ASPEK GEOGRAFI DAN SUMBER DAYA ALAM Secara umum dalam SDA (Sumber Daya Alam, kondisi topografi wilayah studi baik makro, meso, atau pun mikro sangat beragam, namun didominasi oleh dataran rendah. Kemudian, apabila dilihat baik secara makro, meso, atau pun mikro, intensitas curah hujan intensitas curah hujan di wilayah perencanaan termasuk dalam kategori sedang. Sementara itu, persebaran jenis tanah di kabupaten boyolali dan sekitarnya sangat bervariasi mulai dari litosol, andosol, regosol, grumosol, dan alluvial. Rata-rata jenis tanah yang ada pada wilayah perencanaan merupakan jenis tanah yang cocok sebagai peruntukan guna lahan terbangun, terutama permukiman. Kemudian di wilayah mikro, dilalui oleh dua DAS, yaitu DAS Serang dan DAS Tuntang, yang didominasi oleh DAS Serang. Sementara itu, terdapat daerah rawan bencana yang perlu diperhatikan, karena rawan bencana akan mengakibatkan kerugian jika bencana tersebut terjadi. Di wilayah perencanaan (Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro) memiliki daerah rawan bencana berupa rawan banjir kekeringan, angin kencang, dan kebakaran sebanyak sebanyak 19 desa. Kemudia Kemudian, n, pada wilayah perkotaan, terutama kawasan perkotaan Juwangi memiliki guna lahan hutan produksi oleh PERHUTANI, sehingga, di samping adanya rawan bencana kekeringan di kawasan perkotaan Juwangi (Kelurahan Juwangi dan Kelurahan Pilangrejo), namun juga merupakan desa dengan kategori desa rawan terjadi kebakaran kebakaran hutan. Di samping itu, berdasarkan analisis GAP yang ada, terdapat GAP terkait bencana kekeringan dimana terdapat perbedaan jumlah hari hujan antara wilayah mikro terhadap makro, dan juga GAP berupa pola guna lahan terhadap jenis tanah yang ada di wilayah perencanaan. seperti penggunaan lahan untuk tanah pertanian yang pada dasarnya jenis tanah tersebut merupakan jenis tanah peruntukan kawasan terbangun. Oleh karena itu, untuk menanggapi adanya potensi dan masalah yang ada perlu adanya gagasan perencanaan yang dapat mengatasi GAP yang ada, sehingga dapat meminimalisir permasalahan dan memaksimalkan potensi-potensi di wilayah perencanaan.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
V
ASPEK KEPENDUDUKAN Dari aspek kependudukan pada lingkup meso, mikro dan perkotaan pertumbuhan penduduk masih tergolong rendah. Apabila dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk Kabupaten Boyolali, wilayah meso, mikro, dan perkotaan masih lebih rendah pertumbuhannya. Pertumbuhan penduduk yang rendah, dikarenakan banyaknya penduduk yang bermigrasi keluar. Tingkat pertumbuhan penduduk yang rendah tersebut, berdampak pula pada kepadatan penduduknya. Kepatan penduduk di wilayah meso, mikro dan perkotaan pun tergolong rendah. Terdapat berbagai potensi dan permasalahan pada aspek kependudukan kependudukan berdasarkan analisis gap yang telah dilakukan. Dilihat dari pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk wilayah meso mikro dan perkotaan yang tergolong rendah, berpotensi dalam penerapan dalam pengontrolan perkembangan kepadatan penduduk mulai dari saat ini. Dan juga, dapat dilakukan pembangunan pembangunan kawasan permukiman-permukiman yang baru guna memenuhi kebutuhan penduduk. Dengan melihat penduduk yang rendah pastinya berkorelasi dengan jumlah lahan non terbangun yang masih luas. Perpindahan atau mobilitas penduduk ke luar wilayah, yang begitu besar proporsinya, mengakibatkan berbagai permasalahan muncul. Apalagi sebagian besar penduduk yang bermigrasi keluar adalah penduduk dengan usia produktif. Hal tersebut berdampak pada tingginya angka ketergantungan serta berkurangnya sumber daya manusia pada usia produktif yang seharusnya dapat menjadi potensi dalam pengembangan ekonomi lokal.
