BAB 1
PENGERTIAN DAN TUJUAN MEMPELAJARI HUKUM KEWARISAN
A. Pengertian hukum kewarisan
Penggunaan kata mewaris lebih melihat kepada objek dari hukum
ini, yaitu harta yang beralih kepada ahli waris yang masih hidup.
Deangan demikian, arti kata waris yang digunakan dalam beberapa kitab
menunjuk kepada yang menerima harta warisan itu, karena waris artinya
seorang pewaris (ahli waris), sedangkan orang yang meninggalkan harta
disebut muwarits.
B. Tujuan mempelajari hukum kewarisan
Adapun tujuan mempelajari ilmu hukum waris ialah agar kita dapat
menyelesaikan masalah harta peninggalan sesuai dengan ketentuan agama,
jangan sampai ada yang dirugikan dan termakan bagiannya oleh ahli
waris yang lain.
Di Samping itu, apabila hukum waris dipelajari dengan benar akan
bermanfaat baik bagi dirinya maupun untuk masyarakat, yang jelas akan
dapat dimanfaatkan dalam kasus penyelesaian pembagian harta waris di
lingkungan keluarga, lebih lanjut dapat membantu kasus pembagian waris
di masyarakat.
BAB 2
SUMBER DAN ASAS HUKUM KEWARISAN ISLAM
A. Dasar dan sumber hukum kewarisan islam
Dasar dan sumber utama dari hukum islam sebagai hukum agama (islam)
adalah nash atau teks yang terdapat di dalam Alquran dan sunnah nabi.
Ayat-ayat Alquran dan sunnah nabi yang secara langsung mengatur
kewarisan tersebut antara lain sebagai berikut;
1. Ayat-ayat Alquran
QS. An-Nisaa' ayat ; 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 176.
Ketentuan dalam ayat 7, merupakan landasan utama yang menunjukkan,
bahwa dalam islam baik laki-laki maupun perempuan sama-sama
mempunyai hak warisan, dan sekaligus merupakan pengakuan islam,
bahwa perempuan merupakan subjek hukum yang mempunyai hak dan
kewajiban.
2. Al-Hadis
Hadis Nabi Abdullah ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:
Berikanlah faraidh ( bagian yang ditentukan) itu kepada yang
berhak dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari keturunan
laki-laki yang terdekat.
Hadis Nabi dari Abu Hurairah menurut riwayat Imam ibnu Majah:
Orang yang membunuh tidak bias menjadi ahli waris.
3. Ijtihad Para Ulama
Meskipun Alquran dan Al-Hadis sudah memberikan ketentuan
terperinci mengenai pembagian harta warisan, dalam beberapa hal
masih diperlukan adanya ijtihad, yaitu teradap hal-hal yang tidak
ditentukan dalam Alquran maupun Al-Hadis. Misalnya menganai warisan
banci (waria), diberikan kepada siapa harta warisan yang tidak
habis terbagi, bagian ibu apabila hanya bersama-sama dengan ayah
dan suami istri sebagainya.
B. Asas-asas hukum kewarisan islam
Hukum kewarisan islam mengandung berbagai asas yang memperlihatkan
bentuk karakteristik dari hukum kewarisan islam itu sendiri. Asas-asas
kewarisan islam tersebut anatara lain:
1) Asas Ijbari
Artinya bahwa peralihan harta seorang yang meninggal dunia
kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan
Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris.
2) Asas Bilateral
Artinya bahwa harta warisan beralih kepada ahli warisnya melalui
dua arah (dua belah pihak). Berarti bahwa setiap orang menerima hak
kewarisan dari kedua belah pihak garis kerabat, yaitu pihak kerabat
garis keturunan laki-laki dan pihak kerabat garis keturunan
perempuan.
3) Asas Individual
Artinya bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi pada masing-masing
ahli waris untuk dimiliki secara perorangan.
4) Asas Keadilan Berimbangan
Artinya bahwa keseimbangan antara hak dan kewajiban serta
keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan
kegunaannya.
5) Asas Semata Akibat Kematian
Artinya bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang
lain (keluarga) dengan nama waris selama yang mempunyai harta masih
hidup.
