang-orang yang akan disiksa).
“Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya (catatan amal) dari sebelah tangan kanannya, maka ia akan dihisab dengan hisab yang mudah.” [QS. alInsyiqaaq (84): 7-8]
“Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya (catatan amal) dari balik punggungnya, maka mereka akan berkata: celakalah (kami).” [QS. al-Insyiqaaq(84): 10-11]
“Adapun 116
orang-orang
yang
diberikan
kitabnya (catatan amal) dari sebelah kirinya, maka ia akan berkata: Alangkah baiknya kalau kitab itu tidak dibe-rikan kepadaku dan aku tak tahu dengan apa aku dihisab, oh…. Alangkah baiknya kalau kehidupan dunia berakhir begitu saja.” [QS. al-Haaqqah (69): 25-27] Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
ن َرب ّيهِ ع َ يّز ِ ِم ية ِ ْ م ال ِ ْ مؤ َ ْن ي َو َ قَيا ُ ْ )) ي ُد َْنى ال ْ مي ُ م ّ ج ه َ ُ ه فَي َ َ ضعَ ع َل َي ْهِ ك َن ِ ِ قييّرُره ُ ِبييذ ُُنوب َ َ حّتى ي َ ل َ َو ُ ف َ َ ُ قييو ْ ل هَ ي ُ قو ف ُ َ ف فَي ُ َ فَي ُ ِب أع ْير ُ ِل ت َعْير ّ ل أيْ َر َ ْ ست َْرت َُها ع َل َي َ َقا ك ِفي اليد ّن َْيا وَإ ِّنيي َ ْ ل فَإ ِّني قَد َ َ ْ َ َ ها لي َ حي َ ف ِ صي َ فُر ِسيَنات ِه ِ ْ أغ َ ة َ ْك الي َيو َ ح َ م فَي ُعْطييى َ م ع َل َييى ُ ِمَنياف ّ ُ ما ال ْك َ ن فَي ُن َييا َ قو ْ دى ب ِهِي ُ ْ فياُر َوال ّ وَأ َ ّ ْ َ ن َ َ ُ كييذ َُبوا ع َلييى ذي ليي ا ِ ء ل ؤ هيي ق ئ ل خ ل ا س ءو ُ ُر َ َ ِ ِ َ ِ ِ ّ (( ِالله “Pada hari kiamat seorang mu`min didekatkan kepada Rabbnya, hingga diletakkan kepadanya ma`af-Nya, lalu dia mengakui dosa-dosanya. Allah berfirman: apakah engkau mengakuinya? Mu`min itu berkata: Ya Rabb, aku mengakui. Allah berfirman: Aku sudah menutupinya untukmu di dunia dan
pada hari ini Aku telah mengampuninya. Maka diberikanlah lembaran kebaikannya. Sedangkan orang-orang kafir dan munafiq akan diseru di hadapan para makhluk: hai mereka yang mendustakan Allah.” (HR. Bukhari No. 4317, Muslim No. 4972, Ibnu Majah No. 179 dan Ahmad No. 5562)
7) Mengimani perhitungan amal dan balasan amal tersebut. Tak ada sedikit pun perbuatan yang tidak tercatat di buku amal, melainkan semuanya pasti tertulis. Baik berupa amalamal yang jelek maupun amal-amal yang baik, dan kita akan merasakan balasan dari amal-amal tersebut. Dalil yang menunjukkan hal-hal tersebut banyak sekali, di antaranya:
117
“Kemudian diletakkanlah catatan amal, maka orang-orang yang aniaya melihatnya dengan ketakutan dari apaapa yang ada padanya, kemudian ia berkata: Celakalah kami! mengapa catatan ini tidak melalaikan sesuatu pun baik yang kecil maupun yang besar melainkan tercatat di dalamnya, kemudian mereka mendapatkan amalamal yang mereka lakukan tercatat dengan nyata dan sesungguhnya Rabbmu tak mendholimi seorang pun.” [QS. alKahfi (18): 49]
“Hari itu manusia dibangkitkan dengan berkelompok-kelompok untuk diperlihatkan kepada amal-amal mereka, maka barangsiapa yang beramal baik walau sebesar biji sawi pun ia akan melihatnya, dan barangsiapa yang beramal jelek walau sebesar biji sawi pun ia akan melihatnya.” [QS. al-Zalzalah (99): 6-8]
8) Mengimani ditimbangnya amal perbuatan manusia.
118
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang sedikit pun juga walau (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami menghitungnya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat hitungan.” [QS. al-Anbiyaa (21): 47] Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
ِن فِي ْه ِ ْ م ال ِ ْ ضع ُ ا ل َ ِمةِ فَل َوْ وُز ُ مي َْزا َ ْ)) ي ُو َ ْن ي َو َ قَيا َ َ ْ َ ُ ْقييييو ل ُ َ ت فت ِ َ ض لو ّ ال ْ َسييييع ُ ماَوا َ سيييي ُ ت وَالْر َ َ َ ُ َ ه ي الل ل و ُ ق ي ف ذا؟ ه ن ز ي ن م ل ب ر يا :ة ك ئ ل م َ ِ ُ ِ َ ُ َ ّ َ ُ َ ْ ال ْ َ ِ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ْقييو ل ُ َ ي فت َ ن ِ خل ِ ت ِ ن ُ شييئ َ ِ ل:ت ََعييالى ْ قيي ْ ميي ْ ميي َ ِ مل َئ َ َ ق حييي ك نا د بييي ع ميييا ك ن حا ب سييي :ة َ َ َ َ ْ َ َ ْ ُ ُ كييي ّ َ َ ْ ال َ َ (( عب َاد َت ِك ِ “Timbangan dipasang pada hari kiamat,