ASPEK EKONOMI Pada Aspek Ekonomi, dilakukan 2 jenis analisis pada skala mikro yakni Analisis Agregat dan Analisis Intrawilayah. Perbedaan yang mendasari ke-2 analisis tersebut yakni Analisis Agregat menggunakan unit kecamatan, sedangkan analisis intrawilayah menggunakan menggunakan unit desa. Dilihat berdasarkan Analisis agregat dengan unit analisis kecamatan, struktur ekonomi pada sektor tersier yang terdapat di kawasan makro, meso dan mikro merupakan sektor yang mendominasi bila dibandingkan sektor primer dan sekundernya. Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
V
Sektor tersier sendiri terdiri dari sektor Perdagangan, Jasa, Angkutan, dan Keuangan. Ditinjau berdasarkan nilai analisis LQ baik dalam skala makro, meso dan mikro, sektor pertanian yang ada merupakan sektor basis atau merupakan sektor yang terspesialisasi. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan perolehan nilai LQ yang lebih dari 1. Berdasarkan analisis intrawilayah dengan unit amatan desa, Komoditas unggulan sektor perternakan terletak di Desa Kedungpilang, Kedungpilang, Kecamatan Wonosegoro dengan jumlah sebesar 97128 ekor dalam satu tahun. Komoditas Peternakan merupakan komoditas unggulan dan prioritas utama dari wilayah studi Juwangi, Kemusu, Wonosegoro, hal ini dikarenakan besarnya kuantitas hasil produksi yang dihasilkan oleh kecmatan-kecamatan wilayah studi. Dari sepuluh sub sektor perternakan yang menjadi kontributor utama dalam lingkup 41 desa adalah sub sektor ayam pedaging dimana dihasilkan 146000 ekor tahun 2015 dengan persentase sebesar 36,2%. Sektor pertanian, perkebunan, dan pertanian lainnya termasuk dalam kualifikasi sektor unggulan. Dimana Desa Kendel, Kecamatan Kemusu sebagai kontributor utama menyumbang sebesar 4.86% dengan jumlah 93733 kwintal di tahun 2015. Untuk rincian sektornya, ubi kayu menjadi kontributor utama pada lingkup 41 desa dengan persentase sebesar 32,35%. Dari hasil analisis intrawilayah diketahui bahwa sektor perdagangan jasa, dan angkutan merupakan sektor yang terspesialisasi. Rendahnya pendapatan per kapita pada berpotensi menimbulkan permasalahan untuk 20-30 tahun kedepan. pada tahun 2011 angka pendapatan perkapita baru menyentuh angka 7,03 juta rupiah yang apabila dibandingkan dengan standar menurut world bank, pendapatan perkapita seharusnya sebesar 9,5 juta rupiah pertahun. Jika tidak diantisipasi maka pendapatan yang rendah tersebut akan menghambat aktivitas perekonomian salah satunya produksi sektor akan menurun dan berdampak pada rendahnya pertumbuhan ekonomi sehingga wilayah Juwangi, Juwangi, Kemusu, dan dan Wonosegoro Wonosegoro akan menjadi menjadi tertinggal. Pendapatan perkapita bergantung pada nilai PDRB ADHB dimana nilai tersebut dipengaruhi banyak hal dan berujung pada struktur ekonomi. Pada tahun 2011, sektor tersier di wilayah Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro memiliki kontribusi yang cukup besar Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
V
sebanyak 47,8% dan menuruti hasil proyeksinya pada tahun 2035 yaitu sebesar 52,5% artinya masih mas ih terdapat selisih 4,7% pada 30 tahun kedepan. Hal ini menandakan bahwa berdasarkan pertumbuhan kontribusi sektor, dapat diperkirakan terjadi peningkatan setiap tahunnya, yang akan menimbulkan masalah jika tidak di fasilitasi oleh pemerintah.
