PERMINTAAN DALAM PARIWISATA
OLEH
KELOMPOK 5 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Vera Susiani Ni Wayan Yuliani Ni Made Rismawati Dian Prapita Cahyani Arieta Sara Trikrisna Yulia Nurul Aini Putu Desyana Rahayu Selaras Christiani Ginting Ika Candra Dewi
(1006205001) (1006205042) (1006205043) (1006205044) (1006205047) (1006205053) (1006205098) (1006205144) (1006205175)
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS UDAYANA 2012
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Permintaan dalam Pariwisata” tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kata sempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik. Dan oleh karena itu, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran maupun kritik yang membangun guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca
Denpasar, 29 Maret 2012
Penulis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang
sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat ini pertumbuhannya masih sangat lambat. Sektor pariwisata di Indonesia masih bisa untuk dikembangkan dengan lebih maksimal lagi. Pengembangan sektor pariwisata yang dilakukan dengan baik akan mampu menarik wisatawan domestik maupun wisatawan asing untuk datang dan membelanjakan uangnya dalam kegiatan berwisatanya. Dari transaksi itulah masyarakat daerah wisata akan terangkat taraf hidupnya serta negara akan mendapat devisa dari wisatawan asing yang menukar mata uang negaranya dengan rupiah. Pariwisata Indonesia apabila mampu dikemas dan dikelola dengan baik akan menjadi aset Negara Indonesia. Keberagaman objek wisata dari wisata alam, budaya dan kesenian serta objek wisata buatan dapat dijadikan salah satu penopang perekonomian negara dan juga dapat banyak menyerap tenaga kerja sehingga sumber daya manusia dan sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara optimal. Hingga saat ini pariwisata di Indonesia belum berjalan optimal, padahal aspek ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan masyarakat terutama pendapatan asli daerah. Indonesia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam mempergunakan kekayaannya sebagai objek untuk mendatangkan devisa melalui pariwisata alam. Pariwisata dilihat sebagai suatu jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi, maka pariwisata adalah sebagai suatu proses yang dapat menciptakan nilai tambahan terhadap barang dan jasa sebagai satu kesatuan produk yang nyata (real goods) ataupun yang berupa jasa – jasa (service) yang dihasilkan melalui proses produksi.
1.2
Rumusan Masalah 1. Apa yang menjadi sifat-sifat permintaan pariwisata? 2. Bagaimana perilaku konsumen dalam pariwisata? 3. Tipe-tipe variabel apakah yang dapat mempengaruhi pariwisata? 4. Apa yang menjadi batasan-batasan dalam pariwisata? 5. Apa faktor-faktor yang mendorong wisatawan untuk berwisata?
1.3
TUJUAN DAN MANFAAT 1. Untuk mengetahui sifat-sifat yang berpengaruh terhadap permintaan pariwisata 2. Untuk mengetahui perilaku konsumen dalam pariwisata 3. Untuk mengetahui tipe-tipe variabel yang mempengaruhi pariwisata 4. Untuk mengetahui batasan – batasan yang ada dalam pariwisata 5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong wisatawan untuk berwisata
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Sifat-Sifat Permintaan Pariwisata Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pariwisata mempunyai peranan penting dalam
Pembangunan suatu bangsa, khususnya perekonomian negara karena kegiatan pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan yang cukup pontensial. Menurut buku tourism industry 2000, Pariwisata dilihat sebagai suatu jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi, maka pariwisata adalah sebagai suatu proses yang dapat menciptakan nilai tambahan terhadap barang dan jasa sebagai satu kesatuan produk yang nyata (real goods) ataupun yang berupa jasa – jasa (service) yang dihasilkan melalui proses produksi. Yang dimaksud dengan “product” dalam ilmu ekonomi, adalah sesuatu yang dihasilkan melalui proses produksi. Dalam pengertian ini, ditekankan bahwa tujuan akhir dari suatu proses produksi tidak lain adalah suatu barang (product) yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan guna untuk memenuhi kebutuhan manusia. Aspek Permintaan Pariwisata Menurut Medlik, 1980 (dalam Ariyanto, 2005), faktorfaktor utama dan faktor lain yang mempengaruhi permintaan pariwisata dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Harga Harga yang tinggi pada suatu daerah tujuan wisata akan memberikan imas atau timbal balik pada wisatawan yang akan bepergian, sehingga permintaan wisatapun akan berkurang begitu pula sebaliknya. 2. Pendapatan Apabila pendapatan suatu negara tinggi, kecendrungan untuk memilih daerah tujuan wisata sebagai tempat berlibur akan semakin tinggi dan bisa jadi calon wisatawan membuat sebuah usaha pada Daerah Tujuan Wisata jika dianggap menguntungkan. 3. Sosial Budaya Dengan adanya sosial budaya yang unik dan bercirikan atau berbeda dari apa yang ada di negara calon wisata berasal maka, peningkatan permintaan terhadap wisata akan tinggi hal ini akan membuat sebuah keingintahuan dan penggalian pengetahuan sebagai khasanah kekayaan pola pikir budaya wisatawan.
