15
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berumur 15 tahun datang ke poliklinik daang dengan keluhan utama berupa mata kiri terasa kabur setelah terkena bola kaki sejak satu jam sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan fisik yang dilakukan dapat ditegakkan diagnosis Hifema Traumatika Grade 1.
Pada anamnesis pasien mengeluhkan pandangan kabur dan nyeri pada mata kiri. Keluhan tersebut diikuti dengan nyeri, hiperemis, dan lakrimasi pada mata sebelah kiri. Ditemukan darah di dalam camera oculi anterior (COA) dengan jumlah yang sedikit. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, perdarahan yang mengisi setengah bilik mata depan dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata tereasa sakit oleh karena glaukoma.
Pada observasi keadaan umum didapatkan pasien tampak sakit sedang. Dari status oftalmologi, pada mata kanan didapatkan visus 1/300, visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.
Pada konjunctiva palpebra tampak hiperemis, konjunctiva bulbi terdapat injeksi konjunctiva +, dan injeksi siliaris +. Pada COA, kurang dari sepertiga COA tampak terisi oleh darah encer. Perdarahan ini biasanya disebabkan oleh terjadinya robekan di arteri siliar. Darah ini dapat mengotori permukaan kornea dan mengisi COA, sehingga mengakibatkan penglihatan menjadi kabur.
Penatalaksanaan dari hifema bertujuan untuk menghentikan perdarahan atau menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder, mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata, merawat dan mengobati jaringan sekitarnya, dan meminimalisasi kerusakan lebih lanjut lagi.
HIFEMA TRAUMATIKA
Anatomi Bilik Mata Depan dan Vaskularisasi Mata
Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris. Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris. Ciri-ciri anatomi sudut ini adalah garis Schwalbe, jalinan trabekula (yang terletak di atas kanalis Sclemm), dan taji-taji sklera. Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Jalinan trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, yang dasarnya mengarah ke korpus siliaris. Garis ini tersusun dari lembar-lembar berlobang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan memperkecil ukuran pori ketika mendekati kanalis Schlemm. Bagian dalam jalinan ini, yang menghadap ke bilik mata depan dikenal sebagai jalinan uvea, bagian luar, yang berada di dekat kanalis Schlemm disebut jalinan korneoskleral.
Serat- serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Taji sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara korpus siliaris dan kanalis Schlemm, tempat iris dan korpus siliaris menempel. Saluran-saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 300 saluran pengumpul, 12 vena aquous) berhubungan dengan sistem vena episklera.
Gambar 1. Sudut Kamera Okuli Anterior
Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri oftalmika, yaitu cabang besar pertama dari arteri karotis interna bagian intrakranial. Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata.
Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra troklearis. Arteri siliaris posterior brevis memperdarahi koroid dan bagian nervus optikus. Kedua arteri siliaris posterior longus memperdarahi korpus siliaris dan saling beranastomosis satu sama lain serta dengan arteri siliaris anterior membentuk circulus arterialis mayor iris.
Aliran vena orbita terutama melewati vena oftalmika superior dan inferior yang juga menampung darah dari vena siliaris anterior dan vena retina sentralis. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fissura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fissura orbitalis inferior.
Gambar 2. Vaskularisasi Bola Mata
Definisi
Hifema merupakan keadaan di mana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan aquous humor (cairan mata) yang jernih. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bawah bilik mata depan atau pun dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Hifema traumatik merupakan hifema sebagai komplikasi umum dari trauma tumpul dan trauma tembus pada mata yang menyebabkan gangguan penglihatan.
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).
Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah pecah.
Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).
Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:
Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard):
Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA
Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA
Grade III : darah mengisi hampir total COA
Grade IV : darah memenuhi seluruh COA
Gambar 3. Klasifikasi Hifema
Epidemiologi
Insiden hifema traumatik diperkirakan 12 kasus per 100.000 populasi, dengan frekuensi pada laki-laki adalah tiga dari lima kasus lebih sering dari pada wanita. Lebih dari 70% hifema traumatik terjadi pada anak-anak, dengan insiden puncak pada usia antara 10 hingga 20 tahun. Pada Amerika Serikat, insiden hifema traumatik adalah 17 hingga 20 kasus per 100.000 orang per tahun.
Etiologi
Hifema traumatik disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Tujuh puluh persen kasus hifema traumatik terjadi pada usia di bawah 20 tahun dan benda- benda tersebut dilaporkan sebagai objek penyebab hifema. Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Selain trauma tumpul, hifema traumatik dapat disebabkan oleh trauma tembus dengan merusak secara langsung vaskularisasi okuli.
Patofisiologi
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.
Gambar 4. Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata
Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada BMD. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut BMD. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang BMD, mengotori permukaan dalam kornea.
Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.7
Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari BMD dalam bentuk sel darah merah melalui sudut BMD menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma.
Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinnii. Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi akibat peninggian tekanan intraokular.
Manifestasi Klinis
Keluhan Subjektif:
Nyeri pada mata
Penglihatan menurun
Penglihatan Ganda
Keluhan Objektif:
Pada gambaran klinik ditemukan adanya tumpukan darah pada COA (dapat diperiksa dengan flashlight),
kadang-kadang ditemukan gangguan visus.
Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal, fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.
Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining)pada kornea, anisokor pupil.
Diagnosis
Anamnesis
Yang perlu di tanyakan saat menganamnesis pasien hifema:
Mekanisme trauma (termasuk arah dan kekuatan trauma).
Waktu terkena, waktu terjadi penurunan visus, sebelumnya apakah ada menggunakan pelindung mata. Biasanya penurunan visus terjadi setelah trauma. Penurunan visus yang juga bisa disebabkan adanya perdarahan sekunder atau perdarahan yang terus menerus.
Perlu ditanyakan juga obat-obatan yang dikonsumsi pasien sebelumnya yang mengandung antikoagulan seperti aspirin, NSAID, warfarin, dan jangan lupa tanyakan riwayat kleuarga tentang penyakit sickle cell.
Pemeriksaan
Pemeriksaan mata yang lengkap harus dilakukan pada setiap kasus. Curigai adanya kerusakan mata terbuka sampai terbukti sebaliknya. Setiap kontrol, visus, kerusakan jaringan, luas hifema dan TIO harus dicatat.
Pemeriksaan yang dilakukan berupa:
Pemeriksaan okuler secara lengkap.
- Pemeriksaan luar dan periokuler harus dilakukan untuk mengevaluasi tingkat keparahan trauma
Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena trauma yang terjadi dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior.
Pemeriksaan harus dilakukan dengan sistematis dengan tujuan mengidentifikasi dan melindungi mata.
Hindari kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan ekstrusi intraokular.
Gambarkan luas dan lokasi tempat terjadinya pembekuan
Ukur Tekanan intraokuler (TIO)
Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.
Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, glaukoma.
Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.
Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.
Ketajaman penglihatan dan gerakan bola mata, sangat penting untuk dinilai
Tentukan ketajaman penglihatan seakurat mungkin pada masingmasing mata.
Periksakan pergerakan bola mata, bila terganggu harus dievaluasi apakah terjadi fraktur pada lantai orbita
Palpebra
Palpebra dan trauma kelenjar lakrimal dapat menunjukan adanya trauma yang dalam pada mata.
Laserasi pada palpebra dapat menyebabkan perforasi bola mata.
Konjungtiva
Laserasi konjungtiva dapat terjadi pada kerusakan sklera yang serius.
Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan ruptur bola mata.
Kornea dan sklera
Laserasi kornea penuh atau yang melibatkan sklera merupakan bagian dari ruptur bola mata dan harus diperbaiki di kamar operasi. Dapat terjadi prolapse iris pada laserasi kornea penuh.
