I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Nn. S
Umur
: 14 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Belum menikah
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: Bojong Cijerah RT 05 RW 13 Kec. Dayeuhkolot Kab. Bandung
No. Rekam Medik
: 560064
Tanggal masuk RS
: 13 Juli 2016
II. ANAMNESIS
Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 13 Juli 2016 2016 Jam 09.30.15 WIB Keluhan Utama
: Benjolan pada leher kanan dan kiri sejak 2 bulan yang lalu
Keluhan tambahan
: Tidak ada keluhan
Riwayat penyakit sekarang
:
Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Soreang mengeluh muncul benjolan di leher se jak 4 bulan yang lalu. Mulanya benjolan hanya sebesar kelereng yang semakin lama semakin membesar. Benjolan dirasakan muncul tiba-tiba dan tidak ada riwayat muncul benjolan di tempat yang sama atau bagian tubuh lainnya. Benjolan ikut bergerak saat menelan. Pasien tidak merasakan nyeri maupun kemerahan pada benjolan. Sesak nafas (-), lelah (-), tidak tahan panas (-), gangguan gangguan menelan (-), suara serak (-), dada berdebar-debar (-), berkeringat (), tangan sering basah (-), riwayat demam (-), gemetar pada tangan dan kaki (-), sering merasa gugup (-), berat badan turun (-), Nafsu makan meningkat (-). . BAK (+) normal, frekuensi BAK 3-4 kali sehari, BAB (+) normal, frekuensi BAB 1 kali sehari. Di daerah sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita keluhan yang sama. Pola makan pasien sehari-hari menggunakan garam yang tak diketahui mengandung yodium atau tidak.
1
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal. dis angkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa. Hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-).
Riwayat Pengobatan
Pasien baru pertama kali memeriksakan diri ke dokter dan belum pernah mendapat pengobatan.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang pelajar III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum
: Baik
Kesadaran/GCS
: Compos mentis/E4V5M6
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Frekuensi Nadi
: 100 x/menit
Frekuensi Napas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,4 C
STATUS GENERALIS Kepala
: Normocephal
Mata
:
•
Konjungtiva
: Tidak anemis
•
Sklera
: Tidak ikterik
•
Eksoftalmus : (-)
•
Gerak bola mata tidak ada yang tertinggal
•
Tidak ada pelebaran fissura palpebra
•
Kedipan mata berkurang (-)
Mulut
:
Tonsil
: T1-T1
Pharing
: Hiperemis (-) 2
Leher
:
JVP tidak meningkat 5+2 cm H2O
KGB tidak teraba
Thorak
:
Pulmo
o
Inspeksi
: Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis
o
Palpasi
: Fremitus vokal pada hemitoraks kanan dan kiri teraba simetris
o
Perkusi
: Sonor pada kedua hemitoraks
o
Auskultasi
: Vesikuler +/+ N, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Cor o
Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat
o
Palpasi
: Iktus kordis teraba
o
Perkusi
: Redup, batas jantung normal
o
Auskultasi
: BJ I-II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
:
o
Inspeksi
: Datar
o
Palpasi
: Supel, NT -, hepar dan lien tidak teraba
o
Perkusi
: Timpani di seluruh lapang abdomen
o
Auskultasi
: BU (+) normal
Ekstremitas :
o
Eks.atas : akral hangat +/+, CRT <2” ,tremor (-), turgor baik, atrofi otot (-)
o
Eks Bawah : akral hangat +/+, CRT<2”, turgor baik, atrofi otot (-)
3
•
STATUS LOKALIS
REGIO COLLI SINISTRA
•
(I) Terlihat benjolan pada leher kanan, berbentuk bulat, benjolan ikut bergerak ke atas saat pasien menelan ludah, tidak ada tanda-tanda radang. (tampak tenang).
•
(Pa) Teraba benjolan, tunggal, ukuran 4x3x3 cm, konsistensi kenyal, permukaan halus, ikut bergerak saat menelan, batas tegas, nyeri tekan (-), pembesaran KGB regional (-), berdenyut (-), suhu raba normal.