ASPEK TATA GUNA LAHAN
B
Dilihat dari aspek tata guna lahan baik pada wilayah makro, meso, mikro, maupun perkotaan penggunaan lahannya masih didominasi oleh lahan non terbangun khususnya persawahan, tegalan, dan hutan/belukar. Sedangkan untuk lahan terbangun khususnya permukiman terpusat pada kota – kota pada wilayah makro seperti pada Kota Surakarta, Kota Salatiga, S alatiga, serta pada perkotaan – perkotaan di wilayah meso dan mikro seperti perkotaan Juwangi, Wonosegoro, Boyolali, Ampel, Cepogo, dan sebagainya. Berdasarkan analisis gap yang dilakukan maka dapat diturunkan menjadi potensi tata guna lahan baik di wilayah mikro maupun perkotaan yaitu yaitu masih tersedia lahan yang luas untuk dikonversi (pembangunan fisik), adanya sawah berkelanjutan yang vital bagi perekonomian perekonomian masyarakat, adanya lahan peruntukan industri yang berpotensi besar untuk mempercepat pemerataan pembangunan pada lahan yang ada serta kesadaran masyarakat akan pembangunan pada lahan peruntukan sudah tinggi. Sedangkan untuk permasalahan dari aspek tata guna lahan khususnya di wilayah mikro dan perkotaan yaitu pola permukiman yang cenderung linier (hanya berfokus dipinggir dipinggir jalan raya) sehingga berpengaruh berpengaruh pemerataan pembangunan seperti infrastuktur khususnya bagi wilayah – wilayah yang jauh dari jalan raya serta tidak adanya RTH pada wilayah perencanaan sebagai ruang publik maupun rekreasi. Diharapkan dengan gagasan perencanaan jitu dan tepat yang salah satunya adalah pembentukan cluster permukiman yang terintegrasi maka potensi dari tata guna lahan dapat dimaksimalkan dan permasalahan dapat dihilangkan pada wilayah perencanaan perencanaan di tahun – tahun yang akan datang.
B
V
Studio Proses Perencanaan E |
A
ASPEK INFRASTRUKTU INFRASTRUKTUR R Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa Ketersediaan sarana Pendidikan pada kecamatan Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro belum memenuhi kebutuhan masyarakat baik dari jumlah fasilitas maupun jangkauan pelayanan. Sarana peribadatan yang tersedia di Kecamatan Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro telah memenuhi standar dan kebutuhan masyarakat setempat baik dari jenis j enis sarana peribadatan Musholla, Masjid maupun Gereja. Dalam pemenuhan air bersih pada kecamatan Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro menggunakan sumur arthesis pribadi karena pada wilayah tersebut belum teraliri PDAM. Dan, Mayoritas masyarakat Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro telah menggunakan MCK pribadi sehingga sudah jarang ditemui ketersediaan WC umum yang berada pada wilayah Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro. Pada kecamatan Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro sebagian besar rumah tangga sudah teraliri listrik dari PLN, namun masih terdapat beberapa rumah tangga yang belum teraliri listrik secara individu maupun belum teraliri listrik sama sekali. Meskipun demikian, telah terdapat BTS (Base Transciever Station) pada kawasan perkotaan Wonosegoro Wonosegoro yang dapat memfasilitasi komunikasi nirkabel antara piranti komunikasi dan jaringan operator. Di kecamatan Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro ketersediaan saluran Drainase pada wilayah perkotaan Juwangi dan Wonosegoro belum memadai sehingga mengakibatkan banjir ketika hujan lebat. Sistem persampahan yang ada pun mengguakan TPS pribadi dengan membuat galian pada setiap rumah, hal tersebut terjadi karena tidak tersedianya TPS baik di wilayah Juwangi, Kemusu maupun Wonosegoro. Sarana Kesehatan yang tersedia mayoritas adalah Puskesmas dan Praktek Dokter yang telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat Juwangi, Kemusu da Wonosegoro. Namun, untuk ketersediaan Posyandu masih kurang pada setiap desa di tiga kecamatan tersebut. Sedangkan, untuk ketersediaan sarana perdagangan perdagangan dan jasa yang berguna memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakatnya sudah tercukupi dari jenis pasar. Untuk jenis warung
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
V
maupun toko masih terdapat kesenjangan antara kebutuhan dan standart yang harus dipenuhi.
