PENGUKURAN SIKAP : SKALA LIKERT
Jun1 Attitude as the degree of positive or negative affect associated with some psychological object (Allen L. Edward, 1957) — sikap adalah afeksi positif atau negatif yang berhubungan dengan beberapa objek psikologis. Objek sikap dapat berupa simbol, ungkapan, slogan, orang, institusi, ideal, ide, dsb.
Sikap sebagai suatu kesatuan kognisi yang mempunyai valensi dan akhirnya berintegrasi ke dalam pola yang lebih luas. Dari sudut motivasi, sikap merupakan suatu keadaan kesediaan untuk bangkitnya motif (Mar’at, 1981). Sikap belum merupakan tindakan/aktivitas, melainkan berupa kecenderungan ( tendency ) atau predisposisi tingkah laku. Menurut George J. Mouly (1967) sikap memiliki tiga komponen : 1. Komponen afektif — kehidupan emosional individu, yakni perasaan tertentu (positif atau negatif) yang mempengaruhi penerimaan atau penolakan terhadap objek sikap, sehingga timbul rasa senang-tidak senang, takun-tidak takut. 2. Komponen kognitif — aspek intelektual yang berhubungan dengan bilief , idea atau konsep terhadap objek sikap. 3. Komponen behavioral — kecenderungan individu untuk bertingkah laku tententu terhadap objek sikap. Sikap dapat diukur dengan metode/teknik : 1. Measurement by scales — pengukuran sikap dengan menggunakan skala — munculah skala sikap. 2. Measurement by rating — pengukuran sikap dengan meminta pendapat atau penilaian para ahli yang mengetahui sikap individu yang dituju. 3. Indirect method — pengukuran sikap secara tidak langsung yakni mengamati (eksperimen) perubahan sikap/pendapat ybs. Salah satu pengukuran skala sikap adalah dalam bentuk Skala Likert. Skala Likert menurut Djaali (2008:28) ialah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena pendidikan. Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, pendidik dan ahli psikolog Amerika Serikat. Rensis Likert telah mengembangkan sebuah skala untuk mengukur sikap masyarakat di tahun 1932. Skala itu sendiri salah satu artinya, sekedar memudahkan, adalah ukuran-ukuran berjenjang. Skala penilaian, misalnya, merupakan skala untuk menilai sesuatu yang
pilihannya berjenjang, misalnya misaln ya 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10. Skala Likert juga merupakan alat untuk mengukur (mengumpulkan data dengan cara ―mengukur menimbang‖) yang ―itemnya‖ (butir-butir pertanyaannya) berisikan (memuat) pilihan yang berjenjang. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan Skala Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Skala Likert itu ―aslinya‖ untuk mengukur kesetujuan dan ketidaksetujuan seseorang terhadap sesuatu objek, yang jenjangnya bisa tersusun atas: sangat setuju setuju netral antara setuju dan tidak kurang setuju sama sekali tidak setuju. Penskalaan ini apabila dikaitkan dengan jenis data yang dihasilkan adalah data Ordinal. Selain pilihan dengan lima skala seperti contoh di atas, kadang digunakan juga skala dengan tujuh atau sembilan tingkat. Suatu studi empiris menemukan bahwa beberapa karakteristik statistik hasil kuesioner dengan berbagai jumlah pilihan tersebut ternyata sangat mirip. Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang mengukur baik tanggapan positif ataupun negatif terhadap suatu pernyataan. Empat skala pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner skala Likert yang memaksa orang memilih salah satu kutub karena pilihan ―netral‖ tak tersedia. Selain pilihan dengan lima skala seperti contoh di atas, kadang digunakan juga skala dengan tujuh atau sembilan tingkat. Suatu studi empiris menemukan bahwa beberapa karakteristik statistik hasil kuesioner dengan berbagai jumlah pilihan tersebut ternyata sangat mirip. Skala Likert merupakan metode skala bipolar yang mengukur baik tanggapan positif ataupun negatif terhadap suatu pernyataan. Empat skala pilihan juga kadang digunakan untuk kuesioner skala Likert yang memaksa orang memilih salah satu kutub karena pilihan ―netral‖ tak tersedia. Pernyataan yang diajukan mengenai objek penskalaan harus mengandung isi yang akan ―dinilai‖ responden, apakah setuju atau tidak setuju. Contoh di bawah ini pernyataannya berbunyi ―D o k t r i n P r e s i d e n R ep e p u b l i k M i m p i m e r u p a k a n k e b i j ak ak a n luar negeri yang efektif .‖ Objek khasnya adalah efektivitas (kefektivan) kebijakan. .‖ Responden diminta memilih satu dari lima pilihan jawaban yang dituliskan dalam angka 1-5, masing-masing menunjukkan sangat tidak setuju (1), (1), tidak setuju (2), netral atau tidak berpendapat (3), setuju (4), sangat setuju (5). Apa artinya? Artinya Artinya setujukah setujukah responden bahwa bahwa kebijakan luar negeri negeri Presiden RM itu sebagai kebijakan yang efektif (memecahkan masalah luar negeri RM)? Jadi, responden tinggal milih: setuju atau tidak setuju, atau tak memilih keduanya (netral saja, tidak berpendapat). Tidak sedikit mahasiswa dan peneliti lain yang hanya melihat Skala Likert itu sebagai angket pilihan setuju –tidak setuju. Jadi, jika pilihan jawabannya setuju-tidak setuju,
maka itu namanya Skala Likert. Lalu, segala macam pernyataan dimintakan kepada responden untuk memilih menjawab setuju atau tidak setuju. Ini contohnya: Salat itu penting, karena salat itu merupakan tiang agama. 1. Sangat setuju (SS) 2. Setuju (S) 3. Setuju tidak, tidak setuju pun tidak, alias netral (N) 4. Tidak setuju (TS) 5. Sangat tidak setuju (STS) Jelas isi pernyataan itu bukan sesuatu yang harus disetujui atau tidak disetujui. Itu pengetahuan, pengetahuan agama, yang diajarkan oleh para ustad dan kiyai. Jadinya itu soal ―murid‖ tahu atau tidak tahu bahwa salat itu penting, dan pentingnya itu karena (dengan alasan) merupakan tiang agama (― (―ash-shalatu ash-shalatu imaaduddin―), imaaduddin―), bukan harus setuju atau tidak setuju. Kedua, itu tidak bisa dijenjangkan kesetujuan-ketidaksetujuannya, karena tidak logis. Kalau misalnya ―setuju‖ salat itu penting, apa bedanya dengan ―sangat setuju.‖ Jika jawabannya jawabann ya diubah jadi ―setuju–agak setuju,‖ makna dari agak setuju itu apa, tak jelas. Tentu tidak bisa ditafsirkan bahwa jika agak setuju berarti menunjukkan menurut responden salat itu agak penting, dan jika setuju sekali berarti salat itu sangat amat penting, dan sebaliknya. Ketiga, ada dua isi yang harus disetujui atau tidak disetujui di dalam satu pernyataan itu, yaitu: (1) salat itu penting, dan (2) salat itu tiang agama. Ini tidak boleh terjadi dalam penyusunan angket, sebab akan membingungkan. Salat mungkin bisa dianggap penting (setuju bahwa penting), tapi alasannya sebagai tiang agama tidak setuju, setujunya karena ia rukun Islam kedua. Jadi, jawabannya apa? Setuju, atau tidak setuju, atau netral saja? Skala Likert ada kalanya ―menghilangkan‖ tengah-tengah kutub setuju dan tidak setuju. Responden dipaksa untuk ―masuk‖ ke ―blok‖ s setuju etuju atau tidak setuju. Ini contohnya. Mahasiswa boleh tidak ikut kuliah, asal sungguh-sungguh belajar mandiri. 