4. Sosial dan Politik Dampak sosial politik belum terlihat apabila keadaan Daerah Tujuan Wisata dalam situasi aman dan tenteram, tetapi apabila hal tersebut berseberangan dengan kenyataan, maka sospol akan sangat terasa dampak dan pengaruhnya dalam terjadinya permintaan. 5. Intensitas Keluarga Banyak atau sedikitnya keluarga juga berperan serta dalam permintaan wisata hal ini dapat diratifikasi, jumlah keluarga yang banyak maka keinginan untuk berlibur dari salah satu keluarga tersebut akan semakin besar, hal ini dapat dilihat dari kepentingan wisata itu sendiri. 6. Harga Barang Substitusi Disamping kelima aspek di atas, harga barang pengganti juga termasuk dalam aspek permintaan, dimana barang-barang pengganti dimisalkan sebagai pengganti DTW yang dijadikan cadangan dalam berwisata seperti: Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia, akibat suatu dan lain hal Bali tidak dapat memberikan kemampuan dalam memenuhi syarat-syarat Daerah Tujuan Wisata sehingga secara tidak langsung wisatawan akan mengubah tujuannya ke daerah terdekat seperti Malaysia dan Singapura. 7. Harga Barang Komplementer Merupakan sebuah barang yang saling membantu atau dengan kata lain barang komplementer adalah barang yang saling melengkapi, dimana apabila dikaitkan dengan pariwisata barang komplementer ini sebagai objek wisata yang saling melengkapi dengan objek wisata lainnya.
Sedangkan Jackson, 1989 (dalam Pitana, 2005) melihat bahwa faktor penting yang menentukan permintaan pariwisata berasal dari komponen daerah asal wisatawan antara lain, jumlah penduduk (population size), kemampuan finansial masyarakat (financial means), waktu senggang yang dimiliki (leisure time), sistem transportasi, dan sistem pemasaran pariwisata yang ada. Dari kedua pendapat di atas, aspek permintaan pariwisata dapat diprediksi dari jumlah penduduk dari suatu negara asal wisatawan, pendapatan perkapitanya, lamanya waktu senggang yang dimiliki yang berhubungan dengan musim di suatu negara, kemajuan teknologi informasi
dan transportasi, sistem pemasaran yang berkembang, keamanan dunia, sosial dan politik serta aspek lain yang berhubungan dengan fisik dan non fisik wisatawan. Sedangkan Gamal Suwanto (2004:48) berpendapat bahwa permintaan (demand) terhadap hasil atau produk pariwisata tidak tetap dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non-ekonomis. Terjadinya kekacauan, peperangan atau bencana alam akan mengakibatkan permintaaan berkurang. Sebaliknya bilamana musim berlibur dengan kondisi normal, permintaan akan meningkat, sehingga kadang terjadi kekurangan dalam supply. 2.2
Perilaku Konsumen Dalam Pariwisata Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan
pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Konsumen adalah seseorang yang menggunakan barang atau jasa. Konsumen diasumsikan memiliki informasi atau pengetahuan yang sempurna berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Mereka tahu persis kualitas barang, kapasitas produksi, teknologi yang digunakan dan harga barang di pasar. Mereka mampu memprediksi julah penerimaan untuk suatu periode konsumsi. Berikut ini adalah wujud dari konsumen. 1. Personal Consumer Konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri. 2. Organizational Consumer Konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan organisasi tersebut. Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi perilaku konsumen yang harus dicermati oleh seorang pengusaha, antar lain : Pertama, faktor lingkungan yang melingkupi konsumen, baik lingkungan keluarga, pendidikan dan lingkungan sosial. Lingkungan adalah salah satu elemen yang mempunyai pengaruh besar bagi perilaku konsumen. Hal ini karena terkait dengan kebiasaan bangsa Indonesia yang dalam kehidupannya seringkali mengikuti tren kelompok. Ketika ramai tren pakaian yang ketat, maka semua orang akan berubah yang sama dengan mayoritas.