Pupil
Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan afferent pupillary defect (APD).
Bentuk lancip, tetesan air, atau ireguler bisa terjadi pada ruptur bola mata.
Segmen anterior
Pada pemeriksaan dengan lampu slit, bisa ditemukan defek pada iris,
laserasi kornea.
Bilik mata depan dangkal dapat menjadi tanda ruptur bola mata dengan prognosis yang buruk.
Pada ruptur posterior dapat ditemukan bilik mata depan dalam pada ekstrusi vitreous pada segmen posterior.
Orbita
Periksa adanya deformitas tulang, benda asing, dan dislokasi bola mata.
Benda asing pada mata yang tertanam atau bila terjadi perforasi harus dijaga hingga dilakukan pembedahan.
Temuan lain
Perdarahan viteous setelah trauma menunjukan adanya robekan retina atau koroid, avulsi saraf optikus, atau adanya benda asing.
Robekan retina, edema, ablasio, dan hemoragi dapat terjadi pada ruptur bola mata.
Pemeriksaan Penunjang
USG
Dilakukan untuk melihat apakah terdapat kerusakan pada struktur segmen posterior.
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk melihat kemungkinan penyakit sickle cell dengan cara pemeriksaan slide darah merah, elektroforesis hemoglobin,
fungsi pembekuan darah,
fungsi ginjal dan hati (menunda tatalaksana obat-obatan seperti perlunya pemberian antifibrinolitik atau tidak)
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik tidak dilakukan secara rutin, namun CT Scan dapat terindikasi pada kerusakan mata terbuka atau kecurigaan fraktur orbita.
Diagnosis Banding
Darah dapat terkumpul di bilik mata depan karena trauma trivial pada kasus - kasus:
Rubeosis Iridis
Neoplasma maligna
Xanthogranuloma juvenil
Lensa intraokular (terutama bila bilik mata depan atau iris terfiksasi)
Sebagai tambahan, pada perdarahan spontan, kecurigaan kearah abnormalitas faktor pembekuan darah dan trauma terbuka tersembunyi harus dipikirkan.
Tatalaksana
Terapi medis dan suportif harus diarahkan untuk:
Menurunkan angka kejadian perdarahan ulang (rebleeding)
Membersihkan hifema
Memperbaiki kerusakan jaringan yang terkait
Minimalisasi sequelae jangka panjang
Pembedahan terindikasi pada:
Peningkatan tekanan intraokuler yang tidak respon terhadap pengobatan
Pewarnaan kornea oleh darah
Pasien harus difollow up ketat, pasien dengan sickle cell memerlukan manajemen yang lebih ketat dan agresif.
Rawat jalan v.s Rawat inap
Keuntungan rawat inap:
Memudahkan pemeriksaan lanjutan (follow-up)
Meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan
Suasana lingkungan lebih tenang
Deteksi komplikasi lebih dini
Panduan manajemen medis dan bedah pada hifema traumatik:
Terapi suportif:
Bedrest. Kebanyakan studi tidak menemukan perbedaan hasil akhir signifikan pada tirah baring sedang maupun tirah baring total.
Patching/ proteksi pelindung metal. Biasanya diperlukan untuk mencegah kerusakan mata lebih lanjut pada 5 hari pertama setelah kejadian.
Elevasi kepala. Mempercepat sedimentasi darah sehingga memfasilitasi pemeriksaan segmen posterior dan pemulihan fungsi penglihatan.
Terapi medis:
Aspirin: efek antiplatelet dan pemanjangan bleeding time.
Sikloplegik: stabilisasi barier darah-aqueous, meningkatkan kennyamanan pasien terutama pada iritis traumatik, dan memfasilitasi evaluasi segmen posterior. Namun atropin topikal tidak memiliki efek benefisial terhadap rebleeding, resorpsi darah atau perbaikan penglihatan.
