INFEKSI A. DEFINISI INFEKSI
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme dan berproliferasi dalam jaringan tubuh (Kozier, at al, 1995). Menurut kamus keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi. Infeksi adalah kolonalisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang, dan bersifat pilang membahayakan inang. Organisme penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang. Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik, gangrene, kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang terhadap infeksi disebut peradangan. Secara umum, patogen umumnya dikategorikan sebagai organisme mikroskopik, walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi, virus, prion, dan viroid. Penularan secara infeksi dapat terjadi melalui penularan lewat tangan, makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen. Co ntohnya adalah:
Water-borne disease : cholera, tifus, hepatitis, dan lain-lain
Food-borne disease: salmonellosis, disentri, dan lain-lain
Milk-borne disease: TBC, enteric fever , infant diarrhea, dan lain-lain
Penetrasi pada kulit
Penetrasi pada kulit dapat dilakukan oleh mikroorganisme yang masuk tanpa diketahui oleh host seperti cacing tambang, melalui gigitan vektor misalnya malaria yang disebabkan oleh nyamuk atau melalui luka misalnya tetanus. Infeksi melalui plasenta
Infeksi diperoleh melalui plasenta dari ibu penderita penyakit pada waktu mengandung, misalnya sifilis. Penularan melalui vektor
Vektor berasal dari bahasa latin yang berarti si pembawa. Kebanyakan vektor berasal dari golongan arthropoda (avertebrata) yang dapat memindahkan penyakit dari reservoir ke pejamu potensial. Adapun penularan secara vektor dibagi menjadi:
Mosquito borne disease: malaria, DBD, yellow fever, virus encephalitis, dll.
Louse borne disease: epidemic tifus fever.
Flea borne dosease: pes, tifus murin.
Mite borne disease: tsutsugamushi, dll.
Tick borne disease: spotted fever, epidemic relapsing fever.
Oleh
serangga
lain:
sunfly
fever,
lesmaniasis,
barthonellosis
(lalat
phlebotobus),
trypanosomiasis (lalat tsetse di Afrika).
B. PENYEBAB INFEKSI
Untuk memudahkan pencegahan dan pengobatan suatu penyakit dibagi menjadi 2 kelompok yaitu penyakit infeksi dan penyakit bukan infeksi. Penyakit infeksi: penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit. Penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain. Penyakit bukan infeksi: tidak menular dari orang ke oranng lain sebab bukan karena bibit penyakit.
Penyakit penyakit infeksii disebabkan oleh bakteri dan jasad hidup(organisma) lain yang membahayakan tubuh, kuman-kuman ini menyebar dengan berbagai cara. Berikut ini sebagian dari jenis-jenis jasad hidup (organisme) yang penting yang dapat menimbulkan penyakit infeksi.
Infeksi adalah proses invasiv oleh mikroorganisme dan berproliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit. Infeksi adalah invasi tubuh menyebabkan sakit. Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme dan berpoliferasu dalam jaringan tubuh. Menurut kamus keperawatan bahwa infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin dan replikasi intra seluler atau reaksi antigen antibodi. Jenis jenis infeksi dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar y aitu kelompok infeksi yang dapat menular antara lain TBC, influenza, hepatitis, thypoid, dan infeksi nosokomial, semua itu disebabkan oleh bakteri virus dan jamur. Infeksi yang tidak menular merupakan infeksi yang didapat dari gen atau keturunan Organisme patogen penyebab penyakit infeksi
C. RESPON TUBUH TERHADAP INFEKSI
RADANG
Mekanisme terjadinya radang merupakan mekanisme fisiologis tubuh. Radang atau Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh sebagai respon jaringan terhadap pengaruhpengaruh merusak baik bersifat lokal maupun yang masuk ke dalam tubuh. Ketika proses peradangan (inflamasi) berlangsung, terjadi reaksi vascular dimana cairan elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit) dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Oleh tubuh melalui proses inflamasi berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan (Kee dan Evelyn, 1996). Proses terjadinya peradangan (inflamasi) dapat diamati secara makroskopis dari tanda-tanda utama inflamasi yaitu: a) Kemerahan (rubor) Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi, darah terkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh seperti kinin, prostaglandin dan histamin. b) Pembengkakan (tumor) Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi. Plasma merembes ke dalam jaringan interstial pada tempat cedera. Kinin
mendilatasi arteriol, meningkatkan
permeabilitas kapiler. c)
Peningkatan panas (kalor)
Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah dan mungkin juga karena pirogen (substansi yang menimbulkan demam) yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipota lamus. d) Nyeri (dolor) Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator-mediator kimia tertentu seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang syaraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakobatkan peningkatan tekanan lokal yang juga dapat menimbulkan rasa nyeri. e. Gangguan fungsi jaringan (fungsio laesa) Gangguan fungsi jaringan disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri yang mengurangi mobilitas pada daerah cedera.
