CEDERA LIGAMEN BAHU (ACROMIOCLAVICULAR INJURIES)
Definisi •
Cedera pada kompleks acromioclavikular dibagi menjadi VI tingkatan
TABLE 9-1 — Grades of Acromioclavicular Joint Injuries and Treatments Grade
of AC
Injury I
CC
Ligament Sprain
Ligament Intact
II
Torn
Sprain
III
Torn
Torn
IV V
Torn Torn
Torn Torn
VI
Torn
Torn
Clavicle Displacement Mild displacement Definite displacement 25%-100% increase in CC space Posterior displacement 100%-300% increase in CC space Subacromial or subcoracoid location
AC, acromioclavicular; CC, coracoclavicular.
Treatment superior Conservative superior Conservative Conservative or surgical Surgical Surgical
Surgical
Gejala •
•
•
•
Pasien biasanya menglami riwayat trauma pada bahu atau sendi acromioklavikular. Pasien melakukan olahraga seperti sepakbola, ski menuruni bukit. Pasien mencari pertolongan karena merasakan nyeri pada bagian anterior bahu. Nyeri menjalar sampai kedasar leher dan trapezius atau otot deltoid atau sampai ke lengan dengan poia radikular. Pasien mengeluhkan nyeri yang terjadi pada saat gerakan menyilangkan lengan melewati dada (seperti hendak mengambil sesuatu dari saku baju) atau ketika gerakan lengan ke belakang (seperti memakai kaos). Nyeri juga terjadi saat fleksi bahu (meraih sesuatu melewati kepala) atau ketika lengan diadduksikan melewati dada.
Pemeriksaan Fisik •
•
•
•
Pemeriksaan yang tepat untuk cedera acromioklavikular termasuk pemeriksaan pada leher dan bahu untuk mengeliminasikan kemungkinan radikulopati atau referred pain. Pada inspeksi, dapat dilihat daerah yang meninggi pada sendi acromioklvikular. Ini disebabkan depresi dari scapula terhadap klavikula atau karena edema pada sendi itu sendiri. Daerah ini biasanya terasa nyeri saat ditekan. Pada LGS aktif, pasien mengeluhkan nyeri pada saat fleksi bahu yang ekstrim. Nyeri semakin bertambah saat bahu semakin difleksikan, baik secara aktif maupun pasif. Nyeri biasanya menghilang saat dilakukan MMT yang isometric pada otot rotator cuff. Tes spesial yang dapat dilakukan antara lain : tes adduksi menyilang tubuh, tes kompresi aktif, tes ekstensi tahanan acromioklavikular, tanda Paxinos.
Keterbatasan Fungsional •
•
•
•
Keterbatasan aktivitas menjangkau ke atas, menjangkau arah menyilang badan, membawa batang berat karena nyeri Kesulitan memakai baju, menyisir rambut, menjinjing tas atau keranjang belanjaan. Keterbatasan aktivitas rekreasi, yang berkaitan dengan melempar Dapat terjadi gangguan tidur karena nyeri
Tujuan Tatalaksana Mengurangi nyeri dan inflamasi disertai peningkatan LGS disemua bidang.
Terapi Terapi awal tergantung pada tingkat cedera dan aktivitas pasien serta tujuannya. Cedera tipe I dan II ditangani tanpa operasi Terapi awal untuk semua fase yang tidak memerlukan operasi (tipe I, II. III) terasul istirahat, es, dan sling brace selama 1 - 6 minggu (rata-rata 2 -3 minggu). Analgesik non narkotik yang tersedia bebas tanpa resep biasanya cukup. Obat-obatan NSAID dapat dipergunakan untuk nyeri dan inflamasi. Injeksi kedalam sendi dapat juga dilakukan pada fase awal untuk control nyeri yang segera dan juga untk konfirmasi diagnosis.
Cedera
tipe IV, V, dan VI memerlukan pembedahan Terapi untuk tipe III masih controversial. Cedera tipe III dapat ditangani secar operatif maupun non operatif. Satu penelitian mengatakan terjadi kepuasan jangka panjang pada pasien yang di operasi tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada LGS dan kekuatannya. Mayoritas pasien yang tidak di operasi tidak mengalami kesulitan jangka panjang. Operasi merupakan indikasi untuk pasien cedera tipe II yang menunjukan gejala dan pada pasien yang tidak merespon terapi konservatif. Terapi konservatif untuk tipe III adalah dengan istirahat. support, modalitas, obat-obatan untuk gejala, dan dapat kembali keaktivitas secara bertahap dalam 6-12 minggu.
