BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini kelompok akan membahas tentang kesenjangan antara teori dengan studi kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. A dengan diagnosa halusinasi pendengaran di Wisma Dahlia RSJ Prof. HB. Sa’anin Padang. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi. A. Pengkajian
Menurut Craven & Hirnle (dalam Keliat, 2009) pengkajian merupakan pengumpulan data subyektif dan obyektif secara sistematis dengan tujuan untuk menentukan tindakan keperawatan bagi individu, keluarga, dan komunitas. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perusmusan kebutuhan atau masalah pasien. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara dengan Tn. A, observasi secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku Tn. A. Selain itu keluarga juga berperan sebagai sumber data yang mendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada Tn. A. Pengkajian dilakukan pada Tn.A pada hasil observasi awal terlihat bahwa Tn.A mondar-mandir, jalan tanpa tujuan, sesekali menutup mata dan telinga klien. Paa saat pengkajian ditemukan data subjektif: klien melihat bayangan nerwujud wanita, klien mengatakan mendengar suara orang menangis seperti disiksa. Klien mengatakan suara itu muncul kurang lebih 5 kali dalam sehari dan didengar selama 2-3menit. Data objektif: klien Nampak sering melamun bicara sendiri, terkadang pandangan klien terfokus pada satu objek. Tanda dan gejala yang muncul menurut Videbeck (2004, dalam yosep,ius dan titin sutini,2014,h.226) yaitu mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, bicara sendiri, sering melamun, dan mulut komat kamit, data ini sesuai dengan apa yang didapatkan pada saat pengkajian.
Berdasarkan data pengkajian didapatkan bahwa Tn.A memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan dimana klien sering ejek tentang penyakitnya dan dijauhi lingkungan. Tn.A dulunya pernah minum minuman keras selama merantau di Jakarta. Berdasarkan penuturan dari Tn.A didapatkan bahwa stressor lingkungan yang dialami Tn.A telah berlangsung sangat lama sehingga kopping Tn.A terhadap masalah semakin tidak efektif. Ketidak efektifan koping indifidu merupakan penyebab awal dari harga diri rendah. Harga diri rendah adalah suatu perasaan negative terhadap diri sendiri, hilangnya keperdcayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri. Rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan social, merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri. (Carpenito,LJ,1998). Tn.A memandang dirinya adalah orang yang tidak berguna karena setiap yang dilakukan selalu tidak dihargai oleh keluarga dan lingkungan sekitar. Dalam rentang respon social menurut Stuart and Sundenn (1998) rasa kesepian dikarenakan ketidak mampuan seseorang menarik diri dari lingkungannya. Berdasarkan data dari pasien didapatkan bahwa penyebab isolasi social pasien sesui dengan teori yaitu harga diri rendah. Berdasarkan
karakteristik
dari
isolasi
sosial
yaitu
apatis,
menyendiri, komunikasi verbal kurang, aktifitas menurun dan menolak hubungan dengan orang lain (Towsend, 1998). Hal-hal tersebut memang terjadi
pada
Tn.A
dimana
Tn.A
tampak
tidak
peduli
dengan
lingkungannya, Tn.A lebih suka duduk sendiri dan jarang berbicara dengan orang lain, Tn.A lebih banyak tidur dikamar jika siang hari. Ciri ciri dari Tn.A tersebut sejalan dengan teori mengenai batasan karakteristik isolasi social. Berdasarkan dari pohon masalah isolasi social bisa menyebabkan halusinasi dan berakhir pada resiko perilaku kekerasan. Isolasi social yang berlanjut yang menyebabkan pasien memiliki tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan sehingga berakibat lanjut halusinasi (Stuart and Sudenn 1998 dalam Dalami,dkk 2009, hal. 10). Berdasrkan pengkajian Tn.A sendiri memiliki halusinasi dengar dan penglihatan, menurut Tn.A
halusinasi yang ia dengar seperti suara menangis yang tersiksa. Tn. A menatakan mudah kesal terutama jika bayangan tersebut ingin masuk ke dalam tubunnya.tetapi selama di RSJ Tn.A tidak menunjukan perilaku kekerasan yang aktual terhadap orang lain sehingga pasien bisa mengalami resiko perilaku kekerasan.
