BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN REFARAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN MARET 2014
OD KERATITIS PUNGTATA
DISUSUN OLEH:
Andi Besse Fatryani
C111 09 361
PEMBIMBING :
dr. Andi Hasyim Asy'ari
SUPERVISOR:
dr. Sitti Soraya Taufik, Sp.M, M.Kes
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
KERATITIS PUNGTATA
I. PENDAHULUAN
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea berfungsi
sebagai membran pelindung dan jendela yang di lalui oleh berkas cahaya
saat menuju ke retina. Kornea ini disisipkan kedalam sklera pada limbus.
Kornea mempunyai enam lapisan yang berbeda-beda yaitu lapisan epitel,
lapisan bowman, stroma, dua's layer, membran descement dan lapisan
endotel. Lapisan epitel pada kornea merupakan sawar yang efisien terhadap
masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali kornea ini
cedera,stroma yang avaskuler dan lapisan bowman mudah terinfeksi berbagai
macam organisme, seperti bakteri, amoeba dan jamur.(1,2)
Radang kornea ( Keratitis ) biasanya diklasifikasikan dalam lapis
kornea yang terkena yaitu seperti keratitis superficial, dan intertisial
atau profunda. Keratitis dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti
kurangnya air mata, keracunan obat, reaksi alergi terhadap pengobatan
topical yang di berikan dan reaksi terhadap konjungtivitis
menahun.keratitis akan memberikan gejala mata merah, rasa silau dan
merasa kelilipan. Keratitis pungtata memberikan gambaran seperti
infiltrat halus pada permukaan kornea.(3)
II. ETIOLOGI
Keratitis pungtata merupakan keratitis yang terkumpul didaerah
bowman dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata
disebabkan oleh hal-hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum
kontangiosum, akne rosasea, herpes zooster, herpes simpleks, blefaritis,
keratitis neuroparalitik, infeksi virus, dry eyes, trauma radiasi,
lagoftalmus, dan keracunan obat. Keratitis pungtata sangat sering ditemukan
mengingat etiologi dari penyakit ini berasal dari berbagai faktor eksogen
seperti benda asing pada bagian dalam palpebra, lensa kontak, asap dan lain-
lain.(4)
Keratitis pungtata superfisial sangat sering ditemukan mengingat
etiologi dari penyakit ini berasal dari berbagai faktor eksogen seperti
benda asing pada bagian dalam palpebra, lensa kontak, asap, dan lain-
lain. Penyakit ini pun dapat berupa gejala sekunder dari keratitis jenis
lain. Keratitis pungtata superfisialis ini pun dapat disebabkan oleh
faktor endogen yaitu Thygeson disease.(5)
Beberapa penyebab keratitis pungtata superfisial: (6)
1. Infeksi virus merupakan penyebab utama. Virus yang sering menginvasi
ialah herpes zoster, adenovirus, epidemic keratoconjunctivitis,
pharyngo-conjunctival fever dan herpes simpleks.
2. Infeksi chlamydia termasuk di dalamnya trachoma dan konjungtivitis
inklusi.
3. Lesi toksik dapat berasal dari toksin staphylococcal yang berhubungan
dengan blepharokonjungtivitis.
4. Lesi tropik seperti keratitis exposure keratitis danneuroparalytic
keratitis.
5. Lesi alergik seperti vernal keratokonjungtivitis.
6. Lesi iritasi merupakan efek dari beberapa obat seperti idoxuridine.
7. Gangguan kulit dan membran mukosa seperti acne rosacea dan pemphigoid.
8. Dry eye syndrome sepertikeratoconjunctivitis sicca
9. Penyakit idiopatik sepertiThygeson superficial punctate keratitis and
Theodore's superior limbic keratoconjunctivitis.