Gejala-gejala ini merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan pembuluh darah, gangguan keluarnya plasma darah ke dalam ruang ekstrasel akibat meningkatnya permeabilitas kapiler dan perangsangan reseptor nyeri (Mutschler, 1999).
Proses dan mekanismen terjadinya peradangan (inflamasi) dapat dibagi dalam dua fase:
Perubahan vaskular
Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda asing Mansjoer, 1999). Pembentukan cairan inflamasi
Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit (Mansjoer, 1999).
DEMAM
Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun (Lubis, 2009).
Mekanisme Demam Sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL- 1(interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (interleukin 6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat
termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh, pirogen endogen
meningkatkan titik patokan menjadi 38,9° C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam sebesar 37° C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanismemekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002).
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Ransangan endogen seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah IL- 1 dan TNFα, selain IL -6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik (Nelwan dalam Sudoyo, 2006).
Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi (Sherwood, 2001).
Pintu Masuk Agen Infeksi
serangga (malaria), suntikan (serum hepatitis) hepatitis A,poliomielitis,kolera
Penyebaran Infeksi
Lokal
Sistemik
o Melalui celah/rongga : peritoneum,pleura,perikardium,ruang meningeal,bronkhus,ureter,dll o o o Penyebaran melalui saraf
Respon host terhadap infeksi Radang akut
o Kejadian penting : o Perubahan vasoaktif o Peningkatan permeabilitas kapiler o Respon seluler leukosit o Bekerjanya mediator endogen dan eksogen o Rubor,kalor,tumor,dolor,fungsio lesia o Demam o o o sedikit
Radang supurativa
o Merupakan pembentukan pus/nanah pada radang akut. o o abses = daerah supurasi yang dibatasi dinding o empyema = daerah supurasi mengisi celah/rongga o Terjadi bila organisme menggandakan diri di ruang ekstra sel
Radang Kronik
o Dapat terjadi akibat infeksi menetap atau sebagai lanjutan radang akut o Bentuk radang kronik : o Radang Kronik non spesifik 1.
Reaksi seluler (terutama mononuclear ; plasma,makrofag,limfosit)
2. o Spesifik untuk kuman tertentu Struktur granuloma : o Sel-sel epitheloid makrofag tersusun noduler o Dilingkari limfosit sebagai pembatas o Kadang – kadang terdapat multinucleated giant cell / sel Datia Terbentuk akibat respon terhadap bakteri, jamur yang tidak mampu dimatikan Pada infeksi jamur (yang bukan supe
menghilang menjadi jaringan parut
Mekanisme dari irvan :p Mekanisme Respon Tubuh Terhadap Serangan Mikroba Respons tubuh terhadap serangan mikroba dapat terjadi dalam beberapa jenjang tahapan. Tahapan awal bersifat nonspesifik atau innate, yaitu berupa respons inflamasi. Tahapan kedua bersifat spesifik dan didapat, yang diinduksi oleh komponen antigenik mikroba. Tahapan terakhir adalahrespons peningkatan dan koordinasi sinergistik antara sel spesifik dan nonspesifik yang diatur oleh berbagai produk komponen respons inflamasi, seperti mediator kimia. Sistem kekebalan atau sistem imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan
terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor. Kemampuan sistem kekebalan untuk membedakan komponen sel tubuh dari komponen patogen asing akan menopang amanat yang diembannya guna merespon infeksi patogen – baik yang
berkembang biak di dalam sel tubuh (intraselular) seperti misalnya virus, maupun yang berkembang biak di luar sel tubuh (ekstraselular) – sebelum berkembang menjadi penyakit. Meskipun demikian, sistem kekebalan mempunyai sisi yang kurang menguntungkan. Pada proses peradangan, penderita dapat merasa tidak nyaman oleh ka rena efek samping yang dapat ditimbulkan sifat toksik senyawa organik yang dikeluarkan sepanjang proses perlawanan berlangsung Barikade awal pertahanan terhadap organisme asing adalah jaringan terluar dari tubuh yaitu kulit, yang memiliki banyak sel termasuk makrofag dan neutrofil yang siap melumat organisme lain pada saat terjadi penetrasi pada permukaan kulit, dengan tidak dilengkapi oleh antibodi. Barikade yang kedua adalah kekebalan tiruan. Walaupun sistem pada kedua barikade mempunyai fungsi yang sama, terdapat beberapa perbedaan yang mencolok, antara lain :
sistem kekebalan tiruan tidak dapat terpicu secepat sistem kekebalan turunan
sistem kekebalan tiruan hanya merespon imunogen tertentu, sedangkan sistem yang lain merespon nyaris seluruh antigen.