ASPEK SISTEM AKTIVITAS Sistem Aktivitas terbagi menjadi 2 yaitu aktivitas non ekonomi dan aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi contohnya adalah aktivitas pertanian dan aktivitas industri. Aktivitas non ekonomi seperti mobilitas penduduk, infrastruktur dan sosial. Dominansi aktivitas pertanian di wilayah JKW dikarenakan besarnya persentase lahan pertanian di wilayah studi, seperti contohnya wilayah Juwangi yang memiliki total penggunaan lahan pertanian sebesar 57% dengan lahan sawah irigasi sebesar 7%, sawah tadah hujan 9% dan Kebun 41%. Mayoritas masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, hal ini dibuktikan dengan banyaknya jumlah petani di Wilayah JKW yaitu 59.081 jiwa. Terkait dengan bibit, bibit diperoleh dari subsidi pemerintah dan sebagian dari toko-toko kecil. Distribusi hasil produksi kebanyakan di ekspor ke luar wilayah Kabupaten Boyolali. Di wilayah JKW terdapat beberapa macam jenis industri yang tumbuh dan berkembang, baik itu industri besar, menengah maupun industri kecil, diantaranya adalah industri produksi anyaman, produksi minyak atsiri, arang kayu, batu split, produksi gethuk, gula, gula kelapa, kerupuk,konveksi tas, rogorigi, serta produksi tahu tempe t empe Sistem aktivitas non ekonomi seperti mobilitas penduduk, banyak usia produktif yang bermigrasi keluar. Adanya hal ini membawa potensi dan masalah, masalah yang berasal dari mobilitas penduduk, konektivitas serta aksesibilitas yang masih sulit. Mobilitas masyarakat yang tinggi membawa suatu potensi yaitu adanya remitan yang dihasilkan oleh para emigran dimana remitan tersebut dikrimkan ke desa dan digunakan untuk pembangunan desa. Disamping Disampi ng itu dari segi aksesibilitas, infrastruktur jalan masih rusak dan hal ni membuat sulit dalam pendistribusian hasil produksi. Gagasan perencanaan yang dapat diupayakan, salah satunya adalah dengan cara adanya kebijakan pembatasan penduduk migrasi masuk atau pun keluar dengan intensitas atau kapasitas tertentu, sehingga diharapkan adanya keseimbangan dan kestabilan pertumbuhan penduduk atau pun perkembangan wilayah di Kecamatan Juwangi, Kemusu, dan
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
V
Wonosegoro itu sendiri. Perbaikan jalan di wilayah mikro juga sangat penting untuk menujang kegiatan pendistribusian hasil pertanian.
