BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga abdomen. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan – bahan tertentu dan mengeliminasi bahan – bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. (1) Kegagalan ginjal dalam mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh yang berlangsung progresif, lambat dan bersifat irreversible disebut gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik bersifat samar karena hampir 75% jaringan ginjal dapat dihancurkan sebelum gangguan fungsi ginjal terdeteksi. Apabila kurang dari 25% jaringan fungsional ginjal yang tersisa, maka insufisiensi ginjal akan tampak. (1)
Pasien dengan gagal ginjal sering mengalami gejala klinis yang berkaitan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, anemia, malnutrisi dan gangguan gastrointestinal. Salah satu dari komplikasi tersebut adalah uremic encephalopathy. Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan nilai kadar Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt. (2; 3) Prevalensi internasional tidak diketahui. Di Amerika Serikat, prevalensi UE sulit ditentukan. UE dapat terjadi pada pasien manapun dengan end-stage renal disease (ESRD),dan secara langsung tergantung pada jumlah pasien tersebut.
1
Peningkatan kasus ESRD seiiring dengan peningkatan kasus UE. (1; 3) Pengetahuan mengenai penegakan diagnosis UE diperlukan untuk mencegah kejadian UE berat yang berujung ke kematian. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini sebagai laporan kasus.
1.2. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah: Mendeteksi dan mendiagnosa kejadian ensefalopati uremikum sehingga pengelolaan dapat dilakukan lebih awal dan terencana
1.3. Manfaat Penulisan Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah menambah ilmu dan wawasan agar lebih memahami tentang ensefalopati uremikum.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Uremic encephalopathy merupakan salah satu bentuk dari ensefalopati metabolik. Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang global yang menyebabkan terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku dan kejang yang disebabkan oleh kelainan pada otak maupun diluar otak. (2; 4) Ensefalopati metabolik adalah pengertian umum keadaan klinis yang ditandai dengan (2; 3; 5): 1. Penurunan kesadaran sedang sampai berat 2. Gangguan neuropsikiatrik : kejang, lateralisasi 3. Kelainan fungsi neurotransmitter otak 4. Tanpa di sertai tanda – tanda infeksi bacterial yang jelas Urea berasal dari hasil katabolisme protein. Protein dari makanan akan mengalami perombakan di saluran pencernaan (duodenum) menjadi molekul sederhana yaitu asam amino. Selain asam amino, hasil perombakan protein juga menghasilkan senyawa yang mengandung unsur nitrogen (N), yaitu amonia (NH3). Asam amino tersebut merupakan produk dari perombakan protein yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Sedangkan amonia merupakan senyawa toksik yang bersifat basa dan akan mengalami proses detoksifikasi di hati menjadi senyawa yang tidak toksik, yaitu urea melalui siklus urea. (6)
3
Urea disintesis pula di hati melalui siklus urea yang berasal dari oksidasi asam amino. Pada siklus urea, kelompok asam amino (amonia dan L-aspartat) akan diubah menjadi urea. Produksi urea di hati diatur oleh N-acetylglutamate. Urea kemudian mempunyai sifat yang mudah berdifusi dalam darah dan diekskresi melalui ginjal sebagai komponen urin, serta sejumlah kecil urea diekskresikan melalui keringat. (6) Uremia adalah suatu sindrom klinis yang berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan hormon serta abnormalitas metabolik yang berkembang secara paralel dengan menurunnya fungsi ginjal. Uremia sendiri berarti ureum di dalam darah. (6; 2) Uremia lebih sering terjadi pada chronic kidney disease (CKD), tetapi dapat juga terjadi pada acute renal failure (ARF) jika penurunan fungsi ginjal terjadi secara cepat. Hingga sekarang, belum ditemukan satu toksin uremik yang ditetapkan sebagai penyebab segala manifestasi klinik pada uremia. (6; 7; 8)
2.1. Definisi Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik akut maupun subakut yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Biasanya dengan nilai kadar Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15 mL/mnt. Sebutan “uremic encephalopathy sendiri memiliki arti gejala neurologis non spesifik pada uremia. (2; 4; 9; 10)
4
2.2. Manifestasi klinis Manifestasi klinis uremia terdiri dari gejala neural dan muskular, endokrin dan metabolik dan gejala lain (Gambar 2.1). (8)
Gambar 2.1. Manifestasi klinis pada Uremia (8)
Gejala neural dan muskular terdiri atas neuropati perifer, penurunan status mental, kejang, anoreksia, muntah, penurunan sensasi bau dan rasa, keram, koma,
5
penurunan kekuatan otot. Gejala ini dapat berfluktuasi dari hari ke hari, bahkan dalam hitungan jam. Pada beberapa pasien, terutama pada pasien anuria, gejala ini dapat berlanjut secara cepat hingga koma. Pada pasien lain, halusinasi visual ringan dan gangguan konsentrasi dapat berlanjut selama beberapa minggu. (4; 5; 11) Gejala endokrin dan metabolik diantaranya adalah amenore, gangguan disfungsi seksual, penurunan suhu tubuh, penyakit tulang karena retensi dari fosfat dan defisiensi vitamin D, resistensi insulin dan peningkatan katabolisme protein. Gejala lain yang mendukung adalah ditemukannya serositis, gatal, cegukan, dan anemia serta adanya disfungsi granulosit, limfosit bahkan trombosit. (2; 3; 6)
Gambar 2.2. Asterixis (2)
6
Pasien mulai kedutan, jerk dan dapat kejang. Twitch dapat meliputi satu bagian otot, seluruh otot, atau ekstremitas,aritmik, asinkron pada kedua sisi tubuh pada saat bangun ataupun tidur. Pada beberapa waktu bisa terdapat fasikulasi, tremor aritmik, mioklonus, khorea, asterixis, atau kejang (Gambar 2.2). Dapat juga terjadi phenomena motorik yang tidak terklasifikasi, yang disebut uremic twitchconvulsive syndrome. (2; 4)
