[DESAIN LAPANGAN TERBANG] TERBANG]
2013
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Perencanaan
Perencanaan sebuah lapangan terbang adalah suatu proses yang saling berkaitan, sehingga analisa dari suatu s uatu kegiatan tanpa memperhatikan me mperhatikan pengaruhnya terhadap kegiatan lain bukan merupakan yang memuaskan. Sistem lapangan terbang terbagi dua, yaitu : - Land side - Air side Keduanya dibatasi oleh terminal sebagai se bagai penghubung. Dalam sistem lapangan terbang, sifat-sifat kendaraan darat dan kendaraan udara mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap waktu yang dijalani mulai dari keluar rumah sampai ke tempat tujuan. Dengan alasan lain jalan masuk menuju lapangan terbang perlu mendapat perhatian dalam perencanaan suatu lapangan terbang. Seperti yang telah kita ketahui bahwa “Rengat “ Rengat”” merupakan me rupakan salah satu kota di Riau yang sedang berkembang, dimana diperlukannya transportasi udara untuk mendukung pembangunan di Rengat, selain itu juga memudahkan masyarakat bepergian ke kota lain atau tujuan yang menggunakan transportasi lain akan memerlukan waktu lama, untuk itu perancangan suatu lapangan terbang perlu mendapat perhatian. Dari sudut operasi penerbangan sendiri, untuk melayani perkembangan penduduk kota frekuensi penerbangan bertambah, apalagi sesudah s esudah pesawat jet yang beroperasi penumpang yang diangkut tentu bertambah banyak, pesawat yang diperlukan semakin besar, tentu memerlukan mesin yang lebih besar, resikonya suara semakin se makin bising, maka terjadi gangguan pada keseimbangan lingkungan. Akibatnya pengatur kota dan pengatur lapangan terbang menghadapi permasalahan yang lebih komplek. Maka berkembanglah kebutuhan baru, lapangan terbang yang diatur, direncanakan, dirancang sehingga semua kegiatan mendapat tempat yang selayaknya. Perlu tenaga perencanaan yang lebih baik, perlu Airport Master Planner.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041) (1307177041)
Page 1
[DESAIN LAPANGAN TERBANG] TERBANG]
1.1
2013
Tujuan dan Sasaran
Adapun tujuan dari desain Lapangan Terbang ini adalah :
Mahasiswa mampu merencanakan konstruksi lapangan terbang yang memenuhi persyaratan struktural.
Mahasiswa mampu menerapkan ilmu yang diperoleh pada mata kuliah lapangan terbang ke dalam suatu perencanaan (desain) lapangan terbang.
Adapun sasaran dari desain Lapangan Terbang ini adalah :
Tersusunnya langkah-langkah proses (dasar) perencanaan dan perancangan yang dapat dijadikan acuan atau pedoman dalam mendesain suatu lapangan terbang di lapangan.
1.2
Batasan Masalah
Desain ini dititikberatkan pada perencanaan suatu lapangan terbang berdasarkan dari data yang telah diberikan, yaitu data aircraft types, types, kecepatan angin, altitude, altitude, gradien efektif dan temperatur udara.
1.3
Sistematika Penulisan
Adapun Sistematika Penulisan adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan Berisikan tentang Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran, Batasan Masalah, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka Berisikan tentang teori-teori bandara, serta pengetahuan bandara secara umum yang didapat dari literatur dan referensi serta hasil browsing dari internet.
BAB III : Pembahasan Berisikan pembahasan perencanaan.
BAB IV : Penutup Berisikan kesimpulan dan saran yang berfungsi sebagai batasan dari pembahasan dalam desain ini.
DAFTAR PUSTAKA
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041) (1307177041)
Page 2
[DESAIN LAPANGAN TERBANG] TERBANG]
1.1
2013
Tujuan dan Sasaran
Adapun tujuan dari desain Lapangan Terbang ini adalah :
Mahasiswa mampu merencanakan konstruksi lapangan terbang yang memenuhi persyaratan struktural.
Mahasiswa mampu menerapkan ilmu yang diperoleh pada mata kuliah lapangan terbang ke dalam suatu perencanaan (desain) lapangan terbang.
Adapun sasaran dari desain Lapangan Terbang ini adalah :
Tersusunnya langkah-langkah proses (dasar) perencanaan dan perancangan yang dapat dijadikan acuan atau pedoman dalam mendesain suatu lapangan terbang di lapangan.
1.2
Batasan Masalah
Desain ini dititikberatkan pada perencanaan suatu lapangan terbang berdasarkan dari data yang telah diberikan, yaitu data aircraft types, types, kecepatan angin, altitude, altitude, gradien efektif dan temperatur udara.
1.3
Sistematika Penulisan
Adapun Sistematika Penulisan adalah sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan Berisikan tentang Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran, Batasan Masalah, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka Berisikan tentang teori-teori bandara, serta pengetahuan bandara secara umum yang didapat dari literatur dan referensi serta hasil browsing dari internet.
BAB III : Pembahasan Berisikan pembahasan perencanaan.
BAB IV : Penutup Berisikan kesimpulan dan saran yang berfungsi sebagai batasan dari pembahasan dalam desain ini.
DAFTAR PUSTAKA
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041) (1307177041)
Page 2
[DESAIN LAPANGAN TERBANG] TERBANG]
2013
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Suatu bandara mencakup suatu kumpulan kegiatan yang luas yang mempunyai
kebutuhan-kebutuhan
yang
berbeda
dan
terkadang
saling
bertentangan antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya. Misalnya kegiatan keamanan membatasi sedikit mungkin hubungan (pintu-pintu) antara sisi darat (land side) side) dan sisi udara (air (air side) side) , , sedangkan kegiatan pelayanan memerlukan sebanyak mungkin pintu terbuka dari sisi darat ke sisi udara agar pelayanan berjalan lancar.
Kegiatan-kegiatan itu saling tergantung satu sama lainnya
sehingga suatu kegiatan tunggal dapat membatasi kapasitas dari keseluruhan kegiatan (Heru Basuki, 1996). Berdasarkan Kemenhub. 44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, bandar udara menurut menurut statusnya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Bandar Udara Umum Bandar Udara Umum merupakan bandar udara yang digunakan untuk melayani umum. 2. Bandar Udara Khusus Bandar Udara Khusus merupakan bandar udara yang melayani kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu. Berdasarkan Kemenhub No. 44 tahun 2002 tentang Tatanan K e bandaudaraan Nasional, bandar udara menurut penggunaannya penggunaannya dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : 1. Bandar udara terbuka Bandar udara terbuka merupakan bandara untuk mela yani angkutan udara ke/ dari luar negeri (internasional) 2. Bandar udara tidak terbuka Bandar udara tidak terbuka merupakan bandara yang tidak terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri (domestik).
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041) (1307177041)
Page 3
[DESAIN LAPANGAN TERBANG] TERBANG]
2013
Bagian-bagian dari bandara diperlihatkan pada pada gambar 2.1. 2.1. Bandara dibagi menjadi dua bagian utama yaitu sisi udara dan sisi darat dimana gedung-gedung terminal menjadi perantara antara kedua bagian tersebut (Heru Basuki, 1996).
Sistem Bandara
Ruang angkasa perjalanan
Sistem permukaan lapangan udara
Landasan pacu Landasan tunggu a r a d u i s i S
Landasan hubung keluar
Sistem landas hubung
Area pintu gerbang ( gate) gate) – apron apron Gedung terminal t a r a d i s i S
Tempat parkir & sirkulasi kendaraan
Sistem jalan masuk darat ke bandara
Arus pesawa terbang --- Arus penumpang
Gambar 2.1: Bagian-bagian dari sistem bandara
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041) (1307177041)
Page 4
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
2.2 Fasilitas Bandara
Menurut Heru Basuki 1996, secara umum fasilitas pada suatu bandara terbagi 3 bagian yaitu: Landing movement, Terminal Building dan Terminal Traffic Control. Dalam skripsi ini hanya dibahas adalah Landing movement dan Terminal Building.
Runway y a w i x a T
LM
Terminal building
Apron
TA Parking area
TTC
Gambar 2.2: Sketsa fasilitas bandara
2.2.1 Landing Movement
Landing movement atau airport configuration merupakan suatu areal utama dari bandara yang terdiri dari runway, taxiway dan apron. Didalam skripsi ini pembahasan landing movement juga dibatasi pada 3 bagian utama diatas yakni runway, taxiway dan apron.
2.2.1.1 Landas Pacu (Runway )
Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk mendarat (landing ) atau lepas landas (take off ). Menurut Horonjeff (1994) sistem runway di suatu bandara terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 5
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
( shoulder ), bantal hembusan (blast pad ), dan daerah aman runway (runway and safety area). Uraian dari sistem runway adalah sebagai berikut: 1)
Perkerasan struktur mendukung pesawat sehubungan dengan beban struktur, kemampuan manufer, kendali, stabilitas dan kriteria dimensi dan operasi lainnya.
2)
Bahu landasan ( shoulder ) yang terletak berdekatan dengan pinggir perkerasan struktur menahan erosi hembusan jet dan menampung peralatan untuk pemeliharaan dan keadaan darurat.
3)
Bantal hembusan (blast pad ) adalah suatu daerah yang dirancang untuk mencegah erosi permukaan yang berdekatan dengan ujung-ujung runway yang menerima hembusan jet yang terus-menerus atau yang berulang. ICAO menetapkan panjang bantal hembusan 100 feet (30 m), namun dari pengalaman untuk pesawat-pesawat transport sebaiknya 200 feet (60 m), kecuali untuk pesawat berbadan lebar panjang bantal hembusan yang dibutuhkan 400 feet (120 m). Lebar bantal hembusan harus mencakup baik lebar runway maupun bahu landasan (Robert Horonjeff , 1994).
4)
Daerah aman runway (runway end safety area) adalah daerah yang bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, diberi drainase, rata dan mencakup perkerasan struktur, bahu landasan, bantal hembusan dan daerah perhentian, apabila disediakan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan pemeliharaan dan dalam keadaan darurat juga harus mampu mendukung pesawat seandainya pesawat karena sesuatu hal keluar dari landasan.
2.2.1.1.1 Perhitungan Panjang Runway Akibat Pengaruh Kondisi Lokal Bandara
Sesuai dengan rekomendasi dari International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam Annex 14, 2004 perhitungan panjang runway harus disesuaikan dengan kondisi lokal lokasi bandara. Metode ini dikenal dengan metode Aero plane Reference Field Length (ARFL). Menurut Heru Basuki 1996, ARFL adalah runway minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas pada maximum sertificated take off weight , elevasi muka laut, kondisi atmosfir standar, keadaan tanpa angin bertiup, runway tanpa kemiringan (kemiringan = 0). Jadi didalam perencanaan
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 6
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi dengan melakukan koreksi akibat pengaruh dari keadaan lokal. Adapun uraian dari faktor koreksi tersebut adalah sebagai berikut: 1)
Koreksi elevasi Menurut ICAO bahwa panjang runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 300 m (1000 ft) dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut. Maka rumusnya adalah: Fe = 1 + 0.07
h
300
dengan Fe h 2)
(2.1)
: faktor koreksi elevasi : elevasi di atas permukaan laut, m
Koreksi temperatur Pada temperatur yang tinggi dibutuhkan runway yang lebih panjang sebab
temperatur tinggi akan menyebabkan density udara yang rendah. Sebagai tem peratur standar adalah 15 oC. Menurut ICAO panjang runway harus dikoreksi terhadap temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 1 oC. Sedangkan untuk setiap kenaikan 1000 m dari permukaaan laut rata-rata temperatur turun 6.5 oC. Dengan dasar ini ICAO menetapkan hitungan koreksi temperatur dengan rumus: Ft = 1 + 0.01 (T – (15 - 0.0065h))
(2.2)
dengan Ft : faktor koreksi temperatur T : temperatur dibandara, oC 3)
Koreksi kemiringan runway Faktor koreksi kemiringan runway dapat dihitung dengan persamaan berikut: Fs
= 1 + 0.1 S
(2.3)
dengan Fs : faktor koreksi kemiringan S : kemiringan runway, % 4)
Koreksi angin permukaan ( surface wind )
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 7
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angin haluan (head wind ) dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (tail wind ) maka runway yang diperlukan lebih panjang. Angin haluan maksimum yang diizinkan bertiup dengan kekuatan 10 knots, dan menurut Heru Bas uki (1996), kekuatan maksimum angin buritan yang diperhitungkan adalah 5 knots. Tabel 2.1 berikut memberikan perkiraan pengaruh angin terhadap panjang runway. Tabel 2.1. Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway Kekuatan Angin
Persentase Pertambahan/ Pengurangan Runway
+5
-3
+10
-5
-5
+7
(Sumber: Heru Basuki, 1996) 5)
Kondisi permukaan runway Untuk kondisi permukaan runway hal sangat dihindari adalah adanya ge-
nangan tipis air ( standing water ) karena membahayakan operasi pesawat. Genangan air mengakibatkan permukaan yang sangat li cin bagi roda pesawat yang membuat daya pengereman menjadi jelek dan yang paling berbahaya lagi adalah terhadap kemampuan kecepatan pesawat untuk lepas landas. Menurut hasil penelitian NASA dan FAA tinggi maksimum genangan air adalah 1,27 cm. Oleh karena itu drainase bandara harus baik untuk membuang air permukaan secepat mungkin. Jadi panjang runway minimum dengan metoda ARFL dihitung dengan persamaan berikut: ARFL = (Lr o / Ft x Fe x Fs) + Fw dengan
Lr o
: Panjang runway rencana, m
Ft
: faktor koreksi temperatur
Fe
: faktor koreksi elevasi
Fs
: faktor koreksi kemiringan
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
(2.4)
Page 8
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
Fw
: faktor koreksi angin permukaan
Setelah panjang runway menurut ARFL diketahui dikontrol lagi dengan Aerodrome Reference Code (ARC) dengan tujuan untuk mempermudah membaca hubungan antara beberapa spesifikasi pesawat terbang dengan berbagai karakteristik bandara (Annex 14, 2004). Kontrol dengan ARC dapat dilakukan berdasarkan pada Tabel 2.2 berikut: Tabel 2.2 Aerodrome Reference Code (ARC) Kode Elemen I
Kode Elemen II
Kode
ARFL
Kode Hu-
Bentang
Jarak terluar
Angka
(m)
ruf
sayap
roda pendaratan
(m)
(m)
1
< 800
A
< 15
< 4.5
2
800-1200
B
15-24
4.5 – 6
3
1200-
C
24-36
6 – 9
D
36-52
9 – 14
E
52-60
9 – 14
4
1800 > 1800
(Sumber: Annex 14, 2004) Untuk perencanaan runway diperlukan data temperatur, elevasi , kemiringan efektif, karakteristik pesawat rencana dan angin. Didalam skripsi ini tidak dibahas penentuan arah angin dominan untuk penentuan arah runway.
