Bibir Sumbing 1. Pengertian bibir sumbing
Hipocrates pada tahun 400 SM dan Galen pada tahun 150 M menjelaskan bahwa bibir sumbing adalah celah pada bibir (Stewart, 1991). Sedangkan menurut Bartoshesky (2008) mengatakan bahwa, bibir sumbing adalah cacat pada kelahiran dimana sel-sel pada mulut atau bibir tidak berkembang dengan baik selama perkembangan janin. Bibir sumbing adalah suatu kelainan bawaan dimana terdapat cacat atau celah pada bibir dan langit-langat ( paitum) paitum) akibat terganggunya fusi selama selama masa pertumbuhan intra uterine. uterine. (kandungan). Gangguan fusi tersebut terutama terutama terjadi pada trimester trimester pertama kehamilan yang bisa disebabkan disebabkan olah faktor gizi gizi terutama kekurangan asam folat , maupun karena konsumsi beberapa macam obat dalam jangka jangka panjang atau faktor faktor hereditec. hereditec. 2.
Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Bibir Sumbing
A.
Faktor
herediter atau bawaan
Faktor
herediter ini berarti menyangkut gen penyebab bibir sumbing yang dibawa
penderita. Hal ini dapat berupa :
y
Mutasi gen
y
elainan k romosom romosom K elainan
B. . Faktor eksternal atau lingkungan Faktor
eksternal merupakan hal-hal diluar tubuh penderita selama masa pertumbuhan
dalam kandungan yang mempengaruhi atau menyebaban terjadinya bibir sumbing yaitu y
Faktor
usia Ibu
y
O bat-obatan,
seperti asetosal, aspirin (Schardein, 1985), rifampisin, fenasetin,
sulfonamide,
k osid, aminogli osid,
indometasin,
asam
flufetamat,
penisilamin, antihistamin, antineoplastik , k orti ortik osteroid osteroid y
Nutrisi,terutama
pada ibu yang kekurangan folat kekurangan folat
ibuprofen,
infeksi S ifilis, virus rubell
y
Penyakit
y
R adiasi
y
Stres emosional
y
Trauma
(pada trimester pertama kehamilan)
y
K ondisi
ibu hamil yang mengalami rasa mual dan muntah berlebihan, berisiko
melahirkan bayi dengan bibir sumbing. 3.
Bentuk-bentuk Bibir sumbing
1.
U nilateral Pada
Incomplete
jenis ini, celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memanjang
hingga ke hidung. 2.
U nilateral Pada
Complete
jenis ini, celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga
ke hidung. 3.
Bilateral Pada
Complete
jenis ini, celah sumbing terjadi dikedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
Etiologi
Penyebab
terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti.
K ebanyakan
ilmuwan
berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik dan factorfaktor lingkungan. Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan mengalami labioschisis. K emungkinan
seorang bayi dilahirkan dengan labioschisis meningkat bila keturunan garis
pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioschisis.
Menurut Mansjoer dan kawan-kawan, hipotesis yang diajukan antara lain:
y
Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kua litas (defisiensi asam folat, vitamin C, dan Zn)
y
y
Penggunaan
obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal
Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan k lamidia.
y
Faktor
genetik
y
K elainan
ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak
terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali PATOFISIOLGI y
K egagalan
penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama fase
embrio pada trimester I. y
Terbelahnya
bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial da n maksilaris
untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu. y
Palatoskisis
adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. y
penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa kehamilan.
Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain :
1.
Masalah
asupan makanan
Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis. Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot.
Tekanan
lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat
meningkatkan kemampuan hisapan oral.
K eadaan
tambahan yang ditemukan adalah
reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi
dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuknepuk punggung bayi secara berkala juga daapt membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu 2.
Masalah
Dental
Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari celah bibir yang terbentuk. 3.
Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius. 4.
Gangguan berbicara Pada
bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada
perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara ( speech therapy) biasanya sangat membantu. 5.
Gangguan komunikasi verbal
6. Regurgitasi makanan.
7.
Pada Labio skisis
a. Distorsi pada hidung b.
Tampak
sebagian atau keduanya
c. Adanya celah pada bibir 8.
Pada Palati skisis
a.
Tampak
ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen incisive.
b. Ada rongga pada hidung. c. Distorsi hidung d.
Teraba
ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksadn jari
e.