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Tidak setuju 4. Sangat tidak setuju Pertanyaan dibuat demikian agar orang berpendapat, tidak bersikap netral atau tidak berpendapat. Berapa jenjang skala dibuat dalam Skal Likert? Itu amat tergantung pada ―kata-kata‖ yang digunakan di dalam butir (item) Skala Likert. Kalau digunakan model verbal (katakata) setuju –tidak setuju, maka paling tidak ada tiga, yaitu setuju –netral – –tidak setuju. Perubahan lebih banyak tentu akan mengikuti kutubnya (kutub setuju dan kutub tidak setuju). Jadi, jika ditambah, akan menjadi, misalnya: sangat setuju –setuju –netral – –tidak setuju –sangat tidak setuju (ada 5 skala). Tentu bisa jadi tujuh jika ditambahi lagi dengan sangat setuju sekali dan sama sekali tidak setuju. Atau tambahannya berupa ―agak setuju‖ (sebelum setuju) dan ―agak tidak setuju‖ (sebelum tidak setuju). Jika digabungkan, maka jadi sembilan skala (jenjang). 1. Sangat setuju sekali 2. Sangat setuju 3. Setuju
4. Agak setuju 5. Netral 6. Agak tidak setuju 7. Tidak setuju 8. Sangat tidak setuju 9. Sama sekali tidak setuju Ada ―angket‖ yang semodel dengan Skala Likert, seperti di bawah ini. Seberapa sering Anda meminjam buku dari perpustakaan? 1. Tidak pernah 2. Jarang 3. Kadang-kadang 4. Sering 5. Sangat sering Pertanyaan angket ini pun berjenjang, mirip dengan Skala Likert. Tentu itu bukan skala sikap. Itu angket biasa, angket deskriptif yang isinya punya jenjang ( intensitas meminjam buku dari perpustakaan). Perhatikan jenjangnya. Ada tengah-tengahnya seperti netral dalam skala sikap. Oleh sebab itulah angket (butir angket) seperti itu suka disebut juga sebagai ―mirip Skala Likert.‖ Likert .‖ Pertanyaan angket berikut, kendati ada jenjang, bukan Skala Likert dan bukan mirip Skala Likert. Kuncinya terletak pada titik tengah pilihan jawaban ( di sisi yang satu positif, di sisi yang lain negatif; di sisi yang satu tinggi di sisi yang lain rendah). Item tentang usia berikut tidak bersifat seperti itu, hanya perjenjangan biasa, tidak ada kutub ekstrim dan tengah-tengahnya. Usia Bapak/Ibu saat ini: a. di atas 80 tahun b. 61 – 70 tahun c. 51 – 60 tahun d. 41 – 50 tahun e. 31 – 40 tahun Menganalisis data Skala Likert 1. Analisis Frekuensi (Proporsi) Nah, yang sering dilakukan kesalahan adalah pada saat menganalisis data dari Skala Likert. Ingat, Skala Likert berkait dengan setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu. Jadi, ada dua kemungkinan. Pertama, datanya data ordinal (berjenjang tanpa skor). Angka-angka Angka-an gka hanya urutan saja. Jadi, analisisnya hanya berupa frekuensi (banyaknya) (banyaknya) atau proporsinya (persentase). Contoh (pilihan ―netral‖ dalam angket ditiadakan) dengan responden 100 orang: Yang sangat setuju 30 orang (30%) Yang setuju 50 orang (50%) Yang tidak setuju 15 orang (15%) Yang sangat tidak setuju 5 orang (5%). Jika digabungkan menurut kutubnya, maka yang setuju (gabungan sangat setuju dan setuju) ada 80 orang (80%), dan yang tidak setuju (gabungan sangat tidak setuju dan tidak setuju) ada 20 orang (20%). 2. Analisis Terbanyak (Mode)