Kedua, perlunya pengusaha memperhatikan sumberdaya konsumen, seperti waktu luang yang dimiliki, perhatian terhadap produk yang beredar serta kekuatan daya beli masyarakat sasaran pasar. Faktor yang juga patut dijadikan pertimbangan adalah sikap dan gaya hidup dari konsumen yang ingin dituju pengusaha dalam memproduksi barang dan jasa. Ketiga, situasi psychologis yang melingkupi saat peluncuran produk dan jasa kepada costumer. Disinilah pentingnya pengusaha untuk mampu mengelola informasi yang komprehensif tentang perilaku konsumen beserta perubahan yang terjadi. Ini penting, jika costumer karena kondisi psychologisnya, seringkali berubah sikap dan perilakunya dalam mengkonsumsi suatu produk dan jasa yang ditawarkan. Keempat, faktor lainnya yang juga harus mendapat perhatian pengusaha adalah pandangan agama atas produkdan jasa yang diluncurkan. Di Indonesia yang terkenal agamis, penting memperhatikan ini, karena kalau dalam pandangan agama terdapat kandungan yang dilarang dalam produk sudah pasti akan terjadi penolakan besar-besaran di masyarakat. Gaya hidup adalah gambaran hidup seseorang yang tercermin pada ekspresi di setiap aktivitas, hasrat serta keingingan, dan pendapat-pendapat yang tercetus daripadanya. Gaya hidup atau lifestyle juga berdampak pada setiap aspek kehidupan manusia, nilai nilai hubungan sosial, kondisi ekonomi, bahkan juga berdampak pada faktor-faktor lingkungan. Pada konteks pariwisata, gaya hidup juga berhubungan dengan aktivitas, hobi, pendapat, yang memainkan peranan penting pada perilaku konsumen. Perilaku konsumen pariwisata dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipologi sebagai dasar dari aspek sosilogi pengambilan keputusan oleh pelaku pariwisata untuk memilah konsumennya agar dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan konsumen. Informasi tentang kebutuhan riil wisatawan sangat berhubungan dengan perilaku konsumen, dan merupakan informasi penting bagi pengelola pariwisata dalam melakukan pengembangan pariwisata agar sesuai dengan segmentasi wisatawan. Perilaku konsumen melekat pada tipologi konsumen pariwisata, dan juga adalah gambaran dari gaya hidup wisatawan yang berdampak pada aktivitas wisatawan pada daerah tujuan wisata yang dikunjunginya. Kecenderungan saat ini, manusia ingin hidup lebih mudah, tidak mau berpikir keras, dan ingin serba cepat. Kecenderungan tersebut didukung oleh cepatnya perkembangan industri pendukung, dan perkembangan teknologi sehingga teknologi dianggap sangat berperan
mendorong manusia modern berpikir serba cepat atau instan. Sebagai akibatnya, indikator kecepatan dan kualitas menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan gaya hidup atau lifestyle” (Kotler, 2000). Kotler, 2000, juga berpendapat bahwa: gaya hidup adalah gambaran hidup seseorang yang terbawa pada ekspresi pada setiap aktivitas, hasrat serta keingingan, dan pendapat-pendapat yang tercetus daripadanya. Gaya hidup tercermin dalam berbagai perilaku, sebagai misalnya: gaya hidup dianggap berhubungan dengan aktualisasi diri, Inging mencari kepuasan diri, ingin mendapatkan pengalaman hidup yang berbeda, ingin dipercaya, bahkan gaya hidup diwujudkan dalam bentuk ingin tampil beda. Kesemua hal tersebut juga akan menentukan perilaku pemilihan dan pembelian sebuah produk, pemilihan merek, bahkan menentuan tempat mendapatkan sebuah produk juga dianggap berhubungan dengan gaya hidup. Sementara Crompton, 2004 memiliki pandangan yang sama tentang gaya hidup atau lifestyle, yang dianggap bahwa pada setiap aspek kehidupan manusia, gaya hidup berdampak pada nilai nilai hubungan social, kondisi ekonomi, bahkan juga berdampak pada faktor-faktor lingkungan. Gaya hidup juga berhubungan dengan aktivitas, hobi, pendapat, dan juga gaya hidup memainkan peranan penting pada perilaku konsummen.