sistem kekebalan tiruan menunjukkan kemampuan untuk “mengingat” imunogen penyebab
infeksi dan reaksi yang lebih cepat saat terpapar lagi dengan infeksi yang sama. Sistem kekebalan turunan tidak menunjukkan bakat immunological memory . Semua sel yang terlibat dalam sistem kekebalan berasal dari sumsum tulang. Sel punca progenitor mieloid berkembang menjadi eritrosit, keping darah, neutrofil, monosit. Sementara sel punca yang lain progenitor limfoid merupakan prekursor dari sel T, sel NK, sel B.
1. Tahapan Awal
Respons inflamasi tubuh merupakan salah satu sel tubuh yang timbul sebagai akibat invasi mikroba pada jaringan. Respons ini terdiri dari aktivitas sel-sel inflamasi, antara lain sel leukosit (polimorfonuklear, limfosit, monosit), sel makrofag, sel mast, sel natural killer, serta suatu sistem mediator kimia yang kompleks baik y ang dihasilkan oleh sel (sitokin) maupun yang terdapat dalam plasma. Sel fagosit, mononuklear maupun polimorfonuklear (lihat bab tentang fagosit) berfungsi pada proses a wal untuk membunuh mikroba, dan mediator kimia dapat meningkatkan fungsi ini. Mediator kimia ini akan berinteraksi satu dengan lainnya, juga dengan sel radang seperti komponen sistem imun serta f agosit, baik mononuklear maupun polimorfonuklear untuk memfagosit dan melisis mikroba. Mediator tersebut antara lain adalah histamin, kinin/bradikinin, komplemen, prostaglandin, leukotrien dan limfokin. Respons inflamasi ini bertujuan untuk mengeliminasi dan menghambat penyebaran mikroba.
Histamin yang dilepaskan sel mast akibat stimulasi anafilatoksin akan menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular untuk memfasilitasi peningkatan alir an darah dan keluarnya sel radang intravaskular ke jaringan tempat mikroba berada. Kinin/bradikinin adalah peptida yang di produksi sebagai hasil kerja enzim protease kalikrein pada kininogen. Mediator ini juga menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Faktor Hageman yang diaktifkan oleh karena adanya kerusakan pembuluh darah serta endotoksin bakteri gram negatif, juga sel dalam menginduksi mediator kimia lainnya.
Produk aktivasi komplemen yang pada mulanya melalui jalur alternatif dapat meningkatkan aliran darah, permeabilitas pembuluh darah, keinotaksis dan fag ositosis, serta hasil akhir aktivasi komplemen adalah lisis mikroba. Prostaglandin, leukotrien dan fosfolipid lainnya yaitu mediator yang merupakan hasil metabolit asam arakidonat dapat menstimulasi motilitas leukosit yang dibutuhkan untuk memfagosit mi kroba dan merangsang agregasi trombosit untuk memperbaiki kerusakan pembuluh darah yang ada. Prostaglandin juga dapat bekerja sebagai pirogen melalui pusat termoregulator di hipotalamus. Dikatakan bahwa panas juga merupakan mekanisme sel tubuh, tetapi sukar dibuktikan. Mikroba tertentu memang tidak dapat hidup pada suhu panas tetapi suhu tubuh yang tinggi akan memberikan dampak yang buruk pada pejamu.
