BAB 2 TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.Palatoskisi adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 712 minggu. 1)
Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167)
2)
Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik. (Wong, Donna L. 2003)
3)
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna L. 2003) Beberapa jenis bibir sumbing : a)
Unilateral Incomplete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
b)
Unilateral complete Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga ke hidung.
c)
Bilateral complete Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
4)
Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)
1
2.2 Etiologi
1.
Faktor Herediter : Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan.
2.
a.
Mutasi gen.
b.
Kelainan kromosom
Faktor Eksternal / Lingkungan : a.
Faktor usia ibu
b.
Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid,
Aminoglikosid,
Indometasin,
Asam
Flufetamat,
Ibuprofen,
Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid c. Nutrisi d.
Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
e.
Radiasi
f.
Stres emosional
g.
Trauma, (trimester pertama). (Wong, Donna L. 2003)
2.3 Anatomi Fisiologi Mulut
1.
Mulut (oris) Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisis organ aksesori
yang bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri dari 2 bagian yaitu : 1.
Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
2.
Bagian rongga mulut ( bagian ) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring.
Selaput lender mulut ditutupi ephitelium yang ber lapis-lapis , dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir, selaputini kaya akan pembuluh daraah juga memuat banyak ujung saraf asesoris. Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir mukosa. Ada beberapa bagian yang perlu diketahui : 1.
Palatum
2
a)
Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maksilaris.
b)
Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir.
2.
Rongga mulut a)
Bagian gigi terdapat gigi (anterior) tugasnya memotong yang sangat kuat dan gigi osterior tugasnya menggiling. Pada umumnya otot-otot pengunyah di persarafi oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Dan proses mengunyah di control oleh nucleus dalam batang otak. Perangsangan formasio retikularis dekat pusat batang otak untuk pengecapan dapat menimbulakan pergerakan mengunyah secara ritmis dan kontinu. Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, terutama untuk sebagian besar buah dan syur-sayuran mentah karena zat ini mempunyai membrane selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat nutrisi yang harus di uraikan sebelum dapat digunakan. Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder :
Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 3 geraham dan untu total keseluruhan 20 gigi
Gigi sekunder, terdiri dari 2 gig seri, 1 taring, 2 premoral dan 3 geraham utuk total keseluruhan 32 buah. Juga gigi ada 2 macam yaitu :
Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan
Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi (pengunyahan). Makanan yang
masuk kekedalam mulut di potong menjaid bagian-bagian kecil dan bercamput dengan saliva unutk membentuk bolus makanan yang dapat dite lan. b)
Lidah Indera pengecap terdiri dari kurang lebih 50 sel-sel epitel bebrapa diantaranya disebut sel sustentakular dan yang lainnya di sebut sel pengecap. Lidah berfungsi untuk menggerakan makan saat dikunyah atau ditelan. Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi selaput lendir. Dibagian pangkal lidah
3
terdapat epiglottis berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu menelan supaya makanan tidak masuk kejalan nafas. Kerja otot dapat di gerakkan 3 bagian : a)
Radiks lingua = pangkal lidah
b)
Dorsum lingua = punggung lidah
c)
Apek lingua = ujung lidah Pada lidah terdapat indera peraba dan perasa :
3.
a)
Asin dibagian lateral lidah
b)
Manis dibagian ujung dan anterior lidah
c)
Asam, dibagian lateral lidah
d)
Pahit dibagian belakang lidah
Kelenjar ludah Yaitu kelenjar yang memiliki duktus yaitu duktus duktus wartoni dan duktus stensoni. Kelenjar ii mensekresikan saliva jedalan rongga oral di hasilkan di dalam rongga mulut dipersarafi oleh saraf tak sadar. a)
Kelenjar parotis, letaknya dibawah depan dari telinga diantara proses mastoid kiri dan kanan mandibularis pada duktus stensoni.
b)
Kelenjar submaksilaris terletak dibawah fongga mulut bagian belakang, dukts wartoni
c)
Kelenjar subliingualis, dibawah selaput lendir, bermuara di dasar rongga mulut. Fungsi saliva :
Memudahkan makan utnuk dikunyah oleh gigi dan dibentuk menjado bolus
Mempertahankan bagian mulut dan lidah agar tetap lembab, sehingga memudahkan lidah bergerak utnuk bericara
Mengandung ptyalin dan amylase, suatu enzyme yang dapat mengubah zat te pung menjadi maltose polisakarida
Seperti zat buangan seperti asam urat dan urea serta obat, virus, dan logam, disekresi kedalam saliva
Sebagai zat anti bakteri dan anti body yang berfungsi untuk memberikan rongga oral dan membantu memelihara kesehatan oral serta mencegah kerusakan gigi.
