TUGAS ILMU PENYAKIT DALAM CASE REPORT
SIROSIS HEPATIS
Perceptor: dr. Cecep Sulaiman I, Sp.PD.FINASM Sp.PD.FINASM
Oleh: Hari Hardana US Imelda Herman
KEPANITER KEPANITERAAN AAN KLINIK KLINIK SMF PENYAKIT PENYAKIT DALAM DALAM RUMAH SAKIT JENDRAL AHMAD AHMAD YANI METRO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2016
1 BAB I PENDAHULUAN
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodulnodul regenerasi sel sel hati, yang tidak berkaitan berkaitan dengan dengan vaskulatur normal. Sirosis dapat dapat menggangg mengganggu u
sirkulas sirkulasii
darah darah
intrahepa intrahepatik tik
dan dan
pada pada
kasus kasus
lebih lebih lanjut lanjut
menyebabkan menyebabkan kegagalan kegagalan fungsi hati secara bertahap. bertahap. Di negara negara barat penyebab penyebab sirosis hepatis yang yang tersering adalah akibat akibat dari konsumsi alkohol, alkohol, sedangkan sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi infeksi virus hepatitis B maupun maupun C. Hasil penelitian penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan menyebabkan sirosis sebesar 40- 50% dan virus hepatitis C 30-40%, 30-40%, sedangkan sedangkan 10-20% penyebabnya penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C.
1,2
Di Amerika Serikat terjadi peningkatan proporsi pasien pasien sirosis hepatis dengan hepatitis hepatitis C dibandingka dibandingkan n dengan dengan penyakit penyakit hati alkoholik alkoholik pada tahun 2008. 2008. Penelitian pada pasien dengan diagnosis tersebut menunjukkan bahwa umur mereka mereka rata-rata rata-rata sekitar sekitar 60 tahun dan mayorita mayoritass pasien pasien adalah adalah pria dengan dengan rasio pria dan wanita 4 : 1,3. Kematian terbesar dari sirosis hepatis hepatis pada kelompok umur 60-70 tahun. Penyebab sirosis hepatis sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronis. Sirosis akibat alkohol merupakan penyebab penyebab kematian nomor sembilan sembilan pada tahun 1998 1998 di Amerika Serikat dengan jumlah hingga 28.000 kematian. kematian.
2,3
Manifestasi utama utama dan lanjut lanjut dari sirosis hepatis hepatis adalah adalah ikterus, edema edema perifer, kecenderungan kecenderungan perdarahan, eritema palmaris, palmaris, angioma angioma spidernevi, spidernevi, ensefalopati
1 BAB I PENDAHULUAN
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodulnodul regenerasi sel sel hati, yang tidak berkaitan berkaitan dengan dengan vaskulatur normal. Sirosis dapat dapat menggangg mengganggu u
sirkulas sirkulasii
darah darah
intrahepa intrahepatik tik
dan dan
pada pada
kasus kasus
lebih lebih lanjut lanjut
menyebabkan menyebabkan kegagalan kegagalan fungsi hati secara bertahap. bertahap. Di negara negara barat penyebab penyebab sirosis hepatis yang yang tersering adalah akibat akibat dari konsumsi alkohol, alkohol, sedangkan sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi infeksi virus hepatitis B maupun maupun C. Hasil penelitian penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan menyebabkan sirosis sebesar 40- 50% dan virus hepatitis C 30-40%, 30-40%, sedangkan sedangkan 10-20% penyebabnya penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C.
1,2
Di Amerika Serikat terjadi peningkatan proporsi pasien pasien sirosis hepatis dengan hepatitis hepatitis C dibandingka dibandingkan n dengan dengan penyakit penyakit hati alkoholik alkoholik pada tahun 2008. 2008. Penelitian pada pasien dengan diagnosis tersebut menunjukkan bahwa umur mereka mereka rata-rata rata-rata sekitar sekitar 60 tahun dan mayorita mayoritass pasien pasien adalah adalah pria dengan dengan rasio pria dan wanita 4 : 1,3. Kematian terbesar dari sirosis hepatis hepatis pada kelompok umur 60-70 tahun. Penyebab sirosis hepatis sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronis. Sirosis akibat alkohol merupakan penyebab penyebab kematian nomor sembilan sembilan pada tahun 1998 1998 di Amerika Serikat dengan jumlah hingga 28.000 kematian. kematian.
2,3
Manifestasi utama utama dan lanjut lanjut dari sirosis hepatis hepatis adalah adalah ikterus, edema edema perifer, kecenderungan kecenderungan perdarahan, eritema palmaris, palmaris, angioma angioma spidernevi, spidernevi, ensefalopati
2 hepatik, splenomegali, splenomegali, varises varises esofagus esofagus dan lambung, lambung, serta manifestasi sirkulasi sirkulasi kolatera kolaterall
lainnya. lainnya.