10. Photo-ophthalmitis.
III. ANATOMI
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. bola mata
dibagian depan (Kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat 2 bentukkelengkungan yang berbeda.(4)
Bola mata dibungkus oleh 3 jaringan ikat, yaitu : (4)
1. Sklera merupakan jaringan ikat kenyal dan memberikan bentuk pada
mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan sehingga
memudahkan cahaya masuk kedalam bola mata. Kelengkungan pada kornea
lebih besar dibandingkan pada sklera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler, yang terdiri dari iris,
korpus siliaris dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang terdiri
oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar yang masuk kedalam
mata. Otot dilatator dipersarafi oleh simpatis sedangkan sfingter iris
dan otot siliaris dipersarafi oleh para simpatis. Otot siliaris yang
terletak dibadan siliaris mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan
akomodasi. Corpus siliaris yang menghasilkan humor akuos yang
dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris dibatas
kornea dan sklera.
3. Lapisan ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai sususan sebanyak 10 lapis membran neurosensoris yang akan
merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik yang diteruskan ke
otak.
Badan kaca atau humor vitreus mengisi rongga dalam bola mata dan
bersifat gelatin yang hanya menempel pada papil saraf optik, makula dan
pars pelana. Lensa terletak dibelakang pupil yang dipegang di daerah
ekuatornya oleh zonula zinii. Lensa mempunyai peranan pada akomodasi
atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula
lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata dan terdapat kelenjar
lakrimal yang terletak pada daerah temporal atas dalam rongga orbita.(4)
ANATOMI KORNEA
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya dan merupakan lapisan
jaringan yang menutup bola mata sebelah depan. Kornea merupakan bagian
mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata disebelah depan. Pembiasan
sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk dilakukan oleh kornea. Rata – rata ketebalan
kornea pada orang dewasa adalah sekitar 0,52 mm di sentral dan 0,65 mm
di perifer. Diameter horizontal kornea rata – rata orang dewasa adalah
11,75 mm dan diameter vertikalnya rata – rata 10,66 mm. Dari anterior ke
posterior, kornea memiliki 6 lapisan yang saling berhubungan yaitu
lapisan epitel (yang merupakan kelanjutan dari epitel dikonjungtiva
bulba), membrana bowman, stroma, lapisan dua's, membrana descement dan
endotel.(4)
1. Epitel, terdiri atas 5 lapisan sel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih, 1 lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada
sel basal sering terlihat mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal
disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui dermosom dan makula
ekluden, ikatan ini menghampat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang
melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan
erosi rekuren.
2. Membrane Bowman, terletak di bawah epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian stroma. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susuna kolagen yang sejajar
1 dengan lainnya, pada permukaan terlihat ayaman yang teratur sedang
di bagian perifer serat kolagen ini bercabang, terbentuknya kembali
serat kolagen memakan waktu lama yang kadang – kadang sampai 15
bulan. Stroma ini adalah merupakan sekitar 90% dari ketebalan kornea.
4. Lapisan Dua's tahun 2013 oleh Harminder S. Dua dan rekan-rekannya di
University of Nottingham. merupakan sebuah lapisan di kornea manusia.
Tebalnya hanya 15 mikron dan terletak antara stroma kornea dan
membran Descemet. Meski tipis, lapisan ini sangat kuat dan kedap
udara.
5. Membrane Descement, merupakan membran aseluler dan merupakan batas
belakang stroma kornea yang dihasilkan dari sel endotel dan merupakan
membran basalnya. Membrane ini bersifat sangat elastic dan berkembang
terus seumur hidup.
6. Endotel, terdiri atas 1 lapisan sel dengan bentuk hexagonal, besarnya
sampai 40 –60 mm. endotel tidak mempunyai daya regenerasi.