B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan oleh penulis terhadap pasien kelolaan, penulis mendapatkan 5 masalah keperawatan yaitu gangguan sensori:halusinasi, isolasi sosiall, haga diri rendah, resiko perilaku kekerasan, deficit perawatan diri. Dari 5 daftar masalah yang didapat penulis menganggat diagnosa keperawatan gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar dan halusinasi penglihatan dengan data subjektif yaitu klien melihat bayangan nerwujud wanita, klien mengatakan mendengar suara orang menangis seperti disiksa. Klien mengatakan suara itu muncul kurang lebih 5 kali dalam sehari dan didengar selama 2-3menit. Data. Data objektif: klien Nampak sering melamun bicara sendiri, terkadang pandangan klien terfokus pada satu objek. Diagnose selanjutnya isolasi social dengan data subjektif yaitu Tn.A tampak tidak peduli dengan lingkungannya, Tn.A lebih suka duduk sendiri dan jarang berbicara dengan orang lain, Tn.A lebih banyak tidur dikamar jika siang hari, saat berinteraksi pasien kurang konsentrasi. Diagonsa harga diri rendah diangkat dengan data yaitu pasien mengatakan bahwa klien sering ejek tentang penyakitnya dan dijauhi lingkungan. Berdasarkan penuturan dari Tn.A didapatkan bahwa stressor lingkungan yang dialami Tn.A telah berlangsung sangat lama sehingga kopping Tn.A terhadap masalah semakin tidak efektif data objektif pasien saat interaksi pasien banyak menduduk dan kontak mata tidak ada. Masalah defisit perawatn diri penulis angkat karena penulis menggunakan faktor pendukung bahwa klien mengatakan bahwa mandi 1 kali sehari, klien tidak pernah berhias, klien tampak tidak rapi, ambut klien tampak kering berminyak, dan dari badan klien tercium bau.
C. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan tahap lanjut dari diagnosa keperawatan dimana
perencanaan
ini
akan
menentukan
keberhasilan
asuhan
keperawatan yang dilaksanakan. Perencanaan meliputi prioritas masalah, perumusan masalah, penentuan tujuan, kriteria hasil dan rencana tindakan. Penentuan tujuan dalam perencanaanmeliputi aspek-aspek antara lain spesifik, measurable, actual, reality dan time (SMART). Pada perencanaan penulis menemukan kesenjangan antara teori dan kasus. Perencanaan secara teori hanya tiga masalah keperawatan yang diangkat yaitu resiko perilaku kekerasan, gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, isolasi sosial, harga diri rendah dan defisit perawatan diri. Dalam membuat perencanaan penulis tidak menemukan kesulitankarena sudah ada ketentuan untuk membuat perencanaan.
D. Implementasi Keperawatan
Pada pelaksanaan perencanaan yang diberikan hanya berfokus pada masalah utama (core problem) yaitu: gangguan sensori: halusinasi pendengaran. Intervensi keperawatan yang dilakukan pada klien yaitu membina hubungan saling percaya, mengenal halusinasi klien (waktu, isi, frekuensi, perasaan terhadap halusinasi), mengontrol halusinasi dengan cara minum obat secara teratur, menghardik,mengontrolhalusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain, mengontrolhalusinasi dengan cara melaksanakan aktivitas terjadwal. Penulis telah membina hubungan saling percaya dengan baik kepada klien sehingga klien bersedia mengekspresikan masalah yang dihadapi. Pada tanggal 9 April 2018 dilakukan dilakukan tindakan sp 1 halusinasi yaitu dengan cara menghardik. sp 1 rpk yaitu latihan tekhnik napas dalam dan pukul bantal dan sp 1 isolasi sosial yaitu berkenalan dengan 1 orang. Penulis melakukan implementasi sesuai dengan apa yang ditetapkan teori menurut herman (2011, hal 113) yaitu membina hubungan saling percaya , membantu klien mengenali halusinasi, klien dapat memilih cara mengontrol halusinasi berupa: menghardik halusinasi, meminum obat,