2.3. Epidemiologi Gagal ginjal lebih sering pada ras Afrika Amerika dibandingkan ras lainnya. Insidens pada pria dan wanita sama banyak. Pasien pada berbagai usia dapat mengalami gagal ginjal, namun lebih progresif pada usia lanjut, yaitu pasien di atas 65 tahun. (2; 3) Prevalensi internasional tidak diketahui. Di Amerika Serikat, prevalensi UE sulit ditentukan. UE dapat terjadi pada pasien manapun dengan end-stage renal disease (ESRD),dan secara langsung tergantung pada jumlah pasien tersebut. Pada 1990an, lebih dari 165,000 orang diobati untuk ESRD. Pada tahun 1970an, jumlahnya 40,000. Dengan bertambahnya jumlah pasien dengan ESRD, diasumsikan jumlah kasus UE juga bertambah. (2; 3) Gagal ginjal akan menjadi fatal jika tidak ditangani. UE menunjukkan fungsi ginjal yang memburuk. Jika tidak ditangani, UE dapat menyebabkan koma dan kematian. Pasien memerlukan penanganan agresif untuk mencegah komplikasi dan menjaga homeostasis yang tergantung pada intensive care dan dialisis. Di AS, lebih dari 200.000 pasien menjalani hemodialisa. (2; 4)
7
2.4. Patofisiologi Patofisiologi dari UE belum diketahui secara jelas. Urea menembus sawar darah otak melalui sel endotel dari kapiler otak. Urea sendiri tidak bisa dijadikan satu-satunya penyebab dalam terjadinya ensefalopati, karena jumlah ureum dan kreatinin tidak berhubungan dengan tingkat penurunan kesadaran ataupun adanya asterixis dan myoclonus. (2; 3; 6) Perubahan yang ditemukan pada mayat pasien dengan chronic kidney disease biasanya ringan, tidak spesifik dan lebih berhubungan dengan penyakit yang menyertainya. Jumlah kalsium pada korteks serebri hampir dua kali lipat dari nilai normal. Peningkatan jumlah kalsium ini mungkin diperantarai oleh aktivitas hormon Paratiroid. Hal ini didukung oleh hasil penelitian pada anjing yang mengalami gagal ginjal akut maupun kronik, EEG dan abnormalitas kalsium dapat dicegah dengan dilakukannya paratiroidektomi. Pada manusia dengan gagal ginjal, EEG dan gangguan psikologik juga dapat membaik dengan paratiroidektomi. (2; 4; 5) Pada gangguan ginjal, metabolisme otak menurun sehingga menyebabkan rendahnya konsumsi oksigen serebri. Penjelasan yang memungkinkan pada perubahan ini adalah reduksi neurotransmitter, menyebabkan aktivitas metabolik berkurang. Pompa Na/K ATPase mengeluarkan kalsium dari sel eksitabel dan penting dalam menjaga gradien kalsium 10 000:1 (di luar−di dalam sel). Dengan adanya uremia, terdapat peningkatan kalsium transpor akibat PTH. Beberapa studi menyatakan bahwa aktivitas pompa Na/K ATPase ouabain-sensitif menurun pada keadaan uremik akut maupun kronik. Karena pompa ini penting dalam pelepasan neurotransmitter seperti biogenic amines, hal ini dapat membantu menjelaskan
8
gangguan fungsi sinaps dan menurunnya konsentrasi neurotransmitter yang ditemukan pada tikus yang mengalami uremi. (2; 4; 5; 7) Pada tahap awal UE, plasma dan LCS menunjukkan peningkatan jumlah glisin dan glutamin serta menurunnya GABA, sehingga terjadi perubahan metabolisme dopamin dan serotonin di dalam otak, menyebabkan gejala awal berupa clouded sensorium. Selanjutnya terdapat gangguan fungsi sinaps yaitu memburuknya uremia, terjadi akumulasi komponen guanidino, terutama guanidinosuccinic acid, yang meningkat pada otak dan LCS pada gagal ginjal, memiliki efek inhibisi pada pelepasan ã-aminobutyric acid (GABA) dan glisin pada binatang percobaan, juga mengaktivasi reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA). Toksin ini menganggu pelepasan neurotransmitter dengan cara menghambat channel klorida pada membran neuronal. Hal ini dapat menyebabkan myoklonus dan kejang. Sebagai tambahan, methylguanidine terbukti menghambat aktivitas pompa Na/K ATPase. Patofiisologi efek neurotoksik dari uremia diilustrasikan seperti Gambar 2.3. (2; 7; 12)
9
Gambar 2.3. Ilustrasi efek neurotoksik dari uremia pada sistem saraf pusat (12)
Kontribusi aluminium pada UE kronik masih belum jelas diketahui. Sumber alumunium diperkirakan dari diet dan obat-obatan terikat fosfat. Transpor aluminium menuju otak hampir pasti melalui reseptor transferin pada permukaan luminal pada sel endotel kapiler otak. Jika sudah melewati otak, aluminium dapat mempengaruhi ekspresi âA4 protein prekursor yang melalui proses kaskade menyebabkan deposisi ekstraselular dari âA4 protein. Secara ringkas, patofisiologi dari UE adalah kompleks dan mungkin multifaktorial. (12)
2.5. Diagnosis Diagnosis ensefalopati uremik biasanya berdasarkan gejala klinis dan kemajuannya setelah dilakukan terapi yang adekuat. Gejala klinis ensefalopati uremikum terangkum pada Tabel 1. (2; 3)
10
Tabel 1. Gejala dan Tanda Ensefalopati Uremikum (2; 3) Ringan Anoreksia Mual Insomnia “restlessness” Kurang atensi Tidak mampu menyalurkan ide Penurunan libido
Sedang Muntah Lamban Mudah lelah Mengantuk Perubahan pola tidur Emosional
Berat Gatal Gangguan orientasi Kebingungan Tingkah laku aneh Bicara pelo Hipotermia
Paranoia Penurunan kognitif Penurunan abstraksi Penurunan kemampuan seksual
Mioklonus Asterixis Kejang Stupor Koma
Pemeriksaan laboratorium pada UE antara lain darah lengkap, elektrolit, glukosa, ureum, kreatinin, fungsi hati dan amonia. Pada UE terdapat nilai kreatinin yang tinggi. Darah lengkap diperiksa untuk melihat adanya anemia karena dapat berperan dalam beratnya perubahan status mental. Sementara jika ditemukan leukositosis menunjukkan adanya proses infeksi. Elektrolit, dan glukosa diperiksa untuk menyingkirkan penyebab ensefalopati lainnya. (3; 4) Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan untuk menyingkirkan dugaan infeksi. Pada ensefalopati uremik, LCS sering abnormal, kadangkala menunjukan pleositosis ringan (biasanya <25 sel/mm3) dan meningkatnya konsentrasi protein (biasanya <100mg/dl). (2; 3; 4) EEG biasanya abnormal, tetapi tidak spesifik namun berhubungan dengan gejala klinis. Selain itu, EEG dapat berguna untuk menyingkirkan penyebab lain dari konfusi seperti infeksi dan abnormalitas struktural. Gambaran EEG yang sering ditemukan adalah perlambatan secara general. Ritme tetha pada frontal yang
11
intermiten dan paroksisimal, bilateral, high voltage gelombang delta juga sering ditemukan. Kadangkala kompleks spike-wave bilateral atau gelombang trifasik pada regio frontal dapat terlihat. (2; 5; 8) Pencitraan otak seperti CT scan atau MRI dilakukan untuk menyingkirkan adanya hematom subdural, stroke iskemik. Namun biasanya menunjukkan atrofi serebri dan pelebaran ventrikel pada pasien dengan chronic kidney disease. (3)