Suplai darah kornea berasal dari pembuluh – pembuluh darah
konjungtifa, episklera dan sklera yang berakhir di sekitar limbus
korneosklera. Kornea itu sendiri bersifat avaskuler.(7)
IV. FISIOLOGI KORNEA
Fungsi utama kornea adalah sebagai membrane protektif dan sebuah
"jendela" yang dilalui cahaya untuk mencapai retina. Transparansi kornea
dimungkinkan oleh sifatnya yang avaskuler, memiliki struktur yang
uniform yang sifat deturgescence – nya. Transparansi stroma dibentuk
oleh pengaturan fisis special dari komponen – komponen fibril. Walaupun
indeks refraksi dari masing – masing fibril kolagen berbeda dari
substansi infibrilar, diameter yang kecil (300 A) dari fibril dan jarak
yang kecil diantara mereka (300 A) mengakibatkan pemisahan dan
regularitas yang menyebabkan sedikit pembiasan cahaya dibandingkan
dengan inhomogenitas optikalnya. Sifat deturgescence di jaga dengan
pompa bikarbonat aktif dari endotel dan fungsi barbier dari epitel dan
endotel. Kornea di jaga agar tetap berada pada keadaan "basah" dengan
kada air sebanyak 78%. (1,2)
Kornea menerima suplai sensoris dari bagian oftalmik nervus
trigeminus. Sensasi taktil yang terkecil pun dapat menyebabkan refleks
penutupan mata. Setiap kerusakaan pada kornea (erosi, penetrasi benda
asing atau keratokonjungtivitis ultraviolet) mengekspose ujung saraf
sensorik dan menyebabkan nyeri yang intens disertai dengan refleks
lakrimasi dan penutupan bola mata involunter. Trias yang terdiri atas
penutupan mata involunter (blepharospasme), refleks lakrimasi (epiphora)
dan nyeri selalu mengarahkan kepada kemungkinan adanya cedera kornea.(6)
Seperti halnya lensa, sklera dan badan vitreous, kornea merupakan
struktur jaringan yang braditrofik, metabolismenya lambat dimana ini
berarti penyebuhannya juga lambat. Metabolisme kornea (asam amino dan
glukosa) diperoleh dari 3 sumber, yaitu: (6)
Difusi dari kapiler-kapiler disekitarnya
Difusi dari humor aquos
Difusi dari film air mata
Kornea mendapatkan pemaparan konstan dari mikroba dan pengaruh
lingkungan, oleh sebab itu untuk melindunginya kornea memiliki beberapa
mekanisme pertahanan. Mekanisme pertahanan tersebut termasuk refleks
berkedip, fungsi antimikroba film air mata (lisosim), epitel hidrofobik
yang membentuk barrier terhadap difusi serta kemampuan epitel untuk
beregenerasi secara cepat dan lengkap.(6)
Ketika pathogen telah menginvasi jaringan melalui lesi kornea
superfisial, beberapa rantai kejadian tipikal akan terjadi, yaitu: (6)
Terjadi lesi pada kornea
Patogen akan menginvasi dan mengkolonisasi struma kornea
Antibodi akan menginfiltrasi lokasi invasi pathogen Hasilnya
akan tampak gambaran opasitas pada kornea dan titik invasi
pathogen akan membuka lebih luas dan memberikan gambaran
infiltrasi kornea.
Iritasi dari bilik mata depan dengan hipopion (umunya berupa pus
yang akan berakumulasi pada lantai dari bilik mata depan).
Pathogen akan menginvasi seluruh kornea
Hasilnya stroma akan mengalami atropi dan melekat pada membrana
descemet yang relatif kuat dan akan menghasilkan descematocele
yang dimana hanya membrana descement yang intak.
Ketika penyakit semakin progresif, perforasi dari membran
descement terjadi dan humor aquos akan keluar. Hal ini disebut
ulkus kornea perforata dan merupakan indikasi bagi intervensi
bedah secepatnya. Pasien akan menunjukkan gejala penurunan visus
progresif dan bola mata akan menjadi lunak.
V. KLASIFIKASI
Keratitis dapat di bagi berdasarkan :
1. Lesi Kornea
Keratitis epithelial
Epitel kornea terlibat pada kebanyakan jenis konjungtivitis dan
keratitis, dan pada kasus-kasus tertentu merupakan satu-satunya jaringan
yang terlibat (misalnya pada keratitis pungtata superfisialis). Perubahan
pada epitel sangat bervariasi, dari edema biasa dan vakuolasi sampai erosi
kecil-kecil, pembuntukan filament, keratinisasi parsial, dan lain-lain.