Asites Asites
dapat dapat
hepatoselular hepatoselular dan hipertensi portal.
2,3
diangga dianggap p
sebagai sebagai manifesta manifestasi si
kegagala kegagalan n
3 BAB II LAPORAN KASUS
A. Identifikasi Pasien
Nama lengkap
: Tn. T
Umur
: 68 Tahun
Status perkawinan
: duda
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: simbar waringin, pesawaran
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Suku bangsa
: Jawa
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
MRS
: 19 Desember 2016 pkl. 09.30
B. Anamnesis
Diambil dari autoanamnesis tanggal 10 September 2016 pkl. 13.00
Keluhan Utama
Perut Membesar 1 bulan.
Keluhan Tambahan
Perut membesar dan terasa nyeri, mual, muntah, serta penurunan nafsu makan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Jend. Ahmad Yani Metro dengan keluhan perut membesar 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Perut membesar dirasakan bersamaan dengan nyeri perut.
4 Keluhan nyeri perut yang disertai pembesaran seluruh lapang perut sejak ±1 bulan SMRS. Nyeri perut awalnya dirasa di bagian atas, perut terasa penuh, nyeri bila ditekan dan terkadang menimbulkan kesulitan dalam bernapas. Nyeri perut juga diikuti dengan timbulnya mual dan muntah. Muntah dikeluhkan 2-3kali sehari berisi makanan dan air ±1/4 gelas untuk setiap kali muntah. Seiring dengan munculnya mual dan muntah, nafsu makan pasien dirasa berkurang. Pasien juga mengatakan bahwa pernah muntah darah 1 kali. Tetapi tidak dibwa ke RS
BAB dirasa berwarna lebih gelap dari sebelum sakit, tetapi disangkal jika berwarna hitam. Warna BAK dalam batas normal. Sekali buang air kecil kurang lebih setengah gelas aqua. Keluhan nyeri saat berkemih disangkal.
Karena keluhan – keluhan tersebut pasien pergi ke IGD RS Jend. Ahmad Yani Metro.
5 Riwayat Penyakit Dahulu (-)
Cacar
(-)
Malaria
(-)
Batu Ginjal /Sal. Kemih
(-)
Cacar Air
(-)
Disentri
(-)
Burut (Hernia)
(-)
Difteri
(√)
Hepatitis
(-)
Penyakit Prostat
(-)
Batuk Rejan
(-)
Tifus Abdominalis
(-)
Wasir
(-)
Campak
(-)
Skirofula
(-)
Diabetes
(-)
Influenza
(-)
Sifilis
(-)
Alergi
(-)
Tonsilitis
(-)
Gonore
(-)
Tumor
(-)
Kholera
(-)
Hipertensi
(-)
Penyakit Pembuluh Darah
(-)
Demam Rematik Akut
(-)
Ulkus Ventrikuli
(-)
CRF
(-)
Pneumonia
(-)
Ulkus Duodeni
(-)
Operasi
(-)
Pleuritis
(-)
Gastritis
(-)
Kecelakaan
(-)
Tuberkulosis
(-)
Batu Empedu
C. Riwayat Penyakit Keluarga Hubungan
Umur
Jenis
(th)
Kelamin
Kakek
-
♂
Meninggal
Tidak tahu
Nenek
-
♀
Meninggal
Tidak tahu
Ayah
-
♂
Meninggal
Tidak tahu
Ibu
-
♀
Meninggal
Tidak tahu
4 orang
Sehat
4
Sehat
Saudara Anak
Keadaan kesehatan
Penyebab Meninggal
Adakah Kerabat yang Menderita Penyakit
Ya
Tidak
Alergi Asma Tuberkulosa Artritis Hipertensi Jantung Ginjal Lambung
√
Hubungan
6
D. Anamnesis Sistem
Catatan
keluhan
tambahan
positif
disamping
judul-judul
yang
bersangkutan. Kulit (-)
Bisul
(-)
Rambut
(-)
Keringat malam
(-)
Kuku
( )
Kuning / Ikterus
(-)
Sianosis
(-)
Lain-lain
Kepala
)
(-)
Trauma
(
Sakit kepala
(-)
Sinkop
(-)
Nyeri pada sinus
(-)
Nyeri
(-)
Radang keringat malam
(-)
Sekret
(-)
Gangguan penglihatan
( )
Kuning / Ikterus
(-)
Ketajaman penglihatan
Mata
Telinga (-)
Nyeri
(-)
Tinitus
(-)
Sekret
(-)
Gangguan pendengaran
(-)
Kehilangan pendengaran
Hidung (-)
Trauma
(-)
Gejala penyumbatan
(-)
Nyeri
(-)
Gangguan penciuman
(-)
Sekret
(-)
Pilek
(-)
Epistaksis
Mulut (-)