2.3
Tipe-Tipe Variabel Yang Mempengaruhi Permintaan Pariwisata 1. Aspek Penawaran Pariwisata A. Menurut Medlik, 1980 (dalam Ariyanto 2005), ada empat aspek (4A) yang harus diperhatikan dalam penawaran pariwisata. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut : a. Attraction (daya tarik) Daerah tujuan wisata (selanjutnya disebut DTW) untuk menarik wisatawan pasti memiliki daya tarik, baik daya tarik berupa alam maupun masyarakat dan budayanya. b. Accesable (transportasi) Accesable dimaksudkan agar wisatawan domestik dan mancanegara dapat dengan mudah dalam pencapaian tujuan ke tempat wisata. c. Amenities (fasilitas)
Amenities memang menjadi salah satu syarat daerah tujuan wisata agar wisatawan dapat dengan kerasan tinggal lebih lama di DTW. d. Ancillary (kelembagaan) Adanya lembaga pariwisata wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan mencari DTW apabila di daerah tersebut wisatawan dapat merasakan keamanan, (protection of tourism) dan terlindungi. B. Menurut Smith, 1988 (dalam Pitana, 2005) mengklasifikasikan berbagai barang dan jasa yang harus disediakan oleh daerah tujuan wisata menjadi enam kelompok besar, yaitu: a. Transportation b. Travel services c. Accommodation d. Food service e. Activities and attractions (recreation culture/entertainment) f. Retail goods. Inti dari kedua pernyataan di atas adalah aspek penawaran harus dapat menjelaskan : a. Apa yang akan ditawarkan. b. Apa saja atraksi yang ditawarkan. c. Apa saja jenis transportasi yang dapat digunakan. d. Fasilitas apa saja yang tersedia di daerah tujuan wisata. e. Siapa saja yang bisa dihubungi sebagai perantara pembelian paket wisata yang akan dibeli. 2. Aspek Permintaan Pariwisata A. Menurut Medlik, 1980 (dalam Ariyanto, 2005), faktor-faktor utama dan faktor lain yang mempengaruhi permintaan pariwisata dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Harga Harga yang tinggi pada suatu daerah tujuan wisata akan memberikan imbas atau timbal balik pada wisatawan yang akan bepergian, sehingga permintaan wisatapun akan berkurang begitu pula sebaliknya.