Lesi-lesi itu juga bervariasi lokasinya pada kornea. Semua variasi ini
mempunyai makna diagnostik yang penting dan pemeriksaan biomikroskopik
dengan dan tanpa pulasan fluorosein yang merupakan bagian dari setiap
pemeriksaan mata bagian luar.(4)
Keratitis Stroma
Respon stroma kornea terhadap penyakit termasuk infiltrasi, yang
menunjukkan akumulasi sel – sel radang; edema muncul sebagai penebalan
kornea, pengkeruhan atau parut; penipisan dan perlunakan, yang dapat
berakibat perforasi, dan vaskulasrisasi. Pada respon ini kurang spesifik
bagi penyakit ini, tidak seperti pada keratitis epithelial dan dokter
sering harus mengandalkan informasi klinik dan pemeriksaan labpratorium
untuk menetapkan penyebabnya.(4)
Keratitis Endotelial
Disfungsi endothelium kornea akan berakibat ederma kornea, yang mula-
mula mengenai stroma dan epitel. Ini berbeda dari edema kornea yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuler, yang mulai pada epitel
kemudian stroma. Selama kornea tidak terlalu sembab, sering masih mungkin
dilihat kelainan morfologik endotel kornea dengan slitlamp. Sel–sel radang
pada endotel (endapan keratik atau keratik precipitat) tidak selalu
menandakan adanya penyakit endotel karena sel radang juga merupakan
manifestasi dari uveitis anterior, yang dapat atau tidak menyertai
keratitis stroma.(4)
2. Organisme Penyebab
Keratitis Bakterial
Lebih dari 90% inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Sejumlah
bakteri yang dapat menginfeksi kornea yaitu Staphylococcus epidermis,
Staphylococcus aureus, Streptococcus pnemoniae, koliformis, pseudomonas dan
haemophilus. Kebanyakan bakteri tidak dapat menetrasi kornea sepanjang
epitel kornea masih intak. Hanya bakteri gonococci dan difteri yang dapat
menetrasi epitel korea yang intak. Gejala – gejalanya antara lain yaitu
nyeri, fotofobia, visus lemah, lakrimasi dan sekret purulen. Sekret purulen
khas untuk keratitis bakteri sedangkan keratitis virus mempunyak sekret
yang berair.(1,5)
Terapi konservatif pada keratitis bakteri adalah antibiotik topikal
(ofloxacin dan polymixin) yang berspektrum luas untuk bakteri gram positif
dan bakteri gram negative sampai hasil kultur pathogen dan resistensi
diketahui. Immobilisasi badan siliar dan iris oleh terapi midriasis
diindikasikan jika ada iritasi intraocular. Keratitis bakteri dapat
diterapi pertama kalinya dengan tetes mata ataupun salep. Terapi pembedahan
berupa keratoplasti emergency dilakukan jika terdapat descematocel atau
ulkus kornea yang perforasi.(5)
Keratitis Viral
Keratitis Herpes Simplex
Terdapat dua bentuk keratitis herpes simplex yaitu primer dan
rekurens. Keratitis jenis ini merupakan penyebab ulkus yang paling umum dan
penyebab kebutaan kornea yang paling umum. Gejalanya yaitu sangat nyeri,
photophobia, hiperlakrimasi, dan pembengkakan pada kelopak mata. Bentuk
keratitis virus herpes simpleks dibedakan berdasarkan lokasi lesi pada
lapisan kornea. Keratitis dendritic mempunyai khas lesi epitel yang
bercabang, sensitifitas kornea menurun dan dapat berkembang menjadi
keratitis stromal. Keratitis stromal ini mempunyai epitel yang intak, pada
pemerikasaan slitlamp menunjukkan infiltrate kornea disirformis sentral.