Analisis lain adalah dengan menggunak menggunakan an ―mode mode,‖ ,‖ yaitu yang terbanyak. Dengan contoh data di atas, maka jadinya ―Yang terbanyak (50%) menyatakan setuju‖ (Dari data yang sangat setuju 15%, setuju 50%, netral 20%, tidak setuju 10%, sangat tidak setuju 5%). Skala Likert Sebagai Skala Penilaian Skala Likert kerap digunakan sebagai skala penilaian karena memberi nilai terhadap sesuatu. Contohnya skala Likert mengenai produk komputer di atas, komputer yang baik atau tidak. Terhadapnya bisa diberlakukan angka skor. Jadi, yang dianalisis skornya. Dalam contoh di atas angka 7 sebagai skor tertinggi. Datanya bukan ordinal, melainkaninterval. Ingat! Pilihan ordinal setuju –agak setuju –netral – –kurang setuju –tidak setuju tak bisa diskor. Misalnya setuju diberi skor 5, agak setuju 4, netral 3, kurang setuju 2, dan tidak setuju 1. Kenapa? Pertama, tidak logis, yang netral lebih tinggi skornya dari yang tidak setuju. Padahal yang netral itu sebenarnya tidak berpendapat. Kedua, coba jika ada dua orang yang ditanya, yang satu menjawab setuju (skor 5), yang satu lagi menjawab tidak setuju (skor 1). Berapa reratanya? [5 + 1] : 2 = 3. Skor 3 itu sama dengan netral. Lucu, kan?! Simpulannya kedua orang responden bersikap netral. Padahal realitanya yang satu setuju, yang satu tidak. Nah, ini bisa terjadi juga dengan yang sangat setuju (skor 5) 20 orang, setuju (skor 4) 25 orang, netral (skor 3) 10 orang, tidak setuju (skor 2) 25 orang, dan sangat tidak setuju (skor 1) 20 orang. Berapa rerata skornya? Pasti 3 (netral). Jadi, semua orang (diwakili 100 orang sampel) bersikap netral. Lucu, kan?!!! Padahal yang netral hanya 10 orang (10%)!!! Skala Penilaian Di atas dicontohkan Skala Likert untuk penilaian (menilai produk komputer). Sebenarnya tidak perlu menggunakan Skala Likert, cukup skala penilaian ( rating scale). Responden diminta menilai produk itu dengan membubuhkan nilai (skor) jika ada kolom kosong untuk menilai, atau memilih skor tertentu yang sudah disediakan. Jadinya skornya bisa bergerak dari 0 sampai dengan 10 sebagai skor tertinggi. Contohnya mengenai kepuasan konsumen terhadap layanan perpustakaan di bawah ini. Responden cukup diminta melingkari angka skor sesuai dengan penilaiannya. 1. Kemudahan menemukan koleksi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2. Kenyamanan ruangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 3. Layanan petugas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Analisisnya Analisisn ya bisa menggunakan menggunak an dua macam, proporsi (persentase) dan mode (terbanyak menilai berapa), dan rerata atau means (rerata skornya berapa), dan termasuk pengkateorian puas atau tidak puas. Jelasnya: Pertama, dihitung banyaknya responden yang memberi nilai pada skor tertentu secara keseluruhan (seluruh butir pernyataan). Lihat yang terbanyak (mode) dari responden memilih pada skor berapa. Kedua, hitung skor dari keseluruhan butir (responden yang menjawab dikalikan skor), lalu disusun reratanya. Rerata skor itu (bilangannya tentu akan 0 – 10) termasuk kategori tinggi atau rendah. Sebelumnya tentu sudah disusun kategorisasinya. Jadi, jika rerata skornya misalnya 7,76, angka 7,76 itu termasuk kategori rendah, sedang sedang,,
ataukah tinggi? Ingat, skor terendah berapa, dan skor tertinggi berapa! Jadi, 7,76 dari rentangan skor 1 – 10 tentu termasuk tinggi (tapi tidak sangat tinggi, kan?!) Kelemahan skala Likert: 1. Karena ukuran yang digunakan adalah ukuran ordinal, skala Likert hanya dapat mengurutkan individu dalam skala, tetapi tidak dapat membandingkan berapa kali satu individu lebih baik dari individu yang lain. 2. Kadangkala total skor dari individu tidak memberikan arti yang jelas, karena banyak pola respons terhadap beberapa item akan memberikan skor yang sama
Sumber : 1. Tatang M. Amirin, 2010, Skala Likert : Penggunaannya dan Analisis Datanya. 2. Niswarni, 2010, Macam-macam Skala.