REGIO COLLI DEXTRA
•
(I) Terlihat benjolan pada leher kanan, berbentuk bulat, benjolan ikut bergerak ke atas saat pasien menelan ludah, tidak ada tanda-tanda radang. (tampak tenang).
•
(Pa) Teraba benjolan, tunggal, ukuran 3x2.5x3 cm, konsistensi kenyal, permukaan halus, ikut bergerak saat menelan, batas tegas, nyeri tekan (-), pembesaran KGB regional (-), berdenyut (-), suhu raba normal.
4
TANDA-TANDA HIPERTIROIDISME :
Oedem kelopak mata : (-/-)
Eksoftalmus
: (-/-)
Tanda stellwag
: (-/-)
Tanda von graefe
: (-/-)
Tanda Morbius
: (-/-)
Tanda joffroy
: (-/-)
Tanda Roseenbach
: (-/-)
IV.RESUME
Pasien datang ke Poli Bedah RSUD Soreang mengeluh muncul benjolan di leher sejak 4 bulan yang lalu. Mulanya benjolan hanya sebesar kelereng yang semakin lama semakin membesar. Benjolan dirasakan muncul tiba-tiba dan tidak ada riwayat muncul benjolan di tempat yang sama atau bagian tubuh lainnya. Benjolan ikut bergerak saat menelan. Pasien tidak merasakan nyeri maupun kemerahan pada benjolan. Sesak nafas (-), lelah (-), tidak tahan panas (-), gangguan menelan (-), suara serak (-), dada berdebar-debar (-), berkeringat (), tangan sering basah (-), riwayat demam (-), gemetar pada tangan dan kaki (-), sering merasa gugup (-), berat badan turun (-), Nafsu makan meningkat (-). BAK (+) normal, frekuensi BAK 3-4 kali sehari, BAB (+) normal, frekuensi BAB 1 kali sehari. Di daerah sekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang menderita keluhan yang sama. Pola makan pasien sehari-hari menggunakan garam yang tak diketahui mengandung yodium atau tidak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang dengan TD 110/70 mmHg, nadi, RR, dan suhu dalam batas normal. Pada pemeriksaan inspeksi leher didapatkan tampak benjolan pada kiri garis tengah leher, konsitensi padat kenyal, ikut bergerak saat menelan (+). Pada palpasi didapatkan massa noduler di kiri garis tengah leher, bulat lonjong, padat kenyal, batas tegas, permukaan licin, mobile (+), ukuran ± 4x3x3 cm, nyeri tekan (-), ikut bergerak saat menelan. Kemudian pada palpasi didapatkan massa noduler juga di kanan garis tengah leher, bulat lonjong, padat kenyal, batas tegas, permukaan licin, mobile (+), ukuran ± 3x2.5x3 cm, nyeri tekan (-), ikut bergerak saat menelan.