b. Pendapatan Apabila pendapatan suatu negara tinggi, kecendrungan untuk memilih daerah tujuan wisata sebagai tempat berlibur akan semakin tinggi dan bisa jadi calon wisatawan membuat sebuah usaha pada Daerah Tujuan Wisata jika dianggap menguntungkan. c. Sosial Budaya Dengan adanya sosial budaya yang unik dan bercirikan atau berbeda dari apa yang ada di negara calon wisata berasal maka, peningkatan permintaan terhadap wisata akan tinggi hal ini akan membuat sebuah keingintahuan dan penggalian pengetahuan sebagai khasanah kekayaan pola pikir budaya wisatawan. d. Sospol (Sosial Politik) Dampak sosial politik belum terlihat apabila keadaan Daerah Tujuan Wisata dalam situasi aman dan tenteram, tetapi apabila hal tersebut berseberangan dengan kenyataan, maka sospol akan sangat terasa dampak dan pengaruhnya dalam terjadinya permintaan. e. Intensitas Keluarga Banyak atau sedikitnya keluarga juga berperan serta dalam permintaan wisata hal ini dapat diratifikasi, jumlah keluarga yang banyak maka keinginan untuk berlibur dari salah satu keluarga tersebut akan semakin besar, hal ini dapat dilihat dari kepentingan wisata itu sendiri. f. Harga barang substitusi Disamping kelima aspek di atas, harga barang pengganti juga termasuk dalam aspek permintaan, dimana barang-barang pengganti dimisalkan sebagai pengganti daerah tujuan wisata yang dijadikan cadangan dalam berwisata, seperti: Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia, akibat suatu dan lain hal Bali tidak dapat memberikan kemampuan dalam memenuhi syarat-syarat daerah tujuan wisata sehingga secara tidak langsung wisatawan akan mengubah tujuannya ke daerah terdekat seperti Malaysia dan Singapura. g. Harga barang komplementer Harga barang komplementer merupakan sebuah barang yang saling membantu atau dengan kata lain barang komplementer adalah barang yang saling
melengkapi, dimana apabila dikaitkan dengan pariwisata barang komplementer ini sebagai objek wisata yang saling melengkapi dengan objek wisata lainnya. B. Menurut Jackson, 1989 (dalam Pitana, 2005) melihat bahwa faktor penting yang menentukan permintaan pariwisata berasal dari komponen daerah asal wisatawan antara lain : a. Jumlah penduduk (population size) b. Kemampuan finansial masyarakat (financial means) c. Waktu senggang yang dimiliki (leisure time) d. Sistem transportasi e. Sistem pemasaran pariwisata yang ada Dari kedua pendapat di atas, aspek permintaan pariwisata dapat diprediksi dari : a. Jumlah penduduk dari suatu negara asal wisatawan. b. Pendapatan perkapita dari suatu negara asal wisata. c. Lamanya waktu senggang yang dimiliki. Berhubungan dengan musim di suatu negara. d. Kemajuan teknologi informasi dan transportasi. e. Sistem pemasaran yang berkembang. f. Keamanan dunia g. Sosial dan politik serta aspek lain. Berhubungan dengan aspek fisik dan non fisik wisatawan.
2.4
Batasan-Batasan Dalam Pariwisata Kata "Pariwisata" sesungguhnya baru populer di Indonesia setelah diselenggarakan
Musyawarah Nasional Tourisme ke II di Tretes, Jawa Timur pada tanggal 12 - 14 Juni 1458. PARI berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, lengkap. WISATA berarti perjalanan, bepergian. PARIWISATA bisa diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ketempat lain yang dalam bahasa Inggris disebut dengan kata "tour", sedang untuk pengertian jamak "kepariwisataan" dapat digunakan kata "tourisme" atau "tourism", lebih lanjut batasan pariwisata menurut ketetapan MPRS No I-II tahun 1960, sebagai berikut : Kepariwisataan dalam dunia modern pada hakekatnya adalah suatu cara memenuhi kebutuhan manusia dalam memberi hiburan rohani dan jasmani setelah beberapa waktu bekerja