2.4 Patofisiologi
Bibir sumbing merupakan kelainan kongenital yang memiliki prevalensi cukup tinggi. Bibir sumbing memiliki beberapa tingkant kerusakan sesuai organ yang mengalami 4
kecacatannya. Bila hanya dibibir disebut labioschizis, tapi bisa juga mengenai gusi dan palatum atau langit-langit. Tingkat kecacatan ini mempengaruhi keberhasilan operasi. Cacat bibir sumbing terjadi pada trimester pertama kehamilan karena tidak terbentuknya suatu jaringan di daerah tersebut. Semua yang mengganggu pembelahan sel pada masa kehamilan bisa menyebabkan kelainan tersebut, misal kekurangan zat besi, obat2 tertentu, radiasi. Tak heran kelainan bibir sumbing sering ditemukan di desa terpencil dengan kondisi ibu hamil tanpa perawatan kehamilan yang baik serta gizi yang buruk. Bayi-bayi yang bibirnya sumbing akan mengalami gangguan fungsi berupa kesulitan menghisap ASI, terutama jika kelainannya mencapai langit-langit mulut. Jika demikian, ASI dari ibu harus dipompa dulu untuk kemudian diberikan dengan sendok atau dengan botol berlubang besar pada bayi yang posisinya tubuhnya ditegakkan. Posisi bayi yang tegak sangat membantu masuknya air susu hingga ke kerongkongan. Jika tidak tegak, sangat mungkin air susu akan masuk ke saluran napas mengingat refleks pembukaan katup epiglottis( katup penghubung mulut dengan kerongkongan) mesti dirangsang dengan gerakkan lidah, langit-langit, serta kelenjar liur. Bibir sumbing juga menyebabkan mudah terjadinya infeksi di rongga hidung, tenggorokan dan tuba eustachius (saluran penghubung telinga dan tenggorokan) sebagai akibat mudahnya terjadi iritasi akibat air susu atau air yang masuk ke rongga hidung dari celah sumbingnya. 1.
Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase embrio pada trimester I.
2.
Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
3.
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
4.
Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.
2.5 Manifestasi Klinis
Pada labio Skisis : 1.
Distorsi pada hidung
2.
Tampak sebagian atau keduanya
3.
Adanya celah pada bibir
5
Pada palato skisis: 1.
Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive
2.
Adanya rongga pada hidung
3.
Distorsi hidung
4.
Teraba celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
5.
Kesukaran dalam menghisap atau makan
2.6 Komplikasi
1.
Gangguan bicara dan pendengaran
2.
Terjadinya otitis media
3.
Aspirasi
4.
Distress pernafasan
5.
Risisko infeksi saluran nafas
6.
Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1.
Foto roentgen
2.
Pemeriksaan fisisk
3.
MRI untuk evaluasi abnormal
2.8 Pemeriksaan Terapeutik
1.
Penatalaksanaan tergantung pada beratnya kecacatan
2.
Prioritas pertama adalah pada teknik pemberian nutrisi yang adekuat
3.
Mencegah komplikasi
4.
Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan
5.
Pembedahan:
pada
labio
sebelum
kecacatan
palato;
perbaikan
dengan
pembedahan usia 2-3 hari atua sampai usia beberapa minggu prosthesis intraoral atau ekstraoral untuk mencegah kolaps maxilaris, merangsang pertumbuhan tulang, dan membantu dalam perkembangan bicara dan makan, dapat dilakukan sebelum penbedahan perbaikan. 6.
Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah untuk perkembangan bicara. 6
2.9 Penatalaksanaan Medis
1.
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari berat ringan yang ada, maka
tindakan
bedah
maupun
ortidentik
dilakukan
secara
bertahap.
Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan
dan
bebas
dari
infeksi
induk,
saluran
nafas
atau
sistemis.
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas. Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan l angit-langit bervariasi dari 6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing. 2.
Penatalaksanaan Keperawatan a)
Perawatan Pra-Operasi: 1)
Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi. a.
Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka
b.
Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya.
c.
Diskusikan tentang pembedahan
d.
Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang positif terhadap bayi.
e. 2)
Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan pengobatan bayi. a.
Tahap-tahap intervensi bedah
b.
Teknik pemberian makan
c.
Penyebab devitasi
7
3)
Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate. a.
Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot yang cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap.
b.
Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut.
4)
b)
c.
Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat l idah.
d.
Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan
e.
Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.
f.
Akhiri pemberian susu dengan air.
Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas a.
Pantau status pernafasan
b.
Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan
c.
Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi
Perawatan Pasca-Operasi 1)
Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate a.
Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau sendok.
2)
b.
Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.
c.
Lanjutkan dengan diet lunak
d.
Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak. a.
Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
b.
Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)
c.
Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.
d.
Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.
e.
Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.
f.
Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.
g.
Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.
h.
Monitor keutuhan jaringan kulit
i.
Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril, missal alat tensi
8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1.
Identitas klien : Meliputi nama,alamat,umur
2.
Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit
3.
Riwayat Kesehatan a)
Riwayat Kesehatan Dahulu Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil.
b)
Riwayat Kesehatan Sekarang Mengkaji
berat/panjang
bayi
saat
lahir,
pola
pertumbuhan,
pertambahan/penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas. c)
Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiopalatoskisis dari keluarga, penyakit sifilis dari orang tua laki-laki.
4.
Pemeriksaan Fisik a)
Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing.