Gambar 2.3 : Landasan pacu (runway) Bandara SSK II ( Sumber: Ari Sandhyavitri, 2004)
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 9
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
2.2.1.2 Apron
Apron merupakan tempat pesawat parkir yang konstruksi perkerasannya sama dengan runway dan taxiway yang berfungsi sebagai tempat naik turun penumpang/ barang dari pesawat, namun dalam perencanaan luasnya berbeda dengan perencanaan geometrik runway dan taxiway. Beberapa tipe apron dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Apron Kargo Pesawat-pesawat yang khusus mengangkut kargo biasanya diparkir di daerah apron yang berdekatan dengan gedung kargo, yang berjarak agak jauh dari aktifitas penumpang lainnya. Apron yang khusus diperuntukkan melayani pesawat-pesawat ini disebut sebagai apron kargo. 2) Apron Terminal Apron terminal adalah areal yang diperuntukkan bagi manuver pesawat dan juga parkir pesawat di dekat terminal. Areal ini merupakan daerah dimana penumpang dapat turun dari ataupun naik pesawat. Selain untuk fasilitas penumpang, apron terminal ini juga dilengkapi dengan fasilitas pengisian bahan bakar ataupun fasilitas perawatan kecil. 3) Apron Parkir Suatu bandara terkadang memerlukan apron parkir yang agak terpisah, se bagai tambahan apron terminal. Pada apron parkir, pesawat dapat diparkir dalam waktu yang lebih lama. Apron jenis ini digunakan selama para crew pesawat beristirahat, ataupun karena diperlukan perbaikan kecil terhadap pesawat. Meskipun letaknya agak terpisah dari apron terminal, hendaknya tidak terlalu jauh.
Untuk pesawat kargo dan pesawat angkut, lokasi apron
parkir untuk pesawat ini hendaknya dekat dengan lokasi bongkar muat. Hal ini untuk memungkinkan adanya penambahan waktu tunggu. Apron jenis ini sering digunakan untuk perawatan ataupun perbaikan pesawat. Pengaturan posisi parkir atau spacing-nya serupa dengan apron untuk pesawat penumpang biasa. Untuk pesawat kecil atau pesawat eksekutif, hendaknya diperhatikan kemungkinan penggunaan dari kedua jenis pesawat tersebut. Areal parkir un-
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 10
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
tuk kedua jenis pesawat ini diletakkan di dekat base-nya dan agak jauh dari lokasi lainnya, agar tidak mengganggu aktifitas pesawat kargo ataupun pesawat angkut. Konfigurasi apronnya tergantung pada tipe dan jumlah pesawat yang akan dilayani. 4) Apron Hanggar dan Apron Service Apron hanggar merupakan areal/ tempat pesawat keluar masuk hanggar. Sedangkan apron service adalah areal di dekat hanggar
perbaikan yang
digunakan untuk perbaikan ringan. 5) Isolated Apron Isolated apron adalah apron yang digunakan bagi pesawat-pesawat yang perlu diamankan, misalnya dicurigai membawa bahan peledak. Lokasi apron ini biasanya diletakkan agak jauh dari apron biasa ataupun dari bandara dan bangunan lainnya.
Gambar 2.4 : Tempat parkir pesawat (Apron) Bandara SSK II (Sumber : Heri Kuswandi, 2009)
2.2.2 Terminal Building/ Area
Terminal area adalah merupakan suatu areal utama yang mempunyai interface antara lapangan udara dan bagian-bagian dari bandara yang lain. Sehingga dalam hal ini mencakup fasilitas-fasilitas pelayanan penumpang ( passenger handling system), penanganan barang kiriman (cargo handling ), perawatan dan administrasi bandara. Sedangkan Menurut Ashford dan Wright (1984) terminal bandar udara terdiri dari bangunan terminal penumpang dan barang (kargo). Pada penelitian ini yang dievaluasi adalah terminal penumpang dan terminal kargo.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 11
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
2.2.2.1 Terminal Penumpang
Sistem terminal penumpang merupakan peenghubung utama dari jalan masuk darat dengan pesawat. Tujuan sistem ini adalah untuk memberikan daerah pertemuan antara penumpang dan cara masuk bandar udara, guna memproses penumpang yang yang memulai ataupun mengakhiri suatu perjalanan uadara dan untuk mengangkut bagasi dan penumpang ke dan dari pesawat. (Robert Horonjeff, 1994 ).
Gambar 2.5: Penumpang dan pengunjung diterminal penumpang Bandara SSK II (Sumber: Heri Kuswandi, Dokumentasi, 2009)
Gambar 2.6: Ruang tunggu keberangkatan terminal penumpang Bandara SSK II (Sumber: Heri Kuswandi, Dokumentasi, 2009)
2.2.2.2. Bentuk Zoning Dasar Pada Area Terminal
Menurut Standar Rancang Bangun dan atau Rekayasa Fasilitas dan Peralatan Udara (SKEP 347/XII/99), Bentuk Zoning Dasar Pada Area Terminal dibagi atas 5 komponen besar : 1. Zona Administrasi terdiri dari bangunan administrasi, control tower dan pemadam kebakaran. 2. Zona terminal penumpang terdiri atas bangunan terminal Domestik dan Internasional.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 12
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
3. Zona terminal kargo terdiri atas terminal kargo domestik, internasional, parkir dan truck yard . 4. Zona pemeliharaan terdiri dari hanggar dan bengkel pemeliharaan 5. Zona pengisian bahan bakar. Secara garis besar distribusi ruang-ruang terminal dapat mengikuti diagram sebagai berikut : TERMINAL AREA 100 %
DAPAT DISEWAKAN 55 %
`
AIRLINE (38%) ATO Administrasi Operation Baggage Hold Rooms
TIDAK DISEWAKAN 45 %
LAIN-LAIN (17%) Konsesi
PUBLIC (30%) Sirkulasi Public Area Toilet Kantor Pengelola
Restoran dll
R. ME (15%) ATO Administrasi Operation Baggage Hold Rooms
Gambar 2.7 : Diagram Komposisi dan distribusi ruang-ruang terminal penumpang (Sumber: SKEP 347/XII/99 )
2.2.2.3 Terminal Muatan ( Cargo )
Di bandar-bandar udara yang besar dan volume muatan tinggi, pemrosesan muatan besarnya dilakukan disebuah terminal muatan yang terpisah dari terminal penumpang. Meskipun demikian, peningkatan operasi pesawat yang besar telah meningkatkan penggabungan operasi penumpang dan muatan ( cargo). Hal ini disebabkan kenyataan bahwa pesawat yang besar mempunyai kapasitas mengangkut muatan yang tinggi melebihi apa yang dibutuhkan untuk mengangkut penumpang dan bagasi. Oleh sebab itu, dalam merencanakan daerah apron-pintu penanganan muatan harus diperhitungkan. (Robert Horonjeff, 1994) Muatan (kargo) barang yang ada dalam pesawat yang mengangkut penumpang yang baru datang biasanya harus dibongkar di pintu-hubung dan
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 13
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
diangkut ke terminal muatan (kargo) dan sebaliknya barang yang akan dibawa oleh pesawat yang akan berangkat, diangkut dari terminal muatan (kargo) sebelum jam keberangkatan dan harus ditumpuk pada daerah yang ditentukan untuk dimuat secara teratur ketika pesawat sudah siap. Operasi ini membutuhkan daerah yang luas pada apron didekat pintu-hubung. (Robert Horonjeff, 1994) Dalam perencanaan lokasi letak bangunan terminal kargo haruslah mempertimbangkan keberadaan prasarana lain terutama terminal penumpang, kemudahan pengembangan, kemudahan akses darat serta persyaratan keselamatan dan operasi penerbangan/bandara.
Gambar 2.8: Muatan barang yang akan dibawa ke tempat barang (cargo) SSK II (Sumber: Dokumentasi PT.Angkasa Pura II, 2005)
2.3 Nilai Statistik data dan Analisa Peramalan
Analisa Landing Movement dan Terminal Building mengacu pada peraturan ICAO Annex 14, 2004 dan kepmenhub 44 tahun 2002, dan Review Master Plan Bandara SSK II, 2005. Dimana nilai statistik menggunakan regresi linier dan regresi linier berganda dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 for windows yang merupakan program komputer statistik yang mampu memproses data statistik secara cepat dan tepat menjadi berbagai output. Langkah dasar dalam analisis dengan menggunakan SPSS adalah mem bangun data, memilih prosedur stastistik yang akan digunakan, memilih variabelvariabel yang digunakan dalam analisis dan menjalankan prosedur serta melihat output hasil analisis. Analisa untuk landing movement diprediksi atau diperkirakan berdasarkan jenis pesawat yang ada saat ini dan perhitungannya berdasarkan peraturan yang ada, apakah kebutuhan landing movement saat ini mencukupi kebutuhan tahun
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 14
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
rencana yang akan datang. sedangkan analisa untuk terminal building ( terminal penumpang dan kargo) dilakukan atas permintaan jasa angkutan udara yang akan dijelaskan sebagai berikut : Peramalan permintaan Jasa Angkutan Udara terdiri atas permintaan tahunan dan permintaan jam sibuk.
2.3.1 Permintaan Tahunan
Peramalan secara umum terbagi atas dua pendekatan, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Pendekatan secara langsung oleh Ashford Wright (1984) adalah metode konvensional dimana permintaan jasa transportasi udara secara individu bebas dari pengaruh moda transportasi lain. Sedangkan pendekatan tidak langsung dilakukan dengan memperhatikan aspek kompetisi persaingan antar moda transportasi yang ada. Metode peramalan permintaan melalui pendekatan langsung terbagi atas dua metode yaitu metode trend dan metode ekonometrik. Metode trend dilakukan berdasarkan data tahunan yang ada dan hanya meramalkan permintaan jasa angkutan dengan hanya satu sub faktor sedangkan Horonjeff (1994) faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan jasa transportasi udara adalah faktor ekonomi, sosial, dan operasional.