2.6. Diagnosis Banding Diagnosis banding UE antara lain ensefalopati hipertensif, ensefalopati hepatikum, sindrom respons inflamasi sistemik pada pasien sepsis, vaskulitis sistemik, neurotoksisitas akibat obat (opioid, benzodiazepin, neuroleptik, antidepresan), cerebral vascular disease, hematom subdural. Kejang dapat terjadi pada UE, ensefalopati hipertensif, emboli serebral, gangguan elektrolit dan asambasa, tetanus. (2; 3)
2.7. Penatalaksanaan Pada penatalaksanaan uremic encephalopathy, penyakit ginjal yang terjadi sangat penting, karena pada keadaan irreversibel dan progresif, prognosis buruk tanpa dialisis dan transplantasi renal. UE akut ditatalaksana dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis, walaupun biasanya dibutuhkan waktu 1 sampai 2 hari dibutuhkan untuk mengembalikan status mental. Kelainan kognitif dapatmenetap meskipun setelah dialisis. Kerugian dari dialisis adalah sifat non-spesifik sehingga
12
dialisis juga dapat menghilangkan komponen esensial. Transplantasi ginjal juga dapat dipertimbangkan. (2; 3) Eliminasi toksin uremik juga dipengaruhi oleh uptake intestinal dan fungsi renal. Uptake intestinal bisa dikurangi dengan mengatur diet atau dengan pemberian absorbent secara oral. Studi menunjukkan untuk menurunkan toksin uremik dengan diet
rendah
protein,
atau
pemberian
prebiotik.atau
probiotik
seperti
bifidobacterium. Menjaga sisa fungsi ginjal juga penting untuk eliminasi toksin uremik. (6; 7) Dalam praktek klinis, obat antikonvulsan yang sering digunakan dalam menangani kejang yang berhubungan dengan uremia adalah benzodiazepine untuk kejang myoklonus, konvulsif atau non-konvulsif parsial kompleks atau absens; ethosuximide, untuk status epileptikus absens; Fenobarbital, untuk status epileptikus konvulsif. Sementara itu, gabapentin dapat memperburuk kejang myoklonik pada end stage renal disease. (4; 6) Benzodiazepin (BZD) dan Fenobarbital bekerja meningkatkan aktivitas GABA dengan berikatan pada kompleks reseptor GABA A, sehingga memfasilitasi GABA untuk
berikatan dengan reseptor
spesifiknya. Terikatnya
BZD
menyebabkan peningkatan frekuensi terbukanya channel klorida, menghasilkan hiperpolarisasi membran yang menghambat eksitasi selular. (4; 6) Koreksi anemia dengan eritropoetin rekombinan pada pasien dialisis dengan target Hb 11 sampai 12 g/dl dapat berhubungan dengan meningkatnya fungsi kognitif dan menurunkan perlambatan pada EEG. (2; 3; 11)
13
2.8. Prognosis Dengan penatalaksaan yang tepat, tingkat mortalitas rendah. Dengan pengenalan terhadap dialisis dan transplantasi ginjal, insidens dan tingkat keparahan dari UE dapat dikurangi. (2)
14
BAB III LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI PASIEN
Nama Lengkap
: Ny. S
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat / Tgl. Lahir /Umur
: 07/08/1963 – 51 tahun
Suku Bangsa
: Lampung
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: SD
Alamat
: Kalianda, Lampung Selatan
ANAMNESIS Diambil dari:Allooanamnesa
Tgl: 27/04/2015
Keluhan Utama
: Penurunan kesadaran
Keluhan tambahan
:
Jam: 21.45 WIB
15
Riwayat Penyakit Sekarang : Awalnya kurang lebih 6 bulan SMRS, pasien mengeluhkan nyeri di tungkai kanan apabila digerakkan. Menurut keluarga, pasien mengatakan nyeri tersebut berupa rasa sakit yang menjalar sepanjang tungkai kanan dari paha hingga ke ujung kaki. Hal ini menyebabkan pasien memilih untuk tetap di kasur. Pasien kemudian dibawa berobat ke dokter terdekat oleh keluarga, dikatakan mengalami gangguan pada saraf dan otot. Pasien diperbolehkan pulang dan dibekali obat-obatan. Keluarga tidak mengetahui jenis obat yang diberikan pada pasien. Kurang lebih 1 bulan SMRS, nyeri pada tungkai kanan dirasakan semakin memberat. Pasien tidak dapat bergerak dari tempat tidur. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri di ulu hati disertai muntah. Keluarga tidak dapat mengingat frekuensi dan bentuk muntahan pasien. Pasien dibawa berobat oleh keluarga ke RS Kalianda dan dikatakan bahwa pasien mengalami sakit artritis, magh dan anemia. Pasien mendapatkan tambahan darah merah 1 kantong. Pasien kemudian pulang dengan keadaan tubuh segar namun nyeri di tungkai masih dirasakan. Setelah pulang dari RS, selama 3 minggu dirumah, pasien tidak dapat BAB, BAK mengompol. Nafsu makan pasien baik. Pasien mengeluh nyeri perut. Kualitas nyeri tidak diketahui oleh keluarga. Pasien kemudian dibawa ke RS Kalianda dan dirawat selama 5 hari. Dalam masa perawatan, pasien mengalami penurunan kesadaran. Pasien meracau apabila berbicara dan tampak gelisah. Pasien kemudian dirujuk ke RS. Dr. H. Abdul Moeloek untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
16
Pasien datang ke UGD RSAM dengan kondisi penurunan kesadaran. Pasien tidak bangun ketika di panggil namun pasien masih dapat membuka mata apabila pundak pasien ditepuk kencang. Pasien telah dilakukan pemeriksaan laboratorium darah, foto thoraks dan CT Scan kepala. Pasien diobservasi selama 2 hari di UGD RSAM. Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami keracunan ginjal sehingga harus dilakukan tindakan cuci darah setelah kondisi pasien stabil. Pasien mengalami demam tinggi yang dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keringat dingin di malam hari diakui oleh keluarga. Keluarga menyangkal adanya demam disertai menggigil dan kejang. Pasien sulit BAK sehingga BAK melalui selang kencing. Pasien belum BAB. Kondisi pasien terus memburuk. Pasien disarankan untuk melakukan tindakan cuci darah segera selama 2 jam. Pasien datang dengan keadaan tidak sadar diantar oleh keluarga dan perawat UGD. Keluarga pasien mengatakan pasien baru saja menjalani tindakan cuci darah di ruang Hemodialisa RSAM. Pasien dalam keadaan tidak sadar saat menjalani tindakan cuci darah. Menurut keluarga, pasien disarankan menjalani cuci darah selama 2 jam oleh dokter UGD, namun kondisi pasien memburuk dalam 1 jam pertama sehingga cuci darah harus dihentikan. Kondisi pasien telah distabilkan di ruang Hemodialisa. Pasien tetap tidak sadar. Riwayat kencing manis disangkal. Riwayat tekanan darah tinggi disangkal. Riwayat penyakit jantung disangkal. Riwayat penyakit ginjal disangkal.