5
V.USULAN PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG tyroid
Kadar T3,T4, TSHs
Sidik Tiroid
VI. DIAGNOSIS BANDING
•
Struma Nodular Non Toksik
•
Struma Nodular toksik
•
Karsinoma Tyroid
VII. DIAGNOSIS KERJA Struma Nodular Non Toksik Bilateral
VIII. PENATALAKSANAAN Umum :
Diet Biasa Khusus :
Terapi operatif : Ishmulobectomy
IX. PROGNOSIS
Ad vitam
:
ad bonam
Ad functionam :
ad bonam
Ad sanationam :
ad bonam
6
TINJAUAN PUSTAKA
STRUMA Definisi Kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tirotoksikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tiroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid umumnya disebut struma. Embriologi Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan. 1 kelenjar tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh kearah bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tiroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih menetap. Dan akan ada kemunginan terbentuk kelenjar tiroid yang letaknya abnormal, seperti persisten duktus tiroglossus, tiroid servikal, tiroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tiroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tiroid, merupakan asal sel-sel parafolikuler atau sel C, yang memproduksi kalsitonin. Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.1 Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakea, esophagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid. 1 Tiroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh isthmus dan menutup cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fascia pretrakea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. 2 Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari A. Tiroidea superior (cabang dari A. Carotis eksterna) dan A. Tiroidea inferior (cabang A. Subklavia). Setiap folikel limfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular.2 Nodus limfatikus tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis yang kemudian kearah nodus prelaring yang tepat di atas isthmus, dan ke NL. Pretrakealis dan NL. Paratrakealis, sebagian lagi bermuara ke NL. Brakiosefalika dan ada yang langsung ke duktus torasikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan. 2
7
Histologi Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis, terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 um. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end artery. Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tiroglobulin (BM 650.000). 2 Fisiologi Hormon Tiroid Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon ini adalah triiodotironin (T3) yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tirosin yang terdapat dalam tiroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotirosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tiroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tiroid terikat pada globulin, globulin pengikat tiroid ( thyroid-binding globulin/TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding prealbumine/TPBA).1 Metabolisme T3 dan T4 Waktu paruh T4 di dalam plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 ( reversed T3, 3,3’, 5’ triiodotironin ) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler. 2 Pengaturan Faal Tiroid : Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : 2 1. TRH (Thyrotrophin Releasing Hormone) Tripeptida yang di sintesis oleh hipotalamus merangsang hipofisis mensekresi TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid terangsang menjadi hiperplasia dan hiperfungsi. 2. TSH (Thyroid Stimulating Hormone) Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat. 3. Umpan balik sekresi hormon (negative feedback ) Kedua hormon (T3 dan T4) ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada
8
tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TSH. 4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intr atiroid. Efek Metabolisme Hormon Tiroid : 2 1. Kalorigenik 2. Termoregulasi 3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik. 4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenerasi insulin meningkat. 5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid, kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipertiroidisme, kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat. 6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid, sehingga pada hipertiroidisme dapat dijumpai karotenemia. 7. Lain-lain. Gangguan metabolism keratin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperplastik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defisiensi besi dan hipotiroidisme. Klasifikasi Struma Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan) Menurut American Society for Study of Goiter , membagi : 1. Struma Non Toksik Difusa 2. Struma Non Toksik Nodusa 3. Struma Toksik Difusa 4. Struma Toksik Nodusa
Istilah toksik dan non toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan difusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi. 1. Struma Non Toksik Nodusa Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid. Etiologi : penyebab paling banyak dari struma non toksik adalah kekurangan iodium. Akan tetapi, pasien dengan pembentukan struma yang sporadik 9
penyebabnya belum diketahui. Struma non toksik disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
Kekurangan Iodium Pembentukan struma terjadi pada defisiensi sedang iodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hipotiroidism dan kreatinis.
Kelebihan Iodium Jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid autoimun.
Goitrogen : : Propylthiouracil, litium, Obat phenylbutazone, aminoglutethimide, ekspektoran yang mengandung iodium. Agen lingkungan : Phenolic dan phthalane ester derivate dan resorcinol berasal dari tambang batu bara. Makanan, sayur-mayur jenis brassica (misalnya : kubis, lobak cina, kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
Dishormogenesis. Kerusakan dalam jalur biosintesis hormon kelenjar tiroid.
Riwayat radiasi kepala dan leher. Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna (Lee,2004).
2. Struma Non Toksik Difusa Etiologi :3
Defisiensi iodium.
Autoimmun tiroiditis : Hashimoto atau postpartum tiroiditis.
Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff ) atau ingesti lithium, dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.
Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormon tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid stimulating immunoglobulin.
Inborn errors metabolism yang menyebabkan kerusakan dalam biosintesis hormon tiroid.
Terpapar radiasi.
Penyakit deposisi.
Resistensi hormon tiroid.
Tiroiditis subakut (de Quervain thyroiditis).