1. Motode Trend/ Linier Metode trend adalah salah satu peramalan melalui pendekatan langsung, dimana peramalan yang dilakukan hanya menggunakan salah satu variabel bebas saja untuk mendapatkan nilai variabel tak bebas dengan kata lain metode tend hanya bisa memprediksi permintaan jasa angkutan dengan menggunakan satu faktor penyebab saja. Sedangkan menurut ICAO bahwa dalam menghitung jumlah permintaan angkutan udara dipengaruhi lebih dari satu variabel. 2. Metode Ekonometrik/ Linier Berganda Metode ekonometrik adalah model dalam proses perencanaan yang digunakan
untuk
mengetahui
jumlah
pertumbuhan
permintaan
dimana
dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor ekonomi, sosial dan operasional. Variabel yang digunakan dalam peramalan permintaan angkutan melalui metode
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 15
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
ekonometrik adalah jumlah penduduk, PDB/PDRB, pendapatan perkapita dan tarif. Adapun metode yang digunakan adalah : a. Penumpang Penumpang Domestik P’domt
= a + b.Yt + c.Pt + d.Ft + Kt
Penumpang Internasioanal P’Intt
= a + b.Yt + c.Pt + d.Ft + Kt
b. Barang/ Kargo Ct
= a + b.Yt + c.Pt + d.Vet + Vmt
Dengan : P’domt
= volume penumpang domestik tahunan
P’Intt
= volume penumpang internasional tahunan
Ct
= volume kargo tahunan
Yt
= PDRB Riau
Kt
= PDRB perkapita Riau
Et
= nilai ekspor Riau
Vet
= volume ekspor
Mt
= nilai impor Riau
VMt
= volume impor
Pt
= penduduk Riau
Ft
= tarif penumpang udara domestik
a
= intersep
c. Pergerakan Pesawat Peramalan jumlah pergerakan pesawat akan dilakukan berdasarkan pendekatan angkutan hasil regresi, karena pergerakan pesawat dalam hal ini
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 16
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
adalah merupakan sisi penyediaan terhadap permintaan angkutan umum penumpang. Sedangkan kebutuhan pesawat untuk penyediaan dari permintaan kargo diabaikan mengingat sampai ini dan untuk tahun mendatang penyediaan khusus untuk penyediaan pesawat kargo diperkirakan masih sangat jarang. 2.3.1.1 Bentuk Analisa Regresi Regresi adalah sebuah analisa untuk mengetahui bagaimana hubungan fungsional antara variabel-variabel yang terlibat dalam suatu permasalahan (Sudjana, 1996). Persamaan regresi terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel tak bebas (dependent variable). Variabel yang mudah didapat atau tersedia sering dapat digolongkan ke dalam variabel bebas (X), sedangkan variabel yang terjadi karena variabel bebas itu mer upakan variabel tak bebas (Y). Adapun bentuk-bentuk berdasarkan variabel yang digunakan adalah : A. Regresi dengan satu variabel bebas Secara umum regresi dengan satu variabel bebas dapat dikelompokan menjadi dua bagian yaitu regresi linier sederhana dan regresi non linier (Sulaiman, 2002). 1. Regresi Linier Sederhana Bentuk umum persamaan linier sedehana yang menunjukan hubungan antara dua variabel, yaitu variabel X sebagai variabel bebas dan Y sebagai variabel tidak bebas. Y = A+BX
(2.5)
Dimana : Y
= variabel tidak bebas
A
= konstanta (titik potong kurva terhadap sumbu Y)
B
= koefisien regresi/ kemiringan ( slove) kurva linier
X
= variabel bebas
Sedangkan untuk nilai A dan B dapat digunakan rumus : A= Y B X
(2.6)
Dimana : X
X 1 n
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
(2.7)
Page 17
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
Y
B=
n
2013
Y 1 n
X Y X Y n X X 1 1
1
1
2
2
1
(2.8)
(2.9)
1
2. Regresi non liner dengan fungsi eksponensial Fungsi eksponensial bentuk persamaannya adalah sebagai berikut : Y = A.e BX
(2.10)
Dengan A sebagai konstanta dan B sebagai koefesien regresi. 3. Regresi non liner dengan persamaan kuadrat Persamaan diberikan dalam bentuk berikut : Y = A.X B
(2.11)
Persamaan tersebut dapat diubah menjadi bentuk linier dengan aturan logaritma : log Y = log A + log B X
(2.12)
Dengan A sebagai konstanta dan B sebagai koefesien regresi. B. Regresi dengan lebih dari satu variabel regresi linier berganda (multiple regression) Jika suatu variabel tak bebas tergantung pada lebih dari satu variabel bebas hubungan antara kedua variabel tersebut disebut analisis regresi linier berganda (Sulaiman, 2002). Bentuk matematis dari analisis regresi linier berganda adalah : Y b1 b2 X 2 b3 X 3 ......... bk X k
(2.13)
Peramalan permintaan tahunan jasa angkutan penumpang dan kargo dilakukan melalui pendekatan langsung dengan metode trend dan ekonometrik dengan model regresi linier berganda. Variabel yang digunakan untuk peramalan permintaan di berbagai bandara terutama di Indonesia variabel bebas yang digunakan dalam pembentukan model permintaan angkutan udara dibandara Sultan Syarif Kasim II-Pekanbaru meliputi variabel PDRB, jumlah penduduk provinsi Riau, tarif angkutan, Pendapatan perkapita, serta volume impor dan ekspor yang mana variabel tersebut akan dihitung dengan komputer dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 for windows. SPSS merupakan program
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 18
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
komputer statistik yang mampu memproses data statistik untuk mendapatkan persamaan permintaan secara cepat dan tepat menjadi berbagai output. Langkah dasar dalam analisis dengan menggunakan SPSS adalah membangun data, memilih prosedur statistik yang akan digunakan, memilih variabel-variabel yang digunakan dalam analisis dan menjalankan prosedur serta melihat output hasil analisis.
2.3.1.2 Bentuk Analisa Kolerasi Analisa korelasi adalah tingkat hubungan antara masing-masing variabel, baik antara variabel bebas dengan variabel tak bebas maupun antar variabel bebas. Koefisien korelasi merupakan ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat hubungan antar variabel, terutama untuk data kuantitatif dimana hubungan koefisien korelasi – 1
r +1. Harga r = -1 menyatakan adanya hubungan linier
sempurna tak langsung antara X dan Y. Sedangkan jika r ≤ 1 menyatakan adanya hubungan linier sempurna langsung antara X dan Y (Sudjana, 1996 ). Untuk perhitungan koefisien korelasi r ( Pearson Product Momen Method ) berdasarkan sekumpulan data (Xi, Yi) berukuran n dapat digunakan dengan Persamaan berikut ini : r
n Xi Y Xi Yi
n Xi
2
Xi
2
n Yi Yi 2
2
..........................................(2.14) Adapun pedoman untuk memberikan intepretasi koefisien korelasi dapat dilihat pada Tabel 2.3. berikut: Tabel 2.3. Pedoman untuk memberikan intepretasi koefisien korelasi Interval Koefisien Korelasi
Tingkat Hubungan
0,00 – 0,139
sangat rendah
0,20 – 0,399
rendah
0,40 – 0,599
sedang
0,60 – 0,799
kuat
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 19
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
0,80 – 1,000
2013
sangat kuat
(Sumber: Sugiyono, 2000)
2.3.2 Permintaan Jam Sibuk Hasil permintaan peramalan yang berupa permintaan tahunan perlu dikonversikan menjadi permintaan waktu sibuk sebagai dasar pembangunan dan pengembangan sarana. Hal ini terjadi karena pemakaian fasilitas yang paling kritis adalah selama waktu sibuk. Tabel 2.4: Koofesien penumpang waktu sibuk Penumpang Tahunan
Persentase Penumpang Waktu Sibuk
(Penumpang)
Terhadap Penumpang Tahunan (%)
10.000.0000 - 9.999.9999
0.040
500.000 - 9.999.999
0.050
100.000 - 499.999
0.065
< 100.000
0.120
(Sumber: Annex 14, 2004) Perhitungan permintaan tahunan menjadi permintaan jam sibuk sebagai dasar perhiutngan kebutuhan prasarana akan dilakukan dengan rumus sebagai berikut : Peak Month Ratio
= (penumpang bulan sibuk/total penumpang tahunan)
Design Day Ratio
= (peak month ratio x avarage day ratio)
Necessary Seat
= (design day ratio x annual demand by route) load factor
Setelah didapat penumpang harian kemudian dihitung pergerakan pesawat harian (Md) untuk dapat melayani penumpang tiap-tiap rutenya. Adapun rumus untuk menghitung jumlah penumpang dan pergerakan pesawat jam sibuk adalah: Peak hour pax
= koef. peak hour x total penumpang
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 20
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Peak hour aircraft movement = koef. peak hour x total keberangkatan = 1,38/(Total daily aircraft movement 0.5 )
Koef. peak hour
Peramalan jumlah pergerakan pesawat akan dilakukan berdasarkan jumlah permintaan angkutan penumpang hasil regresi. Dengan diketahuinya pergerakan pesawat jam sibuk maka dapat diketahui juga jumlah penumpang pada jam sibuk. 2.3.1.3 Analisa Kebutuhan Sarana Perhitungan kebutuhan sarana pada bandara meliputi daerah-daerah bagian bandara sebagai berikut : 2.3.1.3.1 Landing Movement
A. Perpanjangan Landasan Adapun hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam mela kukan perpanjang landasan menurut Standar Rancang Bangun dan atau Rekayasa Fasilitas dan Peralatan Udara (SKEP 347/XII/99) diantaranya : 1. Take Off Weight yang direncanakan 2. Critical Aircraft yang direncanakan 3. Minimal mempunyai rencana pergerakan pesawat ≥ 104 pergerakan critical aircraft / tahun ( minimal sekali seminggu) 4. Rute penerbangan terjauh yang dilayani.
B. Penambahan Landasan Pacu Baru Standar Rancang Bangun dan atau Rekayasa Fasilitas dan Peralatan Udara (SKEP 347/XII/99) Metode Tingkat Utilitas Operasional Bandar Udara ( Keputusan Menteri Perhubungan No. 44, 2002 ). Metode ini digunakan untuk menghitung fasilitas sisi darat atau disebut dengan IAP4
sisi udara.
IAP4
sisi udara
( Indikasi Awal pembangunan
pendayagunaan, Pengembangan dan Pengoperasian). dengan ketentuan :
IAP4 sisi udara > 0,9, kapasitas yang tersedia dapat dikembangkan
0,9 ≥ IAP4
sisi udara >
0,75, kapasitas yang tersedia menjadi perhatian untuk
dikembangkan.
IAP4 sisi udara ≤ 0,75, kapasitas yang tersedia masih mencukupi. Tidak perlu dikembangkan
Perhitungan :
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 21
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Pergerakan Pesawat Tahunan Eksisting
IAP4 sisi udara
Kapasitas pergerakan Pesawat/Ta hun
2.3.1.3.2 Terminal Building
A. Terminal Penumpang Analisa dan perhitungan kebutuhan luas terminal penumpang akan dilakukan berdasarkan standar kebutuhan yang akan dipergunakan adalah sebagaimana standar pada tabel 2.5 dibawah ini : 1. Berdasarkan SKEP 347/XII/99 Berdasarkan Surat Keputusan Mentri Perhubungan, SKEP 347/XII/99 disusun standar kebutuhan ruang terminal penumpang pesawat domestik dan internasional adalah sebagai berikut: Tabel 2.5: Standar kebutuhan Ruang Terminal Penumpang Domestik STANDAR LUAS ERMINAL N
PENUMPANG/TAHU
O
N
M /JML PENUMPAN G WAKTU
TO2
TAL/M
CATATAN
SIBUK
1
10.001 - ≤ 25.000
.
120
2
25.001 - ≤ 50.000
.
240
Standar luas
3
50.001 - ≤ 100.000
.
600
terminal ini
4
100.001 - ≤ 150.000
10
.
belum
5
150.001 - ≤ 500.000
12
.
memperhitungka
6
500.001 - ≤ 1.000.000
14
.
n kegiatan
7
> 1.000.000
Dihitung lebih detail
.
komersial
(Sumber: Standar Rancang Bangun dan atau Rekayasa Fasilitas dan Peralatan Udara/ SKEP 347/XII/99)
Sedangkan standar kebutuhan ruang untuk penumpang internasional adalah:
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 22
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Tabel 2.6: Standar kebutuhan Ruang Terminal Penumpang Internasional STANDAR LUAS ERMINAL N
PENUMPANG/TAHU
O
N
M /JML PENUMPAN
TO-
G WAKTU
TAL/M
2
CATATAN
SIBUK
1
≤ 200.000
.
600
Standar luas
2
> 200.000
17
.
terminal ini belum memperhitungka n kegiatan komersial
Sumber : (Standar Rancang Bangun dan atau Rekayasa Fasilitas dan Peralatan Udara/ SKEP 347/XII/99)
Standar kebutuhan sebagaimana pada tabel diatas mempunyai sifat yang tidak konstan, dimana luas kebutuhan ruang per penumpang berbanding terbalik dengan jumlah penumpang waktu sibuk.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 23
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Tabel 2.7: Standar kebutuhan Ruang Terminal Penumpang KEBUTUHAN RUANG AREA KEBERANGKATAN No
Fungsi Ruang
Perhitungan L = 0,095 . a . p
1
Panjang Kreb Keberangkatan (m)
(+10%)
2
Hall Keberangkatan (m2)
A = 0,75 . {a(1+f)+b} A = 0,25 . (a+b)
3
Chek-in Area (m2)
(+10%) N = (a+b)t1 / 60
4
Chek-in Counter (unit)
(+10%) A = 0,25 . (a+b)
5
Area Pemeriksaan Passport (m2)
(+10%) N = (a+b)t2 / 60
6
Pemeriksaan Passport (unit)
(+10%)
7
Pemeriksaan Security (terpusat) (unit)
N = (a+b) / 300
Pemeriksaan Security (gate hold room) 8
(unit)
N = 0,2 . {m/(h-g)}
9
Gate Hold Room (m )
A = m .s A = a{(ui+vk)/30}
10
Ruang Tunggu Domestik (m 2)
(+10%) A = a{(ui+vk)/30}
11
Ruang Tunggu Internasional (m 2)
(+10%)
KEBUTUHAN RUANG AREA KEDATANGAN No
Fungsi Ruang
Perhitungan L = 0,095 . c . p
1
Panjang Kreb Kedatangan (m)
(+10%)
2
Hall Kedatangan Domestik (m )
A = 0,375 . {b+c+(2cf)} A = 0,09 . c
3
Baggage Claim Area (m2)
(+10%) A = 0,25 . (c+b)
5
Area Pemeriksaan Passport (m2)
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
(+10%)
Page 24
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
N = (c+b)t2 / 60 6
Pemeriksaan Passport (unit)
(+10%)
7
Hall Kedatangan Internasional (m )
A = 0,375 . {b+c+(2cf)} A = 0,09 . c
8
Baggage Claim Area (m2)
(+10%)
Sumber : (Standar Rancang Bangun dan atau Rekayasa Fasilitas dan Perala tan Udara/ SKEP 347/XII/99) Berdasarkan tabel 2.7 diatas bahwa beberapa kebutuhan area terminal penumpang untuk kebutuhan area keberangkatan dan area kedatangan dapat dihitung luasnya, dimana perhitungan kebutuhan belum termasuk sarana penunjang lainnya seperti kantor, kantin, toilet dan lainnya.
2. Metode Tingkat Utilitas Operasional Bandar Udara ( Keputusan Menteri perhubungan KM.44 Tahun 2002) Metode ini digunakan untuk menghitung fasilitas sisi darat atau disebut dengan IAP4
sisi darat.
IAP4 sisi darat ( Indikasi Awal pembangunan pendayagunaan,
Pengembangan dan Pengoperasian).
Perhitungan : IAP4 sisi darat
Penumpang waktu sibuk x standar luas terminal Luas eksirting terminal
dengan ketentuan :
IAP4 sisi darat > 0,75, kapasitas yang tersedia dapat dikembangkan
0,75 ≥ IAP4
sisi darat >
0,6, kapasitas yang tersedia menjadi perhatian untuk
dikembangkan.
IAP4 sisi darat ≤ 0,6, kapasitas yang tersedia masih mencukupi.