17
Riwayat Penyakit Dahulu (Tahun) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (√) ( ) ( ) ( )
Cacar Cacar Air Difteri Batuk Rejan Campak Influenza Tonsilitis Kholera Demam Rematik
( ( ( ( ( ( ( ( (
) ) ) ) ) ) ) ) )
Malaria Disentri Hepatitis Tifus Abdominalis Skirofula Sifilis Gonore Hipertensi Ulkus Ventrikuli
() () () () () () () () ()
( ) ( ) ( )
Pneumonia Pleuritis Tuberkulosis
( ) Ulkus Duodeni (√) Gastritis ( ) Batu Empedu lain-lain : ( ) Kecelakaan
Batu Sal. Kemih Burut (Hernia) Penyakit Prostat Wasir Diabetes Alergi Tumor Penyakit Pemb. Darah Campak
( ) Operasi
Riwayat Keluarga : Hubungan Kakek Nenek Ayah Ibu Saudara(kakak) Anak-Anak
Umur (th)
28 24 20
Jenis Kelamin L P L P P L L L
Keadaan kesehatan Meninggal Meninggal Meninggal Meninggal Sehat Sehat Sehat Sehat
Penyebab Meninggal Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu
Adakah Kerabat yang Menderita : Penyakit Alergi Asma Tuberkulosa Artritis Rematisme Hipertensi Jantung Ginjal Lambung
Ya
Tidak √ √ √ √ √ √ √ √ √
Hubungan
18
ANAMNESIS SISTEM Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan Kulit (-) (-)
Bisul Kuku
(-) (-)
Rambut Kuning / Ikterus
(-) (-) ( )
Keringat malam Sianosis Lain-lain
Kepala (-) (-)
Trauma Sinkop
(-) Sakit kepala (-) Nyeri pada sinus
Mata (-) (-) (-)
Nyeri Sekret Kuning / Ikterus dan anemis
(-) Radang (-) Gangguan penglihatan (-) Ketajaman penglihatan
Telinga ( -) ( -)
Nyeri Sekret
( -) ( -) ( -)
Tinitus Gangguan pendengaran Kehilangan pendengaran
( -) ( -) ( -)
Gejala penyumbatan Gangguan penciuman Pilek
( -) ( -) ( -)
Lidah Gangguan pengecap Stomatitis
Hidung ( -) ( -) ( -) ( -)
Trauma Nyeri Sekret Epistaksis
Mulut ( -) ( -) ( -)
Bibir Gusi Selaput
19
Tenggorokan ( -) Nyeri tenggorokan
( -)
Perubahan suara
( -)
Nyeri leher
( -) ( -) ( -)
Sesak nafas Batuk darah Batuk
( -) ( -) ( -) ( -) ( -) ( -) ( -)
Perut membesar Wasir Mencret Tinja berdarah Tinja berwarna dempul Tinja berwarna ter Benjolan
( -) ( -) ( -) ( -) ( -) ( -) ( -)
Kencing nanah Kolik Oliguria dan warna pekat seperti teh Anuria Retensi urin Kencing menetes Penyakit prostat
( -) ( )
Perdarahan
Leher ( -)
Benjolan
Jantung / Paru-Paru ( -) Nyeri dada ( -) Berdebar ( -) Ortopnoe
Abdomen (Lambung / Usus) ( -) ( -) ( -) ( -) ( -) (√) ( -)
Rasa kembung Mual Muntah Muntah darah Sukar menelan Nyeri perut, kolik Nyeri ulu hati dan perut kanan atas
Saluran Kemih / Alat Kelamin ( -) ( -) ( -) ( -) ( -) ( -) (+)
Disuria Stranguri Poliuria Polakisuria Hematuria Kencing batu Ngompol (tidak disadari)
Katamenis ( -) Leukore ( ) Lain-lain
20
Haid ( -) Haid terakhir
( -)
( -) Teratur / tidak ( -) Gangguan haid
( -) ( -)
Jumlah dan (√) lamanya Nyeri ( -) Pasca menopause
Menarche usia 15 tahun Gejala klimakterium
Saraf dan Otot ( -) (+) ( -) ( -) ( -) ( -) ( )
Anestesi Parestesi Otot lemah Kejang Afasia Amnesis Lain-lain
( -) ( -) ( -) ( -) ( -) ( -) ( -)
Sukar menggigit Ataksia Hipo/hiper-estesi Pingsan Kedutan (tick) Pusing (Vertigo) Gangguan bicara (disartri)
( -) ( -)
Deformitas Sianosis
Ekstremitas ( -) ( -)
Bengkak Nyeri sendi
BERAT BADAN Berat badan rata-rata (kg)
: 40 kg
Berat badan sekarang (kg)
: tidak diketahui
(Bila pasien tidak tahu dengan pasti) Tetap ( ) Turun (√) Naik
( )
21
RIWAYAT HIDUP
Tempat lahir
: (√) Di rumah ( ) Rumah Bersalin ( ) RS Bersalin
Ditolong oleh
: ( ) Dokter
( ) Bidan
(√) Dukun
( )Lain-lain
Riwayat Imunisasi (-) Hepatitis
(-) BCG
(-) Campak
(-) DPT
(-)Polio
(-)Tetanus
Riwayat Makanan Frekwensi /hari : 3x sehari Jumlah /hari
: 3 piring sehari dengan porsi cukup
Variasi /hari
: lauk pauk : tahu tempe ikan,sayur, jarang konsumsi buah
Nafsu makan
: kurang
Pendidikan (√) SD
( ) SLTP
( ) SLTA
( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi
( ) Kursus
( ) Tidak sekolah
Kesulitan Keuangan
: tidak ada
Pekerjaan
: tidak ada
22
Keluarga
: tidak ada
Lain-lain
:-
PEMERIKSAAN JASMANI Pemeriksaan Umum Tinggi badan
: 150 cm
Berat badan
: 40 kg
Tekanan darah
: 80/60 mmHg
Nadi
: 112 x/menit
Pernapasan (frek. & tipe)
: 36 x/menit
Suhu
: 38,70C
Keadaan gizi
: BMI 17,8 (underweight)
Kesadaran
: E1V1M3 = 5 (koma)
Sianosis
: tidak ada sianosis
Edema umum
: tidak ada
Cara berjalan
: tidak dapat dinilai
Mobilitas (aktif/pasif)
: pasif
Umur mnrt. taksiran pemrks. : sesuai dengan usia 55 tahun