Bibir
(-)
Lidah
(-)
Gusi
(-)
Gangguan pengecap
(-)
Selaput
(-)
Stomatitis
7 Tenggorokan (-)
Nyeri tenggorokan
(-)
Perubahan suara
(-)
Nyeri leher
Leher (-)
Benjolan
Jantung / Paru-Paru (-)
Nyeri dada
(-)
Sesak nafas
(-)
Berdebar
(-)
Batuk darah
(-)
Ortopnoe
(-)
Batuk
Rasa kembung
( )
Perut membesar
Mual
(-)
Wasir
( )
Muntah
(-)
Mencret
(-)
Muntah darah
(-)
Tinja berdarah
(-)
Sukar menelan
(-)
Tinja berwarna dempul
( )
Nyeri perut, kolik
(-)
Tinja berwarna teh
(-)
Benjolan
Abdomen (Lambung / Usus) ( ) (
)
Saluran Kemih / Alat Kelamin (-)
Disuria
(-)
Kencing nanah
(-)
Stranguri
(-)
Kolik
(-)
Poliuria
( )
Oliguria
(-)
Polakisuria
(-)
Anuria
(-)
Hematuria
(-)
Retensi urin
(-)
Kencing batu
(-)
Kencing menetes
(-)
Ngompol (tidak disadari)
(-)
Penyakit prostat
Perdarahan
Katamenis (-)
Leukore
(-)
()
Lain-lain
()
8 Haid (-)
Haid terakhir
(-)
Jumlah dan lamanya
(-)
Menarche
(-)
Teratur
(-)
Nyeri
(-)
Gejala klimakterium
(-)
Gangguan haid
(-)
Pasca menopause
Saraf dan Otot (-)
Anestesi
(-)
Sukar menggigit
(-)
Parestesi
(-)
Ataksia
(-)
Otot lemah
(-)
Hipo/hiper-estesi
(-)
Kejang
(-)
Pingsan
(-)
Afasia
(-)
Kedutan (tick)
(-)
Amnesis
(-)
Pusing (Vertigo)
(-)
Lain-lain
(-)
Gangguan bicara (disartri)
Ekstremitas (-)
Bengkak
( )
Eritema palmar
(-)
Nyeri sendi
(-)
Sianosis
Berat Badan
Berat badan rata-rata (Kg)
: 63 Kg
Tinggi badan (cm)
: 158 cm
Berat badan sekarang (Kg)
: 60 Kg
(Bila pasien tidak tahu dengan pasti) Tetap ( ) Turun ( ) Naik ( ) E. Riwayat Hidup
Tempat lahir : (√ ) di rumah ( ) rumah bersalin
( ) RS Bersalin
) Lain-lain Ditolong oleh : ( ) dokter (√ ) Lain-lain
( √) bidan
( ) dukun
(
9 Riwayat Imunisasi
(-) Hepatitis (-) BCG
(-) campak
(-) DPT
(-)
polio(-)
tetanus Riwayat Makanan
Frekuensi/hari
: 3 kali dalam sehari
Jumlah/hari
: 1 porsi/makan
Variasi/hari
: bervariasi
Nafsu makan
: menurun
Pendidikan
( ) SD
(√ ) SLTP
( ) SLTA
( ) Sekolah Kejuruan (
)
( ) Kursus
)
Akademi
Tidak Sekolah Kesulitan
Keuangan
: ada
Pekerjaan
: ada
Keluarga
: ada
Lain-lain
:-
F. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Umum
Tinggi badan
: 158 cm
Berat Badan
: 60 kg
Tekanan darah
: 130/70 mmHg
Nadi
: 89x/menit, regular, isi cukup
Suhu
: 36,8 C
Pernafasan
: 22x/menit
Keadaan gizi
: IMT=24,6; normal
Kesadaran
: Compos mentis
Sianosis
: Tidak ada
o
(
10 Edema umum
: Tidak ada
Habitus
: Astenikus
Cara berjalan
: Normal
Mobilitas
: Aktif
Umur taksiran pemeriksa
: 65 tahun
Aspek Kejiwaan
Tingkah laku wajar, alam perasan wajar dan proses fikir wajar. G. Status Generalis Kulit
Warna
: Sawo matang
Jaringan parut
: Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Normal Suhu Raba
: Normal
Keringat
: Tidak ada
Lapisan lemak
: Cukup
Efloresensi
: Tidak ada
Pigmentasi
: Tidak ada
Pembuluh darah
: Dalam batas normal
Lembab/ Kering
: Lembab
Turgor
: Normal
Ikterus
: Pada sklera
Edema
: Tidak ada
Kelenjar Getah Bening
Submandibula
: Tidak teraba pembesaran
Supra klavikula
: Tidak teraba pembesaran
Lipat paha
: Tidak teraba pembesaran
Leher
: Tidak teraba pembesaran
Ketiak
: Tidak teraba pembesaran
11 Kepala
Ekspresi wajah
: Normal, wajar
Rambut
:
Hitam,
lurus,
tidak
menyebar merata Simetris muka
: Simetris
Pembuluh darah temporal
: Tidak terlihat
Mata
Exopthalmus
: Tidak ada
Kelopak
: Normal
Konjungtiva
: Anemis (+/+)
Sklera
: Ikterik (+/+)