K esukaran
dalam menghisap/makan.
Komplikasi
1. Gangguan bicara 2.
. Terjadinya atitis media
3.
. Aspirasi
4.
. Distress pernafasan
5.
. R esiko infeksi saluran nafas
6. . Pertumbuhan dan perkembangan terhambat 7.
. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris sekunder akibat disfungsi tuba eustachius.
8.
. Masalah gigi
9. . Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan
paruh.
Pemeriksaan Penunjang :
1.
Pemeriksaan
a. 2.
Pemeriksaan
Pemeriksaan
a. b. c.
Laboratorium prabedan rutin (misalnya hitung darah lengkap)
Diagnosis
Foto R ontgen Pemeriksaan fisik
MR I untuk evaluasi abnormal
G. PE NATALAK SA NAA N 1. Penatalaksanaan
Medis
Penatalaksanaan
bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa
disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung
dari berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan secara
bertahap. Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau sistemis. Perbedaan
asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada kebanyakan kasus,
pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga mencapi usia pubertas. K arena
celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk danderajat cerat yang
cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan harus disesuaikan bagi masing-masing penderita. Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari 6 bulan ± 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun, maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup nasoporing.
2. Penatalaksanaan K eperawatan a. Perawatan Pra-Operasi:
1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi. a) Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka b) Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya. c) Diskusikan tentang pembedahan d) Berikan informasi yang membangkitkan harapan da n perasaan yang positif terhadap bayi. e) Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi. 2) Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan pengobatan bayi. a) Tahap-tahap intervensi bedah b) Teknik pemberian makan c) Penyebab devitasi 3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate. a) Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau dot yang cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan dan menghisap. b) Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke dinding mulut. c) Arahkan cairan ke sebalah da lam gusi di dekat lidah. d) Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan e) K aji respon bayi terhadap pemberian susu. f) Akhiri pemberian susu dengan air. 4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas a) Pantau status pernafasan b) Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit d itinggikan c) Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi
b. Perawatan Pasca-Operasi
1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate a) Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes atau sendok. b) Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi. c) Lanjutkan dengan diet lunak d) Sendawakan bayi selama pemberian makanan. 2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak.\ a) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati b) Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (K eiloskisis) c) Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan. d) Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi. e) Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat o perasi dan secara sistemik. f) Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri. g) Perhatikan pendarahan, cdema, drainage. h) Monitor keutuhan jaringan kulit i) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat tidak steril, missal alat tensi Penatalaksanaan
Idealnya, anak dengan labioschisis ditatalaksana oleh ³tim labio-palatoschisis´ yang terdiri dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodonsi, psikoloog, dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan sejak bayi tersebut lahir sampai berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun.
Tindakan
pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan.
Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu :
1. Tahap sebelum operasi Pada
tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima
tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi
berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga Membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.
2.
Tahap sewaktu operasi Tahapan
selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal
kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna. O perasi
untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 ± 20 bulan mengingat
anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Palatoplasty dilakukan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mulai bicara lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara.
K alau
operasi dikerjakan terlambat, sering hasil
operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan suara normal atau tidak sengau sulit
dicapai.
(19)
O perasi
yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan
speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 8±9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.
3.
Tahap
setelah operasi.
Tahap
selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung dari tiap-
tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak bermanfaat.
Prognosis K elainan
labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi/ disembuhkan.
K ebanyakan
anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal
ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan
kemampuan
bicara
yang
baik. Terapi bicara yang berkesinambungan
menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak labioschisis.
K ESIMPULAN
Bibir sumbing merupakan penyakit cacat bawaan. Penyebabnya terjadinya bibir sumbing ialah multifaktorial, seperti genetik, nutrisi, lingkungan, bahkan sosial ekonomi. Jumlah penderita bibir sumbing di Indonesia bertambah 3.000-6.000 setiap tahun atau 1 bayi setiap 1.000 kelahiran.
Namun,
jumlah total penderita bibir sumbing di Indonesia belum diketahui secara
pasti. Penderita bibir sumbing dapat diperbaiki dengan jalan operasi, namun memerlukan biaya yang besar, sedangkan kesempatan penderita yang menjalani operasi setiap tahunnya hanya sekitar 1.500 orang, angka ini masih jauh dari idealnya sehingga tindakan-tindakan pencegahan sebaiknya lebih diutamakan.