ASPEK KEJIWAAN Tingkah laku
: tidak dapat dinilai
Alam perasaan
: tidak dapat dinilai
Proses pikir
: tidak dapat dinilai
23
KULIT Warna
: sawo matang
Efloresensi
: tidak ada
Jaringan parut
: tidak ada
Pigmentasi
: tidak ada
Pertumbuhan rambut : merata Pembuluh darah
: tidak terlihat
Suhu raba
: febris
Lembab/kering
: lembab
Turgor
: baik
Ikterus
: tidak ikterik
Lapisan lemak
: cukup
Edema
: tidak edema
Lain-lain
: -
KELENJAR GETAH BENING Submandibula
: tidak teraba pembesaran
Leher
: tidak teraba pembesaran
Supraklavikula
: tidak teraba pembesaran
Ketiak
: tidak teraba pembesaran
Lipat paha
: tidak teraba pembesaran
24
KEPALA Ekspresi wajah
: wajar
Simetri muka
: simetris
Rambut
: hitam, tidak mudah dicabut
MATA Exopthalmus
: tidak ada
Enopthalmus
: tidak ada
Kelopak
: tidak edema
Lensa
: jernih
Konjungtiva
: anemis
Visus
: tidak dapat dinilai
Sklera
: tidak ikterik
Gerakan mata
: tidak dapat dinilai
Lapangan penglihatan : tidak dapat dinilai Tekanan bola mata
: normal/palpasi
Deviatio konjugae
: tidak ada
Nystagmus
: tidak ada
Pupil
: pupil isokor, sentral, diameter 3 mm/3 mm. Reflek cahaya langsung +/+
25
TELINGA Tuli
: tidak dapat dinilai
Selaput pendengaran : intak/intak Lubang
: liang lapang/lapang
Penyumbatan
: -/-
Serumen
: minimal
Perdarahan
: -/-
Cairan
: -/-
MULUT Bibir
: tidak sianosis
Tonsil
: T1-T1 tenang
Langit-langit
: normal
Bau pernapasan
: tidak ada
Gigi geligi
: caries, gigi normal
Trismus
: tidak ada
Faring
: tidak hiperemis
Lidah
: tidak kotor
LEHER Tekanan Vena Jugularis (JVP)
: 5+2 cmH20
Kelenjar tiroid
: tidak teraba pembesaran
Kelenjar limfe
: tidak teraba pembesaran
26
DADA Bentuk
: simetris
Pembuluh darah
: normal
Buah dada
: normal
PARU-PARU
DEPAN
Inspeksi
Hemitoraks simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi
Palpasi
Ekspansi simetris,Fremitus taktil dan vokal kiri = kanan
Perkusi
Kiri : Sonor Kanan
Auskultasi
: Sonor
Kiri : Vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/Kanan
: Vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/-
BELAKANG Inspeksi
Hemitorak simetris kanan dan kiri, tidak ada retraksi
Palpasi
Ekspansi simetris,Fremitus taktil dan vokal kiri = kanan
Perkusi
Kiri
: sonor
Kanan : sonor Auskultasi
Kiri
: Vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/-
Kanan : Vesikuler +/+, Ronki +/+, Wheezing -/-
27
JANTUNG Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: teraba ictus cordis di linea midclavicula sinistra ICS V
Perkusi batas pinggang jantung
: linea parasternal sinistra ICS III
batas kanan jantung
: linea parastrenal dextra ICS IV
batas kiri jantung
: linea midclavicula sinistra ICS V
Auskultasi
: BJ I dan II ireguler, murmur (-), gallop(-)
PEMBULUH DARAH Arteri temporalis
: tidak ada kelainan
Arteri karotis
: tidak ada kelainan
Arteri brakhialis
: tidak ada kelainan
Arteri radialis
: tidak ada kelainan
Arteri femoralis
: tidak ada kelainan
Arteri poplitea
: tidak ada kelainan
Arteri tibilias posterior
: tidak ada kelainan
PERUT Inspeksi
: cembung
Palpasi Dinding perut
: tidak ada nyeri tekan
Hati
: sulit dinilai
28
Limpa
: sulit dinilai
Ginjal
: sulit dinilai
Perkusi
: timpani–redup (asites), shifting dullness (+)
Auskultasi
: bising usus (+) 12x/menit
ALAT KELAMIN (atas indikasi) Wanita
: tidak ada indikasi
Genitalia eksterna
: tidak ada indikasi
Fluor albus/darah
: tidak ada indikasi
ANGGOTA GERAK Lengan
Kanan
Kiri
Otot
tidak ada kelainan
tidak ada kelainan
Tonus
:
normotonus
normotonus
Massa
:
tidak ada
tidak ada
Sendi
:
normal, nyeri(-)
normal, nyeri(-)
Gerakan
:
pasif
pasif
Kekuatan
:
kesan sama kiri dan kanan
Lain-lain
:
Tungkai dan Kaki Luka
: tidak ditemukan
Varises
: tidak ada
29
Otot (tonus dan massa)
: normotonus, tidak ada massa
Sendi
: tidak ada kelainan
Gerakan
: pasif
Kekuatan
: kesan kanan tertinggal
Edema
: ekstremitas bawah -/-
Refleks
Refleks tendon
Kanan
Kiri
normal
normal
Bisep
:
normal
normal
Trisep
:
normal
normal
Patela
:
normal
normal
Achiles
:
normal
normal
Kremaster
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Refleks kulit
:
tidak dilakukan
tidak dilakukan
Refleks patologis
:
tidak ada
tidak ada
:
tidak ada
Rangsang Meningeal Kaku kuduk
Status Lokalis: Regio gluteal, ditemukan ulkus decubitus ukuran 5 x 8 cm, dasar otot.