Tabel 2.8: Standar Luas Terminal Dirtjen Perhubungan. Penumpang Tahunan ( Penumpang)
Faktor pengali (%)
30.000.000 keatas
0,035
20.000.000 - 29.999.999
0,040
10.000.000 - 19.999.999
0,045
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 25
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
1.000.000 - 9.999.9999
0,050
500.000 - 9.999.999
0,080
100.000 - 499.999
0,130
< 100.000
0,200
Penumpang waktu sibuk (PWS) = jlh pnp tahunan x faktor pengali Standar luas terminal = 14/PWS domestik Standar luas terminal = 17/PWS internasional (Sumber : Keputusan Menteri Perhubungan KM.44 Tahun 2002) Terlihat dari tabel di atas bahwa semakin besar jumlah penumpang per tahun maka faktor pengali semakin kecil.
B. Terminal Kargo Penentuan luas terminal kargo akan menggunakan metode JICA (1992), dengan standar kebutuhan, yang mana dapat dilihat pada tabel 2.6. Sebagai pembanding di gunakan standar Ashford dan Wright (1984), yaitu 0,1 m 2 per ton tahunan baik untuk ekspor dan impor. Dalam hal ini standar Ashford dan Wright bersifat konstan, dan berbeda dengan JICA yang bersifat tidak konstan. Tabel 2.9: Standar Minimal Kebutuhan Kargo Volume (ton/tahun)
Volume per unit area (ton/m2)
Sistem/Lay out
2.000
3,3
Terpadu dengan T.Pnp
5.000
6,8
Terpadu dengan T.Pnp
10.000
11,5
Terpisah
Sumber : (Standar Rancang Bangun dan atau Rekayasa Fasilitas dan Peralatan Udara/ SKEP 347/XII/99) Berdasarkan tabel di atas area kargo yang diperlukan setelah volume kargo mencapai 10.000 ton/tahun harus dipisahkan antara satu dengan lainnya, hal ini dikarenakan alasan keamanan dan keselamatan.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 26
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
2.4 Marking landasan perlampuan (lighting)
Tanda-tanda, garis dan nomor dibuat pada perkerasan landasan dan taxiway agar pilot mendapat alat bantu dalam mengemudi pesawatnya mendarat kelandasan serta menuju apron melalui taxiway. Marking ini hanya berguna pada siang hari,sedangkan pada malam hari fungsi marking diganti dengan sistem penerangan. Warna yang dipakai adalah warna putih pada landasan yang menggunakan perkerasan aspal.Warna kuning untuk taxiway dan apron.Pada dasarnya, warna harus mencolok terhadap sekitarnya, Jadi kalau landasan berwarna putih (Landasan beton), harus diberi warna lain untuk markingnya. 2.4.1. Marking Ada 4 macam tipe marking yaitu: 1) Marking Landasan 2) Marking Taxiway 3) Marking untuk area yang dibatasi 4) Marking untuk objek tetap Fungsi marking 1)
Tanda-tanda visuil sebagai pedoman untuk taxiway
2)
Tanda-tanda visuil untuk lepas landas
3)
Informasi daerah udara yang diperlukan selama pendaratan
4) ICAO membagi marking landasan menjadi 3 bagian yaitu: 1. Landasan Aproach Presisi (dengan visuil) Berguna bagi pilot untuk mengenali aba-aba tentang landasan yang akan dicapai, sehingga mempermudah pengendalian pesawat yang sedang diterbangkan>landasan
beroperasi
dengan
kondisi
”Visual
Fight-
Ruler ”(VFR) 2. Landasan Approach-Non Presisi (dengan radio) Merupakan landasan yang dibantu dengan peralatan very high frequen omny Radio Ranger (VOR) sebagai pedoman bagi pesawat mendarat dilandasan 3. Landasan non-instrument Landasan ini tidak dilengkapi dengan instrumen landing system (LIS)
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 27
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
2.5 Penentuan Arah Angin
Analisa angin adalah dasar bagi perencanaan Lapangan Terbang sebagai pedoman pokok, landasan pada sebuah Lapangan Terbang arahnya harus searah dengan " Prevailing Wind " ( arah angin dominan ). Ketika mengadakan manufer pendaratan diusahakan komponen angin samping (cross wind ) tidak berlebihan. Persyaratan FAA untuk cross wind untuk semua Lapangan Terbang terkecuali utility, landasan harus mengarah sehingga cross wind tidak melebihi 13 knots (15 Mph) sedangkan untuk lapangan utility komponen cross wind tidak berlebihan sehingga diperkecil menjadi 10 knot (11,5 mph). Persyaratan ICAO pesawat dapat mendarat dan lepas landas pada sebuah lapangan terbang pada 95 % dari waktu cross wind , tidak melebihi : a.
37 km/jam (20 knot) dengan ARFL 1500 meter atau lebih, kecuali bila landasan memiliki daya pengamanan yang jelek yaitu dari pengalaman berkali - kali didapatkan koefisien gesek memanjang tidak cukup baik.
b.
24 km/jam (13 knot) dengan ARFL antara 1200 - 1499 meter.
c.
19 km/jam (10 knot) dengan ARFL kurang dari 1200 meter.
2.6 Perencanaan Perkerasan
Landasan pacu lapangan terbang yang direncanakan adalah untuk bisa melayani berbagai jenis pesawat dengan berbagai tipe roda dan berat yang berbeda beda dari jenis - jenis pesawat. Untuk tanah dasar yang bisa distabilisir mencapai > 6% dapat dipergunakan perkerasan tegar (rigid pavement ) atau perkerasan lentur ( flexible pavement ). Perkerasan fleksibel terdiri dari : a. Lapisan surface coarse dari aspal Hot Mix. b. Lapisan pondasi atas (base) dengan ATB. c. Lapisan pondasi bawah ( sub base) dengan aggregat kelas A. d. Lapisan tanah dasar diperbaiki dengan :
Timbunan dengan urugan pilihan. Urugan dengan tanah biasa.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 28
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2.6.1.Penstabilan Lapisan
Material Sub-base dan Base-course perlu diadakan stabilisasi agar didapatkan lapisan yang lebih baik. Keuntungan lapisan yang distabilisasi terutama pada perkerasan fleksibel yaitu membagi tebal perkerasan yang telah diperoleh dari grafik dengan faktor equivalent yang dapat dilihat pada tabel berikutini :
Tabel 2.10 Faktor Equivalent Bahan
Faktor Equivalent
P-401, Bituminous Surface Course
1,7 – 2,3
P-201, Bituminous Base Course
1,7 – 2,3
P-215, Cold Laid Bituminous Base Course
1,5 – 1,7
P-216, Mixed In-Place Base Course
1,5 – 1,7
P-304, Cement Treated Base Course
1,6 – 2,3
P-301, Soil Cement Base Course
1,5 – 2,0
P-209, Crushed Aggregate Base Course
1,4 – 2,0
P-154, Subbase Course
1,0
Sumber : Ir Heru Basuki
Tabel 2.11 Faktor ekuivalen untuk base yang distabilkan Bahan
Faktor Equivalent
P-401, Bituminous Surface Course
1,2 – 1,6
P-201, Bituminous Base Course
1,2 – 1,6
P-215, Cold Laid Bituminous Base Course
1,0 – 1,2
P-216, Mixed In-Place Base Course
1,0 – 1,2
P-304, Cement Treated Base Course
1,2 – 1,6
P-301, Soil Cement Base Course P-209, Crushed Aggregate Base Course P-154, Subbase Course
Not-Aplicable 1,0 Not-Aplicable
Sumber : Ir Heru Basuki
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 29
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
BAB III PROYEKSI DAN GEDUNG TERMINAL 3.1.
Proyeksi Jumlah Penumpang Tahun X
Diketahui data penumpang Domestik dan Internasional dari tahun 20012010 seperti tabel berikut: No
Tahun
Domestik
Internasional
Total
1
2001
15.441
11.614
27.055
2
2002
15.814
11.147
26.961
3
2003
16.518
11.416
27.934
4
2004
14.422
11.147
25.569
5
2005
16.518
11.242
27.760
6
2006
17.514
11.541
29.055
7
2007
17.134
11.984
29.118
8
2008
17.341
12.421
29.762
9
2009
18.491
12.188
30.679
10
2010
18.849
12.341
31.190
Dengan menggunakan Microsoft Excel, maka di dapat proyeksi penumpang Domestik untuk tahun X
PENUMPANG DOMESTIK 20 y = 0.3797x + 14.716 R² = 0.7165
18 G16 N A14 P M12 U N10 E P H 8 A L 6 M U J 4
2 0 0
2
4
6
8
10
12
TAHUN
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 30
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
PENUMPANG INTERNATIONAL 12.600
G N A 12.400 P M12.200 U N E 12.000 P H 11.800 A L M11.600 U J
y = 0.1313x + 10.982 R² = 0.6512
11.400 11.200 11.000 0
2
4
6
8
10
12
TAHUN
Dengan cara manual (penumpang Domestik) : Proyeksi Penumpang Domestik : NO
Penumpang Domestik (y)
Tahun (x)
XY
X2
Y2
1
15441
2001
30897441.00
4004001
238424481.00
2
15814
2002
31659628.00
4008004
250082596.00
3
16518
2003
33085554.00
4012009
272844324.00
4
14422
2004
28901688.00
4016016
207994084.00
5
16518
2005
33118590.00
4020025
272844324.00
6
17514
2006
35133084.00
4024036
306740196.00
7
17134
2007
34387938.00
4028049
293573956.00
8
17341
2008
34820728.00
4032064
300710281.00
9
18491
2009
37148419.00
4036081
341917081.00
10
18849
2010
37886490.00
4040100
355284801.00
10
168042
20055.00
337039560.00
40220385.00
2840416124.00
b
XY X . Y n. X ( X )
n.
2
2
B = 379.75 a
Y b X n
n
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 31
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
A = 744775.31
Y = a + bx Y = 744775.31+379.75*x
Maka proyeksi untuk tahun 2020 adalah: Y = -744775.31+ 379.75*2020 Y = 22320 penumpang Proyeksi penumpang harian dapat dihitung dengan:
⁄ ⁄
Dengan cara manual (penumpang Internasional) : Penumpang Internasional (Y)
Tahun (X)
XY
X2
Y2
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
23239614 22316294 22866248 22338588 22540210 23151246 24051888 24941368 24485692
4004001 4008004 4012009 4016016 4020025 4024036 4028049 4032064 4036081
134884996 124255609 130325056 124255609 126382564 133194681 143616256 154281241 148547344
10
11614 11147 11416 11147 11242 11541 11984 12421 12188 12341
2010
24805410
4040100
152300281
10
117041
20055
234736558
40220385
1372043637
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Proyeksi Penumpang Internasional :
b
XY X . Y n. X ( X )
n.
2
2
B = 131.36 a
Y b X n
n
A = -251624.13
Y = a + bx Y = -251624.13+ 131.36*x
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 32
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Maka proyeksi untuk tahun 2020 adalah: Y = -251624.13+ 131.36*2020 Y = 13723.07 penumpang
Proyeksi penumpang harian dapat dihitung dengan:
3.2.
⁄ ⁄
Perencanaan Teminal Building Tahun 2020
Menurut SKEP 347/XII/99 IAP4
sisi darat(
Indikasi Awal pembangunan
pendayagunaan, Pengembangan dan Pengoperasian) dimana evaluasi terminal penumpang dapat dihitung dan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan SKEP 347/XII/99 yang bertujuan untuk mengevaluasi luas terminal penumpang apakah masih mencukupi kapasitas dari luas bangunan.Adapun perhitungan adalah sebagai berikut : Data eksisting Bandar udara
Luas terminal penumpang eksisting
: 20.000 m 2
Jumlah penumpang Domestik tahunan
: 12.906 (Tahun 2020)
Jumlah penumpang Internasiona tahunan
: 4.727 (Tahun 2020)
Faktor pengali
: 0,050 % (standar DirjenHub)
Standar luas terminal Domestik
: 14 m2
Standar luas terminal Internasional
: 17 m2
IAP4 sisi darat
Jumlah penumpang tahun 2020 x standar luas terminal Luas eksisting terminal
Domestik :
12.906 0,05% 14 20000 x 2 / 3
0,301
Internasional :
4.727 0,05% 17 20000 x1 / 3
0,62
Artinya dari standrisasi (SKEP 347/XII/99 ) dengan ketentuan :
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 33
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
1.
IAP4 sisi darat> 0,75 kapasitas yang tersedia dapat dikembangkan
2.
0,75 ≥ IAP4
sisi darat>
0,6 kapasitas yang tersedia menjadi perhatian untuk
dikembangkan. 3.
IAP4 sisi darat≤ 0,6 kapasitas yang tersedia masih mencukupi
dapat disimpulkan bahwa :
1.
Terminal Domestik tidak perlu dikembangkan
2.