Miotik: dihindari karena cendrung mengeksaserbasi inflamasi dan berakhir pada pembentukan sinekia.
Antifibrinolitik (c/o asam aminokaproat, asam traneksamat) berfungsi melambatkan laju lisis bekuan.
Fibrinolitik: TPA40 dosis 10 mg injeksi intrakamera, mungkin berperan pada bekuan yang stagnan.
Kortikosteroid. Topikal, untuk mencegah terjadinya iritis traumatik dan memberi kenyamanan. Steroid sistemik kadang lebih disukai, berupa prednison 40 mg/hari dalam dosis terbagi efektif menurunkan kejadian rebleeding, namun efek sampingnya harus diperhatikan terutama selain pada pasien muda dan sehat yang toleransinya baik.
Pembedahan
Dibutuhkan pada 5% kasus. Indikasi tradisionalnya berupa: peningkatan TIO >50mmHg selama 5 hari atau >35 mmHg selama 7 hari untuk menghindari kerusakan saraf optik, peningkatan TIO >25 mmHg selama 5 hari pada kasus hifema total/hampir total untuk mencegah pewarnaan kornea oleh darah, atau bekuan stagnan yang besar dan bertahan 10 hari untuk mencegah sinekia anterior perifer.
Saat ini pembedahan direkomendasi bila: TIO tidak respon terhadap terapi medis dalam 24 jam, pasien memiliki penyakit sickle cell atau sickle trait.
Teknik yang saat ini dipakai:
Parasentesis/ pembersihan bilik mata depan dari darah. Metode paling sederhana dan paling aman, dapat mengevakuasi sel darah merah yang bersirkulasi. Keuntungannya meliputi: kemudahan pengerjaan, dapat diulang-ulang, aman bagi konjungitfa atau pembedahan filtrasi nantinya, perdarahan intraoperatif terkontrol, penurunan TIO dengan cepat.
Expression dan pengeluaran bekuan hifema lewat limbus. Memerlukan insisi luas di limbus dan luka pada konjungtiva. Waktu yang ideal untuk melakukan ekspresi limbus adalah pada hari 4-7 (saat konsolidasi dan retraksi bekuan yang maksimal) Manipulasi cermat untuk menghindari kerusakan epitel kornea, iris dan lensa.
Pemotongan bimanual/ aspirasi hifema yang menggumpal menggunakan probe vitrektomi, efektif dalam mengangkat baik gumpalan hifema dan maupun sel darah yang tersirkulasi.
Intervensi bedah lainnya yang diperlukan termasuk:
Iridektomi perifer dan trabekulektomi untuk glaukoma
Iridektomi perifer dengan atau tanpa trabekulektomi untuk blok pupil.
Siklodiatermi
Emulsifikasi dan aspirasi ultrasonik
Komplikasi
Rebleeding/perdarahan ulang.
Glaukoma Skunder
Siderosis Bulbi
kebutaan
Prognosis
Prognosis tergantung dari banyak darah yang tertimbun di COA:
Bonam: Hifema dengan darah sedikit dan tanpa glaukoma
Dubia: Hifema dengan glaukoma
DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. 2011. Section 8 Basic and Clinical Science Course.
Batalay AY, Ibrahim HR. Traumatic Hyphema: A Study of 40 Cases. 2008. Dobuk Medical Journal Volume 2.
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Jakarta: FKUI Press.
Rastogi S, Garcia-Valenzuela E. Hyphema Postoperative. 2007. Di unduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1189843-overview pada tanggal 23 April 2013.
Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum Edisi 17. 2009. Jakarta: EGC.
Sheppard JD, Crouch ER, Williams PB, Crouch ER. Hyphema. 2006. Di unduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview pada tanggal 23 April 2013.
Shingleton BJ, Kuhl F. Chapter 17: Anterior chamber. In: Kuhn F, Piramici DJ. Ocular Trauma, Principles and Practice. 2002. New York: Thieme.