30
COLOK DUBUR (atas indikasi) Tidak ada indikasi
LABORATORIUM
Darah Lengkap Tanggal 25 April 2015 (Di RS Kalianda) Hb
: 10,0 gr %
(Normal : 12-16)
Leukosit
: 17.100 /uL
(Normal : 5-10 ribu /uL)
Trombosit
: 176.000/uL (Normal : 150-400 ribu/uL)
Kimia darah Tanggal 25 April 2015 (Di RS Kalianda) Ureum
: 235 mg/dl
(Normal : 10-40 mg/dl)
Creatinin
: 6,2 mg/dl
(Normal : 0,7 -1,3 mg/dl)
GDS
:130 mg%
(Normal : 70-200 mg/dl)
Darah Lengkap Tanggal 25 April 2015 (Di RSAM) Hb
: 11,9 gr %
(Normal : 12-16)
LED
: 10 mm/jam (Normal : 0 – 20 mm/jam)
Leukosit
: 15.050 /uL
(Normal : 5-10 ribu /uL)
Diff count
31
- Basofil
:0
(Normal : 0-1%)
- Eosinofil
:1
(Normal : 1-3%)
- Batang
:1
(Normal : 1-5%)
- Segmen
: 90
(Normal : 50-70%)
- Limfosit
:6
(Normal : 20-40%)
- Monosit
:2
(Normal : 2-8%)
Trombosit
: 278.000/uL (Normal : 150-400 ribu/uL)
Masa perdarahan
: 2 menit
(Normal : 1-7 menit)
Masa pembekuan
: 11 menit
(Normal: 9-15 menit)
Kimia darah Tanggal 25 April 2015 (di RSAM) SGOT
: 18
(Normal Lk : 6-30 U/L Pr: 6-25 U/L)
SGPT
: 10
(Normal Lk : 6-45 U/L Pr: 6-35 U/L)
Ureum
: 289 mg/dl
(Normal : 10-40 mg/dl)
Creatinin
: 5,3 mg/dl
(Normal : 0,7 -1,3 mg/dl)
GDS
: 117 mg%
(Normal : 70-200 mg/dl)
Natrium
: 132 mmol/L (Normal : 135-150 mmol/L)
Kalium
: 4,2 mmol/L (Normal : 3,5-5,5 mmol/L)
Kalsium
: 10,0 mg/dl
Klorida
: 100 mmol/L (Normal : 98-110 mmol/L)
(Normal : 8,8-12 mg/dl)
32
Imunologi & Serologi Tanggal 27 April 2015 (Di RSAM) HBsAg
: negatif
(Normal : negatif)
Anti HCV
: negatif
(Normal : negatif)
Anti HIV
: negatif
(Normal : negatif)
Rontgen thorak PA Tanggal 27 April 2015 Hasil : - Cor dan pulmo normal CT Scan Kepala Tanpa Kontras Tanggal 27 April 2015 Hasil : - Tampak lesi hipodens di temporal kiri (slice 11-15) - Struktur mediana tak deviasi - Sisterna ventrikel tak melebar - Sulci & gyri normal - Tak tampak massa retrobulber - Tak tampak pemadatan intrasinus paranasal - Celula mastoidea kanan & kiri baik Kesan : - Infark di temporal kiri
33
RINGKASAN Anamnesa -
Pasien wanita 51 th datang dengan penurunan kesadaran sejak 5 hari SMRS
-
Pasien diobservasi di UGD selama 2 hari. Pasien tidak sadar. Demam (+) sepanjang hari disertai keringat di malam hari.
-
BAB (-). BAK mengompol. Pasien dipasang selang kencing.
-
Pasien dianjurkan cuci darah segera selama 2 jam. Pasien telah menjalani cuci darah selama 1 jam dan kondisi pasien menurun. Cuci darah dihentikan.
-
Pasien di bawa ke ruang Kenanga dengan kondisi tidak sadar.
-
Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung maupun penyakit ginjal sebelumnya
Pemeriksaan fisik -
Kesadaran
: Koma
-
Tekanan Darah
: 80/60mHg
-
Nadi
: 112 x/menit
-
Pernafasan
: 36 x/menit
-
Suhu
: 38,7˚ C
-
Berat Badan
: 40 kg
-
Tinggi badan
: 150 cm
Kulit : Teraba hangat (febris) Mata : Anemis +/+. Pupil isokor, sentral, diameter 3 mm/3 mm. RCL +/+
34
Leher : JVP tidak meningkat Paru
: Rh +/+
Jantung
: Dalam batas normal
Abdomen
: Dalam batas normal
Ekstremitas
: Dalam batas normal
Reflek
: Tidak ada kelainan
Laboratorium Darah lengkap : Hb menurun (11,9 gr/dl) Leukosit meningkat (15.050 /ul) Netrofil segmen meningkat (90%) Kimia Darah Ureum meningkat (289 mg/dl) Creatinin meningkat (5,3 mg/dl)
Rontgen thorak
: dalam batas normal
CT Scan kepala
: CT Scan tanpa kontras infark di temporal kiri
35
Diagnosis Kerja dan Dasar Diagnosis 1.
Diagnosis Kerja
Penurunan kesadaran e.c. ensefalopati uremikum + syok sepsis + CKD + anemia + ulkus decubitus 2.