BAB 3
PEMBAHASAN MENGENAI RUKUN, SYARAT DAN PENGHALANG MEWARISI
A. Hak-hak yang dapat dikeluarkan sebelum harta waris dibagikan kepada
ahli waris
Sebelum harta peninggalan dibagi-bagikan, terlebih dahulu
sebagai yang utama dari harta peninggalan itu harus di ambil hak-hak
yang segera dikeluarkan untuk kepentingan-kepentingan : Tajhiz atau
biaya penyelenggaraan jenazah ialah segala yang diperlukan oleh
seseorang yang meninggal duni mulai dari wafatnya sampai kepada
penguburannya.
Melunasi utang merupakan sesuatu yang harus dibayar oleh orang
yang meninggal, yang wajib dilunasi sebagai imbalan dari prestasi yang
diterima seseorang (ahli waris).
Melaksanakan atau membayar wasiat ialah pesan seseoran untuk
memberikan sesuatu kepada orang lain setelah meninggal dunia.
B. Rukun mewarisi
Sehubungan dengan pembahasan hukum waris, yang menjadi rukun waris-
mewaris ada 3 (tiga), yaitu sebagai berikut;
1. Harta peninggalan (mauruts)
Ialah harta benda yang ditinggalkan oleh si mayit yang akan
dipusakai atau dibagi oleh para ahli waris setelah diambil biaya-
biaya perawatan, melunasi utang dan melaksanaakan wasiat.
2. Orang yang meninggalkan harta waris ( muwarrits)
Ialah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta waris.
3. Ahli waris (waarits)
Ialah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si muwarrits
lantaran mempunyai sebab-sebab untuk mewarisi.
C. Syarat-syarat mewarisi
Waris-mewaris memerlukan syarat-syarat tertentu, yakni
meninggalnya muwarrits (orang yang mewariskan) dan hidupnya warits
(orang-orang yang mewarisi) disaat kematian muwarrits.
D. Penggolongan ahli waris
1) Ashabul Furudh
Adalah orang yang mempunyai bagian harta peninggalan yang sudah
ditentukan oleh Alquran, As-Sunnah dan Ijmak. Adapun bagian yang
sudah ditentukan adalah ½, ¼, 1/8, 1/3, 2/3, dam 1/6.
Orang-orang yang dapat mewarisi harta peninggalan dari yang
sudah meninggal dunia berjumlah 25 orang yang terdiri atas 15 orang
laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.
Ahli waris dari laki-laki adalah
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki dari anak laki-laki
- Ayah
- Kakek (ayah dari ayah)
- Saudara laki-laki sekandung
- Saudara laki-laki seayah
- Saudara laki-laki seibu
- Keponakan laki-laki (anak laki-laki dari saudara laki-laki
sekandung)
- Keponakan laki-laki (anak laki-laki dari saudara laki-laki
seayah)
- Saudara seayah (paman) yang seibu seayah
- Saudara seayah (paman) yang seayah
- Anak paman yang seibu seayah
- Anak paman yang seayah
- Suami
- Orang laki-laki yang memerdekakannya.
Apabila ahli waris di atas ada semuanya maka hanya 3 (tiga) ahli
waris yang mendapatkan warisan, yaitu sebagai berikut;
- Suami, Ayah, Anak
Adapun ahli waris dari pihak perempuan ada 10 orang yaitu;
- Anak perempuan
- Cucu perempuan dari anak laki-laki
- Ibu
- Nenek perempuan (ibunya ibu)
- Nenek perempuan (ibunya ayah)
- Saudara perempuan yang seibu seayah
- Saudara perempuan yan seayah
- Saudara perempuan yang seibu
- Istri
- Orang perempuan yang memerdekakannya.
Apabila ahli waris di atas ada semuanya, maka yang mendapatkan
harta waris hanya 5 orang yaitu;
- Anak perempuan, Cucu perempuan dari anak laki-laki, Ibu, Saudara
perempuan seayah seibu, Istri.