ْ م ع َل َي ْيهِ م فَي َأُتو َ ن آد َ َ م ِبآد َ َ ض ع َل َي ْك ُ ْ س ل ِب َعْ ٍ الّنا ِ َ َ خل ََ ْ َ ُ قيكَ س َ َ ت أُبيو الب َ َ لم في َ ُ شيرِ َ قولو َ ال ّ ه أْني َ ن لي ُ َ ميَر ال َْ مل َئ ِ َ َ َ ة أ و ه ح رو ن م ك في خ َ ف ن و ه د ي ب كي َ ِ ِ ِ ِ َ ِ ِ َ َ َ ه ِ الل ّ ُ ْ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ دوا لك ا ْ فعْ لن َييا إ ِلييى َرب ّيك أل ت َيَرى شي َ ج ُ س َ فَ َ َ مييا قَيد ْ ب َل َغَن َييا ما ن َ ْ ن ِفيهِ أل َ ت ََرى إ ِل َييى َ إ َِلى َ ح ُ ْ َ َ َ قو ُ ض يًبا فَي َ ُ ن َرّبي قد ْ غ ِ مغ َ ض َ م إِ ّ ب الي َيوْ َ ل آد َ ُ ه ِ ضي َ ن ي َغْ َ ضي ْ م ي َغْ َ ب ب َعْيد َهُ مث ْل َي ُ ب قَب ْل َي ُ لَ ْ ه وَل َي ْ َ َ َ ن ال ّ ه ه قد ْ ن ََهاِني َ ِ شي َ صيي ْت ُ ُ ه وَإ ِن ّ ُ مث ْل ُ جَرةِ فعَ َ عي ْ َ َ ْ ري ي ي غ يى ي ل إ يوا ي ب ه ذ ا يي ي س ْ ف ن يي ي س ْ ف ن سي ْ ف َ ِ َ ِ َ ِ نَ ْ ُ ِ ِ ْ ُ َ َ َ ن ي َييا حييا في َ ُ قولييو َ ن ُنو ً اذ ْهَُبوا إ ِلى ُنوٍح في َيأُتو َ َ نوح إن َ َ ل الرسل إل َييى أ َهْ يل اْل َ ض ر ُ ُ ِّ ك أن ْ َ ِ ت أوّ ُ ّ ُ ِ ِ ْ ِ َ َ ّ ُ َ شكوًرا ا ْ دا َ فعْ لَنا إ ِلييى ش َ ه ع َب ْ ً وَقَد ْ َ ماك الل ُ س ّ رب َ َ قيو ُ ن ن ِفييهِ فَي َ ُ ل إِ ّ ميا ن َ ْ َ ّ ك أل َ َتيَرى إ َِليى َ حي ُ َ ْ َ َ َ جي ّ م ل ق يد ْ غ ِ مغ َ ضي َ َرّبي ع َّز وَ َ ب الي َيوْ َ ضيًبا ل ي ْ مث ْل َُ َ َ ْ ه ل و ه ل ث م ه ه وَإ ِن ُّ ب ب َعْد َهُ ِ ِ ض َ ن ي َغْ َ ض ْ ي َغْ َ ب قَب ْل َ ُ ُ َ ْ َ َ َ مي ت ل ِييي د َع ْيوَة ٌ د َع َوْت ُهَييا ع َلييى قيوْ ِ قَيد ْ كييان َ ْ ري سييي ن َ ْ سييي ن َ ْ نَ ْ ف ِ ف ِ ف ِ سي ْيي اذ ْهَب ُييوا إ ِل َييى غ َي ْي ِ ُ َ َ َ ن م في َ ُ ن إ ِب َْرا ِ اذ ْهَُبوا إ ِلى إ ِب َْرا ِ قولييو َ م في َأُتو َ هيي َ هي َ خِليل ُيه م ين أ َ يا إبراهي َ ّ ل ي ه و ه ي ل ال ي ي ب ن َ ْ ِ ِ َ ُ م أن ْ َ َ ِْ َ ِ ُ ِ ْ َ ت ِ ّ َ َْ َ َ َ َ َ ضا ْ مييا ش َ فعْ لَنا إ ِلى َرب ّيك أل ت َيَرى إ ِلييى َ الْر ِ قو ُ م ن ِفيهِ فَي َ ُ ن َرّبي قَد ْ غ َ ِ ض َ م إِ ّ نَ ْ ب ال َْييوْ َ ل ل َهُ ْ ح ُ َ َ َ َ َ ب ه ِ ضي َ ن ي َغْ َ ضي ْ م ي َغْ َ غَ َ مث ْلي ُ ب قب ْلي ُ ضيًبا لي ْ ه وَلي ْ
kalau sekiranya langit dan bumi ditimbang di dalamnya, tentu (timbangan itu) akan muat. Berkata malai-kat: wahai Rabb, untuk menimbang siapakah timbangan ini? Allah berfir-man: untuk menimbang ciptaan-Ku yang-Ku kehendaki. Berkata malaikat: Maha suci Engkau. Kami tidak beribadah kepada”Mu dengan sebenar-benarnya ibadah. (HR. Hakim dalam Silsilah Hadits Shhih )2/656 No. 931
9) Mengimani adanya syafa’at nabi (bagi para ahli syurga untuk mema-sukinya). Abu Hurairah –Radhiyallahu ‘anhu– berkata:
َ سو َ م )) أ ّ ه ع َل َْييهِ وَ َ ن َر ُ سيل ّ َ صيّلى الّلي ُ ل الل ّهِ َ ُ حم ٍ فَُرفِعَ إ ِل َي ْهِ الذ َّراع ُ وَ َ ه ي ب ِل َ ْ جُبيي ُ ت ت ُعْ ِ كييان َ ْ أت ِ َ ة ث ُم َقا َ َ من َْها ن َهْ َ س ش ِ ل أَنا َ ش ً ّ فَن َهَ َ سييي ّد ُ الّنييا ِ َ ْ َ ع ي م ج ي ك ي ل ذ م ي م ن رو د ي ت ل ي ه و ة م يا ق َ ُْ َ ِ ّ ِ م ال ْ ِ َ َ ِ َ َ َ ْ َ ُ ي َوْ َ َ ْ ْ ن وَال ِ صيِعيدٍ الل ّ ُ ن فِييي َ ه الن ّييا َ ريي َ س الوِّليي َ خ ِ ص يُر دا ِ َوا ِ سي ِ م ال ي ّ ح يد ٍ ي ُ ْ عي وَي َن ْفُ يذ ُهُ ْ معُهُ ْ م ال ْب َ َ ْ ُ وَت َييد ُْنو ال ّ م س ِ ن الَغيي ّ شيي ْ س فَي َب ْلييغُ الّنييا َ م ُ ميي ْ ُ َ َ قو ُ ل ن فَي َ ُ لو م ت ح ي ل و ن قو ُ طي ي ل ما َ َ َ ْ َ ِ ُ ِ َ ب َ َوال ْك َْر ِ َ َ ُ َ ُ ن م أل َ ت َن ْظ يُرو َ س أل َ ت ََروْ َ ما قَ يد ْ ب َلغَك ي ْ ن َ الّنا ُ َ َ ُ ُ َ ُ ْ ض ي ع ب ل يو ي ُ ق ي ف م ي ك ب ر يى ي ل إ م ي ك ل ع َ ف ي ش َ ّ ْ َ ُ ن يَ َ َْ ُ م ْ ْ ِ 119