Sedangkan keratitis endothelium terjadi karena virus herpes simpleks
terdapat pada humor aquos yang menyebabkan pembengkakan sel endotel. Dan
sindrom nekrosis retinal akut mengenai bola mata bagian posterior yang
terlibat pada pasien imunokompromis (AIDS).(5)
Pengobatan dapat diberikan virustatika seperti IDU trifluoritimidin
dan asiklovir. Pemberian streroid pada penderita herpes sangat berbahaya,
karena gejala akan sangat berkurang akan tetapi proses berjalan trus karena
daya tahan tubuh yang berkurang.(5)
Keratitis Herpes Zooster
Keratitis herpes zoster merupakan manifestasi infeksi virus herpes
zoster pada cabang pertama saraf trigeminus, termasuk puncak hidung dan
demikian pula dengan kornea atau konjungtiva. Bila terjadi kelainan saraf
trigeminus ini, maka akan memberikan keluhan pada daerah yang
dipersarafinya dan pada herpes zoster akan mengakibatkan terdapatkan
vesikel pada kulit. Pada mata akan terasa sakit dengan perasaan yang
berkurang (anastesia dolorosa). Pengobatan adalah simtomatik seperti
pemberian analgetika, vitamin dan antibiotik topical atau umum untuk
mencegah infeksi sekunder.(5)
Keratitis Jamur
Pathogen yang lebih sering adalah Aspergilus dan Candida albicans.
Mekanisme yang sering adalah trauma terkena bahan - bahan organic yang
mengandung jamur seperti ranting pohon. Pasien pada umumnya mengeluhkan
gejala yang sedikit. Pada inspeksi didapatkan mata merah, ulkus yang
berbatas tegas dan dapat meluas menjadi ulkus kornea serpiginuous. Pada
pemeriksaan slitlamp menunjukkan infiltrate stroma yang berwarna putih
keabuan, khusuhnya jika penyebabnya adalah candida albicans. Lesi – lesi
yang lebih kecil berkelompok mengililingi lesi yang besar membentuk lesi
satelit. Indentifikasi mikrobiologi jamur sulit dan memakan waktu.
Pengobatan konservatif berupa anti nikotik topikal seperti natamycin,
nystatin dan amphoterisin B, sedangkan tindakan pembedahan berupa
keratoplasti jika dengan pengobatan konservatif gagal dan keadaan makin
memburuk dalam perawatan.(5)
VI. GEJALA KLINIS
Pada anamnesis pasien, bisa didapatkan beberapa gejala klinis pada
pasien yang terkait dengan perjalan penyakit keratitis pungtata
superfisial. Pasien dapat mengeluhkan adanya rasa nyeri, pengeluaran air
mata berlebihan, fotofobia, penurunan visus, sensasi benda asing, rasa
panas, iritasi okuler dan blefarospasme. Oleh karena korea memiliki
banyak serat – serat saraf, kebanyakan lesi kornea baik supervisial
ataupun profunda, dapat menyebabkan nyeri dan fotofobia. Nyeri pada
keratitis diperparah degan pergerakan dari palpebral (umunnya palpebral
superior) terhadap kornea dan biasanya menetap hingga terjadi penyembuhan
karena kornea bersifat sebagai jendela mata dan merefraksikan cahaya,
lesi kornea sering kali mengakibatkan penglihatan menjadi kabur, terutama
ketika lesinya berada dibagian Sentral.(4)
Pada keratitis pungtata superfisial didapatkan lesi kornea berupa lesi
epithelia multiple sebanyak 1 – 50 lesi (rata – rata sekitar 20 lesi
didapatkan). Lesi epithelia yang didapatkan pada keratitis pungtata
superfisial berupa kumpulan bintik – bintik kelabu yang berbentuk oval
atau bulat dan cenderung berakumulasi di daerah pupil. Opasitas pada
kornea tersebut tidak tampak apabila di inspeksi secara langsung, tetapi
dapat dilihat dengan slitlamp ataupun loup setelah diberi flouresent.(3)
Sensitifitas kornea umumnya normal atau hanya sedikit berkurang, tapi
tidak pernah menghilang sama sekali seperti pada keratitis herpes
simpleks. Walaupun umumnya respons konjungtiva tidak tampak pada pasien
akan tetapi reaksi minimal seperti injeksi konjungtiva bulbar dapat
dilihat pada pasien.(4)
VII. DIAGNOSIS
Kecurigaan akan adanya keratitis pada pasien dapat timbul pada pasien
yang datang dengan trias keluhan keratitis yaitu gejala mata merah, rasa
silau (fotofobia) dan merasa kelilipan (blefarospasma). Adapun radang
kornea ini biasanya diklasifikasikan dalam lapisan kornea yang terkena,
seperti keratitis superfisial dan interstisial atau profunda. Keratitis
superfisial termasuk lesi inflamasi dari epitel kornea dan membran bowman
superfisial terkait.(2)
Fluoresein adalah pewarna khusus yang dipakai untuk memulas kornea dan
menonjolkan setiap ketidakteraturan pada permukaan epitelnya. Fluoresein
topikal merupakan larutan pewarna water-soluble yang non-toksik dantersedia