Andaikata ahli waris yang jumlahnya 25 orang itu ada semua maka
yang berhak mendapatkan harta warisan, adalah sebagai berikut;
- Ayah
- Ibu
- Anak laki-laki
- Anak perempuan
- Suami/istri
2) Ashabah
Adalah ahli waris yang dalam penerimaannya tidak ada ketentuan
bagian yang pasti, bias menerima seluruhnya atau menerima sisa atau
tidak mendapat sama sekali. Ashabah dibedakan menjadi 3 golongan
yaitu;
Ashabah binnafsihi (dengan sendirinya) adalah kerabat laki-
laki yang dipertalikan dengan yang meninggal dunia, tanpa
diselingi oleh ahli waris perempuan.
Ashabah bilghairi (bersama orang lain) adalah orang
perempuan yang menjadi ashabah beserta orang laki-laki
yang sederajat dengannya.
Ashabah ma'al ghairi (karena orang lain) adalah orang yang
menjadi ashabah disebabkan ada orang lain yang bukan
ashabah. Misalnya saudara perempuan sekandung/seayah.
3) Dzawil arham
Adalah setiap kerabat yang bukan dzawil furudh dan bukan pula
ashabah. Mereka di anggap kerabat yang jauh pertalian nasabnya,
misalnya saudara perempuan sekandung/seayah.
BAB 4
SEBAB-SEBAB MEWARISI DAN HALANGAN WARIS-MEWARIS
A. Sebab-sebab timbulnya kewarisan dalam islam
Adapun literature hukum islam lainnya disebutkan ada 4 (empat)
sebab hubungan seseorang dapat menerima harta warisan dari seseorang
yang telah meninggal dunia, yaitu:
1. Hubungan perkawinan
2. Hubungan kekerabatan (nasab)
3. Hubungan sebab al-wala'
4. Hubungan sesame islam
B. Halangan mewarisi/hilangnya hak waris-mewaris
1) Perbudakan
Di dalam Al-quran telah digambarkan bahwa seorang budak tidak
cakap mengurus hak milik kebendaan dengan jalan apa saja.
2) Pembunuhan
Para ahli hukum islam sepakat bahwa tindakan pembunuhan yang
dilakukan oleh ahli waris terhadap pewarisnya, pada prinsipnya
menjadi penghalang baginya untuk mewarisi harta warisan pewaris
yang dibunuhnya.
3) Berlainan agama
Berlainan agama adalah adanya perbedaan agama yang menjadi
kepercayaan antara orang yang mewarisi dengan orang yang
mewariskan.
4) Berlainan Negara
Ciri-ciri suatu Negara adalah memiliki kepala Negara sendiri,
memiliki angkatan bersenjata, dan memiliki kedaulatan sendiri. Maka
yang dimaksud berlainan Negara adalah yang berlainan ketiga unsur
tersebut.
C. Hijab dan Mahjub
Hijab secara istilah (terminologi) adalah terhalangnya seseorang
dari sebagian atau semua harta warisannya karena adanya ahli waris
lain. Dengan kata lain, hilangnya hak mewarisi seseorang, karena
adanya ahli waris yang lebih utama daripadanya, karena itu haknya
tertutup.
Mahjub adalah ahli waris yang ditutup hak pusakanya karena
adanya ahli waris yang lebih utama.
Hijab dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu sebagai berikut:
a. Hijab Nuqshan
Hijab Nuqshan yaitu bergesernya hak seseorang ahli waris dari
bagian yang besar menjadi bagian yang kecil, karena adanya ahli
waris lain yang mempengaruhi.
b. Hijab Hirman
Hijab Hirman yaitu tertutupnya (hilangnya) hak seorang ahli
waris untuk seluruhnya, karena ada ahli waris yang lebih utama dari
padanya, seperti saudara dari orang yang meninggal dunia tertutup
(hilang) haknya jika yang meninggal dunia itu meninggalkan anak
atau cucu.