َ ت ن ِفيييهِ َفييأن ْط َل ِقُ َفييآِتي ت َ ْ مييا ن َ ْ حيي َ إ َِلييى َ حيي ُ َ َ َ جي ّ م دا ل َِرب ّييي ع َيّز وَ َ ج ً ش فأقعُ َ ل ث ُي ّ سييا ِ ال ْعَْر ِ ن الث َّنيياءِ يَ ْ حا ِ ي ِ مد ِهِ وَ ُ م َ فت َ ُ ح ْ ن َ ح الل ّ ُ م ْ ه ع َل َ ّ سيي ِ َ َ َ َ َ ً ع َلي ْهِ َ م م يَ ْ ه ع َلييى أ َ فت َ ْ حيد ٍ قب ِْليي ُثي ّ حي ُ شي ْئا لي ْ ل يييا محم يد ارفَ يع رأ ْ َ َ ْ قييا ُ ه ي ط ع ت ل ي س ك ي س يُ َ ُ ْ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ ُ ّ َ ْ َ ُ ْ ُ َ َ َ سي فأقو ُ فعْ ت ُ َ َوا ْ مت ِييي ي َييا ش ّ ش َ فعْ فأْرفعُ َرأ ِ لأ ّ رب أ ُمِتييي يييا رب أ ُ قييا ُ ل ي َييا ب فَي ُ َ مت ِييي َيييا َر ّ ّ َ ّ َ ّ ّ َ ُ َ َ َ َ خ ْ م نل ِ مد ُ أد ْ ِ ل ِ سا َ م َ ح َ ب ع َلي ْهِ ْ مت ِك َ نأ ّ ح ّ ُ م ْ م ْ من ال ْباب اْل َيم ين م ين أ َ ْ م ي ه و ة ي ن ج ل ا ب وا ي ب ُ ِ ّ ِ َ ْ ْ َ َ ْ َ ِ ِ ْ ِ ْ َ ِ َ ْ َ َ ُ ب وى ذ َل ِك ِ ما ِ س ِفي َ وا ِ ن الْبيي َ م ْ س َ شَركاُء الّنا ِ ّ َ َ ن ي ي ب يا ي م ن إ ه د ي ي ب يي ي س ْ ف ن ذي ي ل وا ل يا ي ق م ِ ِ ِ َ ِ ْ َ ّ َ ِ َ ِ ث ُي ّ َ َ ْ َ ن ن ِ ال ْ ِ صيياِريِع ال َ جن ّيةِ ك َ ن َ م َ م ْ مييا ب َي ْي َ مي ْ صَراع َي ْ ِ َ صَرى (( مك ّ َ ة وَ ِ مك ّ َ ن َ مي ََر أوْ ك َ َ ح ْ َ ة وَب ُ ْ ما ب َي ْ َ “Rasulullah disajikan paha kambing. Beliau sangat suka paha kambing, kemudian beliau menggigitnya. Beliau bersabda: Aku pemimpin manusia pada hari kiamat. Apakah kalian tahu tentang hal ?ini Alloh (pada hari )itu mengumpulkan orang-orang terdahulu dan orang-orang terakhir di atas satu dataran. Maka seorang yang memandang dapat melihat mereka dan seorang yang memanggil dapat didengar oleh mereka.
ت َ ث ت ث ََل َ ب َْعييد َه ُ ِ كييذ َب ْ ُ ه وَإ ِّنييي َقييد ْ ك ُْنيي ُ مث َْليي ُ َ ْ َ َ َ ث دي ِ حي ِ كييذ َِبا ٍ ن فِييي ال َ حي ّييا َ ن أب ُييو َ ت فييذ َكَرهُ ّ ري سي سييي ن َ ْ سييي ن َ ْ نَ ْ ف ِ ف ِ ف ِ يي اذ ْهَب ُييوا إ ِل َييى غ َي ْي ِ ْ ُ َ َ َ ن سييى في َ ُ قوليو َ سى في َأُتو َ مو َ مو َ ن ُ اذ ْهَُبوا إ ِلى ُ سييى أ َ ّ َ ّ َ َ ُ ه ي ل ال ك ل ي ض ف ه ي ل ال ل يو ي س ر ت ي ن ِ ْ ّ َ َ ُ مو َ ُ ي َييا ُ َ َ َ َ َ َ سا ْ فعْ لَنا إ ِلييى ش َ م ِ سالت ِهِ وَب ِكل ِ ب ِرِ َ ه ع َلى الّنا ِ ك أَ َ َ َرب ّ َ قييو ُ ن ن ِفي يهِ فَي َ ُ ي ح ن يا ي م لى إ رى ت ل َ َ ل إِ ّ ْ َ ُ َ ِ َ َ ْ َ َ َ َ ه َرّبي قد ْ غ ِ ضي ْ م ي َغْ َ مغ َ ض َ ب الي َوْ َ ب قب ْل ي ُ ضًبا ل ي ْ ْ َ َ َ ْ ت ي ل ت ق د ي ق ني إ و ه ل ث م ه د ع ب ب ض ن ي َغْ َ ّ ِ ِ ْ َ ْ َ َ َ ُ ُ مث ْل َ ُ ه وَل َ ْ ُ َِ ُ َ سييي سي ن َ ْ سي ن َ ْ قت ْل َِها ن َ ْ مْر ب ِ َ نَ ْ ف ِ ف ِ ف ِ ف ً م أو َ سا ل ْ َ َ َ ْ اذ ْ ن بي ا يى ي س عي يى ي ل إ يوا ي ب ه ذ ا ري ي غ لى إ بوا ه ِ َ َ ْ ُ ْ ُ َ ِ ِ ِ ِ ْ ُ َ َ سيى سيى في َ ُ ن َييا ِ ن ِ قوليو َ م فَييأُتو َ عي َ عي َ مْرَيي َ َ ل الل ّه وك َل ِمتيه أ َ َ َ ْ ُ م ي ي ر م يى ي ل إ يا ي ه قا َ ل سو ر ت ن َ ُ ِ ْ َ أ َ َ ُ َ ْ َ َ َ ُ ِ صيب ِّيا ح ِ وَُرو ٌ س فِييي ال ْ َ م َ ه وَك َل ّ ْ من ْ ُ مهْيد ِ َ ت الّنا َ َ َ َ َ َ َ ا ْ ه ح ن ما لى إ رى ت ل أ ك ب ر لى إ نا ل ع ش َ ف ن ِفييي ِ َ َ َ ْ ّ ْ َ ُ َ َ ِ ِ ْ َ َ َ قو ُ ضًبا فَي َ ُ ل ِ ن َرّبي قد ْ غ ِ مغ َ ض َ سى إ ِ ّ ب الي َوْ َ عي َ ه قَ ّ ه ِ ضي َ ن ي َغْ َ ض ْ م ي َغْ َ ب ب َْعيد َهُ مث ْل َ ُ ب قَب ْل َ ُ لَ ْ ط وَل َ ْ َ َ ُ سييي سييي ن َ ْ سييي ن َ ْ م ي َذ ْكْر ذ َن ْب ًييا ن َ ْ ف ِ ف ِ ف ِ ِ ه وَل ْ مث ْل ُ ْ َ َ َ ْ ْ ن ح م لى إ بوا ه ذ ا ري ي غ لى إ بوا ه ذ ا َ َ مد ٍ فَي َأُتو َ َ ُ ْ ُ ُ ّ ِ ِ ِ َ ّ ُ َ سو ُ ه دا في َ ُ ل الليي ِ م َ قولو َ م ً م َ ت َر ُ مد ُ أن ْ َ ح ّ ن َيا ُ ح ّ ُ خات ِم اْل َ َ ّ َ َ َ ن ي م م د ي َ ق ت ما ك ل ه ل ال ر َ ف غ د ق و ِ ء يا ب ن َ ِ َ ْ ّ ْ َ َ َ ُ ُ ْ َ َِ َ وَ َ َ َ َ َ َ خَر ا ْ فعْ لَنيا إ ِليى َرّبيك أل ت َيَرى ش َ ما ت َأ ّ ذ َن ْب ِك وَ َ 120
Matahari mendekat dan seluruh manusia terkena kegelisahan dan kesusahan yang tak terta-hankan. Maka mereka berkata: Apakah kalian tidak tahu keadaan kita seka-rang dan penderitaan yang telah menimpa kita? Apakah kalian tidak melihat siapa yang akan memintakan pertolongan untuk kalian kepada Allah? Sebagian orang di antara mereka menjawab: Bapak kita Adam! Kemudian mereka mendatangi Nabi Adam dan berkata; Hai Nabi Adam, tuan adalah bapak manusia. Allah telah menciptakan tuan dengan tangan-Nya dan telah meniupkan ruh-Nya kepada tuan, memerintahkan para malaikat untuk sujud kepada tuan dan menempatkan tuan di syurga. Apakah tuan tidak melihat keadaan kami sekarang dan penderitaan yang menimpa kami?” Nabi Adam menjawab: Sesungguhnya Rabbku pada hari ini telah murka dengan murka yang tidak pernah terjadi sebelum dan sesudahnya. Allah telah melarang aku untuk memakan buah sebuah pohon, kemudian aku melanggarnya. Aku hanya sanggup memperhatikan diriku sendiri. Per-gilah kepada orang-orang selainku. 121