Silent thyroiditis.
Agen-agen infeksi.
Supuratif akut : bakterial
Kronik : mycobakteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit. 10
Keganasan tiroid.
3. Struma Toksik Nodusa Etiologi :4
Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4.
Aktivasi reseptor TSH.
Mutasi somatic reseptor TSH dan protein G alfa.
Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fobroblast growth factor .
4. Struma Toksik Difusa Yang termasuk dalam struma toksik difusa adalah Grave’s disease, yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya.5 Patofisiologi : Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSHreseptor antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma difusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa. 1 Defisiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tiroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen. 3 Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.3 Diagnosis dan Penatalaksanaan Diagnosis dibuat lengkap apabila di belakang struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal struma. Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan makroskopis yang diketahui dengan palpasi atau auskultasi : 1. Bentuk kista : Struma kistik
Mengenai 1 lobus
Bulat, tegas, permukaan licin, sebesar kepalan
Kadang multilobaris
Fluktuasi (+) 2. Bentuk noduler : Struma nodusa
11
Batas jelas
Konsistensi kenyal sampai keras
Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenokarsinoma tiroidea. 3. Bentuk difusa : Struma difusa
Batas tidak jelas
Konsistensi biasanya kenyal, lebih ke arah lembek 4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa
Tampak pembuluh darah
Berdenyut
Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa
Kelenjar getah bening : paratrakeal dan vena jugularis
Dari faalny struma dibedakan menjadi : 1. Eutiroid 2. Hipotiroid 3. Hipertiroid Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi : 1. Non toksik : eutiroid/hipotiroid 2. Toksik : hipertiroid Pemeriksaan Fisik : Status generalis : 1. Tekanan darah meningkat 2. Nadi meningkat 3. Mata :
Eksoftalmus
Stelwag sign : jarang berkedip
Von Graefe sign : palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu melihat ke bawah
Morbius sign : sukar konvergensi
Joffroy sign : tidak dapat mengerutkan dahi
Reseenbach sign : tremor palpebra jika mata tertutup 4. Hipertoni simpatis : kulit basah dan dingin, tremor halus 5. Jantung : takikardi
Status lokalis : 1. Inspeksi
Benjolan
Warna
Permukaan
Bergerak waktu menelan
12
2. Palpasi
Permukaan, suhu
Batas : Atas : kartilago tiroid Bawah : insisura jugularis Medial : garis tengah leher Lateral : M. sternokleidomastoideus
STRUMA NON TOKSIK Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea pedang). Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya dispnea dengan stridor inspirator. Manifestasi Klinis Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal : 6 1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa. 2. Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan nodul panas. 3. Beradasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.
Pada umumnya, pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini datang juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras. Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau. 7 13
Kadang-kadang penderita datang karena adanya benjolan di leher sebelah lateral atas yang ternyata metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya msih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium. 7 Diagnosis Anamnesa sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan dari struma nodosa non toksik tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma tiroid tipe meduler).7 Pada status lokalis pemeriksaan fisik yang perlu dinilai : 1. Jumlah nodul 2. Konsistensi 3. Nyeri pada penekanan : ada atau tidak 4. Pembesaran kelenjar getah bening
Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi. Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita. Pada palpasi harus diperhatikan : 1. Lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan, atau keduanya) 2. Ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter) 3. Konsistensi 4. Mobilitas 5. Infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar 6. Apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian yang masuk ke retrosternal) Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya. Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler.7 Pemeriksaan penunjang meliputi :6 1. Pemeriksaan sidik tiroid Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah tergantung ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi NaI peroral dan setelah 24 jam secara 14
fotografik ditentukan konsentrasi iodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
Nodul dingin. Bila penangkapan iodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.
Nodul panas Bila penangkapan iodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini meperlihatkan aktivitas yang berlebihan.