BAB 5
FURUDHUL MUQADDARAH
A. Macam-macam furudhul muqaddarah
Syarat islam menetapkan jumlah furudhul muqaddarah (bagian-bagian
yang sudah ditentukan) ada 6 (enam) macam, yaitu sebagai berikut;
1. Dua pertiga (2/3)
2. Sepertiga (1/3)
3. Seperenam (1/6)
4. Seperdua (1/2)
5. Seperempat (1/4)
6. Seperdelapan (1/8)
Di samping furudhul muqaddarah di atas, masih terdapat satu
furudhul muqaddarah hasil ijtihad para jumhur fuqaha, yaitu
sepertiga sisa harta peninggalan.
B. Golongan kerabat yang memperoleh bagian tertentu
1. Bapak
Jika si mati meninggalkan anak laki-laki atau cucu laki-laki,
bapak dapat 1/6
Jika si mati tidak meninggalkan anak perempuan atau cucu
perempuan, tidak meninggalkan anak laki-laki dan tidak pula
cucu laki-laki, bapak dapat 1/6 dan sisa.
Jika si mati tidak meninggalkan siapa-siapa, bapak dapat
semua hartanya
Jika si mati meninggalkan bapak dan ibu, maka bapak
mendapatkan 2/3
2. Ibu
Jika si mati meninggalkan anak atau cucu dan ibu, ibu dapat
1/6
Jika si mati meninggalkan saudara-saudara dan ibu, maka ibu
dapat 1/6
Jika si mati tidak meninggalkan ahli waris, melainkan ibu
atau ibu dan bapak, maka ibu dapat 1/3
Jika si mati meninggalkan suami, ibu, dan bapak maka ibu
dapat sepertiga dari sisa, sesudah diberikan 1/2 kepada
suami.
Jika si mati meninggalkan istri, ibu dan bapak dapat 1/3 dari
sisa, sesudah diberikan 1/4 kepada istri.
3. Anak laki-laki
Jika bersendirian, ia dapat semua
Jika ia berdua saudara laki-laki atau lebih, dibagi rata
Jika ia bersama saudara perempuan, ia dapat dua bagian, dan
tiap-tiap seorang dari saudara perempuannya dapat satu bagian
Jika ada ahli waris lainnya, ia dapat sisa, sisa itu dibagi
seperti yang tersebut dalam huruf a, b dan c
4. Anak perempuan
Jika seseorang mati tidak meninggalkan ahli waris melainkan
seoran anak perempuan , maka anak perempuan itu dapat ½
seperdua)
Jika simati meninggalkan dua anak perempuan atau lebih , dan
tidak meninggalkan anak laki-laki , mereka dapat 2/3 (dua
pertiga)
Jika simati meninggalkan anak laki-laki dan anak perempuan ,
dua orang atau lebih , dan tidak ada ahli waaris lainnya maka
tiap-tiap anak perempuan dapat satu bagian dan tiap-tiap anak
laki-laki dapat dua bagian.
Jika simati meninggalkan ahli waris , selain dari anak laki-
lak dan anak perempuan maka dari sisa harta warisan itu tiap-
tiap anak perempuan dapat satu bagian dan tiap-tiap anak lai-
laki dapat dua bagian.
5. Cucu Laki-Laki dari orang tua Laki-laki
Jika sendirian ia dapat semua.
Jika bersama saudara laki-laki , seseorang atau lebih dibagi
rata.
Jika bersama saudara perempuan maka tiap-tiap yang laki-laki
dapat dua bagian dan tiap-tiap yang perempuan dapat satu
bagia .
Jika ada ahli waris lainnya maka restan (sisanya) dibagikan
sebagaimana yang terutang dalam bagian a,b,c
6. Cucu perempuan dari orang tua anak laki-laki
Jika simati tidak meninggalkan anak laki-laki atau anak
perempuan maka seorang cucu perempuan dapat ½ (seperdua).
Dua cucu perempuan atau lebih , dapat 2/3 , jika simati
tidak meninggalkan anak atau cucu laki-laki
Jika simati tidak meninggalkan anak dan tidak meninggalkan
ahli waris lainnya maka cucu dapat semua harta , aitu laki-
laki masing-masing dapat dua bagian , dan perempuan masing-
masing dapat dua bagian , dan perempuan masing-masing dapat
satu bagian .