Terminal Internasional perlu dikembangkan
3.3. Jenis Fasilitas dan Kebutuhan Ruang Terminal Penumpang KEBUTUHAN RUANG AREA KEBERANGKATAN Total No
Jenis Fasilitas
Kebutuhan Ruang
1
Panjang Kreb Keberangkatan (m)
2
Hall Keberangkatan (m )
3
Chek-in Area (m )
A = 0,25 . (a+b)
(+10%)
325
4
Chek-in Counter (unit)
N = (a+b)t1 / 60
(+10%)
54
5
Area Pemeriksaan Passport (m )
A = 0,25 . (a+b)
(+10%)
320
6
Pemeriksaan Passport (unit)
N = (a+b)t2 / 60
(+10%)
50
7
Pemeriksaan Security (terpusat) (unit)
N = (a+b) / 300
8
Pemeriksaan Security (gate hold room) (unit)
N = 0,2 . {m/(h-g)}
10
9
Gate Hold Room (m )
A = m .s
160
10
Ruang Tunggu Domestik (m )
11
Ruang Tunggu Internasional (m )
2
L = 0,095 . a . p
(+10%)
(asumsi)
A = 0,75 . {a(1+f)+b}
2
2
2
2
2
84 2.600
6
A = a{(ui+vk)/30}
(+10%)
6.000
A = a{(ui+vk)/30}
(+10%)
5.000
KEBUTUHAN RUANG AREA KEDATANGAN No
Fungsi Ruang
Perhitungan
1
Panjang Kreb Kedatangan (m)
L = 0,095 . c . p
2
Hall Kedatangan Domestik (m )
3
Baggage Claim Area (m )
5
2
Total (+10%)
A = 0,375 . {b+c+(2cf)}
2
84 2.500
A = 0,09 . c
(+10%)
120
Area Pemeriksaan Passport (m )
A = 0,25 . (c+b)
(+10%)
317
6
Pemeriksaan Passport (unit)
N = (c+b)t2 / 60
(+10%)
50
7
Hall Kedatangan Internasional (m )
8
Baggage Claim Area (m )
2
2
2
A = 0,375 . {b+c+(2cf)} A = 0,09 . c
(+10%)
2.200 120
Keterangan :
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 34
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
a
=
Jumlah penumpang berangkat pada waktu sibuk
b
=
Jumlah penumpang transper
c
=
Jumlah penumpang datang pada waktu sibuk
f
=
Jumlah pengunjung per penumpang
t1
=
Waktu pemrosesan chek-in per penumpang
t2
=
Waktu pemrosesan passport per penumpang
p
=
Proporsi penumpang yang memakai taxi/mobil
u
=
Rata-rata menuggu terlama
v
=
Rata-rata menuggu teecepat
i
=
Proporsi penumpang menuggu terlama
k
=
Proporsi penumpang menuggu tercepat
m
=
Max jumlah kursi pesawat terbesar
g
=
Waktu kedatangan penumpang pertama sblm boarding di gate hold
h
=
Waktu kedatangan penumpang terakhir sblm boarding di gate hold
s
=
Kebutuhan ruang per penumpang
Hasil perhitungan (asumsi) beberapa kebutuhan area terminal penumpang diatas merukapakan kebutuhan area keberangkatan dan area kedatangan dimana tidak ada perkembangan luasan (20.000 m 2) tahun rencana 2020 dimana perhitungan kebutuhan belum termasuk sarana penunjang lannya seperti kantor, kantin, toilet dan lainnya.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 35
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
D H
G A
C
B
E Lantai Dasar
F J
I
Lantai Atas Gambar 3.1 : Kebutuhan ruang terminal penumpang Keterangan : Pemeriksaan Security (ter A
=
Chek-in Area
2
325 m
F
=
pusat)
G
=
Baggage Claim Area Domestik
6 unit
2.500 B
=
Hall Kedatangan Domestik Hall Kedatangan Inter-
C
=
nasional
m2 2.200 2
m
Baggage Claim Area InterH
=
nasional
Panjang Kreb KeberD
=
angkatan
120 m2 120 m2 6.000
84 m
I
=
Ruang Tunggu Domestik
m2 5.000
E
=
Chek-in Counter
54 unit
J
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
=
Ruang Tunggu Internasional
m2
Page 36
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
BAB IV PERENCANAAN LANDI NG M OVEMENT 4.1.
Penentuan Panjang Landasan
Langkah awal dalam perencanaan lapangan terbang adalah penentuan batasan panjang landasan. Tabel 3.1 Panjang landasan pacu berdasarkan jenis pesawat No
Jenis Pesawat
Panjang Landasan Pacu ( m )
1
Airbus A320-200
2058
2
B737-300
2749
3
B737-400
2499
4
Mc Donnell Douglas DC9-30
2134
5
F100
1695
6
Cessna 650
1581
Sumber : Karakteristik Pesawat Terbang Komersial, Ir. Heru Basuki Dari tabel diatas, diambil panjang landasan pacu rencana yaitu yang ter panjang = 2749 m , maka Lro = 2749 m. Pada perhitungan perencanaan ini digunakan pesawat type Boeng B737-300 sebagai type pesawat maksimum yang akan mendarat (landing) di runway yang akan direncanakan dengan data – data sebagai berikut:
Suhu (T)
: 28 °C
Elevasi (e)
: 541m
Kecepatan Angin (w) : +5 knots (tail wind)
Kemiringan (S)
: 11,4 %
Langkah 1 : Menghitung factor koreksi, yaitu :
Faktor Koreksi elevasi (e) Fe = 1+0.07(h/300) = 1+0.07(541/300) = 1,126
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 37
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Faktor Koreksi Temperatur (Ft) Ft = 1 + 0.01(T-(15-0.0065h)) = 1 + 0.01(28-(15-0.0065(541)) = 1.165
Faktor Koreksi Kemiringan Fs = 1 + 0.1S = 1 + 0.1(0.114) = 1.0114
Faktor Koreksi Angin (Fw) Berdasarkan table “pengaruh angin permukaan terhadap panjang runway” maka factor koreksi angin (Fw) = -3%
Langkah 2 : Menghitung Panjang Runway Minimum (ARFL)
Kondisi Takeoff ARFL = Lr x (Fe x Ft x Fs) - Fw = 2749 x (1,126 x 1.165 x 1.0114) + (2749 x 0.03) = 3667,45 m =3667 m.
Langkah 3 :Penentuan golongan atau type runway.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 38
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Berdasarkan data-data perhitungan sebelumnya dan table dia atas :
ARFL
= 3667 m
Bentang Sayap
Jarak terluar pendaratan (OMGWS)
(wing span)
Maka, Aerodrome Reference Code (ARC)
= 28,9 m = 6,4 m
= 4D
Langkah 4 :Penentuan jenis atau type Runway.
Penentuan golongan / jenis runway di tentukan berdasar kan Annex 14 tahun 2009.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 39
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Pada perencanaan runway ini di gunakan runway type E.
Dengan spesifikasi sebagai berikut (berdasarkan annex 14) :
Lebar Runway (width Runway)
ARC = 4C, maka lebar runway (width runway) berdasarkan table diatas adalah 45m.
Bahu runway (Runway Shoulders) Berdasarkan annex 14(poin 3.2 runway shoulders) lebar bahu runway untuk kode D, D & E minimal 60 m, maka pada perencanaan runway ini (ARC=4D) direncanakan lebar bahu runway = 60 m.
Runway Strip 1. Untuk panjang runway strips (length of runway strip) Berdasarkan annex 14 (poin 3.4.2 length of runway st rips), untuk runway dengan code 2,3 dan 4 panjang runway str ips = 60 m, maka pada perencanaan ini runway strips yang digunakan sepanjang 60m (kode runway = 4, ARC = 4C)
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 40
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
2. Untuk lebar runway strips ( width of runway) Berdasarkan Annex 14 (poin 3.4.3 width of runway strips), untuk runway dengan kode 3 dan 4, maka lebar runway strips = 150 m.
Clear way Berdasar kan Annex 14, untuk panjang dari clearway tidak boleh lebih dari setengah panjang runway (TORA), maka panjang clearway di asumsikan sebesar 400 m. Sedangkan untuk lebar clearway adalah 150 m, dimana jarak dari center line clearway ke bagian terluar clearway masingmasing 75m.
Stopway Berdasarkan Annex 14, untuk lebar stopway adalah sama dengan lebar runway yaitu 45 meter, sedangkan untuk panjang stopway adalah 240 m.
Maka : LDA
= ARFL = 3667 meter
TORA
= LDA + SW = 3667 + 240 = 3907 meter
ASDA
= TORA + SW = 3907 + 240 = 4147 meter
TODA
= TORA + CW = 3907 + 400 = 4307meter
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 41
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
4.2 Perencanaan Taxiways
Pelebaran pada Belokan Taxiway Tabel 4.3: K lasif ik asi A ir port, Desain Gr oup Pesawat dan Jeni s Pesawat
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 42
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Berdasarkan tabel Klasifikasi Airport, Desain Group Pesawat dan Jenis Pesawat, maka untuk jenis pesawat Boeing B737-300 termasuk golongan 4C (ARC 4D) yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
-
ARFL
: 2749 m
-
Wing span
: 26,9 m
-
OMGWS
: 6,4 m
-
Length
: 30,5 m
-
MTOW
: 61230 kg
-
TP
: 1344 kpa
Maka wheel basenya adalah : 26,9 – (2 . 6,4) = 14,1 m
Sumber : Annex 14, tahun 2009 Berdasarkan tabel di atas, maka clearance untuk code letter D adalah 4,5 m.
Lebar Taxiway
Sumber : Annex 14, tahun 2009
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 43
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Berdasarkan tabel di atas, maka lebar taxiway untuk code letter D, dan dengan wheel span 6,4 m yang kurang dari 9 m adalah 18 m.
Kemiringan Taxiway
Sumber : Annex 14, tahun 2009 Berdasarkan tabel di atas, maka kemiringan taxiway untuk code letter D adalah 1,5%.
Jarak Pisah Minimum antar Taxiway Tabel Taxi way M in imu m Separation Di stances
Sumber : Annex 14, tahun 2009 Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh: -
Instrument runways
: 176 m
-
Jarak antar taxiway
: 66,5 m
-
Jarak taxiway terdekat dengan suatu benda
: 40,5 m
-
Jarak taxiway terdekat dengan bangunan
: 56 m
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 44
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Berdasarkan Annex 14 untuk pesawat dengan code letter D, dan code number 4 diperoleh : -
Perubahan kemiringan horizontal : 1% per 30 m (radius minimum untuk lengkungannya adalah 3000 m)
-
Jarak pandang : 3 m di atas taxiway
-
Kemiringan pada arah melintang : 1,5%
-
Arah keluar taxiway : 550 m
-
Kecepatan untuk keluar di bawah kondisi basah : 93 km/h
-
Taxiway shoulders : 38 m
-
Grading of taxiway strips : 19 m
-
Kemiringan taxiway strips : 2,5%
4.1 Perencanaan Aprons
Untuk perencanan apron, diambil nilai berdasarkan jenis pesawat Airbus A320-200 -
Wing span
=
33,9
m
-
Panjang badan peawat
=
37,6
m
Sumber : Annex 14, tahun 2009 -
Fs digunakan 1,8
Maka, luas apron yang dibutuhkan adalah : Untuk mengakomodasi 20 pesawat besar yang akan parkir di apron. Maka luas apron yang dibutuhkan : A
=
jumlah pesawat x wing span x panjang badan pesawat rencana x Fs
=
20 x 33,9 x 37,6 x 1,8
=
45887,04 m 2 = 46000 m 2
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 45
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
BAB V MARKING LANDASAN PERLAMPUAN (LIGHTING) Macam-macam marking landasan sebagai alat bantu pendaratan navigasi sebagai berikut : 1.
Nomor Landasan Nomor pengenal landasan ini ditempatkan pada ujung landasan yang terdiri dari dua angka yang merupakan angka persepuluh terdekat dari utara magnetis dipandang dari arah approach, ketika pesawat akan mendarat.pada landasan sejajar harus dilengkapi dengan huruf R,L atau C ( Ir Heru Basuki). Terdiri dari 2 nomor ditambah dg huruf pada ujung landasan (Ir. H basuki).
2.
Marking Sumbu Landasan Di tempatkan di sepanjang sumbu landasan, berawal dan berakhir pada nomor landasan. Kecuali pada landsan yang bersilangan, landsan yang lebih dominant,sumbunya tersu , dan yang kurang dominant,sumbunya di putus. Panjang garis 50
X
75 m dg lebar strip 0,3 - 0,9 m. dalam
perencanaan diperkirakan landasan yang dominan 50 % dari panjang landasan yang tidak dominan 30 % dari panjang landasan yang tidak dicat, 20 % dari panjang landasan dan marking sumbu dicat kuning.
Yang dominan
= 50 % x pjg runway = 50 % x
2200 m
= 1100 m
Lebar strip
=
Luas
= 0.8 x 1100
Yang tidak dominan
= 30 % x pjg runway
0.8 m = 880 m 2
= 30 % x 2200 = 660 m
Lebar strip
= 0,8 m
Luas
= 0,8 x 660 = 528 m 2
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 46
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
3.
Marking Threshold Di tempat di ujung landasan sejauh 6 m dari tepi landasan, panjang paling kurang 50 m, lebar 1,8 m. Banyak strip tergantung lebar landasan (hal 233 Ir. H Basuki).
Tabel 6.1 : Banyaknya Trip Berdasarkan Lebar Landasan Lebar Landasan
Banyak Trip
18 m
4
23 m
6
30 m
8
45 m
12
60 m
26
(Sumber: Ir Heru Basuki halaman 233)
Dalam perencanaan didapat lebar landasan 45 m, maka diambil banyak strip tergantung max 12 strip yg tergantung juga kepada penggunaan landasan, instrument dan non instrument. Jadi luas yg akan dicat
=
12 x 45 x 1,8
=
1080 m 2 4.
Marking Untuk Jarak-Jarak Tetap ( Fixed Distance Mark ) Berbentuk segiempat, warna orange, panjang 45 - 60 m, lebar 6 - 10 m tercetak simetris di kanan-kiri sumbu, landasan marking ini berjarak 30 m dari threshold.
5.