Lapang penglihatan : Normal Deviatio konjungtiva : Tidak ada Enopthalmus
: Tidak ada
Lensa
: Jernih
Visus
: tidak dilakukan pemeriksaan
Gerak mata
: Normal
Tekanan bola mata
: Normal
Nistagmus
: Tidak ada
Leher
Tekanan JVP
: 3 cmH2O
Kelenjar Tiroid
: Tidak membesar
Kelenjar Limfe
: Tidak teraba pembesaran
Dada
Bentuk
: Simetris, normochest
Pembuluh darah
: Spider Nevi (-)
Buah dada
: Normal
mudah
dicabut,
12 Paru-Paru Depan Inspeksi
Belakang
Hemithoraks simetris kiri dan
Hemithoraks simetris kiri dan
kanan; Reftaksi (-)
kanan; Retraksi (-)
Palpasi
Fremitus kanan = kiri
Fremitus kanan = kiri
Perkusi
Kiri
Sonor pada seluruh lapang paru
sonor pada seluruh lapang paru
Kanan
Sonor pada seluruh
Sonor pada seluruh lapang paru
lapang paru Auskultasi
Kiri
Kanan
Vesikuler (+) normal,
Vesikuler (+) normal, Wheezing
Ronkhi (-), Wheezing(-)
(-), Ronkhi (-).
Vesikuler (+) normal,
Vesikuler (+) normal, Ronkhi (-
Ronkhi (-), Wheezing(-)
),Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: Batas jantung kanan
: Parastrernal ICS IV
Batas jantung kiri
: Midclavicula ICS V
Batas atas
: Parasternal ICS II
Auskultasi
: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pembuluh Darah
Arteri temporalis, karotis, brakhialis, radialis, femoralis poplitea, tibialis posterior teraba. Abdomen
Inspeksi
:
Cembung, Caput Medusa (+)
Palpasi
:
Dinding perut : tegang, nyeri tekan (√) Hati
: Tidak teraba
Limpa
: Tidak teraba
13 Ginjal Perkusi
:
: Ballotement (-)
Shifting dullness (+) Nyeri ketok (+)
Auskultasi
:
Bising usus (+), 2x/menit
Refleks dinding perut
:
Tidak dapat dinilai
Anggota Gerak Lengan Kanan
Kiri
Tonus
Normotonus
Normotonus
Massa
Eutrofi
Eutrofi
Normal
Normal
Gerakan
Aktif
Aktif
Kekuatan
5
5
Otot
Sendi
Tungkai dan Kaki
Luka
: Tidak
Varises
: Tidak
Otot (tonus, massa) : Normotonus,eutrofi Sendi
: Normal
Gerakan
: Aktif
Kekuatan
: 5
Edema
: (-/-)
Refleks Kanan
Kiri
Bisep
N (Refleks lengan bawah)
N (Refleks lengan bawah)
Trisep
N (Kontraksi trisep)
N (Kontraksi trisep)
Patela
N
N
N (Plantar fleksi )
N (Plantar fleksi)
Kremester
-
-
Refleks kulit
N
N
Tidak ada
Tidak ada
Achiles
Refleks patologis
14
H. Pemeriksaan Penunjang
19 desember 2016 Darah Lengkap Hb
: 10,2 gr/dl
Leukosit
: 4000/ul
Trombosit
: 123.000/ul
Eritrosit
: 4,17/ul
Kimia Darah SGOT
: 201/ul
SGPT
: 62/ul
GDS
: 91 mg/dl
Ureum
: 30 mg/dl
Kreatinin
: 0,80 mg/dl
Albumin
: 2,36 g/dl
HbsAg
: positif
I. Diagnosis Kerja dan Dasar Diagnosis Diagnosis Kerja
Sirosis hepatis dekompensata
Dasar Diagnosis
Sirosis hepatis Pada pasien ini, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan dan tanda-tanda yang mengarah pada sirosis hati. Berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan, didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering didapat pada sirosis hati yaitu lemas pada seluruh tubuh, mual dan muntah yang disertai penurunan nafsu makan. Selain itu, ditemukan juga beberapa keluhan yang terkait dengan
15 kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya perut yang membesar, gangguan tidur, ikterus pada kedua mata dan kulit, nyeri perut yang disertai dengan melena. Selain itu, dari pemeriksaan fungsi hati ditemukan peningkatan kadar SGOT dan SGPT pada serum pasien dengan peningkatan SGOT yang lebih tinggi dibanding dengan peningkatan SGPT. Pada pemeriksaan protein, didapatkan penurunan kadar albumin.