menemui perawat atau teman, atau anggota keluarga, membuat jadwal kegiatan sehari-hari, menyapa klien jika tampak bicara mandiri. Implementasi kedua dilaksanakan pada tanggal 10 April 2018, pukul 10.00 WIB. Penulis melakukan strategi pelaksanaan halusinasi dan rpk 2 yaitu mengajarkan cara mengontrol halusinasi dan rpk dengan 6 benar minum obat. Penulis melakukan validasi dan evaluasi cara pertama yaitu menghardik halusinasi. Penulis melatih 6 benar minum obat pada pasien yaitu jenis, waktu, dosis, frekuensi, cara, kontinuitas minum obat. Penulis juga melakukan Sp 2 Isolasi sosial yaitu dengan berkenalan 2-3 orang sambil melakukan kegiatan. Klien sudah memahami mengenai resiko perilaku kekerasan, klien mengatakan mampu mengontrol emosi dengan cara tarik nafas dalam dan pukul bantal, klien mengatakan sudah bisa minum obat dengan teratur dengan bimbingan perawat dan mengetahui 6 benar cara minum obat. Implementasi ke 3 dilaksanakan tanggal 11 April 2018 pukul 11.00 WIB. Penulis melakukan strategi pelaksanaan 3 yaitu mengajarkan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap. Ketika Tn. A bercakapcakap dengan orang lain, terjadi adanya distraksi dan fokus perhatian Tn. A akan beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain. Kemudian memberikan reinforcement positif kepada Tn. A apabila Tn. A berhasil mempraktekkannya. Respon dari Tn. A, Tn. A mampu menggunakan cara pertama dengan menghardik dengan benar dan Tn. A mau untuk mengalihkan perhatian dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Pada hari ketiga juga dilakukan strategi pelaksanaan rpk yaitu mengajarkan meminta menolak dan mengungkapkan perasaan dengan baik. Selanjutnya dilakukan strategi pelaksanaan 3 isolasi sosial yaitu berkenalan dengan 4-5 orang sambil melakukan kegiatan harian. Klien tampak dapat melakukan tarik nafas dalam dan pukul bantal secara mandiri, klien memperhatikan saat perawat menjelaskan, klien tampak dapat mengulangi cara mengontrol PK secara verbal meminta, menolak dan mengungkapkan dengan benar, klien tampak lebih tenang.
E. Evaluasi Keperawatan
Berdasarkan evaluasi data subjektif dan data objektif yang diperoleh setelah implementasi terhadap Tn. A Pada tahap evaluasi ini penulis melakukan asuhan keperawatan dari tanggal 9 April 2018 sampai 11 April 2018 untuk mengetahui keberhasilan tindakan yang telah dilakukan dengan cara menanyakan kembali apa yang telah dibicarakan dan telah dicapai selama ini dengan menggunakan penilaian berdasarkan respon subjektif, objektif, analisa dan planning (SOAP) Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan (Emawati, 2010, h ,100). Evaluasi dari tindakan keperawatan yang dilakukan ditemukan sebagai berikut : S: Klien mengatakan sudah tidak mendengar suara-suara . Klien mengatakan lebih memilih berbicara dengan teman daripada melamun. O: Klien terlihat tenang, klien sudah mau berbicara dengan temannya. A:Masalah teratasi PP: bantu klien untuk melakukan kegiatan seperti catur. PK: Klien mau diarahkan untuk melakukan kegiatan. Kelebihan pada klien saat dilakukan tindakan keperawatan
yaitu
klien
sudah
beberapa
keperawatan
yang
sama
sehingga
klien
kali
diajarkan
mudah
tindakan
memahami
dan
menghafalkan cara-cara untuk mengontrol halusinasi. Kelemahannya karena sudah sering diajarkan klien menjadi bosan dan terlihat tidak antuasias ketika diajarkan cara mengontrol halusinasi. Klien mampu mengidentifikasi isi, frekuensi, durasi serta perasaan klien saat halusinasi muncul, klien dapat melakukan empat cara yang telah diajarkan untuk mengontrol halusinasi.