7. Kakek
Jika simati meninggalkan anak laki-laki atau cucu laki-laki
dan tidak meninggalkan bapak maka kakek dapat 1/6
Jika si mati ada meninggalkan anak perempuan atau cucu
perempuan , dan tidak meninggalkan anak laki-laki atau cucu
laki-laki , dan tidak meninggalkan pula bapak , tetapi ada
ahl waris lainnya , maka kakek dapat 1/6 dan dapat sisa kalau
ada .
Jika simati tidak meninggalkan anak atau cucu dan tidak
meninggalkan bapak , tetapi ada ahli waris lainnya maka kakek
dapat semua sisa sesudah dibaikan kepada ahl-ahli waris.
8. Nenek
Jika simati meninggalkan seorang nenek saja dan tidak
meninggalkan ibu, maupun ada ahli waris yang lain ataupun
tidak ada maka ia dapat 1/6
Jika simati tidak meninggalkan nenek lebih dari seseorang dan
tidak meninggalkan ibu maupun ada ahli waris yang lain
ataupun tidak maka 1/6 itu dibagi sama rata diantara mereka
.
9. Suami
jika simati meninggalkan anak atau cucu maka suami dapat ¼
jika simati tidak meninggalkan anak atau cucu maka suami
dapat ½
10. istri
Jika simati tidak meninggalkan anak atau cucu , maka istrinya
dapat ¼
Jika simati meninggalkan anak atau cucu maka istri 1/8
11. Saudara laki-laki seibu sebapak
Jika simati tidak meninggalkan ahi waris lainnya maka saudara
laki-laki seibu sebapak dapat semua hartanya .
Jika simati hanya meninggalkan dua saudara laki-laki seibu
sebapk , atau lebih maka harta itu dibagi rata diantara
mereka
Jika simati meninggalkan beberapa saudra seib sebapak , laki-
laki , dan perempuan maka harta itu dibagi diantara mereka ,
yaitu masing-masing yang laki-laki dapat dua bagian dan
masing-masing perempuan dapat satu bagian.
Jika simati meninggalkan ahli waris lainnya maka sisa dari
harta itu diberikan kepada saudara seibu sebapak , seorang
atau lebih , atau bercampur dengan bagian perempuan .
Jika smati meninggalkan suami , ibu , saudara seibu sebapak
maka saudara seibu sebapak dapat sepertiga.
12. Saudara perempuan seibu sebapak
Jika simati hanya meninggalkan saudara perempuan seibu
sebapak maka ia dapat ½ (seperdua)
Jika simati hanya meninggalkan saudara laki-laki dua bagian
dan yang perempuan satu bagian .
Jika simati hanya meninggalkan dua orang saudara perempuan
seibu sebapak maka mereka ini dapat 2/3
13. Saudara laki-laki sebapak
Jika simati tidak meninggalkan siapa-siapa kecuali saudara
laki-laki sebapak maka saudara ini dapat semua hartanya
Jika simati meninggalkan ahli waris hanya dua orang saudara
laki-laki sebapak atau lebih maka harta itu dibagi rata
diantara mereka .
Jika simati hanya meninggalkan saudara sebapak , laki-laki ,
dan perempuan maka yang laki-laki dapat dua bagian dan yang
perempuan dapat satu bagian.
14. Saudara perempuan sebapak
Jika simati meninggalkan hanya seorang saudara perempuan
sebapak , maka ia dapat ½
Jika simati meninggalkan hanya dua orang saudara perempuan
sebapak atau lebih maka ia dapat 2/3
Jika simati meninggalkan saudara laki-laki dan perempuan
sebapak dan tidak meninggalkan anak laki-laki , cucu laki-
laki , bapak , saudara laki-laki seibu sebapak , teapi ada
ahli waris lainnya maka saudara sebapak itu dapat sisa.
15. Anak ibu
Jika saudara tiri seorang saja , sedang simati tidak
meninggalkan anak cucu , bapak , atau datuk , maka ia dapat
1/6
Jika sauara tiri dua orang atau lebih , sedang simati tidak
meninggalkan anak , cucu , bapak atau kakek , maka saudra
tiri 1/3
BAB 6
Cara perhitungan pembagian harta warisan
A. ISBATUL FURUDH
Sebelum perhitungan waris dimulai harus diperhatikan istabul furudh-
nya ( ketentuan bagian masing-masing ahli waris ) , yaitu sebagai
berkut .
a. Menetukan siapa-siapa yang berhak menerima dar ahli waris yang aa.