J. Pemeriksaan yang Dianjurkan
1. Pemeriksaan elektrolit 2. Pemeriksaan HbsAg 3. Biopsi hati K. Rencana Pengelola Non Farmakologis
1. Tirah baring 2. Diet cair tanpa protein 3. Diet rendah garam Farmakologis
1. IVFD D5 1000cc/hari 2. Omeprazole 40mg/hari 3. Furosemid 80mg/8jam 4. Ranitidine 25mg/12 jam 5. Vit K 10mg/8 jam 6. Metronidazole 2 g/hari 7. Propanolol PO 2x10mg 8. Spironolakton PO 2x25mg L. Prognosis
Quo at vitam
: Dubia ad malam
Quo at functionam
: Dubia ad malam
Quo at sanationam
: Dubia ad malam
16 Lembar Follow Up
Tanggal
Keluhan
Pemeriksaan
Tatalaksana
20 Desember
Pasien mengeluhkan
Ku : TSS
2016
perut membesar 1 bulan
Sens : CM
•
IVFD D5 1000cc/hari
yang lalu, mual (+),
Td : 100/80 mmHg
•
Omeprazole 40mg/hari
muntah (+), nafsu makan
Nadi : 73 x/menit
•
Furosemid 80mg/8jam
turun.
Rr : 20x/menit
•
Ranitidine 25mg/12 jam
•
Vit K 10mg/8 jam
•
Metronidazole 2 g/hari
•
Propanolol PO 2x10mg
•
Spironolakton PO 2x25mg
o
T : 36,8 C SI (+/+) Hepatosplen : tidak ternilai Lingkar perut : 104cm Eritema palmar (+) 21 Desember
Pasien mengeluhkan
Ku : TSS
2016
perut membesar (+),
Sens : CM
•
IVFD D5 1000cc/hari
lemas (+), mual (-),
Td : 120/80mmHg
•
Omeprazole 40mg/hari
muntah (-),
Nadi: 76x/menit
•
Furosemid 80mg/8jam
Rr: 20x/menit
•
Ranitidine 25mg/12 jam
•
Vit K 10mg/8 jam
•
Metronidazole 2 g/hari
•
Propanolol PO 2x10mg
•
Spironolakton PO 2x25mg
•
Pro punksi asites
o
T: 36,4 C
22 desember
Pasien mengeluhkan
Ku : TSS
•
IVFD D5 1000cc/hari
2016
perut membesar (+),
Sens : CM
•
Omeprazole 40mg/hari
lemas (-), mual (-),
Td : 120/80mmHg
•
Furosemid 80mg/8jam
muntah (-)
Nadi: 73x/menit
•
Ranitidine 25mg/12 jam
•
Vit K 10mg/8 jam
•
Metronidazole 2 g/hari
•
Propanolol PO 2x10mg
•
Spironolakton PO 2x25mg
Rr: 20x/menit o
T: 36,7 C Albumin : 2,36 g/dl
17
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
1
I. Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung secara progresif, ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative.
Sirosis hepatis merupakan penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik - (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan fungsi dan distorsi strukturnya.
1,2
II. Etiologi
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, antara lain; konsumsi alkohol, virus hepatitis B dan C, gangguan imunologis, zat hepatotoksik, dan lainlain. Berikut adalah penyebab utama sirosis hepatis di negara barat:
Penyakit hati alkoholik
: 60-70%
Hepatitis virus
: 10%
Penyakit bilier
: 5-10%
Hematokromatosis primer
: 5%
18 Penyakit Wilson
: jarang
Defisiensi α antitrypsin
: jarang
Sirosis kriptogenik
: 10-15%
1.2.3
III. Patofisiologi
Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh konsumsi alkohol kronis, alcohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek toksik langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi dehidrogenase dan menghasilkan
asetaldehid
yang
akan
merangsang
fibrosis
hepatis
dan
terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan nodul yang beregenerasi. Sirosis pascanekrotik disebabkan oleh virus hepatitis B, C, infeksi dan intoksitifikasi zat kimia, pada sirosis ini hati mengkerut, berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh jaringan parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosis biliaris disebabkan oleh statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum, autoimun dan obstruksi duktus empedu di ulu hati.