Protein fase akut seperti C-reactive protein (CRP), protein yang mengikat lipopolisakarida, protein amiloid A, transferin dan α1-antitripsin akan dilepaskan oleh hati sebagai respons terhadap inflamasi. Peranannya dapat sebagai stimulator atau i nhibisi. Protein α1-antitripsin
misalnya akan menghambat protease yang merangsang produksi ki nin. Transferin yang
mempunyai daya ikat terhadap besi, akan menghambat proliferasi dan pertumbuhan mikroba. Protein yang mengikat lipopolisakarida akan menginaktifkan endotoksin bakteri Gram negatif.
Limfokin, yaitu sitokin yang dihasilkan limfosit, merupakan mediator yang kuat dalam respons inflamasi. Limfokin ini dan sebagian diantaranya juga disekresi oleh makrofag akan meningkatkan permeabilitas vaskular dan koagulasi, merangsang produksi prostaglandin dan faktor kemotaksis, merangsang diferensiasi sel induk hematopoietik dan meningkatkan pertumbuhan serta diferensiasi sel hematopoietik, serta mengaktivasi neutrofil dan sel endotel. Sel radang yang ada akan memfagosit mikroba, sedangkan monosit dan makrofag juga akan memfagosit debris pejamu dan patogen yang tinggal sebagai hasil penyerangan enzim neutrofil dan enzim lainnya. Fungsi makrofag akan ditingkatkan oleh faktor aktivasi makrofag seperti komponen C3b, interferon γ dan faktor aktivasi makrofag yang disekresi
limfosit.
2. Tahapan kedua
Jika mikroba berhasil melampaui mekanisme sel nonspesifik, terjadi tahapan kedua berupa pertahanan spesifik yang dirangsang oleh antigen mikroba itu sendiri, atau oleh antigen yang dipresentasikan makrofag. Tahapan ini terdiri atas imunitas humoral dan imunitas selular.
Imunitas humoral yang diperankan oleh antibodi yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai hasil aktivasi antigen mikroba terhadap limfosit B, akan menetralkan toksin yang dilepaskan mikroba sehingga tidak menjadi toksis lagi. Antibodi juga akan menetralkan mikroba sehingga tidak infeksius lagi. Antibodi juga bersifat sebagai opsonin, sehingga m emudahkan proses fagositosis mikroba (lihat bab tentang imunitas humoral). Antibodi juga berperan dalam proses ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) baik oleh sel Tc maupun sel NK sehingga terjadi lisis sel yang telah dihuni mikroba. Antibodi juga dapat mengaktifkan komplemen untuk melisis mikroba. Imunitas selular yang diperankan oleh limfosit T melalui limfokin yang
dilepas sel T akan meningkatkan produksi antibodi oleh sel plasma, fungsi sel fagosit untuk memfagosit mikroba; dan sel NK untuk melisis sel yang dihuni virus (lihat Bab 3). Limfokin juga meningkatkan proliferasi dan diferensiasi sel prekursor Tc serta fungsi sel Tc untuk melisis sel yang dihuni mikroba. Inteleukin (IL)- 2, IL-12 dan IFN- γ meningkatkan imunitas selular. Imunitas selular adalah mekanisme utama tubuh untuk t erminasi infeksi mikroba intraselular seperti infeksi virus, parasit dan bakteri intraselular.
3. Tahapan Akhir
Tahapan terakhir ini terdiri atas peningkatan respons imun baik melalui aktivasi komplemen jalur klasik maupun peningkatan kemotaksis, opsonisasi dan fagositosis. Sel makrofag dan limfosit T terus memproduksi faktor yang selanjutnya akan meningkatkan lagi respons inflamasi melalui ekspresi molekul adesi pada endotel serta merangsang kemotaksis, pemrosesan antigen, pemusnahan intraselular, fagositosis dan lisis, sehingga inf eksi dapat teratasi.
Respons imun yang terkoordinasi yang melibatkan sel T, antibodi, sel makrofag, sel PMN, komplemen dan pertahanan nonspesifik lainnya akan terjadi pada kebanyakan penyakit infeksi.