serta mempunyai modal untuk melihat-lihat daerah lain (pariwisata dalam negeri) atau negaranegara lain (pariwisata luar negeri). Sedangkan, mengenai batasan pariwisata hampir tidak pernah disinggung. Untuk perbandingan lebih lanjut, batasan pariwisata diberikan oleh pendapat beberapa ahli, diantaranya : Hermann V. Schuralard (1910), yang dimaksud kepariwisataan disini adalah sejumlah kegiatan, terutama yang ada kaitannya dengan perekonomian yang secara langsung berhubungan dengan masuknya, adanya pendiaman dan bergeraknya orang-orang asing keluar masuk kota, daerah atau Negara. E. Guyer Freuler, merumuskan pengertian pariwisata dengan memberi batasan sebagai berikut : "Pariwisata dalam pengertian modern adalah merupakan fenomena dari jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan (cinta) terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil dari pada perkembangan perniagaan, industri, perdagangan serta penyempurnaan dari pada alat-alat pengangkutan". Prof. K. Kraft (1942) mengemukakan batasan yang lebih bersifat teknis sebagai berikut : Keseluruhan dari pada gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orangorang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan pendiaman itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktifitas yang bersifat sementara itu. Dari beberapa batasan yang disebutkan diatas, tampak pada prinsipnya kepariwisataan mencakup semua macam perjalanan, asal saja perjalanan tersebut berhubungan dengan rekreasi dan pertamasyaan. Ada beberapa faktor yang penting dalam pemberian batasan suatu definisi pariwisata, yaitu: 1. Perjalanan dilakukan sementara waktu 2. Perjalanan itu dilakukan dari satu tempat ke tempat lainnya 3. Perjalanan itu walaupun apa bentuknya, harus dikaitkan dengan pertamasyaan atau rekreasi 4. Orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak mencari nafkah ditempat yang dikunjunginya dan semata-mata sebagai konsumen ditempat tersebut.
2.5
Faktor-faktor Pendorong Wisatawan Untuk Berwisata Faktor-faktor pendorong untuk berwisata sangatlah penting untuk diketahui oleh
siapapun yang berkecimpung dalam industri pariwisata (Pitana, 2005). Dengan adanya faktor pendorong, maka seseorang ingin melakukan perjalanan wisata, tetapi belum jelas mana daerah yang akan dituju. Berbagai faktor pendorong seseorang melakukan perjalanan wisata menurut Ryan, 1991 (dalam Pitana, 2005), sebagai berikut: 1. Escape. Ingin melepaskan diri dari lingkungan yang dirasakan menjemukan, atau kejenuhan dari pekerjaan sehari-hari. 2. Relaxation. Keinginan untuk penyegaran, yang juga berhubungan dengan motivasi untuk escape di atas. 3. Play Ingin menikmati kegembiraan, melalui berbagai permainan, yang merupakan kemunculan kembali sifat kekanak-kanakan, dan melepaskan diri sejenak dari berbagai urusan yang serius. 4. Strengthening family bond. Ingin mempererat hubungan kekerabatan, khususnya dalam konteks (visiting, friends and relatives). Biasanya wisata ini dilakukan bersama-sama (group tour) 5. Prestige. Ingin menunjukkan gengsi, dengan mengunjungi destinasi yang menunjukkan kelas dan gaya hidup, yang juga merupakan dorongan untuk meningkatkan status atau social standing. 6. Social interaction. Untuk melakukan interaksi sosial dengan teman sejawat, atau dengan masyarakat lokal yang dikunjungi. 7. Romance. Keinginan bertemu dengan orang-orang yang bisa memberikan suasana romantis atau untuk memenuhi kebutuhan seksual. 8. Educational opportunity.
Keinginan melihat suatu yang baru, memperlajari orang lain dan/atau daerah lain atau mengetahui kebudayaan etnis lain. Ini merupakan pendorong dominan dalam pariwisata. 9. Self-fulfilment. Keinginan menemukan diri sendiri, karena diri sendiri biasanya bisa ditemukan pada saat kita menemukan daerah atau orang yang baru. 10. Wish-fulfilment. Keinginan
merealisasikan
mimpi-mimpi,
yang
lama
dicita-citakan,
sampai
mengorbankan diri dalam bentuk penghematan, agar bisa melakukan perjalanan. Hal ini juga sangat jelas dalam perjalanan wisata religius, sebagai bagian dari keinginan atau dorongan yang kuat dari dalam diri.
BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA http://www.informasiku.com/2011/04/aspek-penawaran-dan-permintan-dalam.html http://repository.upi.edu/operator/upload/s_mpp_060662_chapter2.pdf http://www.scribd.com/doc/58355314/59/Potensi-Permintaan-Wisata http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20099/4/Chapter%20I.pdf