Pergilah ke nabi Nuh. Kemudian mereka mendatangi nabi Nuh dan berkata: Hai nabi Nuh, tuan adalah rasul per-tama untuk umat manusia, dan Allah telah menyebut tuan sebagai hamba yang banyak bersyukur. Apakah tuan tidak melihat keadaan kami sekarang? Sudikah tuan memintakan syafa’at untuk kami kepada Allah? nabi Nuh menjawab: Sesungguhnya Rabbku pada hari ini telah murka dengan murka yang tidak pernah terjadi sebelum dan sesudahnya, Aku pernah mendoa-kan kecelakaan bagi kaumku. Aku hanya sanggup memperhatikan diriku sendiri. Pergilah kepada orang selainku. Pergilah ke Nabi Ibrahim. Akhir-nya mereka ke nabi Ibrahim. Mereka berkata; Tuan adalah nabi Allah dan termasuk orang yang menjadi kekasih Allah. Mintalah pertolongan kepada Allah untuk kami. Apakah tuan tidak melihat keadaan kami sekarang? Nabi Ibrahim menjawab: Sesungguhnya Rabbku pada hari ini telah murka dengan murka yang tidak pernah terjadi sebelum dan sesudahnya. Aku pernah berdusta tiga kali, Kemudian beliau menyebutkan tiga dustanya itu,
Aku hanya sanggup memperhatikan diriku sendiri. Pergilah kepada orang selainku. Pergilah ke Nabi Musa. Kepada Nabi Musa mereka berkata: Hai Nabi Musa, tuan adalah rasul Allah. Allah telah memberikan keutamaan kepada tuan dengan risalah dan Kalam-Nya yang tidak diberikan kepada rasul lain. Mintalah pertolongan kepada Allah untuk kami. Apakah tuan tidak melihat keadaan kami sekarang? Nabi Musa menjawab: Sesungguh-nya Rabbku pada hari ini telah murka dengan murka yang tidak pernah terjadi sebelum dan sesudahnya, Aku telah membunuh seorang yang tidak diperintahkan untuk membunuhnya. Aku hanya sanggup memperhatikan diriku sendiri. Pergilah kepada orang-orang selainku. Pergilah ke Nabi Isa. Kemudian mereka menemui Nabi Isa dan berkata: Hai Nabi Isa, tuan ada-lah Rasulullah, Kalimah Allah yang disampaikan kepada Maryam dan ruh dari-Nya. Tuan dapat berbicara ketika dalam ayunan. Mintalah pertolongan kepada Allah untuk kami. Apakah tuan tidak melihat keadaan kami seka-rang? Nabi Isa menjawab: Sesungguhnya Rabbku pada hari ini telah 122
murka dengan murka yang tidak pernah terjadi seblum dan sesudahnya. Nabi Isa tidak menjelaskan dosanya. Aku hanya memperhatikan diriku sendiri. Pergilah kepada orang selainku. Pergilah ke Nabi Muhammad. Kemudian mereka mendatangiku dan berkata: Hai Nabi Muhammad, Allah telah mengampuni dosa-dosa tuan yang terdahulu dan dosa yang kemudian. Mintalah pertolongan kepada Allah untuk kami. Apakah tuan tidak meli-hat keadaan kami sekarang? Maka aku pergi menuju ke bawah ‘Arsy. Ke-mudian aku bersimpuh dan bersujud kepada Rabbku. Alloh pun menga-jarkan aku puji-pujian untuk-Nya yang tidak pernah diajarkan kepada siapa pun juga sebelum aku. Setelah itu aku dipanggil: Hai Muhammad angkatlah kepalamu, mintalah, engkau pasti akan diberi dan mintalah sya-fa’at, pasti akan dikabulkan. Kemudian aku mengangkat kepalaku dan aku pun berkata meminta: ”Umatku ya Rabb, umatku ya Rabb, umatku Ya Rabb. Maka dikatakan kepadaku: Ya Muhammad masukkan umatmu yang tidak dihisab dari pintu kanan jannah dan mereka boleh masuk pintu mana saja
bersama-sama orang selain mereka.”
telaga al-Kautsar.” [QS. al-Kautsar (108):
(HR. Bukhari No. 4343, Muslim No. 287 dan Tirmidzi No. 2358)
1]
10) Mengimani adanya haud atau telaga yang dimiliki Nabi Muhammad –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–.