Dari ketiga macam sirosis tersebut mengakibatkan distorsi arsitektur sel hati dan kegagalan fungsi hati. Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga meningkatkan aliran darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darah portal yang akan menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk pembuluh darah kolateral portal (esofagus, lambung, rektum, umbilikus). Hipertensi portal meningkatkan tekanan hidrostatik di sirkulasi portal yang akan mengakibatkan cairan berpindah dari sirkulasi portal ke ruang peritoneum (asites). Penurunan volume darah ke hati
19 menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga aldosteron dan ADH meningkat di dalam serum yang akan meningkatkan retensi natrium dan air, dapat menyebabkan edema. Kerusakan fungsi hati; terjadi penurunan metabolisme bilirubin (hiperbilirubin) menimbulkan ikterus dan jaundice.
Terganggunya fungsi metabolik, penurunan metabolisme glukosa meingkatkan glukosa dalam darah (hiperglikemia), penurunan metabolisme lemak pemecahan lemak menjadi energi tidak ada sehingga terjadi keletihan, penurunan sintesis albumin menurunkan tekanan osmotik (timbul edema/asites), penurunan sintesis plasma protein terganggunya faktor pembekuan darah meningkatkan resiko perdarahan, penurunan konversi ammonia sehinggaureum dalam darah menigkat yang akan mengakibatkan ensefalopati hepatikum. Terganggunya metabolik steroid yang akan menimbulkan eritema palmar, atrofi testis, ginekomastia. Penurunan produksi empedu sehingga lemak tidak dapat diemulsikan dan tidak dapat diserap usus halus yang akan meingkatkan peristaltik. Defisiensi vitamin menurunkan sintesis vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan produksi sel darah merah.
IV. Klasifikasi Sirosis Hepatis3,4
Ada tiga jenis sirosis hepatis, yaitu:
1. Sirosis Laennec Sirosis Laennec disebabkan oleh alkoholisme kronis. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam selsel hati (infiltrasi lemak) dan alcohol menimbulkan efek toksik langsung terhadap
20 hati. Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik yang mencakup pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunnya pengeluaran trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi asam lemak. Sirosis alkohol memiliki tiga stadium: a) Perlemakan hati alkoholik Stadium pertama dari sirosis alkohol yang relatif jinak, ditandai oleh penimbunan trigliserida di hepatosit dan terjadi pada 90% pecandu alkohol kronis. Alkohol dapat menyebabkan penimbunan trigliserida di hati yang dapat meluas hingga mengenai lobulus hati. Hati menjadi besar, lunak, berminyak dan berwarna kuning. b) Hepatitis alkoholik Stadium kedua sirosis alkohol dan diperkirakan diderita oleh 20- 40% pecandu alkohol kronis. Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh toksisitas produk akhir metabolisme alkohol, terutama asetaldehida dan ion hidrogen. Nekrosis sel hati (dalam bentik degenerasi ballooning dan apoptosis) di daerah sentrilobiler dan juga terdapat pembentukan badan Mallory (agrerat eosinofilik intraselular flamen intermediet), reaksi neutrophil terhadap hepatosit yang bergenerasi, inflamasi porta, dan fibrosis (sinusoidal, perisentral, periportal). c) Sirosis alkoholik Pada stadium ini, sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Pita-pita fibrosa terbentuk dari aktivasi respon peradangan yang kronis dan mengelilingi serta melilit di antara hepatosit yang masih ada. Peradangan kronis menyebabkan timbulnya pembengkakan dan edema interstisium yang membuat kolapsnya pembuluh darah kecil dan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah yang
21 melalui hati yang menyebabkan hipertensi portal dan asites. Hati mengalami transformasi dari hati yang berlemak ( fatty liver ) dan membesar menjadi hati yang tidak berlemak (nonfatty), mengecil dan berwarna cokelat.
Sirosis Laennec ditandai dengan lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodulnodul halus. Nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati mengganti sel yang rusak. Pada stadium akhir sirosis, hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati. Penderita sirosis Laennec lebih beresiko menderita karsinoma sel hati primer (hepatoselular).
2. Sirosis Pascanekrotik Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati, sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan di selingi dengan parenkim hati normal, biasanya mengkerut dan berbentuk tidak teratur dan banyak nodul.
3. Sirosis biliaris Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Statis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, hati membesar, keras, bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini. Terdapat dua jenis sirosis biliaris: primer (statis
22 cairan empedu pada duktus intrahepatikum dan gangguan autoimun) dan sekunder (obstruksi duktus empedu di ulu hati). 2,4,5,6
V. Manifestasi Klinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala (sirosis kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar,
hilangnya
dorongan
seksualitas.
Jika
sudah
lanjut
(sirosis
dekompensata), gejala yang timbul meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tak begitu tinggi, adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, sulit konsentrasi, agitasi sampai koma.