Rehabilitasi •
•
•
•
•
Terapi fisik atau okupasi dapat dilakukan untuk membantu, disertai edukasi pada pasien, control nyeri dan pada fase lanjut latihan bertahap untuk LGS dan penguatan. Modalitas untuk mengontrol nyeri juga termasuk, sebagai tambahan diberikannya es, ultrasound atau phonophoresis dengan lidokain 10%. Terapi dengan arus inferensial juga dapat dipergunakan. Latihan codman dan pendulum dapat membantu untuk LGS yang aktif atau aktif-asisted. Ketika nyeri sudah tidak ada dan LGS sudah penuh, dapat dilakukan program penguatan bahu, menggunakan dumbbell ringan 1 - 5 pounds.
Prosedur •
•
•
•
Pasien dengan cedera tipe I atau tipe II yang ringan dapat dilakukan injeksi untuk mengembalikan mereka ke ektivitas awalnya selama memiliki LGS yang penuh dan kekuatan yang simetris. Injeksi intraartikular dengan kombinasi anastesi lokal dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri dengan cepat dan lebih laim berkurang nyerinya. Injeksi kedalam sendi juga dapat dilakukan untuk cedera tipe yang lebih tinggi untuk meringankan gejala dengan lebih cepat. Tetapi terapi tersebut bukan merapakan pengganti istirahat (pada cedera tipe II atau lebih tinggi), 1 minggu menghindarkan kegiatan yang provokatif setelah injeksi sangat dianjurkan. Posisi pasien berbaring atau duduk dengan bahu diganjal dengan bantal , sendi acromioklavikular di injeksi pada kondisi steril menggunakan 25-gauge, 1,5 inch jarum disposable dan anestesi local atau kombinasi anestesi dan kortikosteroid. Biasanya 1 - 3 ml cairan di injeksikan (contoh 1 ml lidokain 1% dicampur 1 ml betametason). Harus diingat bahwa sendi acromioklavikular kecil dan dekat dengan perrnukaan. Perawatan post injeksi termasuk pemberian es local selama 10-15 menit dan instruksi pada pasien untuk menghidari gerakan/ aktivitas yang memperparah selama 1 minggu.
Operasi •
Cedera tipe IV, V, dan VI merupakan bentuk dislokasi pada sendi acromioklavikular. Tujuan dari semua tindakan operasi adalah untuk menciptakan sendi yang stabil dan bebas nyeri.
Efek Samping •
•
•
Efek samping dari obat-obatan analgetik dan NSAID telah diketahui, antara lain dapat mempengaruhi lambung, ginjal dan hepar. Inhibitor COX-2 memiliki efek ke lambung yang lebih sedikit, tetapi resiko kardiovaskular harus diperhatikan. Injeksi yang menggunakan jarum yang terlalu panjang dapat sampai ke ruang sub acromial, sehingga dapat menyebabkan kekeliruan diagnostic dan juga infeksi (jarang). Komplikasi langsung pada operasi adalah infeksi, nyeri, kerusakan/ luka pada kulit, dan scar hipertropik. Setelah operasi dapat terjadi deformitas, kegagalan atau migrasi, limitasi pada gerakan. Nyeri dapat terjadi karena reseksi yang tidak tepat, kelemahan atau instabilitas sendi. Rekalsifikasi setelah reseksi sendi acromioklavikular dapat menyebabkan nyeri dan memerlukan revisi pada reseksi klavikula distal.
Daftar Pustaka 1. Rizzo TD. Acromioclavicular Injuries. In : Frontera WR, Silver JK, Ri/zo TD (eds). Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation, second edition. Saunders publishing, Philadephia; 2008 : 41-8 2. Finnoff .IT. Musculoskeletal Disorders of Upper Limb. In : Braddom RL (ed). Physical Medicine and Rehabilitation, fourth edition, Klsevier Saunders publishing, Philadelphia; 201 i :817-42 3. Klaiman MD, Fink K. Upper Extremity Soft Tissues Injuries. In : Frontera WR, DeLisa JA (eds). DeLisa's Physical Medicine & Rehabilitation fifth edition, Lippincott Williams&Wilkins, Philadelphia; 2010:907-22