5.
b)
Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
c)
Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d)
Kaji tanda-tanda infeksi
e)
Palpasi dengan menggunakan jari
f)
Kaji tingkat nyeri pada bayi
Pengkajian Keluarga a)
Observasi infeksi bayi dan keluarga
b)
Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua
c)
Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan
d)
Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan di rumah. 9
e)
Kaji tingkat pengetahuan keluarga
3.2 Diagnosa Keperawatan
1.
Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan. (NANDA, 2005-2006)
2.
Resiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan refleks menghisap pada anak tidak adekuat. (NANDA, 2005-2006)
3.
Kerusakan
komunikasi
verbal
berhubungan
dengan
kelainan
anatomis
(labiopalatoskizis). (NANDA, 2005-2006) 4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan. (NANDA, 2005-2006)
5.
Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan. (NANDA, 2005-2006)
6.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit. (NANDA, 2005-2006)
3.3 Intervensi No
1.
2.
Dx Keperawatan
Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.
Ketidakseimbanga n nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan refleks menghisap pada anak tidak adekuat
Tujuan/Kriteria
Tidak akan mengalami aspirasi: Menunjukkan peningkatan kemampuan menelan. Bertoleransi thd asupan oral dan sekresi tanpa aspirasi. Bertoleransi thd pemberian perenteral tanpa aspirasi.
Menunjukkan status gizi : Mempertahankan BB dalam batas normal. Toleransi thd diet yang dianjurkan. Menyatakan 10
Intervensi
Pantau tandatanda aspirasi selama proses pemberian makan dan pemberian pengobatan.
Tempatkan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler. Sediakan kateter penghisap disamping tempat tidur dan lakukan penghisapan selama makan, sesuai dengan kebutuhan. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
Ketahui makanan
Rasional
Perubahan yg tjd pada proses pemberian makanan dan pengobatan bisa saja menyebabkan aspirasi. Agar mempermudah mengeluarkan sekresi. Mencegah sekresi menyumbat jalan napas, khususnya bila kemampuan menelan terganggu. Memberikan informasi sehubungan dgn keb nutrisi & keefektifan terapi. Meningkatkan selera makan
keinginannya untuk mengikuti diet.
3.
Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kelainan anatomis (labiopalatoskizis).
Menunjukkan kemampuan komunikasi : Menggunakan bahasa tertulis, berbicara atau nonverbal. Mengguanakan bahasa isyarat. Pertukaran pesan dengan orang lain.
kesukaan pasien. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.
Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan dan mengulangi permintaan. Sering berikan pujian positif pada pasien yang berusaha untuk berkomunikasi.
Menggunakan kata dan kalimat yang singkat.
4.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Meningkatkan rasa nyaman : Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan. Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (skala 0-10) Melaporkan nyeri pada penyedia perawatan kesehatan.
11
Kaji pola istirahat bayi/anak dan kegelisahan.
Bila klien anak, berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan usia dan kondisinya.
klien. Meningkatkan sosialisasi & memaksimalkan kenyamanan klien bila kesakitan makan menyebabkan malu. Melatih agar bisa berkomunikasi lebih lancar.
Pujian dapat membuat keadaan klien akan lebih membaik karena mendapat dorongan. Membantu klien memahami pembicaraan.
Mencegah kelelahan dan dapat meningkatkan koping terhadap stres atau ketidaknyamana n. Meningkatkan relaksasi dan membantu pasien memfokuskan perhatian pada sesuatu disamping diri sendiri / ketidaknyamana n dapat menurunkankeb utuhan dosis / frekuensi
Berikan analgetik sesuai program.
5.
6.
Resiko infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit.
Mencegah infeksi :Terbebas dari tanda atau gejala infeksi. Menunjukkan higiene pribadi yang adekuat. Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi.
Rasa cemas teratasi : Mencari informasi untuk menurunkan kecemasan. Menghindari sumber kecemasan bila mungkin. Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan.
Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan, kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat berakibat pneumonia. Kaji tandatanda infeksi, termasuk drainage, bau dan demam.
Kaji tingkat kecemasan klien.
Berikan terapi bermain kepada si anak untuk mengalihkan ras cemasnya.
Berikan penyuluhan pada klien dan keluarga tentang penyakit dan proses
12
analgesik. nyeri Derajat sehubungan dengan luas dan dampak psikologi pembedahan sesuai dengan kondisi tubuh. Meningkatkan mobilisasi sekret, menurunkan resiko pneumonia.
Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan pencegahan komplikasi lebih serius. Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi. Untuk mengetahui seberapa besar kecemasan yang dirasakan klien sekarang. Untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan klien, berikan suasana yang tenang dan nyaman. Untuk mengetahui bagaimana untuk memudahkan memberikan
penyembuhannya .
13
support atau penyuluhan.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa embrional berkembang, bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu.Belahnya belahan dapat sangat bervariasi, mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum serta molle. Suatu klasifikasi berguna membagi struktur-struktur yang terkena menjadi : 1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus dan palatum durum dibelahan foramen incisivum 2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan molle posterior terhadap foramen.Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan dapat unilateral atau bilateral. Kadang-kadang terlihat suatu belahan submukosa, dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum. 4.2 Saran
1. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa keperawatan 2. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.
14