Untuk itu harus dilihat siapa saja yang tidak tertutup/terhalang.
b. Menentukan berapa bagian masing-masing ahli waris dan siapa-siapa
yang akan menjadi asabah.
Kalau seseorang mati dengan meninggalkan beberapa ahli waris
msalnya :
1. Bapak,
2. Ibu,
3. Suami,
4. Kakek,
5. Pamam,
6. Keponakan ,
7. Anak laki-laki,
8. Anak perempuan ,
9. Saudara sekandung ,
10. Dan saudara seibu.
Dengan demikian , sebelum ditetapkan bagian harta warisan masing-
masing terlebih dahulu harus diperiksa diantara mereka :
a. Siapa yang mahjub dan
b. Siapa yang menjadi ashabah
Berpa bagian bagi yang bukan ashabah . dari sekian banyaknya ahli
waris akan diketahui .
1. Bapak , tidak mahjub
2. Ibu ,tidak mahjub
3. Suami ,tidak mahjub
4. Paman mahjub oleh anak laki-laki dan bapak
5. Kakek , mahjub oleh bapak .
6. Kepnakan , mahjub oleh anak lak-laki , bapak , kakek atau paman
.
7. Anak laki-laki menjadi ashabah
8. Anak perempuan menjadi ashabah bil ghairi dengan anak laki-laki
9. Saudara sekandung , mahjub oleh anak laki-laki dan bapak
10. Saudara seibu , mahjub oleh anak laki-laki , bapak/datuk , anak
perempuan
Dengan demikian ahli waisnya : bapak , ibu , anak laki-laki , anak
perempuan dan suami
B. ASAL MASALAH DAN CARA MENGHITUNGNYA
Pada uraian yang telah lalu sudah diberikan ketentuan bagian
masing-masing ahli waris, yakni ½ , ¼ ,1/8 ,2/3 , 1/3 , an 1/6
semuanya adalah bilangan pecahan .
Untuk menghitung dan menetapkan penerimaan ahli waris dapat
ditempuh dengan cara system asal masalah , setelah diketahui bagian
masing-masing ahli waris .
Asal masalah adalah kelipatan persekutuan bilanngan yang
terkecil (kp/kpk) , yang dpat dibagi oleh setiap penyebut fardh para
ahli waris, misalna ½ , 1/3 ,1/6 maka asal masalahnya adalah 24 ,
karna 24 inilah angka terkecil yang dapat dibai oleh masing-masing
penyebut 8, 3, dan 6 walaupun angka 48 juga dapat dibagi oleh masing-
masing penyebut tersebut , namun bukan angka terkecil yng dapat dibagi
oleh masing-masing penyebut tersebut .
Asal masalah (ktp atau kpk ) didalam fawid hanya ada 7 mcam yaitu :
Masalah 2, 3, 4, 6 , 8, 12 , 24 .
Untuk menentukan angka asal masalah dalam suatu kasus
pembagian warisan perlu diperhatikan terlebih dahulu angka-angkanya
penyebutnya masing-masing bagian ahli waris .
Misalnya bagian masing-masing ahli waris adalah 1/3 dengan 2/3 ,
disini angka penyebutnya sama-sama 3 dinamakan tamatsul . dlam keadaan
demikian , asal masalahnya harus ditetapkan sesuai dengan angka
penyebutnya , yaitu angka 3 .