Setelah manusia dibangkitkan dari kubur dan mereka digiring untuk menuju satu peradilan yang haq, maka tatkala manusia tersebut mera-sakan kepayahan dan kecapaian yang tak terhingga, maka bagi orang-orang yang beriman telah disediakan oleh Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– sebuah telaga yang dimiliki Nabi Muhammad – Shallallahu ‘alayhi wa Sallama–, yang mana bila seseorang minum satu kali tegukan dari te-laga tersebut, maka ia tidak akan merasakan haus selama-lamanya. Nama dari haud tersebut adalah haud alKautsar, selain itu, telaga tersebut pun mempunyai sifat-sifat yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan beberapa hadits berikut:
“Sesungguhnya 123
kami
beri
engkau
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
َ َ ُ سيَرة ن ِ ض ِ م ِ ْ حو َ )) َ ٍشهْر َ ضي ُ ميياؤ ُه ُ أب ْي َي ْ مي َ ْ ْ ه ِ كو ِ م ين ال ِ ب ِ سي ُ ه أطي َي ُ ن وَِري ْ م ُ كيَزان ُي ُ ح ِ َ الل ّب ُ ش ير ْب منهييا فَلَ َ يظ ْم يأ ُ ُ ك َن ّ جوم ِ ال َ َ َ ماِء َ س َْ ِ َ ِ َ ن ْ م َ (( دا ً َ أب “Luas haudku adalah perjalanan satu bulan, airnya lebih putih dari susu, wanginya lebih harum dari misk dan gelasnya sejumlah bintang yang ada di langit. Barangsiapa yang minum dari haud itu, maka ia tidak akan haus selamalamanya.” (HR. Bukhari No. 6093 dan Muslim No. 4244)
َ ؤ ُ حافََتيياه ُ قَِبييا َ ٍت ع ََلييى ن ََهيير ُ )) أت َْييي ِ ب الل ّؤ ُْليي َ ل قَييا ُ ري ي َ ل هَ ي َ ما هَي ذا ُ َجوًّفا ف َ م ِ ذا ي َييا َ ت ُ ْ قل ُ ِ ْ جب (( ال ْك َوْث َُر “Aku tiba pada sebuah sungai yang mana di pinggir-pinggir sungai itu terdapat kubah-kubah yang terbuat dari mutiara yang elok, maka aku pun berkata: Sungai apakah ini Yaa Jibril? Jibril berkata:
adalah sungai al-Kautsar.” (HR. Bukhari No. 4582, Abu Dawud No. 666, Tirmidzi No. 3282 dan Ahmad No. 11556)
ُ َ فاُء ت َ ة ل ََها ن َ ْ قي َ ُة ع َ م ٌ َ شوْك ٌ ح ٌ َ سك ُ كييو َ َ فل ْط َ َو َ ح ُ ة َ ُ قا ((…ن َ ُ جد ٍ ي ُ دا َ ْ سع ْ َ ب ِن ّ ل لَها ال
11) Mengimani adanya shirath (jembatan) yang
“Didatangkan (jembatan) di atas neraka Jahannam, kami bertanya: Ya Rasulullah, apakah jisr itu? Beliau bersabda: Ia adalah sesuatu yang licin yang dapat menggelincirkan (orang bila melewatinya) dan ada kail-kail serta duri pohon yang sangat menusuk, di mana ia mempunyai duri bia-sanya ada di Nejed yang dikenal dengan nama Sa’dan.…”
ini
terbentang di atas Jahan-nam yang harus dilalui oleh setiap orang.
“Tatkala suatu hari engkau melihat lakilaki yang mu’min dan perempuan yang mu’minah berusaha (melintasinya) dengan cahaya yang ada pada tangan dan kaki mereka….” [QS. al-Hadiid(57):
(HR. Bukhari No. 6886)
12) Mengimani sudah adanya syurga neraka dengan berbagai sifat-sifat keadaan di dalamnya.
12]
Rasulullah –Shallallahu ‘alayhi wa Sallama– bersabda:
ُ جع َ ي ي ْ ُ س يرِ فَي َ ْ م ي ُيؤ َْتى ِبال ْ ج ّ ُ )) ث ْ ن ظ َهْيَر َ ل ب َي ْي ْ ّ ْ َ س يُر قَييا َ سو ل َ مييا ال َ ْ ج ُ م قُلَنا َيا َر َ َل اللهِ و َ ّ جهَن َ َ َ ّ َ ب ي لي ل ك و ف طي يا ي ط خ ه ي ي ل ع ة ي ل ز م ة ي ض ح د َ َ ِ ُ ٌ ٌ ِ ِ ُ ْ َ َ ْ م َ َ ِ َ 124
dan dan
“Sesungguhnya telah Kami siapkan neraka jahannam bagi orang-orang kafir untuk memasukinya.” [QS. al-Kahfi (18): 102]
“Dan jagalah diri kalian dari api neraka yang sudah disiapkan bagi orang-orang kafir.” [QS. Ali Imraan (3): 131]
“Dan bersegeralah kalian untuk mendapat pengampunan dari Rabb kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, telah disiapkan bagi orang-orang yang bertaqwa.” [QS. Ali Imraan (3):133] 106. Ahlussunnah beriman kepada qadarullah, bahwasanya seluruh yang baik maupun yang buruk sudah ditentukan oleh Allah – Subhānahu wa Ta’ālā–. Beriman kepada qadar sama halnya dengan beriman kepada hal-hal ghaib lainnya, yaitu harus 125
sebatas yang diterangkan oleh wahyu Ilahi (al-Kitab dan as-Sunnah). al-Kitab dan as-Sunnah mewajibkan beriman kepada empat rukun qadar berikut:
kita
1) Rukun pertama: Bahwasannya Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– Maha me-ngetahui segala sesuatu. Ilmu-Nya adalah azali, tidak pernah didahu-lui oleh kejahilan. Mengetahui apa-apa yang akan, sedang dan sudah terjadi. Mengetahui apa-apa yang tidak akan terjadi, bagaimanakah terjadinya seandainya hal tersebut terjadi. Ayat-ayat berikut secara umum memastikan pengetahuan Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– yang meliputi semua hal tentang segala sesuatu dari semua seginya.
“Ingatlah selalu ni’mat-ni’mat Allah atas kalian dan kitab serta al-hikmah yang diturunkan-Nya, yang dengannya Allah memberi petunjuk untuk kalian. Bertaqwalah kalian kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguh-nya Allah itu Maha mengetahui tentang segala sesuatu.” QS. al-Baqarah (2): 231
“Allah telah menjelaskan pada kalian supaya kalian tidak sesat dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui tentang segala sesuatu.” QS. an-Nisaa’ (4): 176
126
“Allah-lah yang menciptakan bumi dan langit tanpa contoh sebelumnya, tidaklah Ia mempunyai anak juga teman, dan Ia pencipta segala sesuatu serta Ia mengetahui segala sesuatu.” QS. alAn’aam (6): 101
Ayat-ayat yang senada dengan ayat tersebut di atas ada ratusan ayat. Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– mengetahui apa-apa yang tidak akan terjadi, bagaimana hakikatnya apabila hal tersebut terjadi.
“Akan tetapi nampaklah pada mereka apa-apa yang mereka sembunyikan sebelumnya. Sekiranya mereka dikembalikan (ke dunia) maka mereka akan mengulangi lagi pelanggaran apaapa yang mereka dilarang mengerjakannya. Sesungguhnya mereka adalah para pendusta.” QS. al-An’aam (6): 28
ُ سو َ ِ سئ م َ َه ع َل َي ْهِ و ُ ل َر ُ )) َ ّ سل ُ ّ صّلى الل َ ِل الل ّه َ ع َن أ َ ّ ْ َ َ َ ْ ْ م ه َ ق ل خ ذ إ ه ل ال ل قا َ ف ن كي ر ش م ل ا د ل و َ ْ ُ َ ِ ِ ُ ِ ْ ْ ِ ُ َ َ ما (( ن َ كاُنوا ِ عا َ ِم ب ُ َ أع ْل َ مِلي “Rasulullah ditanya tentang anak-anak kaum musyrikin (yang mati sejak kecil), maka beliau bersabda: “Allah Maha Tahu apa yang akan mereka perbuat (kalau mereka tidak mati kecil).” (HR. Bukhari No. 1294, Muslim No. 4810, Nasa’i No. 1925, Abu Dawud No. 4088 dan Ahmad No. 1748)
Pengetahuan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– tentang apa-apa yang akan terjadi, menunjukan dengan pasti bahwa hal-hal yang akan terjadi sudah ditentukan.