dalam berbagai bentuk, contohnya disertai dengan obat anestetik (benoxinate
or propracaine) atau dengan antiseptik (povidoneiodine). Secarik kertas
steril dengan fluoresein dibasahi dengan saline steril atau anestetik lokal
dan ditempelkan pada permukaan dalam palpebra inferior untuk memindahkan
pewarna kekuningan itu ke dalam lapis air mata.(2,8)
Flourenscein dapat melakukan penetrasi pada intraseluler kornea, namun
jika lapisan epitel kornea intak maka larutan flourensceins ini tidak bisa
menembus epitel. Larutan flourenscein ini lebih mudah diobservasi pada
kornea dibandingkan pada konjungtiva, maka pemeriksaan flourenscein ini
merupakan pemeriksaan yang dibutuhkan dalam mengevaluasi kelainan di
kornea. Larutan floresens diteteskan pada mata dan mata diperiksa dengan
menggunakan slit lamp ataupun dengan iluminasi terang dan melihat
menggunakan loup. Hal tersebut dapat memberikan gambaran defek epithelial.
Pola distribusi flouresensi yang spesifik dapat sebagai informasi yang
berguna dalam menegakkan kemungkinan etiologi dan keratitis pungtata
superfisial.(9)
Pemeriksaan laboratorium dengan melakukan kultur dari flora kornea
dilakukan selama terjadi inflamasi aktif dapat membantu dalam penelitian
selanjutnya akan tetapi hal tersebut tidak begitu signifikan dalam
penegakan diagnosis dan penatalaksana penyakit keratitis pungtata
superfisial. Pemeriksaan pencitraan dengan menggunakan fotografi slit lamp
untuk mendokumentasikan inflamasi aktif dan periode inaktivitas dapat
dilakukan tapi hal tersebut juga tidak begitu penting dalam penegakan
diagnosis maupun penanganan penyakit.(6)
VIII. DIAGNOSIS DIFERENTIAL
Uveitis
Uveitis adalah peradangan yang terjadi pada iris, corpus ciliare,
atau koroid. Uveitis dapat juga terjadi sekunder akibat keratitis atau
skleritis. Uveitis biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun. Uveitis dapat di
bagi menjadi 3 bentuk yaitu uveitis anterior, intermediet dan posterior.
Gejala pada uveitis anterior adalah nyeri, fotofobia dan penglihatan kabur.
Uveitis anterior biasanya terjadi unilateral dan onsetnya akut. Tanda dari
uveitis intermediet adalah peradangan vitreus. Uveitis intermediet memiliki
gejala khas yaitu floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia dan mata
merah biasanya tidak ada. Sedangkan gejala pada uveitis posterior adalah
floaters, kehilangan lapangan pandang atau penurunan tajam penglihatan yang
mungkin parah.(1)
Glaukoma akut sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup akut (glaukoma akut) terjadi bila bentuk iris
bombe yang menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer. Hal
ini akan menghambat aliran keluar aqueous dan tekanan intraokular meningkat
dengan cepat, menimbulkan nyeri hebat, kemerahan dan penglihatan kabur.(1)
Oftalmika Simpatika
Oftalmika Simpatika merupakan peradangan bilateraldengan gejala
klinis penglihatan menurun dan mata merah. Biasanya terjadi akibat trauma
tembus atau bedah mata intraokular. Tanda dini dari penyakit ini adalah
gangguan binokular akomodasi atau tanda radang ringan uvea anterior ataupun
posterior. Tanda yang terlihat adalah mata sakit dan fotofobia pada kedua
mata. (4)
Endoftalmitis
Merupakan peradangan berat dalam bola mata, biasanya akibat infeksi
setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Endoftalmitis
terbagi dua yaitu endoftalmitis eksogen akibat trauma atau infeksi sekunder
setelah proses pembedahan dan endoftalmitis endogen terjadi akibat
penyebaran bakteri, jamur, ataupun parasit dari fokus infeksi di dalam
tubuh. Peradangan akibat bakteri akan memberikan gambaran klinik rasa sakit
yang sangat, kelopak merah dan bengkak, kelopak sukar di buka, konjungtiva
keruh dan merah, kornea keruh, BMD keruh yang kadang-kadang di sertai
hipopion.(4)
IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan dari keratitis biasanya simptomatik : (4)
1. Artificial tears membantu mata mengeluarkan benda asing
2. Specific treatment dapat ditambahkan pada pasien, misalnya
antiviral jika penyebabnya adalah virus
Respon cepat lambatnya kornea pada agen infeksinya bergantung pada
penyebabnya, maka diberikan pengobatan berupa artificial tears untuk
membantu mata mengeluarkan agen penyebab iritasi pada kornea. Sekitar 90%
dari inflamasi kornea disebabkan oleh bakteri. Selain itu epitel yang tidak
intak dapat sebagai jalur penetrasi dari bakteri ke dalam kornea.