Apabila angka penyebut bagian para ahliwaris tidak sama , tetapi bias
dibagi dengan teapt oleh angka penyebut yang terkecil , angka-angka
penyebut tersebut dinamakan tadakhul . misalnya masing-masing bagian
ahli waris adalah ½ dengan 1/6 , disini angka 6 bisa dibagi dengan
tepat oleh angka 2 maka asal masalahnya harus ditetapkan sesuai angka
penyebut yang terbesar , yaitu angka 6
Apabila angka penyebut bagian ahli waris tidak sama dan tidak bias
dibagi oleh angka penyebut yang terkecil , tetapi masing-masingnya
masih bias dibagi oleh angka-angka yang sama maka angka penyebut
tersebuut dinamakan tawafuq . misalnya , bagian masing-masing ahli
waris adalah ¼ dengan 1/6 , di sini angka 4 dan 6 sama –sama dibagi 2
, 4 dibagi 2 = 2 dan 6 dibai 2 = 3 maka asal masalahnya harus
ditetapkan dengan cara mengalihkan salah satu penyebut dengan hasil
bagi penyebut lainnya
Misalnya 4 x ( 6 : 2) = 12 atau 6 x ( 4 : 2) = 12
Jadi asal masalahnya adalah 12.
BAB 7
AUL
A. PENGERTIAN AUL
Aul menurut bahasa etimologi berarti irtifa : mengangkat .
dikatakan 'alal miizaan bila timbangan itu naik , terangkat . kata
aul ini terkadang berarti cendrung kepada perbuatan aniaya (curang
) .arti ini ditunjukan didalam firman Allah surah An-nisa ayat 3 :
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniya .
secara rtimologi istilah aul adalah bertambahnya saham dziwil
furudh dan berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka . atau
bertambahnya masing-masing ahli waris .
pada masa Rasullillah SAW . dan kekhalifahan Abu baar ash shiddiq
peristiwa aul belum pernah terjadi . aul pertama kali terjadi pada
masa pemerinthan umar bin khatab .
B. CONTOH MASALAH AUL
Telah mati seorang perempuan dengan meninggalkan seorang suami ,
dua orang saudara perempuan sekandung , dua orang audara perempuan
seibu dan ibu . masalah ii dinamakan syuraihiyah , sebab si suami
itu mencaci maki syuraih sebagai hakim yang terkenal , dimana suami
diberikan bagian tiga sepersepuluh oleh syuraih, padahal seharusnya
dia mendapatkan separuh dari sepuluh lalu dia mengeliling kabilah-
kabilah sambil mengatakan : syuraih tidak memberikan kepadaku
separuh dan tidak pula sepertiga . ketka syurai mengetahui hal itu
, dia memanggilnya untuk menghadap , dan memberikan hukuman ta'zir
kepadanya " kata syuraih " engkau buruk bicara , dan menyembunyikan
aul ."
Seorang suami telah mati , sedang dia meninggalkan seorang istri ,
dua orang anak perempuan , seorang ayah dan seoang ibu . masalah
ini dinamakan minbariyyah , sebab syaiyidina ' ali ra tengah
berada diatas mimbar di kufah dan dia mengatakan diatas khutbahnya
:'' segala puji bagi Allah yang telah memutuskan dengan kebenaran
secara pati , dan membalas setiap orang dengan apa yang dia
usahakan dan kepadanya tempat berpulang dan kembali ,'' lalu dia
ditanya tentang masalah itu , maka dia menjawab di tengah-tengah
khutbahnnya :'' dan istri itu , seperdelapan menjadi sepersembilan
,'' kemudian dia melanjutkan khutahnya .
C. CARA PEMECAHAN MASALAH AUL
Cara memecahakan masala aul adalah dengan mengetahui pokok , yakni
yang menimbulkan masalh dan mengetahui saham setiap ashabul furudh
keudian dengan mengabaikan pokoknya . kemudian bagian-baian mereka
dikumpulkan an dijadikan sebagai pook , llu harta warisan dibagi
atas dasar itu . dengan demikian , akan terjadi kekurangan bagi
setiap orang sesuai dengan sahamnya dalam masalah ini tidak ada
kezaliman dan kecurangan . misalnya , bagi suami dan dua orang
saudara perempuan sekandung maka okok masalahnnya adalah enam ,
untuk suami separuh , yaitu tiga , dan untuk dua orang saudara
perempuan dua pertiga , yaitu empat , jumlahnnya menjadi tujuh .
tujuh itulah yang menjadi dasr pembagian harta peninggalan .