2) Rukun kedua: Meyakini bahwa Allah –
Subhānahu wa Ta’ālā– telah me-nuliskan semua hal-hal yang akan terjadi di Lauhul
127
Mahfudz.
“Tidakkah engkau mengetahui sesungguhnya Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan di bumi? Sesungguhnya hal itu telah tertera dalam kitab (lauhul mahfudz), Semua yang demikian itu mudah sekali bagi Allah.” QS. al-Hajj (22): 70
“Allah-lah yang menciptakan kalian dari tanah kemudian dari nutfah (setetes air mani) kemudian menjadikan kalian berpasang-pasangan, tidak-lah hamil seorang wanita dan tidak juga melahirkan kecuali dengan sepengetahuan-Nya dan tidak juga berkurang atau bertambah umur seseorang kecuali sudah tertera disebuah kitab. Semua yang demikian itu mudah sekali bagi Allah.” QS. Faathir (35): 11
َ َ خل َئ ِق قَب َ م ْ َن ي َ ْ قاِديَر ال ْ لأ ْ ِ َ َ )) ك َت َخل ُيق َ ه ُ ّ ب الل َ َ ة َ ِض ب َ ن أْليي ٍ َ سيين ِ م ِ ماَوا َ ف ّ ال ْ خ َ سيي َ ت وَا ْلْر َ سييي ْ َ َ َقا ُ ل وَع َْر (( ماِء َ ه ع َلى ال ُ ش “Allah menuliskan qadar setiap makhluk lima puluh ribu tahun sebelum 128
penciptaan langit dan bumi dan Ia pun bersabda: Dan Ars’-Nya berada di atas air.” (HR. Muslim No. 4797, Tirmidzi No. 2082 dan Ahmad No. 6291)
3) Rukun ketiga: Bahwasannya kehendak
Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– pasti terwujud. Tidak ada satu kehendak lain yang mungkin terwujud, apabila berlainan dengan kehendak-Nya. Apa-apa yang dikehendaki Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– pasti ter-wujud dan apa-apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan pernah terwujud.
“Tidaklah kalian berkehendak melainkan Allah Rabb sekalian alam juga berkehendak.” QS. at-Takwir (81): 29
“Sekiranya kami menurunkan malaikat pada mereka kemudian mereka berbicara dengan yang telah meninggal kemudian kami bangkitkan segala sesuatu tidaklah mereka beriman melainkan dengan kehendak Allah, akan tetapi bebanyakan mereka adalah orangorang bodoh.” QS. al-An’aam (6): 111
“Sesungguhnya 129
bila
Ia
menghendaki
sesuatu, maka Ia akan mengatakan padanya ”jadilah” maka hal itu pun jadi.” Qs. Yaasiin (36): 82
“Apabila Allah menghendaki sesuatu, maka Ia akan mengatakan padanya “jadilah” maka hal itu pun jadi.” QS. Ali Imraan (3): 47
“Sekiranya Rabbmu menghendaki tentunya akan beriman orang-orang yang ada di bumi semuanya.” QS.Yuunus (10): 99
4) Rukun keempat: Meyakini bahwa Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– adalah pencipta segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang bukan ciptaan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, termasuk manusia, kehendak dan
amal perbuatannya.
“Allah-lah yang menciptakan segala sesuatu dan Dia-lah yang menanggung segala sesuatu.” QS. az-Zumar (39]: 62
“Allah-lah yang menciptakan kalian dan apa-apa yang kalian kerjakan.” QS. ashShaaffaat (37): 96
Ketika seseorang beriman kepada empat rukun di atas, maka orang tersebut telah beriman kepada al-qadar. Penjelasan lebih detail tentang iman kepada al-qadar berdasarkan kandungan dari keempat rukun tersebut adalah:
1)
Segala sesuatu sudah ditentukan menurut kehendak Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–. Ahlul Jannah sudah ditentukan orangorangnya sebelum Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– menciptakan mereka, demikian pula
130
Ahlun Nar.
َ ّ خ َ ِ سئ َ ْ ن ال ِن هَ يذ ِهِ اْلي َية ّ )) أ ُ ب َ ُن ع ِ طا ْ ل ع َي َ ْ مَر ب َ َ خييذ َ َرّبيي م َ وَإ ِذ ْ أ ِ م ِ ك َ َ ن ب َِنييي آد ْ ِ ن ظ ُُهييورِه ْ ميي ْ ميي َ َ َ َ َ ُ ْ م وَأ م ُ ْ م ع َلى أن ِ ف ْ م أل ْ ت ب َِرب ّكي ُ س ْ ِسه ْ ُشهَد َه ْ ُذ ُّري ّت َه َ شهدنا أ ْ ُ َ َ مةِ إ ِّنا ك ُّنا يا ق ل ا م و ي لوا قو ُ ت ن لى َ ْ َْ ِ َ َقاُلوا ب َ َ ِ َ ْ َ ّ ْ َ قييا َ ن هَ ي ب َ َن ف َ ن ال َ ُل ع ِ خطييا ُ م يُر ب ْي َ ذا غ َييافِِلي ْ عَي ّ َ ّ ّ ّ َ م ل ي س و ه ي ي ل ع ه ي ل ال لى ي ص ه ي ل ال ل سو ر ت ع ِ س ُ َ ُ ْ م َ َ َ َ ِ ْ َ ُ َ ِ َ َ ّ ّ ّ َ ُ َ ُ ه ل ال ل سو ر ل قا َ ف ها ن ع ل أ س َ ِه ع َلْييه ِ ْ ُي ُ ْ ُ صلى اللي َ َ َ َ َ ّ ّ ُ ه ن مي ي ب ه ر ه ظ ح س م م ث م د آ ق ل خ ه ل ال ن إ م ل س و ِ ِ ِ َِ ُ َ ْ َ َ َ ّ َ َ َ َ َ ّ ِ َ َ َ َ َ قيا ة ْ َ خل َ َة ف َ ل ْ فَيأ َ ت ً ه ذ ُّرّيي ِ جّني ِ ج َ ْ هيؤ َُلِء ل ِل َ خَر ُ قي ُ مْني َ َ سي َ مل ُييو َ ْ ل ال َ م ُح ظ َهْيَره َ م ّ ن ث ُي َ ْجن ّيةِ ي َع َ َوَب ِع ِ ْل أه ِ م َ َ َ قا هيؤ ُلِء ِللّنياِر ْ خل َ َة ف َ ل ْ َ ست َ ت ً ّ ه ذ ُّري ِ ج َ خَر ْ َفا ُ قي ُ ْ من َْ وبعمييل أ ُ َ ٌ جيي َ ل َيييا ر ل قييا َ ف ن لييو م ع ي ر نييا ال ل هيي ُ َ َ َ َْ ِ ّ ِ ِ َ ََِ ُ سييو َ قييا َ ل قَييا ُ مي َ سو ل َ َل ف ِ َل الل ّهِ ف ُ ل َر ُ َر َ َم ال ْع َ فيي َ ّ ّ َ ّ ّ َ ق ي ل خ ذا إ ه ي ل ال ن إ م ل ي س و ه ي ل ع ه ل ال لى ص ه َ ّ ِ َ َ َ ِ ْ َ ُ َ َ ِ ّ الل ِ َ َ ْ َ ْ حت ّييى َ ِجن ّية َ ل ال َ ال ْعَب ْد َ ل ِل ْ جن ّةِ ا َ َه ب ِع ُ مل َ ْست َع ِ ل أهْي ِ مي َ َ ة ِ جن ّي ِ ل َ ْ ل ال َ ْ ن أع َ َ ت ع َل َييى ع َ مييو ُ َي ِ ل أهْ ي ِ مييا ْ مي ٍ مي ْ َ ْ ّ َ َ ِ ة وَإ خلييقَ العَْبييد َ ِللّنيياِر َ ذا َ جّنيي ِ ْ فَُيييد َ ه ال ُ ه الليي ُ خل َ َ َ ل ي م ع لى ع ت مو ي تى ح ر نا ال ل ه أ ل م ع ب ه ل َ َ ُ َ ّ َ ِ ّ ِ ْ ِ َ َِ ُ م ْ ا َ ْست َع ٍ َ َ َ َ ّ َ (( ه الّناَر ِ ْ ل الّنارِ فَي ُد ِ ُ ه الل ُ خل َ ْ ن أع ِ ْل أه ِ ما ْ م “Berkata ‘Umar bin al-Khaththab, aku mendengar Rasulullah bersabda: Se-telah