ASPEK SOSIAL BUDAYA Dilihat dari aspek pendidikan, SDM di wilayah makro, meso, maupun mikro masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dengan prosentase pendidikan sarjana yang masih kecil. Akibatnya pekerjaan penduduk yang paling mendominasi adalah sektor pertanian karena di sektor inilah yang mampu menampung masyarakat yang hanya memiliki kualitas seperti yang dimiliki masyarakat wilayah makro, meso mapun mikro.Hal ini juga berakibat pada tingkat kesejahteraan di wilayah makro, meso dan mikro. Banyaknya keluarga prasejahtera dan tingginya kesenjangan sosial di ketiga wilayah tersebut mengakibatkan mengakibatkan tingkat kesejahteraannya masih rendah. Namun di beberapa desa kegiatan lembaganya lembaganya seperti PKK dan kelompok tani sudah mulai rutin melaksanakan kegiatan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desanya dengan mengadakan pemeriksaan kesehatan bayi, balita dan lansia, kegiatan penyuluhan pertanian dan juga kegiatan yang dapat meningkatkan kekereatifan masyarakatnya. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan skill, kesehatan maupun pendidikan di setiap desanya Dalam aspek budaya, ketiga wilayah tersebut memiliki banyak potensi yang dapat dimanfaatkan dan dipertahankan. Budaya-budaya tersebut dijadikan untuk meningkatkan sektor pariwisata di ketiga wilayah tersebut, seperti Kompleks Pentirtaan Cabean Kunti yang terletak di Kabupaten Boyolali yang sudah banyak dikunjungi masyarakat baik dari dalam daerah maupun dari luar daerah. Selain tempat-tempat peninggalan budaya, kesenian-kesenian seperti Tarian-tarian akan menambah potensi wilayah tersebut.
GAGASAN PERENCANAAN MENGEMBANGKAN INDUSTRI PADAT KARYA
Pengembangan industri padat karya di wilayah JKW direkomendasikan karena dengan adanya pengembangan industri padat karya ini akan menambah lapangan pekerjaan dan menambah investor. Gagasan perencanaan ini diharapkan dapat meyelesaikan Studio Proses Perencanaan E |
B
A
B
V
tingginya migrasi keluar oleh usia produktif sehingga pemgembangan ekonomi lokal dapat teratah dan pendapatan masyaarakat juga dpaat meningkat dengan industri produktif MEMBANGUN SARANA PENDIDIKAN DAN PERSAMPAHAN SERTA MEMPERBAIKI PRASARANA
V
JALAN
B
Terdapat 3 kata kunci di dalam gagasan perencanaan kedua ini, yaitu sarana pendidikan, persampahan dan prasarana jalan. Sarana pendidikan diperlukan dalam pememhuhan kebutuhan dan peningkatan kualitas SDM di lingkup mikro. Selain itu, ketersediaan sarana pendidikan untuk tahun 2025 dan 2035 diperkirakan belum memenuhi kebutuhan penduduk setempat. Kekurangan fasilitas sekolah dimasa yang akan datang di dominasi oleh tingkat pendidikan TK, SMA dan PT. Sedangkan, ketersediaan prasarana persampahan pada tahun 2025 dan 2035 kemungkinan sudah terpenuhi dikarenakan kebijakan-kebijakn wilayah terkait mulai mencanangkan pembuatan TPS agar warga tidak membuang sampah ke sungai dan sekitarnya. Jaringan jalan yang ada pada wilayah Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro dilalui jalan kolektor primer dan kolektor sekunder dengan kondisi jalan yang rusak pada beberapa titik ruas jalan. Kondisi jalan rusak, berlubang dan tidak rata diakibatkan oleh tingkat mobilitas yang tinggi karena jumlah penduduk yang semakin meningkat. Kondisi tersebut diperkirakan belum terselesaikan untuk beberapa tahun kedepan, mengingat lahan yang digunakan sebagai jalan adalah lahan perhutani. Oleh karena itu dibutuhkan gagasan perencanaan untuk mmeperbaiki prasarana jalan. MEMBANGUN SISTEM PERINGATAN DINI BENCANA
Sistem peringatan dini bencana diharapkan dapat mengurangi dampak terjadinya bencana di wilayah JKW. Wilayah JKW beresiko terkena bencana seperti banjir, angin kencang, kekeringan, dan kebakaran hutan.
Studio Proses Perencanaan E |
B
A
MEMBANGUN CLUSTER PERMUKIMAN YANG SALING TERINTEGRASI
Tujuan dari adanya gagasan perencanaan diatas adalah agar penggunaan lahan di wilayah JKW lebih efesien JKW dan mempermudah penempatan sarana prasarana penunjang dan pemenuhan jangkauan pelayanan sarana prasarana.
A
B
V B
Studio Proses Perencanaan E |
V B A B
Studio Proses Perencanaan E |