Cara Mengukur Sikap Posted by: nisathahrinnisa by: nisathahrinnisa on: on: May May 26, 2013 In: metodologi penelitian Leave a Comment Cara Pengukuran Sikap Salah satu problem metodologi dasar dalam psikologi ssial adalah bagaimana mengukur sikap seseorang. Beberapa teknik pengukuran sikap: antara lain: Skala Thrustone, Likert, Unobstrusive Measures, Analisis Skalogram dan Skala Kumulatif, dan Multidimensional Scaling. 1.Skala Thurstone (Method of Equel-Appearing Intervals) Metode ini mencoba menempatkan sikap seseorang pada rentangan kontinum dari yang sangat unfavorabel hingga sangat fafovabel terhadap suatu obyek sikap. Caranya dengan memberikan orang tersebut sejumlah aitem sikap yang telah ditentukan derajad favorabilitasnya. Tahap yang paling kritis dalam menyusun alat ini seleksi awal terhadap pernyataan sikap dan penghitungan ukuran yang mencerminkan derajad favorabilitas dari masing-masing pernyataan. Derajat (ukuran) favorabilitas ini disebut nilai skala. Untuk menghitung nilai skala dan memilih pernyataan sikap, pembuat skala perlu membuat sampel pernyataan sikap sekitar lebih 100 buah atau lebih. Penrnyataanpernyataan itu kemudian diberikan kepada beberapa orang penilai (judges). Penilai ini bertugas untuk menentukan derajat favorabilitas masing-masing pernyataan. Favorabilitas penilai itu diekspresikan melalui titik skala rating yang memiliki rentang 111. Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Sangat setuju Tugas penilai ini bukan
untuk menyampaikan setuju tidaknya mereka terhadap pernyataan itu. Median atau rerata perbedaan penilaian antar penilai terhadap aitem ini kemudian dijadikan sebagai nilai skala masing-masing aitem. Pembuat skala kemudian menyusun aitem mulai dari atem yang memiliki nilai skala terrendah hingga tertinggi. Dari aitemaitem tersebut, pembuat skala kemudian memilih aitem untuk kuesioner skala sikap yang sesungguhnya. Dalam penelitian, skala yang telah dibuat ini kemudian diberikan pada responden. Responden diminta untuk menunjukkan seberapa besar kesetujuan atau ketidaksetujuannya pada masing-masing aitem sikap tersebut. Teknik ini disusun oleh Thrustone didasarkan pada asumsi-asumsi: ukuran sikap seseorang itu dapat digambarkan dengan interval skala sama. Perbedaan yang sama pada suatu skala mencerminkan perbedaan yang sama pula dalam sikapnya. Asumsi kedua adalah Nilai skala yang berasal dari rating para penilai tidak dipengaruhi oleh sikap penilai terhadap isue. Penilai melakukanrating terjhadap aitem dalam tataran yang sama terhadap isue tersebut. 2.Skala Likert (Method of Summateds Ratings) Likert (1932) mengajukan metodenya sebagai alternatif yang lebih sederhana dibandingkan dengan skala Thurstone. Skala Thurstone yang terdiri dari 11 point disederhanakan menjadi dua kelompok, yaitu yang favorable dan yang unfavorabel. Sedangkan aitem yang netral tidak disertakan. Untuk mengatasi hilangnya netral tersebut, Likert menggunakan teknik konstruksi test yang lain. Masing-masing responden diminta melakukan egreement atau disegreemenn-nya untuk masing-masing aitem dalam skala yang terdiri dari 5 point ( Sangat seuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak setuju, Sangat Tidak Setuju). Semua aitem yang favorabel kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu untuk sangat setuju nilainya 5 sedangkan untuk yang Sangat Tidak setuju nilainya 1. Sebaliknya, untuk aitem yang unfavorabel nilai skala Sangat Setuju adalah 1 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju nilainya 5. Seperti halnya skala Thurstone, skala Likert disusun dan diberi skor sesuai dengan skala interval sama (equal-interval scale). Unobstrusive Measures. Metode ini berakar dari suatu situasi dimana seseorang dapat mencatat aspek-aspek perilakunya sendiri atau yang berhubungan sikapnya dalam pertanyaan. 3.Multidimensional Scaling. Teknik ini memberikan deskripsi seseorang lebih kaya bila dibandingkan dengan pengukuran sikap yang bersifat unidimensional. Namun demikian, pengukuran ini kadangkala menyebabkan asumsi-asumsi mengenai stabilitas struktur dimensinal kurang valid terutama apbila diterapkan pada lain orang, lain isu, dan lain skala aitem. Organisasi Sikap Teori Balance dan teori konsistensi lainnya berasumsi bahwa seseorang akan cenderung mencari struktur evaluatif yang sederhana dengan yang dievaluasi oleh orang lain dan objek-objek dipandang sebagai hal yang berhubungan satu dengan