Dasar Diagnosis Anamnesa - Penurunan kesadaran sejak 5 hari SMRS. - Demam (+) - BAB (-), BAK mengompol - Nyeri pada tungkai kanan, lemah pada tungkai kanan - Luka di pantat Pemeriksaan fisik - Kesadaran koma (GCS 5). TD 80/60 mmHg. N 112 x/m. RR 36 x/m. T 38,70 C. - Konjungtiva anemis +/+ - Pupil isokor, sentral, diameter 3mm/3mm. RCL +/+ - Rhonki +/+ - Ekstremitas bawah kesan kanan tertinggal Pemeriksaan penunjang - Hb menurun (11,9 gr/dl) - Leukosit meningkat (15.050 /ul) - Ureum 289 mg/dl - Creatinin 5,3 mg/dl
36
Diagnosis Differensial dan dasar diagnosis differensial 1.
Penurunan kesadaran e.c. cerebral vascular disease Penurunan kesadaran e.c. imbalance elektrolit
2.
Dasar Diagnosis Diferensial Anamnesa - Penurunan kesadaran sejak 5 hari SMRS. - Nyeri pada tungkai kanan, lemah pada tungkai kanan - BAB (-), BAK mengompol Pemeriksaan fisik - Ekstremitas bawah kanan kesan tertinggal Pemeriksaan penunjang - CT Scan tanpa kontras infark di temporal kiri
Pemeriksaan yang dianjurkan -
Kultur bakteri dari darah
Rencana pengelola Suportif
:
-
Tirah baring. Perubahan posisi berkala.
-
Diet cair 1500 kalori
-
Perawatan luka ulkus decubitus
37
Medikamentosa : -
Oksigenasi 5 lpm kanul nasal
-
NaCl 0,9% 1000 cc 30 tpm lalu Dopamin 1 amp dalam IVFD NaCL 100 cc 10 tpm
-
Tamoliv 1 fls / 6 jam (antipiretik)
-
Ceftriakson vial / 12 jam (antibiotik)
Prognosis Quo ad vitam
: dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam Quo ad sanctionam : dubia ad malam
38
FOLLOW UP
Tanggal Subjective 27 April Penurunan 2015 kesadaran Jam 23.30 WIB
Objective Ku : Tampak Sakit Berat Kes : E1V1M1 TD : 80/50 mmHg HR : 96 x/m RR : 32 x/m T : 39,1oC
Assessment Penurunan kesadaran e.c. ensefalopati uremikum + syok sepsis + CKD + anemia
Mata : anemis (+/+). Pupil isokor, sentral, diameter 4mm/4mm. RCL -/-
Planning - Oksigenasi 5 lpm kanul nasal - NaCl 0,9% 1000 cc 30 tpm lalu Dopamin 1 amp dalam IVFD NaCL 100 cc 10 tpm - Tamoliv 1 fls / 6 jam (antipiretik) - Ceftriakson vial / 12 jam (antibiotik)
Pulmo: Rh +/+ Ekstremitas : Akral dingin +/+/+/+
23.45 WIB
Penurunan kesadaran
Regio gluteal: Ulkus decubitus (+) Ku : Tampak meninggal Sakit Berat Kes : E1V1M1 TD : -/HR : RR : T :-
Pasien dinyatakan meninggal oleh dokter jaga dihadapan keluarga, dokter mudah dan perawat.
Mata : anemis (+/+). Pupil isokor, sentral, midriasis maksimal. RCL -/-
39
Ekstremitas : Akral dingin +/+/+/+ EKG datar
40
BAB IV ANALISIS KASUS
1. Apakah diagnosis sudah tepat? Pasien wanita 51 th datang dengan penurunan kesadaran sejak 5 hari SMRS. Pasien diobservasi di UGD selama 2 hari. Pasien tidak sadar. Demam (+) sepanjang hari disertai keringat di malam hari. BAB (-). BAK mengompol. Pasien dipasang selang kencing. Pasien dianjurkan cuci darah segera selama 2 jam. Pasien telah menjalani cuci darah selama 1 jam dan kondisi pasien menurun. Cuci darah dihentikan. Pasien di bawa ke ruang Kenanga dengan kondisi tidak sadar. Pasien didiagnosa dengan penurunan kesadaran e.c. ensepalopati uremikum + syok sepsis + CKD + anemia + ulkus decubitus. Uremic encephalopathy merupakan salah satu bentuk dari ensefalopati metabolik. Ensefalopati metabolik merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang global yang menyebabkan terjadi perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku dan kejang yang disebabkan oleh kelainan pada otak maupun diluar otak. (2; 3; 5) Pada pasien ini terjadi penurunan kesadaran tanpa diketahui adanya riwayat kejang maupun perubahan tingkah laku. Urea berasal dari hasil katabolisme protein. Protein dari makanan akan mengalami perombakan di saluran pencernaan (duodenum) menjadi molekul sederhana yaitu asam amino. hasil perombakan protein juga menghasilkan senyawa amonia (NH3). Amonia merupakan senyawa toksik yang bersifat basa dan akan mengalami proses detoksifikasi di hati menjadi senyawa yang tidak
41
toksik, yaitu urea melalui siklus urea. Urea mempunyai sifat yang mudah berdifusi dalam darah dan diekskresi melalui ginjal sebagai komponen urin, serta sejumlah kecil urea diekskresikan melalui keringat. (2; 6) Uremia adalah suatu sindrom klinis yang berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan, elektrolit dan hormon serta abnormalitas metabolik yang berkembang secara paralel dengan menurunnya fungsi ginjal. Uremia sendiri berarti ureum di dalam darah. Keadaan uremia terjadi sebagai asosiasi terhadap chronic kidney disease (CKD). (6) Peningkatan amonia pada pasien ini didukung pula dengan keadaan pasien yang tidak bisa BAB selama 3 minggu. Jumlah amonia semakin bertambah dan sintesis urea menjadi lebih banyak, namun hal ini tidak didukung dengan kerja ginjal yang optimal untuk mengeluarkan urea yang terbentuk. Pasien wanita ini dikatakan mengalami gagal ginjal kronik. Hal ini disimpulkan berdasarkan nilai laboratorium kimia darah ureum dan creatinin yang meningkat. Ureum Ureum 289 mg/dl dan Creatinin 5,3 mg/dl. Berdasarkan rumus Kockroft – Gault (13), maka didapatkan nilai LFG adalah sebagai berikut: LFG
(ml/mnt/1,73m2)
=
(140 – umur) X berat badan *) 72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Sehingga, nilai LFG pasien wanita usia 51 th dengan berat badan 40 kg ini adalah 7,93 ml/min. Hal ini sesuai dengan klasifikasi CKD derajat 5 sesuai dengan Tabel 2 berikut.