Marking Touchdown Zone Dipasang pada landasan dengan approach presisi tetapi bisa juga dipasang
pada landasan non presisi atau landasan non-instrumen yang lebar landasannya lebih dari 23 m. Terdiri dari pasangan-pasangan berbentuk segiempat dikanan-kiri sumbu landasan. Lebar 3 m dan panjang 22.5 m untuk strip-strip tunggal, sedangkan untuk strip ganda ukuran 22.5 m x 1.8 m dengan jarak 1.5 m. Jarak satu sama lain 150 m diawali dari threshold , banyaknya pasangan tergantung pada landasan.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 47
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Tabel 6.2: Hubungan Panjang Landasan Dengan Banyak Pasangan Panjang Landasan
Banyaknya Pasangan
<900 m
1
900-1200m
2
1200-1500m
3
1500-2100 m
4
>2100 m
6
Sumber : Ir Heru Basuki
6.
Marking Tepi Landasan ( Runway Side Strip Marking ) Merupakan garis lurus ditepi landasan, memanjang sepanjang landasan dengan lebar strip 0.9 m bagi landsan yang lebarnya lebih dari 30 m atau dengan lebar strip 0.45 bagi landasan yang lebarnya lebih dari 30 m . Marking ini berfungsi sebagai batas landasan. Terutama bila warna landasan hampir sama dengan shouldernya.
6.1.2
Marking taxiway - Marking sumbu taxiway , sebagai garis pedoman dari sumbu landasan masuk ke taxiway, berbentuk garis selebar 15 cm berwarna kuning. - Marking posisi taxi holding (taxi holding position marking) sebagai tanda bahwa taxiway akan berpotongan dengan landasan pesawat. Pesawat harus berhenti disini sebelum mendapat perintah PLLU kelandasan masuk kelandasan.
6.1.3 Marking untuk area yang dibatasi Landasan atau taxiway yang tidak digunakan dan ditutup untuk kegiatan lalu lintas pesawat diberi tanda silang berwarna kuning. 6.1.4 Marking untuk objek Tetap Yang dimaksud objek tetap misalnya menara air, antenna, gedung/bangunan yang diperkirakan menjadi halaman pada flight path harus diberi tanda yang mencolok, misalnya diberi warna putih orange bergantian.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 48
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
6.2.
Perlampuan ( Lighting )
6.2.1
Penerangan Approach (Lighting Approach)
2013
Ketika pilot akan mendarat terdapat penglihatan dengang rentang kemiringan tertentu untuk memenuhi kemiringan rentang itu. Sinar-sinar lampu threshold maupun lampu landasan belum memadai maka dibuatlah lampu-lampu yg memenuhi rentang kemiringan tadi yang disebut Approach Light system. 6.2.2
Perlampauan Threshold Ketika melakukan approach final untuk melakukan pendaratan pilot harus membuat keputusan untuk melakukan pendaraatn atau membatalkannya karena missed approach.
6.2.3
Perlampuan landasan
a. Lampu di tepi landasan Untuk perencanaan perlampuan pada landasan dipasang tiap jarak 40 m dan dipasang pd kiri dan kanan lapangan dg menggunakan lampu mercury 100 watt. Banyak lampu untuk panjang landasan 2200 m =
2 2200 40
= 110 buah lampu b. Lampu sumbu landasan dan touch down zone landasan Lampu ini dipasang sebagai usaha untuk menerangi daerah gelap ditengah landasan tempat terletak sumbu, serta untuk memberi pedoman arah pada visibility jelek Dicoba menggunakan lampu 5 watt dengan jarak 15 m, maka diperlukan lampu sebanyak: n= =
2200 15
147 buah lampu
Pada touch down zone setiap 50 m n
=
2200 50
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 49
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
=
44 strip
=
44 x 2
=
88 strip
2013
Jadi, Dalam 1 strip ada 3 buah lampu , maka jumlah yang diperlukan
6.2.4
=
88 x 3
=
264
buah lampu
Lampu Taxiway - Jarak tiap lampu 60 m, maka banyaknya lampu taxiway adalah n - Rapid taxiway
=
2200 / 60
=
=
500 / 50
=
37 buah lampu 10 buah
+
47 buah Angka 60 adalah jarak tiap lampu dan angka 500 adalah ketetapan jarak sebelum membelok ke taxiway Di samping itu lampu hijau berjarak 29 m. Untuk taxiway berjarak 15 m untuk rapid taxiway :
Taxiway
=
2200/ 29
=
76 buah
Rapid
=
500 / 15
=
34 buah
+
110 buah 6.2.5. Visual Approach Slope Indicator ( VASI ) VASI merupakan alat bantu untuk mendapatkan ” Glide Ptath” yang sesuai pada kondisi cuaca relatif baik, sehingga memudahkan dalam menafsirkan ketin ggian bagi pesawat yang mendarat.Konfigurasi VASI Tabel 6.3: Konfigurasi VASI Type
Rentang VFR (nmi)
Keterangan
VASI-16
5
Semua pesawat termasuk yg berbadan lebar
VASI-12
5
Semua pesawat kecuali berbadan lebar
VASI-6
4
Semua pesawat, pesawat lebar,turbo jet
VASI-4
4
VASI-2
3
Semua pesawat kecuali berbadan lebar standar FAA 2 bar Semua pesawat propeller
( hal 258 Ir. H Basuki ) 6.2.6 Runway End Identifier Lights (REIL)
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 50
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
REIL dipasang pada lapangan terbang yang tidak punya approach light , untuk membantu pilot dalam mengenali pesawat secara visual dan mengetahui pasti ujung landasan untuk approach.Sistemnya terdiri dari pasangan -pasangan lampu flash putih yang sinkron, berlokasi didua sisi threshold landsan dan dimaksudkan dipakai pada kondisi visibility yang memadai.
6.2.7 Instrument Landing system (ILS) ILS adalah alat bantu radio untuk pendaratan pesawat dibawah kondisi cuaca buruk / kurang menguntungkan dan visibility rendah. ILS akan memberikan informasi mengenai jalur approach yang tepat dan sudut pendaratan yang tepat untuk pendaratan kepada pilot. Resume Lighting :
Banyaknya lampu tergantung besar landasannya.
Setiap landasan dan bangunan untuk landing dan take off harus menggunakan lampu pada malam hari.
Penempatan dan banyaknya lampu sesuai standar yang ada ( Ir. H Basuki ).
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 51
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
BAB VI PENENTUAN ARAH ANGIN Analisa angin merupakan dasar dari prencanaan lapangan terbang yang berfungsi sebagai pedoman pokok. Landasan pacu dari sebuah lapangan terbang harus dibuat sedemikian rupa sehingga searah dengan “ prevaling wind ” (arah angin dominan). Hal ini dimaksudkan ketika melakukan pendaratan manuver sejauh komponen arah samping (cross wind ) tidakberlebihan.
Persyaratan FAA untuk cross wind pada semua lapangan terbang terkecuali utility, landasan harus mengarah pada angin dominan sehingga cross wind tidak melebihi 13 knots (15 MPH). sedangkan untuk lapangan utility komponen cross wind tidak berlebihan sehingga diperkecil menjadi 10 knots (11,5 MPH).
Persyaratan ICAO, pesawat dapat mendarat dan lepas landas pada sebuah lapangan tebang pada 95 % dari waktu crosswind tidak melebihi : a. 37 Km/jam (20 knot) dengan aeroplane reference field length (ARFL) 1500 m atau lebih, kecuali jika landasan memiliki daya pengaman yang jelek yaitu dari pengalaman berklai-klai didapatkan koefisien gesek memanjang tidak cukup baik. b. 24 Km/jam (13 knot) dengan ARFL antara 1200 – 1499 meter. c. 19 Km/jam (10 Knot) dengan ARFL kurang dari 1200 meter
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 52
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Tabel 4.1 Data Angin Persentase Angin Arah Angin
4 - 15 mil/h
15 - 31 mil/h
31 - 47 mil/h
Total
Utara
5.4
3.1
1.8
10.3
Utara timur laut
2.1
1.4
0.8
4.3
Timur laut
2.8
2.1
1.4
6.3
Timur timur laut
2.4
3.1
1.8
7.3
Timur
3.1
2.3
1.4
6.8
Timur tenggara
2.1
1.5
1.9
5.5
Tenggara
2.3
1.3
3.1
6.7
Selatan tenggara
0.9
2.1
2.5
5.5
Selatan
1.7
1.9
2.8
6.4
Selatan barat daya
2.5
1.9
2.4
6.8
Barat daya
1.8
1.4
2.5
5.7
Barat barat daya
1.1
1.9
1.1
4.1
Barat
1.3
2.3
1.4
5
Barat barat laut
2.1
1.5
1.5
5.1
Barat laut
1.7
2.3
2.1
6.1
Utara barat laut
0.9
2.1
2.1
5.1
Angin lemah (0 - 4 mil/h)
3
Persentase total
100
Dari data angin yang diketahui, arah angin dominan yaitu dari arah “Utara”, maka berdasarkan perhitungan di atas akan direncanakan landasan pacu (R/W) sejajar dengan arah angin dominan.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 53
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
WIND ROSE TINJAUAN U - S
U 360
3 4 0 L U B
2 0
31-47 mil/h
0 2 3 L B 0 0 3 L B B 0 8 2
B
1 2.
. 2
3
4 . 1 9 . 1
D B
1 . 8 3 . 1
9 . 1
4 . 2 8 . 2
0 2 2
2 . 3
3 .1
2 1 . . 1 1 8 . 2 . 1 3 0 5 . . 2 7 . 1 9
. 2 1
1 . 5
. 1 3
8 0
1 .4
1 . 9
. 3 1
. 2 5 S T G
D B S
6 0
T T L
2 .1
. 4
3 . 1
5 . 2
0 4 2
1 .4
4-15 mil/h
9 . 1
D B B
1 .4
5.4 2 .1 0. 9 2 7 . 1. 0-4 mil/h 8 2 1
3 . 2
1 . 1
3.1
2. 1
5 . 1
0 6 2
T L
0 .8
15-31 mil/h
3 2.
4 . 1
4 0
1.8
2. 1
5 . 1
U T L
T
1 0 0
T T G 1 2 0
T G
1 4 0
1 6 0
0 0 2 0 8 1
S Perhitungan arah angin : Utara – Selatan : =2.1+2.1+0.9+1,7+2.1+1.1+1.8+2.5+1.9+2.4+2.8+1.9+1.7+5.4+3.1+1.8+2.4+0.8 +1.4+2.1+2.8+2.4+2.1+2.3+0.9+2.1+2.5+3 = 60.1
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 54
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
WIND ROSE TINJAUAN UTL - SBD
U 360
3 4 0 L U B
2 0
31-47 mil/h
0 2 3
4 0
L B 0 0 3 L B B 0 8 2
B
4 . 1
0 6 2
1 . 1
3.1
2. 1
1 .4
1 .4
5.4 2 .1 0. 9 2 7 . 1. 0-4 mil/h 8 2 1 .
5 . 1
. 2
3 . 2
3
3 . 1
3 .1
2 1 . . 1 1 8 . 2 . 1 3 5 . 0 . 2 7 . 1 9
9 . 1
1 . 8
4
3 . 1
4 . 1 9 . 1
9 . 1
4 . 2 8 . 2
0 2 2
. 2 1
2 . 3
1 . 5
. 1 3
8 0
1 .4
1 . 9
. 3 1
. 2 5 S T G
D B S
6 0
T T L
2 .1
4-15 mil/h
5 . 2 D B
T L
0 .8
15-31 mil/h
3 2.
D B B 0 4 2
1.8
2. 1 1 2.
5 . 1
U T L
T
1 0 0
T T G 1 2 0
T G
1 4 0
1 6 0
0 0 2 0 8 1
S Perhitungan arah angin : Utara timur laut – Selatan barat daya : =2.8+1.9+1.7+0.9+2.3+1.3+1.1+1.8+1.4+2.5+2.4+1.9+2.5+2.5+1.9+2.4+2.5+1.4 +2.8+1.5+1.3+2.3+0.9+1.7+1.9+2.8+3 = 53.4
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 55
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
WIND ROSE TINJAUAN TL - BD
U 360
3 4 0 L U B
2 0
31-47 mil/h
0 2 3
4 0
L B 0 0 3 L B B 0 8 2
B
1.8
2. 1 1 2.
3 . 1
3
9 . 1
5 . 2 D B
1 . 8 3 . 1
9 . 1
4 . 2 8 . 2
0 2 2
2 . 3
3 . 1
2 1 . . 1 1 8 . 2 . 1 3 0 5 . . 2 7 . 1 9
. 2 1
1 . 5
. 1 3
8 0
1 . 4
1 . 9
. 3 1 . 2 5 S T G
D B S
6 0
T T L
2 .1
4
4 . 1
D B B
1 .4
4-15 mil/h
. 2
9 . 1
1 . 1
1 .4
5.4 2 .1 0. 9 2 . 7 1. 0-4 mil/h 8 2 1 .
3 . 2
0 6 2
3.1
2. 1
5 . 1
4 . 1
T L
0 .8
15-31 mil/h
3 2.
5 . 1
0 4 2
U T L
T
1 0 0
T T G 1 2 0
T G
1 4 0
1 6 0
0 0 2 0 8 1
S Perhitungan arah angin : Timur laut – Barat daya : =5.4+0.9+1.4+0.8+2.1+2.8+2.1+1.4+1.8+3.1+2.4+3.1+2.1+0.9+1.7+1.9+2.9+2.5 +1.8+1.4+2.1+2.5+1.1+1.9+1.1+1.3+2.1+3 = 52.1
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 56
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
WIND ROSE TINJAUAN TTL - BBD
U 360
3 4 0 L U B
2 0
31-47 mil/h
0 2 3
4 0
L B 0 0 3 L B B 0 8 2
B
4 . 1
0 6 2
3 2.