Penanganan diawali dengan antibiotik topikal dengan aktivitas broad
spectrum terhadap kebanyakan organisme Gram-positif dan Gram-negative
hingga hasil kultur dan tes sensitifitas diketahui. Regimen awal yang
diberikan termasuk aminoglycoside dengan cephalosporin generasi pertama
setiap 15-30 menit. Seringkali digunakan ciprofloxacin 0,3% yang meberikan
percepatan waktu rata – rata penyembuhan dan penururnan terapi dibandingkan
terapi konvensional.levofloxacin maupun ofloxacin memiliki penetrasi
aqueous dan vitreus yang baik dengan pemberian oral.(2,4,6)
X. PROGNOSIS
Secara umum prognosis dari keratitis pungtata superfisial adalah baik
jika tidak terdapat sikatriks ataupun vaskularisasi dari kornea. Sesuai
dengan metode penanganan yang dilaksanakan prognosis dalam hal visus pada
pasien dengan keratitis pungtata superficial sangat baik. Sikatriks pada
kornea dapat timbul pada kasus-kasus dengan keratitis pungtata superfisial
yang berlangsung lama.(5)
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D,Asbury T,Riordan-Eva P. general Ophthalmology. 17th
edition. Connecticut; Appleton &lange; 1999. p. 139
2. Riordan-Eva. Anatomy and embryology of The Eye. In : Vaughan
D,Asbury T,Riordan-Eva P. general Ophthalmology. 15th edition.
Connecticut; Appleton &lange; 1999. p. 1-26
3. Doggart JH. Superficial Punctate Keratitis [online]. 1933 [cited
2011 July]; [1screen].
4. Ilyas S. Mata Merah dengan Penglihatan Turun Mendadak. Dalam :
Ilyas S. IlmuPenyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI ; 2008. H 147-78
5. Khurana KA. Diseases of the Cornea. In:, Khurana KA, editors.
Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age
International. 2007. p. 51 - 82.
6. Lang GK. Cornea. In : Lang GK. Ophthalmology A Pocket Textbook
Atlas. 2nd edition. Stuttgart ; thieme ; 2007. p. 115-60
7. Pavan-Langston D. Cornea and External Desease. In: Pavan-Langston
D. Manualof Ocular Diagnosis and Theraphy. 5 th edition.
Philadelphia; Lippincott Williams &Wilkins; 2002. p. 67-129
8. The Eye M.D. Association. External Diseases and Cornea in Basic and
Clinical Science Course, American Academy of Opthalmology. Lifelong
Education for the Opthalmologist. 2011-2012. p.
9. Pflugfelder, Stephen C. Beuerman, Roger W. Stren, Michael S. Dry
Eye and Ocular Surface Disorder. Marcell Dekker. 2004. p. 285-95
-----------------------
Gambar 1 : Anatomi Bola Mata
Gambar 2 : Lapisan Kornea Normal
Keratitis Bakteri
Gambar 5. uveitis
Gambar 6. Glaukoma akut
Endoftalmitis