D. PERUBAHAN FISIOLOGI TUBUH SAAT INFEKSI
Contoh kasus :
infeksi jamur yang terjadi di puting (disebabkan oleh Candida Albicans) dapat pula menyebabkan puting lecet. Vasospasma yang disebabkan oleh iritasi pada saluran darah di puting akibat pelekatan yang kurang baik dan/atau infeksi jamur, juga dapat menyebabkan puting lecet (lihat lembar informasi Vasospasm dan Fenomena Raynaud ).
Contoh pada penyakit kulit yaitu eksim .yang terjadi adalah kulit kemerahan ,bersisik,pecahpecah,terasa gatak terutama malam hari,timbul gelembung-gelembung kecil yang mengandung air atau nanah,bengkak,melepuh ,tampak merah ,sangat gatal dan t erasa panas. Eksim ini terjadi karena alergi serta infeksi yang di sebabkan dari rangsangan zat kimia,seperti detergen.
Contoh keputihan Penyakit yang disebabkan Apabila terjadi infeksi pada daerah organ vital pada wanita ,yaitu dimana terjadinya penghasilan cairan yang tidak wajar serta adanya rasa gatal yang disebabkan oleh infeksi jamur.
Jika infeksi sudah cukup lama maka akan timbuh nanah [pes]. Nanah terbentuk karena "perang" anatara antibody dengan antigen sehingga timbullah nanah, jika di tenggorokan disebut dahak [batuk berdahak]. Dengan pemeriksaan nanah/dahak ini kita bisa mengetahui jenis antigen yang menyebabkan infeksi. Bagaimana jelaskan apa saja tanda-tanda infeksi? - Gejala dan Tanda-tanda Infeksi Pada Luka.
Mekanisme Demam Umumnya, keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan ( inflamasi) di dalam tubuh. Proses peradangan itu sendiri sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh.
Proses peradangan diawali dengan masuknya “racun” kedalam t ubuh kita. Contoh “racun”yang paling mudah adalah mikroorganisme penyebab sakit.
Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki suatu zat toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen. Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan mencegahnya yakni dengan memerintahkan “tentara pertahanan tubuh”
antara lain berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit).
Dengan adanya proses fagositosit ini, tentara- tentara tubuh itu akan mengelurkan “senjata” berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya interleukin 1/ IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar, selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus (sel penyusun hipotalamus) untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2.
Proses selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran prostaglandin pun berkat bantuan dan campur tangan dari enzim siklooksigenase (COX). P engeluaran prostaglandin ternyata akan mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus.
Sebagai kompensasinya, hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patakan ini dikarenakan mesin tersebut merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak. Adanya perubahan suhu tubuh di atas normal karena memang “setting” hipotalamus yang mengalami gangguan oleh
mekanisme di atas inilah yang disebut dengan demam atau febris. Demam yang tinggi pada nantinya akan menimbulkan manifestasi klinik (akibat) berupa kejang (umumnya dialami oleh bayi atau anakanak yang disebut dengan kejang demam)
E. TANDA DAN GEJALA KLINIS INFEKSI Organisme yang secara protensial pathogen dapat terdapat di dalam luka tanpa menyebabkan tanda tanda kliniks infeksi. Oleh karena itu,penting artinya untuk membedakan antara organism yang berkolonisasi pada luka tetapi tidak menyebabkan kerusakan jaringan dan organism yang menyebabkan respon jaringan. Pada infeksi tahap awal, mungkin tidak tampak tanda-tanda klinis tetapi organism telah memicu memori emonologis. Dalam kasus ini, infeksi dikatakan bersifat sub klimis. Apabila tampak tanda dan gejala infeksi, seperti pireksia, nyeri setempat, dan eritema, edema local, exsudect yang berlebihan, pus, dan bau busuk maka berarti luka terinfeksi secara klinis. Dalam kasus ini dianjurkan untuk mengambil hapusan luka untuk mengidentifikasi organism dan pemeriksaan sensitifitas antibiotic, kususnya pada pasien lansia, pasien yang sangat lemah, atau pada setiap pasien yang mengalami gangguan imunologis. Sempel hars di ambil sebelum luka dibersihkan, dengan menghindari kulit dan membrane mukosa sekelilingnya yang mungkin didiami oleh
organisme didalam luka yang menyebabkan infeksi.ahli bakteriologi harus diberikan informasi sebanyak mungkin agar mereka mampu memberikan layanan yang terbaik terhadap pasien yang mengalami.tempat luka, kemungkinan penyebabnya segala antibiotic sistemic yang baru baru ini digunakan untuk alas an apa saja terhadap luka, dan apakah luka memburuk dengan cepat atau tidak semuanya harus dinyatakan dalam formulir bakteirologi. Pada pasien yang sangt muda dan yang sangat tua,tanda tanda klasik infeksi luka seperti yang telah dijelaskan yang panjang lebar, mungkin tidak dapat dilihat karena imaturitas atau kerusakan sistem imun nah gejala ini sangat membahayakan kesehjatan seseorang.menolak untuk makan mungkin merupakan satu-satunya tanda infeksi paska operasi yang mengancam jiwa seorang bayi. Nah keadaa n ini perlu kita perhatikan. Pada pasien yang sangt tua, bukti pertama infeksi dapat berupa septikenia umum yang disertai, barangkali oleh suhu sub normal.