1 .4
3 . 1
4 . 1 5 . 2
3 . 1
9 . 1
4 . 2 8 . 2
0 2 2
2 . 3
3 . 1
2 1 . . 1 1 8 . 2 . 1 3 5 . 0 . 2 7 . 1 9
9 . 1
1 . 8
. 4
3
. 2 1
1 . 5
. 1 3
8 0
1 . 4
1 . 9
. 3 1
. 2 5 S T G
D B S
6 0
T T L
2 .1
4-15 mil/h
. 2
3 . 2
D B B
D B
3.1
1 .4
5.4 2 .1 0. 9 2 . 7 1. 0-4 mil/h 8 2 1
5 . 1
1 . 1
T L
0 .8
15-31 mil/h 2. 1
9 . 1
0 4 2
1.8
2. 1 1 2.
5 . 1
U T L
T
1 0 0
T T G 1 2 0
T G
1 4 0
1 6 0
0 0 2 0 8 1
S Perhitungan arah angin : Timur timur laut – Barat barat daya : =5.4+2.1+2.1+1.4+2.8+2.4+3.1+1.8+3.1+2.3+1.4+2.1+2.3+1.7+2.5+1.4+2.5+1.8 +1.1+1.9+1.1+1.3+2.3+1.8+1.4+2.1+1.7+3 = 49.9
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 57
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
WIND ROSE TINJAUAN T – B
U 360
3 4 0 L U B
2 0
31-47 mil/h
2 0 3
4 0
L B 0 0 3 L B B 0 8 2
B
4 . 1
0 6 2
1 . 1
1 . 4
1 .4
4-15 mil/h
. 2
3 . 2
3 . 1
4 . 1 9 . 1
3 . 1
9 . 1
4 . 2 8 . 2
0 2 2
2 . 3
3 .1
2 1 . . 1 1 8 . 2 . 1 3 0 5 . . 2 7 . 1 9
9 . 1
1 . 8
4
3
1 . 2
1 . 5
. 1 3
8 0
1 .4
1 . 9
. 3 1
5 . 2 S T G
D B S
6 0
T T L
2 . 1
5.4 2 .1 0. 9 2 . 7 1. 0-4 mil/h 8 2 1 .
5 . 2 D B
3.1
2. 1
5 . 1
T L
0 .8
15-31 mil/h
3 2.
D B B 0 4 2
1.8
2. 1 1 2.
5 . 1
U T L
T
1 0 0
T T G 1 2 0
T G
1 4 0
1 6 0
0 0 2 0 8 1
S Perhitungan arah angin : Timur – Barat : =1.4+2.3+3.1+1.3+2.3+1.4+1.9+1.5+2.1+2.3+0.9+2.5+1.8+1.1+1.9+1.1+1.8+3.1 +2.4+2.8+2.1+0.9+1.7+2.1+1.5+1.5+3 = 48.8
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 58
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
WIND ROSE TINJAUAN TT – BBL
U 360
3 4 0 L U B
2 0
31-47 mil/h
0 2 3 L B 0 0 3 L B B 0 8 2
B
4 . 1
0 6 2
1 . 1
3.1
2. 1
1 .4
1 .4
5.4 2 .1 0. 9 2 . 7 1. 0-4 mil/h 8 2 1
5 . 1
. 2
3 . 2
3
4 . 1 9 . 1
9 . 1
4 . 2
D B
3 . 1
3 .1
2 1 . . 1 1 8 . 2 . 1 3 0 5 . . 2 7 . 1 9
9 . 1
1 . 8
. 4
3 . 1
8 . 2
0 2 2
1 . 2
2 . 3
1 . 5
. 1 3
8 0
1 .4
1 . 9
. 3 1 . 2 5 S T G
D B S
6 0
T T L
2 .1
4-15 mil/h
5 . 2
0 4 2
T L
0 .8
15-31 mil/h
3 2.
D B B
4 0
1.8
2. 1 1 2.
5 . 1
U T L
T
1 0 0
T T G 1 2 0
T G
1 4 0
1 6 0
0 0 2 0 8 1
S Perhitungan arah angin : Timur tenggara – Barat barat laut : =1.9+1.5+2.1+2.1+15+1.5+3.1+1.3+2.3+0.9+1.7+1.8+1.1+1.3+2.3+1.4+1.4+2.3+ 3.1+2.4+2.8+5.4+0.9+1.7+2.3+2.1+3 = 55.2
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 59
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
WIND ROSE TINJAUAN TG – BL
U 360
3 4 0 L U B
2 0
31-47 mil/h
0 2 3
4 0
L B 0 0 3 L B B 0 8 2
B
1.8
2. 1 1 2.
. 2
3 . 1
3
9 . 1
5 . 2 D B
1 . 8 3 . 1
3 .1
2 1 . . 1 1 8 . 2 . 1 3 0 5 . . 2 7 . 1 9
9 . 1
4 . 2 8 . 2
0 2 2
. 2 1
2 . 3
1 . 5
. 1 3
8 0
1 .4
1 . 9
. 3 1
5 . 2 S T G
D B S
6 0
T T L
2 .1
4
4 . 1
D B B
1 .4
4-15 mil/h
9 . 1
1 . 1
1 .4
5.4 2 .1 0. 9 2 7 . 1. 0-4 mil/h 8 2 1 .
3 . 2
0 6 2
3.1
2. 1
5 . 1
4 . 1
T L
0 .8
15-31 mil/h
3 2.
5 . 1
0 4 2
U T L
T
1 0 0
T T G 1 2 0
T G
1 4 0
1 6 0
0 0 2 0 8 1
S Perhitungan arah angin : Tenggara – Barat laut : =3.1+1.3+2.3+1.7+2.3+2.1+2.5+2.1+0.9+1.7+2.5+1.1+1.3+2.1+1.5+1.5+1.9+1.5 +2.1+3.1+2.4+2.1+5.4+0.9+2.1+2.1+3 = 56.6
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 60
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
WIND ROSE TINJAUAN ST – UBL
U 360
3 4 0 L U B
2 0
31-47 mil/h
0 2 3 L B 0 0 3 L B B 0 8 2
B
4 . 1
3 . 1
4 . 1 9 . 1
D B
1 . 8 3 . 1
4
3
9 . 1
4 . 2 8 . 2
0 2 2
2 . 3
3 .1
1 . 2
1 . 5
. 1 3
8 0
1 .4
1 . 9
. 3 1 . 2 5 S T G
D B S
6 0
T T L
2 .1
2 1 . . 1 1 8 . 2 . 1 3 0 5 . . 2 7 . 1 9
5 . 2
0 4 2
1 .4
4-15 mil/h
. 2
9 . 1 D B B
1 .4
5.4 2 .1 0. 9 2 . 7 1. 0-4 mil/h 8 2 1 .
3 . 2
1 . 1
3.1
2. 1
5 . 1
0 6 2
T L
0 .8
15-31 mil/h
3 2.
5 . 1
4 0
1.8
2. 1 1 2.
U T L
T
1 0 0
T T G 1 2 0
T G
1 4 0
1 6 0
0 0 2 0 8 1
S
Perhitungan arah angin : Selatan Tenggara – Utara barat laut : =2.5+2.1+0.9+0.9+2.1+2.1+2.8+1.9+1.7+2.5+1.8+1.3+2.1+1.7+2.3+2.1+3.1+1.3 +2.3+2.1+3.1+2.8+2.1+5.4+3.1+1.8+3 = 60.9
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 61
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
KESIMPULAN
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Analisis Angin No.
Arah Angin
Kecepatan Angin Dominan mil/hour
1
Utara – Selatan
60.1
2
Utara Timur Laut – Selatan Barat Daya
53.4
3
Timur Laut – Barat Daya
52.1
4
Timur Timur Laut – Barat Barat Daya
49.9
5
Timur – Barat
48.8
6
Timur Tenggara – Barat Barat Laut
55.2
7
Tenggara – Barat Laut
56.6
8
Selatan Tenggara – Utara Barat Laut
60.9
Sumber : Analisa Data
Dapat dilihat dari table bahwa arah angin dominan adalah dari arah Selatan Tenggara, maka Runway mengarah ke arah Utara Barat Laut (sesuai
dengan arah angin dominan). Posisi arah Tenggara 1600 . Posisi arah Barat Laut 3400. Maka Penomoran pada landasan yang mengarah ke Tenggara adalah dengan angka 16 dan Penomoran pada landasan yang mengarah ke Barat Laut adalah dengan angka 34.
3 2
B L 4 1
T G BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 62
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Gambar 6.1 Sketsa Landasan
BAB VII PERENCANAAN PERKERASAN
Landasan pacu lapangan terbang direncanakan agar bisa melayani berbagai jenis pesawat dengan berbagai tipe roda dan berat berbeda-beda dari jenis-jenis pesawat. Untuk tanah dasar yang bisa distabilisir mencapai > 6% dapat digunakan perkerasan dengan system rigid atau fleksibel. Perkerasan fleksibel terdiri dari : a. Lapisan Surface Coarse dari aspal Hot Mix b. Lapisan pondasi atas ( Base) dengan ATB c. Lapisan pondasi bawah (Sub- Base) dengan agregat-kelas A d. Lapisan tanah dasar (Sub-Grade) diperbaiki dengan : -
Timbunan, dengan urugan pilihan
-
Urugan, dengan tanah biasa
1. Equivalent Wheel Load Kedalaman dimana tegangan yang terjadi pada perkerasan akibat dual wheel sama dengan akibat single wheel tergantung pada jarak kedua roda. Dekat pada permukaan, roda-roda beraksi independent . Pada kedalaman yang lebih tebal, tegangan akan saling tindih (overlap) tetapi mengecil karena kedalaman bertambah, sehingga pada suatu kedalaman tertentu akan bernilai nol.
a. Mencari Rn Rumus Rn = R 0 ( 1 + i ) n
Dengan : Rn
= Forecast annual departure yang akan datang
R 0
= Forecast annual departure awal
n
= 10 tahun
i
= Crown traffic
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 63
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
1. Nilai R 0 untuk tiap-tiap pesawat rencana : o
Airbus A320-200
o
Boeing B737-300
o
Boeing B737-400
o
McDonnell Douglas DC9-30
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 64
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2. Nilai t untuk tiap-tiap pesawat rencana :
Pesawat A320-200 Tabel 5.1. Untuk pesawat A320-200 Penumpang No.
Domestik (Y) 2100 2120 2185 2197 3003 11605
1 2 3 4 5 ∑ n
n b
Tahun
n
n
xi y i
i 1
4212600 4254840 4387480 4413773 6036030 23304723
4024036 4028049 4032064 4036081 4040100 20160330
y
xi
i 1
i
i 1
n n xi xi i 1 i1 n
X
(X)
2006 2007 2008 2009 2010 10040
2
XY
2
2
b = 188,30
n Y b X i 1 a i 1 n
n
n
a = -375785,40 Maka : Y = a + bx = -375785,40+188,30x Dengan : x = 2020 Jadi, Y
= -375785,40+188,30 (2020) = 4580,6
t
=
Y 2020 Y 2010 Y 2020 x10tahun
x100%
= 5,25%
Jadi, nilai pertumbuhan penumpang untuk pesawat A320-200 adalah sebesar 5,25 %.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 65
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Pesawat B737-300 Tabel 5.2. Untuk pesawat B737-300 Penumpang No.
Domestik (Y) 2200 2250 2270 2298 2340 11358
1 2 3 4 5 ∑ n
n b
Tahun
n
n
xi y i
i 1
4413200 4515750 4558160 4616682 4703400 22807192
4024036 4028049 4032064 4036081 4040100 20160330
y
xi
i 1
i
i 1
n n xi xi i 1 i1 n
X
(X)
2006 2007 2008 2009 2010 10040
2
XY
2
2
b = 32,80
n Y b X i 1 a i 1 n
n
n
a = -63590,80 Maka : Y = a + bx = -63590,80+32,80x Dengan : x = 2020 Jadi, Y
= -63590,80+32,80(2020) = 2665,2
t
=
Y 2020 Y 2010 Y 2020 x10tahun
x100%
= 1,39%
Jadi, nilai pertumbuhan penumpang untuk pesawat B737-300 adalah sebesar 1,39 %.
Pesawat B737-400
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 66
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Tabel 5.3. Untuk pesawat B737-400 Penumpang No. 1 2 3 4 5 ∑
Tahun
Domestik (Y) 2250 2400 2050 2800 2100 11600
X
4513500 4816800 4116400 5625200 4221000 23292900
4024036 4028049 4032064 4036081 4040100 20160330
(X)
2006 2007 2008 2009 2010 10040
2
XY
n n n xi y i xi y i i 1 i 1 i 1 b 2 n n 2 n xi xi i 1 i1 n
b = 10
n Y b X i 1 i 1 a n
n
n
a = -17760
Maka : Y = a + bx = -17760+10x Dengan : x = 2020 Jadi, Y
= -17760+10(2020) = 2240
t
=
Y 2020 Y 2010 Y 2020 x10tahun
x100%
= 1,62%
Jadi, nilai pertumbuhan penumpang untuk pesawat B737-400 adalah sebesar 1,62 %.
Pesawat DC9-30
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 67
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Tabel 5.4. Untuk pesawat DC9-30 Penumpang No.