Allah menciptakan Adam, maka Dia mengusap punggungnya dengan tangannya, maka dikeluarkan darinya keturunannya. Kemudian Allah pun berfirman: aku ciptakan mereka untuk jannah dan dengan amal Ahlul jannah mereka beramal. Kemudian Allah mengusap lagi punggung Adam, maka di-keluarkannya darinya keturunannya, kemudian Allah pun berfirman: Aku ciptakan mereka untuk neraka dan dengan amal penghuni neraka mereka ber-amal. Maka seorang laki-laki bertanya: Jadi apa dasarnya amal-amal kita ini? Maka Rasulullah pun menjawab: Orangorang yang diciptakan sebagai Ahlul Jannah, akan dipekerjakan dengan amal Ahlul Jannah, sampai dia mati di atas amal-amal Ahlul Jannah dan masuklah dia ke jannah. Orang-orang yang Allah ciptakan sebagai penghuni neraka, Allah pun mempekerjakannya dengan amal-amal penghuni neraka sampai dia mati di atas amal-amal penghuni neraka, maka masuklah dia karenanya (amal-amal itu) ke neraka.” (HR. Malik No. 1395, Tirmidzi No. 3001, Abu Dawud No. 4081 dan Ahmad No. 294)
Dalam Musnad Ahmad diriwayatkan bahwa Rasulullah –Subhānahu wa Ta’ālā– bersabda: 131
“Ketika menciptakan Adam, Allah memukul pundak kanannya, maka keluarlah keturunannya dengan warna putih seakan-akan Addar. Kemudian dipukul pundak kirinya, maka keluarlah ketu-runannya dengan warna hitam seakan-akan arang. Maka Allah pun berfirman kepada yang di sebelah kanan: Masuklah ke jannah dan aku tidak peduli. Kemudian berkata lagi kepada yang di sebelah kiri: Masuklah ke jahannam dan aku tidak perduli.”
2)
Allah-lah yang menciptakan manusia. Dia pula yang menciptakan amalamal dan kehendak-kehendak mereka, semuanya tercipta sesuai kehendak dan ilmu (pengetahuan) Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, tidak ada sesuatu pun yang terjadi atau terwujud tanpa sekehendak dan sepengetahuanNya. Manusia diberikan kehendak, dengan kehendak itulah mereka beramal. Tetapi kehendak manusia adalah ciptaan Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– dan tercipta menurut kehendak-Nya. Amal manusia yang dikerjakan dengan kehendaknya sendiri dan hasil dari amal itu pun adalah ciptaan Allah –Subhānahu
wa Ta’ālā– dan menurut kehendak-Nya. Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– pencipta segala sesuatu, tentunya termasuk manusia, amal perbuatan dan kehendaknya (karena kehendak adalah ba-gian dari diri manusia itu sendiri).
“Allah-lah yang menciptakan segala sesuatu dan Ia-lah yang menanggung segala sesuatunya itu.” QS. az-Zumar (39): 62
“Allah-lah yang menciptakan kalian dan apaapa yang kalian kerjakan.” QS. ashShaaffaat (37): 96
Manusia mempunyai kehendaksendiri dan dengan kehendak tersebut mereka beramal.
132
“Sesungguhnya ini adalah peringatan, maka barangsiapa berkehendak ia akan mengambil jalan Rabb-Nya (petunjuknya).” QS. al-Insaan (76): 29
“Maka barangsiapa yang berkehendak maka ia akan mengambil tempat kembali pada Rabb-Nya.” QS. an-Naba’ (78): 39
“Katakanlah (wahai Muhammad) sesungguhnya yang haq itu dari Rabb kalian, maka barangsiapa berkehendak berimanlah dan barangsiapa berkehendak maka kufurlah.” QS. al-Kahfi (18): 29 Kehendak manusia yang sama dengan kehendak Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– akan terlaksana, sedangkan yang berbeda tidak akan terlaksana.
“Tidaklah bermanfaat nasehatku bagi kalian bila aku hendak menasehati kalian, jika Allah hendak menyesatkan kalian. Dia-lah Tuhan kalian dan hanya kepa-danyalah kalian 133
dikembalikan.” QS. Huud (11): 34 Allah-lah yang memberi petunjuk dan Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– pula yang menyesatkan. Tidak ada yang bisa menyesatkan seseorang yang Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– berikan petunjuk kepadanya dan tidak ada yang bisa memberi petunjuk bagi orang yang Allah – Subhānahu wa Ta’ālā– sesatkan.
“Sesungguhnya Kami mengutus (para rasul) dengan bahasa kaumnya supaya jelas bagi kalian, maka Allah menyesatkan dengannya siapa-siapa yang dike-hendaki dan memberi petunjuk siapa-siapa yang dikehendaki. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha adil.” QS. Ibraahiim (14): 4
“Sekiranya Allah menghendaki tentunya Ia akan menjadikan kalian umat yang satu, akan tetapi Ia menyesatkan siapa saja yang dikehendaki dan memberikan petunjuk siapa saja yang dikehendaki dan Ia akan menanyakan kalian tentang apa-apa yang kalian perbuat.” QS. an-Nahl (16): 93
“Barangsiapa diberi petunjuk Allah maka ia berada dalam petunjuk dan barang-siapa yang disesatkan (Allah) maka tidak ada 134
baginya penunjuk.” QS. al-Kahfi (18): 17 Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– tidak memaksa manusia untuk berbuat se-suatu. Manusia pun merasa dengan pasti bahwa dia mengerjakan sesuatu dengan kehendaknya sendiri, tanpa paksaan. Tetapi Allah-lah yang men-jadikan manusia berkehendak, Allah-lah yang mengizinkan atau tidak mengizinkan suatu amal perbuatan terwujud, Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– pulalah yang memberi petunjuk dan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– pulalah yang menyesatkan. Semua itu harus kita imani, karena semuanya ada dalam al-Qur’an dan Hadits. Kemudian akal pun ingin memberontak, ingin mendapat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang banyak sekali, walaupun dalilnya sudah jelas bahwa kita harus beriman hanya berdasarkan sebatas wahyu dan kabar ghaib hanya sebagian saja yang dikabarkan kepada kita. Sedangkan seba-gian lainnya tetap merupakan “sirrullah” (rahasia Allah). Ingin mencari kepuasan! Ingin mengangkat dirinya tanpa batas! Pertanyaan terbesar adalah: Bukankah itu suatu kezhaliman? Setelah Allah menentukan
segala sesuatunya, lantas seseorang disiksa karena amalnya? Jawab:
a)
Seperti kita beriman dengan hal-hal di atas karena didukung oleh dalil-dalil yang kuat maka kita pun sebagai Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Firqah Najiyyah yang mengikuti wahyu Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dengan pemahaman shahabat, harus beriman pula bahwa Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– tidaklah zhalim.