42
Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjak Kronik (14) Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73m2) 1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal ≥ 90 atau 2 Kerusakan ginjal dengan LFG 60 – 89 ringan 3 Kerusakan ginjal dengan LFG 30 – 59 sedang 4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15 – 29 5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis Pada gagal ginjal kronik, gejala – gejala berkembang secara perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Peningkatan kadar ureum darah mencerminkan penurunan fungsi ginjal yang bermakna. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. (13; 14) Stadium gagal ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat berkerja seperti biasanya. Dapat terjadi penurunan sintesis eritropoetin akibat bahan baku yang kurang, atau ginjal yang rusak. Eritropoitin berfungsi sebagai salah satu bahan untuk memproduksi sel darah merah sehingga jumlah sel darah merah menjadi
43
berkurang. Hal ini yang melandaasi terjadinya anemia pada pasien gagal ginjal kronik. (13; 14) Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui. Meskipun SIRS, sepsis dan syok sepsis biasanya berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus terdapat bakteriemia. Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ. (15) Systemic inflammatory response syndrome adalah pasien yang memiliki dua atau lebih dari kriteria berikut (15): -
Suhu > 38°C atau < 36°C
-
Denyut jantung >90 denyut/menit
-
Respirasi >20/menit atau PaCO2 < 32 mmHg
-
Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau >10% sel imatur Pasien wanita pada kasus ini mengalami demam dan pada pemeriksaan
fisik ditemukan nadi 112 x/m, pernafasan 36 x/m dan suhu 38,70C. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap menunjukkan nilai hitung leukosit adalah 15.050/ul dan peningkatan netrofil segmen menjadi 90%. Hal ini sesuai dengan kriteria SIRS. Berikutnya dicurigai pasien mengalami syok sepsis karena tekanan darah pasien adalah 80/60 mmHg disertai akral yang dingin. Hal ini menunjukkan terjadinya kegagalan sirkulasi.
44
Kecurigaan terhadap sepsis menjadi mungkin dengan ditemukannya adanya fokus infeksi terbuka yaitu ulkus decubitus di regio gluteal pasien. Ulkus decubitus terjadi karena pasien adalah gerak pasif. Pasien sudah 6 bulan tidak beranjak dari tempat tidur karena rasa nyeri di tungkai kanan bawah. Selain itu pasien malas bergerak menyebabkan perlukaan di bagian gluteal. Perlukaan terjadi terus menerus sehingga menimbulkan ulkus. Pasien ini didiagnosa dengan penurunan kesadaran e.c. ensefalopati uremikum + syok sepsis + CKD + anemia + ulkus decubitus adalah suatu diagnosa yang tepat.
2. Apakah penatalaksanaan sudah tepat? Pasien dengan penurunan kesadaran e.c. ensefalopati uremikum harus segera dilakukan tindakan hemodialisa. pasien telah mendapatkan tindakan hemodialisa cyto dan berlangsung selama 1 jam. Pasien disarankan untuk dilakukan hemodialisa selama 2 jam. Ketidakberhasilan hemodialisa ini diakibatkan karena penurunan kondisi pasien dalam 1 jam pertama yaitu tekanan darah yang sulit dinilai (per palpasi). Pasien mengalami renjatan syok. Penangan syok adalah resusitasi dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantau terhadap tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5 ml/kgBB/jam. (15)
45
Oksigenasi merpakan tindakan awal yang sangat menolong. Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia. (15) Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan. Pada pasien ini telah terpasang oksigen 5 lpm dengan kanul nasal. (15) Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. (15) Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl. (15)
46
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit,
fenileferin
0,5-8
mcg/kg/menit
atau
epinefrin
0,1-0,5
mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon). Pada pasien ini direncakan pemberian dopamin. (15)
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Neurology and kidney. Burn, D J y Bates, D. 6, 2012, J Neurol Neurosurgery Psychiatry, Vol. 65, págs. 810-821. 2. JW, Lohr. Uremic enchepalopathy. Medscape. [En línea] [Citado el: 25 de April de 2015.] http://emedicine.medscape.com/article/239191-overview. 3. DW, McCandless. Metabolic encephalopathy. s.l. : Springer, 2009. Vol. I. 4. Uremic encephalopathy and other brain disorders associated with renal failure. Seifter , J L y Samuels, M A. s.l. : Neurology, 2011, Vol. 31. 139141. 5. Bucurescu, G. Neurological manifestations of uremics enchepalopathy. [En línea] Medscape. [Citado el: 29 de April de 2015.] http://emedicine.medscape.com/article/1135651-overview. 6. AB, Alper. Uremia. [En línea] [Citado el: 29 de April de 2015.] http://emedicine.medscape.com/article/245296-overview. 7. Involvment of organic anion anion transporters in the efflux of uremic toxins across the blood-brain barrier. deguchi, T, y otros. 4, s.l. : J Neurochem, 2006, Vol. 96. 1051-1059. 8. Guanidino compounds as uremic (neuro)toxins. De, Deyn PP, Vanholder, R y Eloot, S. 4, s.l. : Semin Dial, 2009, Vol. 22. 340-345. 9. Ropper, Ah y Samuels, MA. Principles of neurology. 9. s.l. : McGrawHill, 2009. 10. Dijck, Annemie Van, Daele, Wendy Van y Deyn, Peter Paul De. Uremic encephalopathy, miscellanea on encephalopathies - a asecond look. Dr. Radu Tanasescu. s.l. : InTech, 2012. 978-953-51-0558-9. 11. Weiner , HL y Levitt, LP. Buku saku neurologi. Jakarta : EGC, 2006. Vol. 5. 214. 12. Mechanisms underlying uremic encephalopaty. Scaini, Giselli, Ferreira, Gabriella Kozuchovski y Streck, Emilio Luiz. 2, s.l. : Rev Bras Ter Intensiva, 2010, Vol. 22. 206-211. 13. NICE. Chronic kidney disease. UK : NICEaccredited, 2014. 14. KDIGO. Clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic kidney disease. s.l. : Kidney International, 2012. págs. 1-150. Vol. Suppl. 3. 15. Chen, Khie y Pohan, Herdiman T. Penatalaksanaan syok sepsis. [aut. libro] Aru W Sudoyo, y otros. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2010.
48