Nodul hangat Bila penangkapan iodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain. 2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :
Kista
Adenoma
Kemungkinan karsinoma
Tiroiditis 3. Biopsi aspirasi jarum halus ( Fine needle Aspiration/ FNA) Menggunakan jarum suntik no 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul. Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi. 4. Petanda tumor Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml, dan keganasan rata-rata 424 ng/ml.
Penatalaksanaan Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah : 7 1. Keganasan 2. Penekanan 3. Kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening. 15
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang : 1. Inoperabel 2. Kontraindikasi operasi 3. Ada residu tumor setelah operasi 4. Metastase yang non resektabel Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik ( TSH dependence). Terapi supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvant pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
Preparat : thyrax tablet
Dosis : 3 x 75 Ug/hari (per oral)
STRUMA TOKSIK Struma Difus Toksik ( Grave’s Disease) Grave’s Disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Grave’s terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsang aktivitas tiroid itu sendiri. 6 Manifestasi klinis Pada penyakit Grave’s terdapat dua gambaran manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila kena panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroid berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata mengikuti gerakan mata), dan kegagalan konvergensi. Jaringan orbita dan otot-otot bola mata diinfiltrasi oleh limfosit, sel mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoftalmus (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler. Diagnosis Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid
16
Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat.6 Penatalaksanaan Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (iodium radioaktif, tiroidektomi subtotal). 1. Obat antitiroid Indikasi :
Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.
Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat iodium aktif.
Persiapan tiroidektomi
Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan : Obat Dosis awal (mg/hari)
Pemeliharaan (mg/hari)
Karbimazol
30-60
5-20
Metimazol
30-60
5-20
Propiltiourasil
300-600
5-200
2. Pengobatan dengan iodium radioaktif Indikasi :
Pasien umur 35 tahun atau lebih
Hipertiroidisme yang kambuh sesudah pemberian dioperasi
Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
Adenoma toksik, goiter multinodular toksik 3. Operasi Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :
Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid
Wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima iodium radioaktif
Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
Pada penyakit Grave’s yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
17
Struma Nodular Toksik Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummer’s disease paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik. .8
Manifestasi klinis Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula meperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multinodular pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Grave’s. penderita goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda (mata melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Grave’s. Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di retrosternal.8 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid biasanya tidak ditemukan.8 Penatalaksanaan Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta blocker dapat mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Grave’s . radioterapi tidak efektif seperti pada penyakit Grave’s karena pengambilan yang rendah dan arena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan.8 PENYAKIT TIROID YANG LAIN Inflamasi (Tiroiditis) Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid.
Klasifikasi : 1. Akut (supuratif) Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas infeksi bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara lain Stphylococcus aureus, Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang terjadi dapat disertai abses atau tanpa abses. Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, malaise, demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri bertambah pada pergerakan leher 18
dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan tanda-tanda radang lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis, LED meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin. Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus gram positif biasanya diatasi dengan penisilin atau derivatnya, tetrasiklin atau kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar melalui kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya diperlukan insisi dan drainase. 2. Subakut Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi autoimun. Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tiroid membesar, nyeri tekan, biasanya disertai takikardi, berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium di jumpai leukositosis, laju endap darah meningkat. Pada 2/3 kasus kadar hormon tiroid meninggi karena pelepasan yang berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri sehingga pengobatan yang diberikan bersifat simptomatis. Dapat diberikan asetosal untuk mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortikoid misalnya prednison dengan dosis awal 50 mg/hari. 3. Menahun
Limfositik ( Hashimoto) Merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma limfomatosa, tiroiditis autoimun. Umumnya menyerang wanita berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid biasanya membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang-kadang ada nyeri spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan jarang hipertiroid. Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi limfosit difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histopatologis melalui biopsi. Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan pengangkatan, tetapi operasi ini sebaiknya ditunda karena kelenjar tiroid dapat mengecil sejalan dengan waktu. Pemberian tiroksin dapat mempercepat hal tersebut.