Tanda-tanda infeksi (peradangan) ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda infeksi utama. Tanda-tanda infeksi ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda infeksi mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).
Dolor
Dolor adalah rasa nyeri, nyeri akan terasa pada jaringan yang mengalami infeksi. Ini terjadi karena sel yang mengalami infeksi bereaksi mengeluarkan za t tertentu sehingga menimbulkan nyeri menangis. Rasa nyeri mengisyaratkan bahwa terjadi gangguan atau sesuatu yang tidak normal [patofisiologis] jadi jangan abaikan rasa nyeri karena mungkin saja itu sesuatu yang berbahaya. Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf. pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.
Kalor
Kalor adalah rasa panas, pada daerah yang mengalami infeksi akan terasa panas. Ini terjadi karena tubuh mengkompensasi aliran darah lebih banyak ke ar ea yang mengalami infeksi untuk mengirim lebih banyak antibody dalam memerangi antigen atau penyebab infeksi.
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan.
Tumor
Tumor dalam kontek gejala infeksi bukanlah sel kanker seperti yang umum dibicarakan tidak boleh tapi pembengkakan. Pada area yang mengalami infeksi akan mengalami pembengkakan karena peningkatan permeabilitas sel dan peningkatan aliran darah. Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.
Rubor
Rubor adalah kemerahan, ini terjadi pada area yang mengalami infeksi karena peningkatan aliran darah ke area tersebut sehingga menimbulkan warna kemerahan. Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol y ang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.
Fungsio Laesa
Fungsio laesa adalah perubahan fungsi dari jaringan yang mengalami infeksi. Contohnya jika luka di kaki mengalami infeksi maka kaki tidak akan berfungsi dengan baik seperti sulit berjalan atau bahkan tidak bisa berjalan. Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan fungsinya secara normal.
Jika infeksi sudah cukup lama maka akan timbuh nanah (pes). Nanah terbentuk karena "perang" antara antibody dengan antigen bertarung sehingga timbulah nanah. Dengan pemeriksaan nanah ini kita bisa mengetahui jenis antigen yang menyebabkan infeksi. (Yudhityarasati, 2007).
GEJALA INFEKSI PRIMER
1. Gejala biasanya timbul setelah beberapa hari terinfeksi. 2. Gejala umum: demam, nyeri otot, nyeri sendi dan rasa lemas. 3. Gejala akibat kelainan Mukokutan: ruam kulit, ulkus di mulut serta di genital. 50% kasus disertai dengan pembengkakan limfe. 4. Gejala lain: nyeri kepala, nyeri belakang mata, fotofobia dan depresi. Kadang timbul jg kelainan saluran cerna spt: nausea, diare, dan jamur di mulut. 5. Gejala infeksi primer berlangsung 2-6 minggu dan membaik dengan atau tanpa pengobatan. Setelah itu perjalanan penyakit menuju stadium “tanpa gejala” yg pd orang dewasa lamanya
5-10 tahun. 6. Setelah masa “tanpa gejala”, akan timbul gejala spt: demam, pembesaran kelenjar limfe yg diikuti oleh infeksi oportunistik.