Tahun
Domestik (Y) 1200 1240 1230 1180 1175 6025
1 2 3 4 5 5
X
2407200 2488680 2469840 2370620 2361750 12098090
4024036 4028049 4032064 4036081 4040100 20160330
(X)
2006 2007 2008 2009 2010 10040
2
XY
n n n xi y i xi y i i 1 i 1 i 1 b 2 n n 2 n xi xi i 1 i1 n
b = -11
n
n
a
Y
i 1
n
X
b
i 1
n
a = 23293
Maka : Y = a + bx = 23293-11x Dengan : x = 2020 Jadi, Y
= 23293-11(2020) = 1073
t
=
Y 2020 Y 2010 Y 2020 x10tahun
x100%
= -0,86%
Jadi, nilai pertumbuhan penumpang untuk pesawat DC9-30 adalah sebesar -0,86 %.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 68
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Maka nilai Rn untuk tiap-tiap pesawat rencana dengan persamaan Rn = R 0 (1 + t)n adalah :
Pesawat A320-200 Rn = 3872,9
Pesawat B737-300 Rn = 2607,78
Pesawat B737-400 Rn = 2724,2
Pesawat DC9-30 Rn = 1104,38
3. Mencari R 1 Dalam perencanaan lalu lintas pesawat, perkerasan harus melayani bermacam-macam pesawat yang mempunyai tipe roda yang berbeda. Pengaruh dari semua jenis lalu lintas harus dikonfigurasi ke dalam “pesawat rencana” dengan “equivalent annual departure” dari pesawat campuran, dalam hal ini digunakan rumus konversi dari Robery Horeen, yaitu : Log R 1 = Log R 2 (w2/w1)1/2 Dengan : R 1 = Equivalent Annual Departure pesawat rencana R 2 = Annual Departure pesawat campuran yang dinyatakan dalam roda pesawat rencana w1 = Beban roda pesawat rencana (W2 terbesar) w2 = Beban roda pesawat yang ditanyakan w1 dan w2 = 0,95 x MTOW x 1/n
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
n = jumlah roda
Page 69
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Tabel 5.7. Nilai MTOW masing-masing pesawat rencana
Tipe Pesawat
Tipe Roda
Pergerakan Nyata (Ro)
MTOW (kg)
A320-200
DW
2321
72000
B737-300
DW
2271.6
61230
B737-400
DW
2320
63083
DC9-30
DW
1205
48988
A320-200
W1 = 72000 x 0.95 x 1/4
= 17100 Kg
737-300
W1 = 61230 x 0.95 x 1/4
= 14542,125 Kg
737-400
W1 = 63083 x 0.95 x 1/4
= 14982,212 Kg
DC9-30
W1 = 48988 x 0.95 x 1/4
= 11634,65 Kg
1. Mencari R 2 R 2 = Rn x faktor pengali Tabel 5.8. Faktor Pengali Konversi dari
Ke
Faktor pengali
Single wheel
Dual Wheel
0.8
Single Wheel
Dual Tandem
0.5
Dual Wheel
Dual Tandem
0.6
Double Dual Tandem
Dual Tandem
1.0
Dual Tandem
Single Wheel
2.0
Dual Tandem
Dual Wheel
1.7
Dual Wheel
Single Wheel
1.3
Double Dual Tandem
Dual Wheel
1.7
Sumber : Ir Heru Basuki
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 70
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
Airbus A320-200
→
R 2 = 2321 x 1 = 2321
B737-300
→
R 2 = 2271.6 x 1= 2271.6
B737-400
→
R 2 =2320 x 1 = 2320
DC9-30
→
R 2 = 1205 x 1 = 1205
2013
Nilai Equivalent Annual Departure (R 1) untuk masing-masing pesawat : Untuk pesawat A320-200
A320-200
Log R 1 = Log R 2 (w2/w1)1/2 = Log (2321).(17100/17100) 1/2 R1 = 2321
B737-300
Log R 1 = Log R 2 (w2/w1)1/2 = Log (1394).(14542,125 /17100) 1/2 R1 = 1244,92
B737-400
Log R 1 = Log R 2 (w2/w1)1/2 = Log (1641).( 14982,212/17100) 1/2 R1 = 1413,18
DC9-30
Log R 1 = Log R 2 (w2/w1)1/2 = Log (1416).( 11634,65/17100) 1/2 R1 = 347,83
Σ R 1 = 5326,93
Catatan : 1. Jika Σ R 1> 25000, maka tebal perkerasan total harus ditambah dengan 1” untuk lapisan “surface”. 2. Jika Σ R 1 < 25000, maka tebal perkerasan total tidak perlu ditambah.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 71
[DESAIN LAPANGAN TERBANG] TERBANG]
2013
Asumsi pesawat rencana Airbus A320-200 Tabel 5.9 Equivalent Annual Departure R1
Tipe Pesawat Airbus A320200
W2 (Kg)
W1 (Kg)
R2
LOG R1
R1
17100
17100
2321
3.366
2321
737-300
14542
17100
2272
3.095
1244.93
737-400
14982
17100
2320
3.15
1413.18
DC9-30
11635
17100
1205
2.541
347.835
∑R1 ∑R1
5326.95
Asumsi pesawat rencana B737-300 Tabel 5.10 Equivalent Annual Departure R1
Tipe Pesawat Airbus A320200
W2 (Kg)
W1 (Kg)
R2
LOG R1
R1
17100
14542
2321
3.65
4463.68
737-300
14542
14542
2272
3.356
2271.6
737-400
14982
14542
2320
3.416
2606.35
DC9-30
11635
14542
1205
2.756
569.943
∑R1 ∑R1
9911.57
Asumsi pesawat rencana B737-400 Tabel 5.11 Equivalent Annual Departure R1
Tipe Pesawat Airbus A320200
W2 (Kg)
W1 (Kg)
R2
LOG R1
R1
17100
14982
2321
3.596
3941.76
737-300
14542
14982
2272
3.307
2026.14
737-400
14982
14982
2320
3.365
2320
DC9-30
11635
14982
1205
2.715
518.865
∑R1 ∑R1
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041) (1307177041)
8806.77
Page 72
[DESAIN LAPANGAN TERBANG] TERBANG]
2013
Asumsi pesawat rencana DC9-30 Tabel 5.12 Equivalent Annual Departure R1
Tipe Pesawat Airbus A320200
W2 (Kg)
W1 (Kg)
R2
LOG R1
R1
17100
11635
2321
4.08
12031.3
737-300
14542
11635
2272
3.752
5653.79
737-400
14982
11635
2320
3.819
6593.03
DC9-30
11635
11635
1205
3.081
1205
∑R1 ∑R1
25483.2
Berat wheel load pesawat rencana (w2) diambil yang yang terbesar yaitu tipe pesawat A320-300 dengan W2 = 17100 kg dan Nilai
Σ
R1 yang paling rendah yaitu
5326.95
2. TEBAL PERKERASAN a. Sub-Grade Merupakan tanah dasar yang perlu distabilisasi sehingga dapat menahan konstruksi sesuai umur rencana.Menggunakan perkerasan fleksibel, standar pesawat diambil pesawat A-320-300 dengan data-data sebagai berikut :
MTOW = 72000 kg= 158732.828773 lbs Σ R 1
= 5326.95 (Nilai Equivalent Annual Departure (R 1) untuk Pesawat A320-300)
CBR= 6 %
Catatan : 1. Jika Σ R 1> 25000, maka tebal perkerasan total harus ditambah dengan 1” untuk lapisan “surface”. 2. Jika Σ R 1 < 25000, maka tebal perkerasan total tidak perlu ditambah. Dimana, R 1 = 5326.95
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041) (1307177041)
Page 73
[DESAIN LAPANGAN TERBANG] TERBANG]
2013
Berdasarkan data tersebut, dari kurva rencana perkerasan fleksibel untuk A320-300 (dual wheel) (Grafik 6 – 16, 16, hal 306; Ir. Heru Basuki), diperoleh tebal perkerasan yaitu setebal = 34 inchi = ± 86,34 cm ≈ ± 0.87 m
b. Sub-Base
CBR Sub-base = 20 %
Dari grafik 6-16, diperoleh ketebalan = 14,5 inchi = ± 36,83 cm
Tebal Sub-base = (86,34 -36,83) cm = 49,51 cm
c. Surface Untuk daerah kritis, tebal surface = 4 inchi = ± 10,16 cm Untuk daerah non kritis, tebal surface = 3 inchi = ± 7,62 cm Untuk daerah pinggir, tebal surface = 2 inchi = ± 5,08cm d. Base-Course
Tebal Base-Course = 36,83 cm – cm – 10,16 10,16 cm = 26,67 cm
» Untuk tebal surface tidak perlu ditambah karena Σ R 1< 25000 Untuk perencanaan diambil (Daerah Kritis) :
Lapisan Surface
= 10,16 cm ≈ 10 cm
Lapisan Base-course = 26,67 cm ≈ 27 cm
Lapisan Sub-base
= 49,51 cm ≈ 50 cm
Untuk daerah non kritis maka dipakai faktor pengali 0,9 base dan sub base dari daerah kritis, maka :
Lapisan Surface
= 7,62 cm ≈ 8 cm
Lapisan Base-course Base-course = 24 cm
Lapisan Sub-base
= 44,5 cm ≈ 45 cm
Untuk daerah non kritis maka dipakai faktor pengali 0,7 base dan sub base dari daerah kritis, maka :
Lapisan Surface
= 5,08 cm ≈ 5 cm
Lapisan Base-course = 18,66 cm ≈ 19 cm
Lapisan Sub-base
= 34,65 cm ≈ 35 cm
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041) (1307177041)
Page 74
[DESAIN LAPANGAN TERBANG] TERBANG]
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041) (1307177041)
2013
Page 75
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
Gambar 7.1 Potongan Melintang Lapisan Perkerasan 3. PENSTABILAN LAPISAN Material Sub-base dan Base-course perlu diadakan stabilisasi agar didapatkan lapisan yang lebih baik. Keuntungan lapisan yang distabilisasi terutama pada perkerasan fleksibel yaitu membagi tebal perkerasan yang telah diperoleh dari grafik dengan faktor equivalent yang dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5.15 Faktor Equivalent Bahan
Faktor Equivalent
P-401, Bituminous Surface Course
1,7 – 2,3
P-201, Bituminous Base Course
1,7 – 2,3
P-215, Cold Laid Bituminous Base Course
1,5 – 1,7
P-216, Mixed In-Place Base Course
1,5 – 1,7
P-304, Cement Treated Base Course
1,6 – 2,3
P-301, Soil Cement Base Course
1,5 – 2,0
P-209, Crushed Aggregate Base Course
1,4 – 2,0
P-154, Subbase Course
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
1,0
Page 76
2013
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
Sumber : Ir Heru Basuki
Faktor equivalent untuk Sub-Base yang distabilisasi Bahan Sub-Base diambil = P-401, Bituminous Surface Course
Faktor ekuivalen P-401 = 2,0.
Tebal Sub-base yang yang dstabilisasi = = 25 cm Tabel 5.16 Faktor ekuivalen untuk base yang distabilkan Bahan
Faktor Equivalent
P-401, Bituminous Surface Course
1,2 – 1,6
P-201, Bituminous Base Course
1,2 – 1,6
P-215, Cold Laid Bituminous Base Course
1,0 – 1,2
P-216, Mixed In-Place Base Course
1,0 – 1,2
P-304, Cement Treated Base Course
1,2 – 1,6
P-301, Soil Cement Base Course
Not-Aplicable
P-209, Crushed Aggregate Base Course P-154, Subbase Course
1,0 Not-Aplicable
Sumber : Ir Heru Basuki Bahan Base-Course diambil = P-401, Bituminous Surface Course
Faktor ekuivalen P-401 = 1,2
Tebal Base Course yang dstabilisasi =
=22.5≈23 cm
Total perkerasan dengan Sub-base dan Base-course yang telah dista-
bilisasi : 10 + 23 + 25= 58 cm Cek dengan ketentuan tebal perkerasan minimum CBR 20% dari grafik diatas, tebal yang dibutuhkan yaitu 36,83 cm, 58 > 36,83 maka tebal rencana pada stabilisasi memenuhi syarat
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 77
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
Gambar 7.2 Potongan Melintang Lapisan Perkerasan
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 78
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
2013
B A B VIII PENUTUP 8.1
1.
Kesimpulan
Dalam merancang dan Merencanakan sebuah lapangan terbang perlu diketahui terlebih dahulu data yang terdapat pada daerah tempat lapangan terbang akan dibangun seperti data angin, attitude, suhu dan lingkungan sekitar
2.
Dari perencanaan terminal buiding tahun 2020 disimpulkan bahwa terminal
domestik
tidak
perlu
dikembangkan
sedangkan
terminal
internasional bisa dipertimbangkan untuk di kembangkan. 3.
Luas apron untuk mengakomodasi 20 pesawat besar adalah 46000 m 2 Dengan tipe taxi in push atau front linear
4.
Dari perencanaan landing movement diperoleh : LDA = ARFL = 3667 m TORA = LDA + SW = 3667+240= 3907 m ASDA = TORA + SW = 3907 + 240 = 4147 m TODA = TORA + CW = 3907+ 400 = 4307 m
5.
Jumlah lampu yang di butuhkan pada tepi landasan adalah 110 buah lampu
6.
Arah Angin dominan yaitu Selatan Tenggara – Utara Barat Laut (60.9 %)
7.
Tebal Perkerasan yang digunakan dalam desain berdasarkan hitungan :
8.
a. Surface Coarse
= 10 cm
b. Base Coarse
= 27 cm
c. Subbase Coarse
= 50 cm
Tebal Perkerasan yang digunakan dalam desain berdasarkan hitungan : a. Surface Coarse
= 10 cm
b. Base Coarse
= 23 cm
c. Subbase Coarse
= 25 cm
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 79
[DESAIN LAPANGAN TERBANG]
8.2
1.
2013
Saran
Sebuah lapangan terbang harus di desain sebaik mungkin demi kenyamanan dan kepuasan seluruh pengguna jasa penerbangan.
2.
Sepatutnya dibuat jalur antara runway, apron dan bangunana terminal se bagai pembatas agar gangguan akibat penerbangan bagi kehidupan masyarakat dapat ditekan sekecil mungkin.
3.
Dalam merancang sebuah lapangan terbang kita juga harus memperhatikan faktor- faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya.
BAHRAN NUR AZIZ GAFNIE (1307177041)
Page 80