Fibrous-invasif ( Riedel ) Tiroiditis Riedel merupakan jenis yang sangat jarang ditemukan, juga dianggap sebagai reaksi autoimun. Kelenjar tiroid menjadi keras sehingga kelainan ini disebut juga ‘struma kayu’. Kelenjar sering berbentuk asimetris sehingga sukar dibedakan dengan adenokarsinoma anaplastik karena konsistensinya sangat padat. Diagnosis hanya dapat ditentukan dengan biopsi insisi. Struma Riedel mungkin mengakibatkan kompresi trakea sehingga kadang membutuhkan dekompresi dengan pembedahan isthmus dan isthmektomi.
19
Keganasan/karsinoma tiroid 1. Papiler. Merupakan keganasan yang sering ditemukan pada karsinoma tiroid (60-80%), banyak terdapat pada anak kecil dan orang yang pernah memiliki riwayat menggunakan radioterapi dosis rendah. Masa tumbuh secara perlahan-lahan, biasanya tidak sakit dan penderita dalam keadaan eutiroid. Pembesaran kelenjar limfe servikal sering ditemukan, gejala infiltratif seperti disfagi, dispneu atau suara serak dapat terjadi pada stadium lanjut. Diagnosis dapat ditegakkan dengan biopsi jarum halus. 2. Folikuler. Terdapat pada sekitar 10% karsinoma tiroid, kebanyakan pada wanita dan usia tua (sekitar 50 tahun). Biasanya berbentuk tunggal dan terbungkus kapsul. Metastasis terutama secara hemaatogen, Karena itu pada fase awal penyakit jarang ditemukan pembesaran KGB. Pembesaran massa terjadi dengan cepat dan sebelumnya mungkin sudah terdapat struma non toksik. Penanganannya adalah lobektomi/isthmolobektomi sampai tiroidektomi total. I131 membantu dalam memantau dan menghambat metastasis. 3. Meduler. Terdapat sekitar 5% keganasan kelenjar tiroid. Sekitar 15-20% dapat disertai dengan pembesaran kelenjar limfe. Pasien sering mengeluh nyeri pada massa karsinoma. Rasio terjadinya antara pria dan wanita hampir sama, dan kebanyakan mengenai orang berusia antara 50-60 tahun dan seringkali familial. Diagnosis dapat dibantu dengan pemeriksaan kalsitonin (akan ditemukan meningkat) dan kadar CEA yang meningkat juga. Pengobatan terpilih adalah tiroidektomi total atau diseksi radikal. 4. Anaplastik. Jarang ditemukan dibanding dengan yang berdiferensiasi baik. Bersifat sangat panas, terutama pada usia tua, dan lebih banyak pada wanita. Biasanya terjadi pada wanita usia lanjut dengan riwayat struma nodosa lama yang kemudian tiba-tiba membesar dengan cepat disertai nyeri. Sering terjadi nyeri alih ke telinga dan suara serak, disfagia dan dispneu. Massa teraba padat dan keras, terfiksir pada jaringan sekitar, atau kadang-kadang terbentuk ulserasi, dan ditemukan pembesaran kelenjar limfe. Diagnosis ditegakkan dengan FNAB. Terapi yang dapat diberikan adalah radiasi eksternal dengan atau tanpa kemoterapi (doksorubisin) dan prognosis buruk. 8
20
DAFTAR PUSTAKA 1. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC. Jakarta. 1998. 2. Djokomoeljanto., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam : Suyono, Slamet (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI. Jakarta. 2001. 3. Mansjoer A et al (editor). Struma Nodusa Non Toksik. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1, Edisi III. Media Esculapius. FKUI. Jakarta. 2001. 4. Anonim. Struma Nodusa Non Toksik. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. RSUD Dokter Sutomo. Surabaya. 1994. 5. Sadler GP, Clark OH, van Heerden JA, Farley DR. Thyroid and Parathyroid. Dalam : Schwartz SI, et al. Principles of surgery. Vol 2. Edisi 7. McGraw Hill. NY. 1999.
21