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris, angioma spidernevi, ensefalopati hepatik. Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi portal adalah splenomegali, varises esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lainnya. Asites dapat dianggap sebagai manifestasi kegagalan hepatoselular dan hipertensi portal. 1. Manifestasi kegagalan hepatoselular Menurunnya ekskresi bilirubin menyebabkan hiperbilirubin dalam tubuh, sehingga menyebabkan ikterus dan jaundice. Ikterus intermiten merupakan gambaran khas sirosis biliaris dan terjadi jika timbul peradangan aktif hati dan saluran empedu (kolangitis).
23 Peningkatan
rasio
estradiol/testosteron
menyebabkan
timbulnya angioma
spidernevi yaitu suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena kecil sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Perubahan metabolisme estrogen juga menimbulkan eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Ginekomastia berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion.
Gangguan hematologi yang sering terjadi adalah perdarahan, anemia, leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan gusi, hidung, menstruasi berat dan mudah memar. Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya faktor pembekuan darah. Anemia, leukopenia, trombositopenia diduga terjadi akibat
hipersplenisme.
Limpa
tidak
hanya
membesar
tetapi
juga aktif
menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi sehingga menimbulkan anemia dengan defisiensi folat, vitamin B12 dan besi.
Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung sedikit protein. Hal ini dapat dikaji melalui shifting dullness atau gelombang cairan. Faktor utama terjadinya asites ialah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi portal) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia. Edema terjadi ketika konsentrasi albumin plasma menurun. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
2. Manifestasi hipertensi portal Akibat dari hati yang sirotik, darah dari organ-organ digestif dalam vena porta yang dibawa ke hati tidak dapat melintas sehingga aliran darah tersebut akan
24 kembali ke sistem portal yaitu dalam limpa dan traktus gastrointestinal. Adanya peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati akan menyebabkan hipertensi portal. Hipertensi portal didefiniskan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang menetap di atas nilai normal yaitu 6-12 cmH2O. Pembebanan berlebihan pada system portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises).
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotic juga mengakibatkan
pembentukan
pembuluh
darah
kolateral
dalam
sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh darah portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut ( varises esofagus). Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen dan timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus (kaput medusa). Sistem vena rektal membantu dekompensasi
tekanan
portal sehingga vena-vena berdilatasi
dan
dapat
menyebabkan berkembangnya hemoroid interna.
Secara umum, akibat dari sirosis hati akan menyebabkan 2 kelainan yang fundamental yaitu kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut. Berikut adalah gejala Kegagalan Fungsi Hati dan Hipertensi Porta.
25
Gejala Kegagalan Fungsi Hati
Gejala Hipertensi Porta
Ikterus
Varises esofagus/cardia
Spider naevy
Splenomegali
Ginekomastisia
Pelebaran vena kolateral
Hipoalbumin
Ascites
Kerontokan bulu ketiak
Hemoroid
Ascites
Caput medusa
Eritema palmaris White nail
Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos.
Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh
vasokonstriktor
(norepineprin,
angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan produksi vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi
26 vaskular
intra
hepatik
disebabkan
juga
oleh
ketidakseimbangan
antara
vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vascular sistemik.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan dengan nyeri tekan pada regio epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada kedua konjungtiva mata dan icterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan rambut pada ketiak tidak terlalu signifikan. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam batas normal, tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal fremitus, perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua lapang paru. Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh regio abdomen dengan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness dan gelombang undulasi yang positif. Hati, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi karena besarnya ascites dan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pada ekstremitas juga ditemukan adanya edema pada kedua tungkai bawah.
3,4,6
VI. Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan
27 hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Diagnosis pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati. Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan endoskopi juga mendukung diagnosis sirosis hati dekompensata dengan tanda-tanda hipertensi porta berupa varises esophagus dan gastropati hipertensi porta. Pemeriksaan biopsi hati sebagai gold standar penegakan diagnosis sirosis hati tidak perlu dilakukan karena tanda-tanda klinis dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta sudah terlihat jelas.
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bias ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
Gammaglutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa
28 meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin.
Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.1 Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta.1 Pada pemeriksaan protein, didapatkan penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin dalam darah. Sementara dari pemeriksaan elektrolit darah ditemukan penurunan kadar natrium dan kalium.
Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui
29 pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.
Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan
diagnosis,
EGD
juga
dapat
digunakan
sebagai
manajemen
perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic variceal ligation (EVL).
6,7
VII. Komplikasi
1. Varises Esofagus Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut ( varises esofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan ini sering menyebabkan kematian. Perdarahan yang terjadi dapat berupa hematemesis (muntah yang berupa darah merah) dan melena (warna feces/kotoran yang hitam).