“Sesungguhnya hal tersebut adalah dari apaapa yang telah engkau kerjakan, dan sesungguhnya Allah tidak menzhalimi hambahamba-Nya.” QS. al-Anfaal (8): 51
135
“Sesungguhnya hal tersebut adalah dari apaapa yang telah engkau kerjakan, dan sesungguhnya Allah tidak mendholimi hamba-hamba-Nya.” QS. al-Hajj (22): 10
“Barangsiapa yang berbuat amal shaleh, sesungguhnya hal tersebut untuk dirinya dan barangsiapa berbuat amal buruk maka itu pun bagi dirinya. Tidak-lah Rabbmu mendholimi hamba-hamba-Nya.” QS. Fushshilat (41): 46
“Tidak ada perubahan pada kata-kata-Ku, sesungguhnya aku tak menzhalimi hambahamba-Ku.” QS. Qaaf (50): 29
“Kemudian diletakkanlah catatan amal, maka orang-orang yang aniaya meli-hatnya dengan ketakutan dari apa-apa yang ada padanya, kemudian ia berkata: Celakalah kami! mengapa catatan ini tidak melalaikan sesuatu pun baik yang kecil maupun yang besar melainkan tercatat di dalamnya, kemudian mereka mendapatkan amal-amal yang mereka lakukan tercatat dengan nyata dan se-sungguhnya Robbmu tak mendholimi seorang pun.” QS. al-Kahfi (18): 49
“Sesungguhnya Allah tidak mendholimi seberat biji sawi pun, setiap kebaikan Ia menggenapkannya kemudian Ia mendatangkan pahala yang besar dari sisinya.” QS. an-Nisaa’ (4): 40
136
b)
Di sana ada suatu rahasia besar. Rahasia yang hanya Allah-lah yang mengetahui. Rahasia yang tidak bisa kita ketahui. Oleh karena itu pula al-qadar disebut ”sirrullah” yaitu ”rahasia Allah”. Allah-lah yang mengetahui me-ngapa orang tersebut diciptakan untuk masuk jannah sedangkan yang satunya lagi masuk neraka. Semua itu terjadi dengan hikmah yang tinggi dan mulia sekali.
“Katakan (hai Muhammad) sesungguhnya Allah mempunyai hujjah yang kuat, kalau seandainya Ia menghendaki tentunya Ia memberi petunjuk kepada kalian semuanya.” QS. al-An’aam (6): 149
c)
Kita dilarang Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– untuk mempertanyakan hal-hal ghaib yang tidak Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– khabarkan. Karena hal terse-but akan membawa kita ke dalam kesesatan. Akal pikiran kita mempunyai kemampuan yang terbatas dan sebatas itu pulalah kita diberikan kabar-kabar ghaib oleh Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–. Pokok dasar atau pangkalnya qadar ada pada ilmu ghaib di sisi Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–. Kita imani qadar hanya sebatas kabar wahyu seperti yang sudah dijelaskan dalam lembaran-lembaran sebelumnya.
137
“Allah berfirman: ‘Wahai Nuh sesungguhnya
ia, bukanlah dari keluargamu, sesungguhnya ia amal buruk, maka janganlah engkau menanyakan kepada-Ku tentang apa-apa yang engkau tak mempunyai pengetahuan tentangnya. Aku mengingatkan engkau agar engkau tidak termasuk orang-orang yang jahil.” QS. Huud (11): 46
Ilmu dalam ayat di atas adalah ilmu yang terlarang untuk dicari pe-ngetahuannya, yaitu ilmu ghaib yang tidak dikabarkan. Sebab ilmu ada dua macam: Ilmu yang terlarang penuntutannya dan ilmu yang diperin-tah penuntutannya.
“Tidaklah kami mengutus sebelum kamu melainkan orang-orang laki-laki yang kami wahyukan pada mereka, maka bertanyalah kalian pada Ahlu dzikir bila kalian tidak mengetahui.” QS. an-Nahl (16): 43 Yang pertama, pengetahuan terhadapnya mengantarkan kepada ke-sesatan dan yang kedua mengantarkan kepada hidayah, bi idznillah. Setelah penjelasan tersebut di atas, jelaslah bagi kita bahwa kita harus beriman sebatas kabar-kabar wahyu dan tidak mencari kabarkabar ghaib dari selain wahyu Ilahi, seperti misalnya melalui analisa-analisa akal pi-kiran. Kewajiban kita adalah harus mempercayai dan menerimanya. Sudah banyak orang yang tersesatkan karena mereka tidak mengikuti manhaj Ahlus Sunnah dalam qadar. Banyak di antara mereka yang sampai pada pendustaan terhadap alqadar (Na’udzu billah), maka keluarlah me-reka 138
dari Islam dan masuklah mereka ke loronglorong gelap yang tiada berujung. Semua itu karena mereka tidak puas dengan manhaj yang haq ini dan mencoba memecahkan “sirrullah” tersebut. Ada di antara mereka yang mengatakan bahwa Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– tidak mengetahui sesuatu sebelum hal tersebut terjadi dan hal-hal di masa depan pun belum ditentukan. Dengan akidah seperti ini, tuhan mereka bukanlah Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– yang kita ibadati. Tuhan mereka adalah tuhan lain yang jahil, yang sering terkagetkaget oleh ulah makhluknya. Kalau tuhan mereka tidak mengetahui sesuatu kecuali setelah terjadi, dengan sendirinya yang menciptakan hal itu bukanlah dia. Mereka akan berkata: Ya! Si pelakulah yang meng ”ada” kan hal tersebut, baik si pelaku itu manusia atau lainnya. Jadi di sini kita dapati adanya banyak pencipta. Syirik!! Tak ada nama lain untuk aqidah seperti ini! Sebagai penutup masalah qadar, perlu diketahui bahwa Allah –Subhā-nahu wa Ta’ālā– mempunyai dua hukum:
1)
Hukum qadari (kauniy): hukum ini pasti terlaksana dan terwujud atas makhluk-