Contoh :
Seorang meninggal dunia , ahli warisnya terdiri atas suami , dua
orang saudara perempuan sekandung . harta yang ditinggalkan setelah
dipotong untuk biaya pemakaman dan keperluan yang lain , masih
sisa 42 juta . maka prses penyelesaiiannya sebagai berikut :
"Ahli waris "Bagian "Asal masalh "Bagian yang "
" " "6 "diterima "
"Suami "½ "3 "3 x 6 = 18 juta "
"2 saudara perempuan "2/3 "4 "4 x 6 = 24 juta "
"sekandung " " " "
"Jumlah " "7 "42 juta "
Keterangan :
Jumlah asal masalh yang semula 6 , kemudian di aulkan menjadi 7 ,
sehingga uang 42 juta dibagi 7 = 6
BAB 8
RAAD
Kata raad secara bahasa etimologi berarti I'aadah : mengembalikan .
dikatakan radda ' alaihi haqqah a'addahu ilaih : dia mengembalikan
haknya kepada yangberhak . kata raad juga erarti sharf :
memulangkan kembali . dikatakan radda ' anhu kaida ' aduwwih : dia
memulangkan kebali . dikatakan radda ' antu kaida ' aduwwih : dia
memulangkan kembali tipu musliha musuhnya .
Raad menurut istilah terminology adalh mengembalikan apa yang
tersisa dari bagian dzawil furudh nasabiyah kepada mereka sesuai
engan besar kecilnya bagian mereka apabila tidak ada oranglain yang
berhak untuk menerimannya . dengan demikian raad kebalikan dari aul
. apabila harta peninggalan masih mempunai kelebihan setelah
dibagikan kepada seluruh ahli waris sesuai dengan ketentuannya
masing-masing dan tidak ada ahli waris yang mendapat ashabah ,
kelebuhan harta tersebut dikembalikan kepada ahli waris yang ada
menurut pembagiannya masing-masing.
A. RUKUN RAAD
Raad tidak akan terjadi kecuali , bila ada 3 rukun :
1. Adanya pemilik fardh
2. Adanya sisa peninggalan
3. Tidak adanya ahli waris ashabah
B. CARA MENYELESAKAN MASALH RAAD
Apabila bersama ashabul furudh didapatkan ahli waris yang tidak
mendapatkan fardh berupa salah seorang suami/istri , maka salah
seorang suami/istri mengambil fardh-nya (bagiannya) dari pokok harta
pennggalan . sisa sesudah fardh ini untuk ashabul furudh sesuai dengan
jumlah mereka apabila terdiri atas satu golongan , baik yang ada itu
hanya seorang diantara mereka , seperti anak perempuan , ataupun
banyak seperti tiga orang anak perempuan . apbila ashabul furudh lebih
banyak dari satu golongan , seperti ibu dan seorang anak perempuan
maka sisanya dibagikan sesuai dengan fardh mereka dan diembalikan
sesuai dengan perbandingan fardh mereka pula.
Contoh :
Seorang meninggal dunia , ahli warisnya terdiri atas suami , anak
perempuan , dan ibu . harta yang ditinggalkan setelah dipotong biaya
pemakaman dan keperluan yang lain , masih tersisa Rp 72 juta.
"Ahli waris "bagian "Asal masalah 12 "Bagian yang "
" " " "diterima "
"suami "1/4 "3 "3 x 6 = 18 juta "
"jumlah "- "- "- "
"Anak perempuan "1/2 "6 "6 x 6,75 = 40,5 "
" " " "juta "
"ibu "1/6 "2 "2 x 6,75 = 13 ,5 "
" " " "juta "
"jumlah " "11 "72 juta "
Keterangan :
Jumlah asal masalah yang semula 12 , kemudian dia-raad menjadi 11
sehingga uang 72 juta tetap dibagi 12 (asal masalah asli )= 6 juta
perhitungan ini diberikan hanya untuk suami saja . setelah itu membuat
asal masalh sendiri yang diambil dari selain suami , yaitu saham anak
perempuan ditambah dengan saha ibu ( 6 + 2 ).
Jadi , harta 72 juta – 18 juta = 54 juta
Kemuadian 54 juta : 8 ( saham ) = 6, 75 juta.