lainnya. Keseimbangan bukannya satu-satunya prinsip yang mempengaruhi persepsi seseorang mengenai hubungan antar elemen dalam struktur sikap. Prinsip lain yang juga penting antara lain adalah preferensi untuk menilai positif, hubungan , dan adanya kepercayaan tentang skript situasional yang relevan, atau serangkaian aturan ipmlikasi yang sederhana dan hipotesis kausal. Penelitian mengenai kompleksitas kognitif menekankan pada perbedaan individual dalam toleransi seseorang terhadap ambiguitas dan kebutuhan nyata untuk mengatasi inkonsistensi. Semakin kompleks kognitifnyaindividu akan semakin mencari informa Pengukuran sikap ini dapat dilakukan secara: 1. Pengukuran sikap secara langsung Pada umumnya digunakan tes psikolgi yang berupa sejumlah item yang telah disusun secara hati-hati, saksama, selektif sesuai dengan kriteria tertentu. Tes psikologi ini kemudian dikembangkan menjadi skala sikap. Dan skala sikap ini diharapkan mendapat jawaban atas pertanyaan pertanyaan dengan dengan berbagai berbagai cara cara oleh responden responden terhada terhadap p suatu objek objek psikologi. 2. Pengukuran sikap secara tidak langsung Teknik pengukuran sikap secara langsung yang telah dibicarakan di muka bertumpu pada kesadaran subjek akan sikap dan kesiapannya untuk dikomunikasikan secara lisan (verbal). Dengan teknik demikian, subjek juga tahu bahwa sikapnya sedang diukur, dan pengetahuan atas ini mungkin akan mempengaruhi jawabannya. Ini salah satu problem yang sering dihadapi dalam penggunaan teknik pengukuran secara langsung. Adakah responden menjawab sejujurnya? Sebab kemungkinan untuk menjawab tidak jujur dalam arti tidak seperti apa adanya adalah besar sekali. Apabila kita ditanya tentang perasaan atau sikap kita terhadap tetangga, kemungkinan besar akan menjawab yang positif meskipun tidak demikian halnya. Sebenamya problem ini sudah dikurangi dengan konstruksi item yang secermat-cermatnya. Namun demikian tidak berarti bahwa problem tersebut sudah teratasi sepenuhnya. Berdasar atas problem tersebut beberapa ahli berusaha mengembangkan suatu teknik mengukur sikap secara langsung. Di dalam teknik tidak langsung ini, subjek tidak tahu bahwa tingkah laku atau sikapnya sedang diteliti. Teknik tidak langsung khususnya berguna bila responden kelihatan enggan mengutarakan sikapnya secara jujur. Dalam suatu teknik tidak langsung, seorang peneliti memberikan gambar-gambar kepada subjek, subjek diminta untuk menceritakan apa-apa yang ia lihat dari gambar itu. subjek kemudian di-score yang memperlihatkan sikapnya terhadap orang atau situasi di dalam gambar ini. Seperti yang pernah dilakukán oleh Proshansky (:1943), yang menyelidiki tentang sikap terhadap buruh. Di sini pengukuran sikap dilakukan secara
tidak langsung, yaitu kepada subjek dliperlihatkan gambar-gambar dan para pekerja dalam berbagai konflik situasi. Subjek diminta untuk menceritakan tentang gambar-gambar itu dalam suatu karangan atau cerita. Namun teknik pengukuran sikap tidak langsung menimbulkan beberapa masalah penting bagi para ahli psikologi. Sejauh mana sikap individu dapat diungkap, bila ia tidak menyadari akan hal itu, di samping itu apakah bukan suatu pelanggaran mengungkap sesuatu yang bersifat pribadi di luar pengetahuan dan kesadarannya? Apakah ini ini bukan suatu pelanggara pelanggaran n etik? Apakah Apakah kita selalu memerlukan izin atau atau persetujuan dari responden? Hal- hal inilah yang menimbulkan masalah bagi para peneliti tidak hanya pada teknik tidak langsung tetapi juga pada hampir sernua penelitian psikologi.