30
2. Peritonitis bacterial spontan Cairan yang mengandung air dan garam yang tertahan di dalam rongga abdomen yang disebut dengan asites yang merupakan tempat sempurna untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan
bakteri.
Secara
normal,
rongga
abdomen
juga
mengandung sejumlah cairan kecil yang berfungsi untuk melawan bakteri dan infeksi dengan baik. Namun pada penyakit sirosis hepatis, rongga abdomen tidak mampu lagi untuk melawan infeksi secara normal. Maka timbullah infeksi dari cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
3. Sindrom hepatorenal Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan filtrasi glomerulus. Pada sindrom hepatorenal terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
4. Ensefalopati hepatikum Intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein oleh kerja bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena terdapat penyakit pada sel hati. NH3 diubah menjadi urea oleh hati, yang merupakan salah satu zat yang bersifat toksik dan dapat mengganggu metabolisme otak.
31 5. Karsinoma hepatoselular Tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati itu sendiri. Sirosis hati merupakan salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma hepatoselular. Gejala yang ditemui adalah rasa lemah, tidak nafsu makan, berat badan menurun drastis, demam, perut terasa penuh, ada massa dan nyeri di kuadran kanan atas abdomen, asites, edema ekstremitas, jaundice, urin berwarna seperti teh dan melena.
7,8
VIII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis.
7,8
IX. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa tahun terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh.
Child dan Turcotte pertama kali memperkenalkan sistem skoring ini pada tahun 1964 sebagai cara memprediksi angka kematian selama operasi portocaval shunt . Pugh kemudian merevisi sistem ini pada 1973 dengan memasukkan albumin sebagai pengganti variabel lain yang kurang spesifik dalam menilai status nutrisi. Beberapa revisi juga dilakukan dengan menggunakan INR selain waktu
32 protrombin dalam menilai kemampuan pembekuan darah. Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh dapat dilihat pada tabel. Sistem klasifikasi Child- TurcottePugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan Child-Pugh C adalah 45%. Sistem Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh Parameter
Skor 1
2
3
Asites
Tidak ada
Minimal
Sedang-berat
Ensefalopati
Tidak ada
Minimal-sedang
Sedang-berat
Bilirubin
<2,0
2-3
>3,0
Albumin (g/dl)
>3,5
2,8-3,5
<2,8
Waktu
1-3 / INR < 1,7
4-6 / INR 1,7- >6 / INR >2,3
(mg/dl)
protrombin INR (s)
2,3
33 BAB IV PEMBAHASAN
Pada pasien ini, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan dan tanda-tanda yang mengarah pada sirosis hati. Berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan, didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada sirosis hati. Didapatkan keluhan yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, yaitu perut yang membesar, ikterus pada kedua mata, nyeri perut yang disertai dengan hematemesis melena. Selain itu, dari pemeriksaan fungsi hati ditemukan peningkatan kadar SGOT dan SGPT pada serum pasien dengan peningkatan SGOT (201 U/l) yang lebih tinggi dibanding dengan peningkatan SGPT (62 U/l). Pada pemeriksaan protein, didapatkan penurunan kadar albumin (2,36 g/dl).
Selanjutnya pada pasien dilakukan tata laksana berupa diet cair tanpa protein, rendah garam, serta pembatasan jumlah cairan kurang lebih 1 liter per hari. Jumlah kalori harian dapat diberikan sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar gejala ascites yang dialami pasein tidak memberat.
Pasien juga mendapatkan obat hemostatik berupa propanolol untuk menghindari terjadinya perdarahan saluran cerna akibat pecahnya varises. Pemberian obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti omeprazole 2x40 mg, dan sucralfat 3xCI dilakukan agar tidak terjadi perdarahan akibat erosi gastropati hipertensi porta. Selain perdarahan saluran cerna,
34 pasein ini juga mengalami komplikasi berupa ascites. Untuk itu pasien harus melakukan tirah baring dan terapi diawali dengan diet rendah garam. Konsumsi garam sebaiknya sebanyak 5,2 gr atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam juga disertai dengan pemberian diuretik. Diuretic yang diberikan awalnya dapat dipilih spironolakton dengan dosis 100- 200mg sekali perhari.
Respon diuretik dapat dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari tanpa edema kaki atau 1kg/hari dengan edema kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak adekuat dapat diberikan kombinasi berupa furosemide dengan dosis 20-40mg/hari. Pemberian furosemid dapat ditambah
hingga
dosis
maksimal 160mg/hari. Parasintesis
dilakukan apabila ascites sangat besar. Biasanya
asites
pengeluarannya
mencapai 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. Pada pasien ini diberikan terapi kombinasi spironolakton 100 mg dan furosemide 40 mg pada pagi hari. Selain itu, pemberian tranfusi albumin juga dilakukan sebanyak 1 kolf setiap harinya.